• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELATIHAN LARI SPRINT 60 METER DAN HEXAGONALOBSTACLE SPRINT TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELATIHAN LARI SPRINT 60 METER DAN HEXAGONALOBSTACLE SPRINT TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PELATIHAN LARI SPRINT 60 METER DAN

HEXAGONALOBSTACLE SPRINT

TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI

Ida Bagus Ketut Suryawan, I Nyoman Kanca, I Ketut Sudiana

Jurusan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: gussuryawan99@yahoo.co.id Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh pelatihan lari sprint 60 meter dan

hexagonal obstacle sprint terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Jenis penelitian ini adalah

eksperimen semu dengan rancangan the modified randomized pretest posttest control grop the same

subjek design, dengan test standing broad jump. Data yang di dapat dianalisis dengan uji F (one way anova) pada taraf signifikansi (α) = 0,05 dengan bantuan komputer program SPSS 16.0.Hasil analisis

data menunjukan adanya perubahan nilai rata-rata pada variabel daya ledak otot tungkai. Pada kelompok perlakuan lari sprint 60 meter nilai pre-test sebesar 132,50 cm dan nilai post-test sebesar 147,93 cm sehingga terjadi peningkatan sebesar 15,64 cm, pada kelompok perlakuan hexagonal

obstacel sprint nilai pre-test sebesar 132,79 cm dan post-test sebesar 155 cm sehingga terjadi

peningkatan sebesar 21,77 cm dan pada kelompok kontrol nilai pre-test sebesar 132,64 cm dan

post-test sebesar 139,21 cm terjadi peningkatan sebesar 6,57 cm. Hasil uji one way anova variabel daya

ledak otot tungkai antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapat Fhitung sebesar 32,421

dan signifikasi 0,000 yang berarti terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan lari sprint 60 meter dan hexagonal obstacle sprint terhadap daya ledak otot tungkai. Berdasarkan hasil uji LSD, maka kelompok pelatihan hexagonal obstacle sprint lebih baik pengaruhnya dibandingkan pelatihan lari

sprint 60 meter terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai.Dari hasil analisis data disimpulkan

bahwa; (1) pelatihan lari sprint 60 meter berpengaruh signifikan terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. (2) pelatihan hexagonal obstacle sprint pengaruh signifikan terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. (3) ada perbedaan pengaruh signifikan antara pelatihan lari sprint 60 meter dan hexagonal hexagonal obstacle sprint terhadap daya ledak otot tungkai dimana pelatihan hexagonal

obstacle sprint lebih baik daripada lari sprint 60 meter.

Kata kunci: pelatihan lari sprint 60 meter, pelatihan hexagonal obstacle sprint, daya ledak otot tungkai.

Abstract

This study is aimed to know the effect of sprint run training and hexagonal 60-meter sprint obstacle to increase the leg muscle‟s explosive power. This research is a quasi experimental design with the modified randomized pretest-posttest control design group the same subject. Explosive power of the leg muscles were measured with a standing broad jump test. The data was analyzed using the F test (one way ANOVA) at significance level (α) = 0.05 and assisted by the application of SPSS 16.0. The results of data analysis showed a change in the average value of the variable leg muscle explosive power. In the treatment group 60 meter sprint was 132,50 cm for the pre-test and was 147,93 cm for the post-test resulting an enhancement of 15,64 cm, in the treatment group sprint hexagonal obstacle was 132,79 cm for the pre-test and for the post-test resulting in an enhancement of 155 cm, resulting an enhancement 21,77 cm and in the control group pre-test value of 132,64 cm and a post-test of 139,21 cm an increase of 6,57 cm . The results of one way ANOVA test explosive leg muscle power variables between the treatment and control groups obtained the F value of 32,421 and 0.000, which means that there is a significance difference between the effect of sprint training and a 60 -meter sprint the hexagonal obstacle explosive of leg muscle power. Based on the result of data collection, it was concluded that: (1) training and sprinting 60 meters sprint hexagonal obstacle affected on the increasing in leg muscle explosive power. (2) There is a difference between the effect of sprint training and a 60-meter sprint hexagonal obstacle to increased leg muscle explosive power.

(2)

(3) The hexagonal obstacle sprint training is better than 60-meter sprint to the increase in leg muscle explosive power.

(3)

PENDAHULUAN

Perolehan suatu prestasi olahraga dapat berhasil apabila olahragawannya terampil, berpengetahuan, sehat jasmani maupun rohani serta mempunyai sifat sportivitas mengikuti pertandingan. Selain itu, komponen-komponen kondisi fisik juga

sangat perlu diperhatikan dalam

pencapaian suatu prestasi olahraga.

Pemanfaatan penerapan teknologi dalam olahraga pada masa sekarang juga sangat mendukung prestasi olahraga.

Upaya peningkatan prestasi

olahraga, khususnya pada suatu cabang olahraga tertentu (lompat jauh) maka perlu diprioritaskan faktor fisik. Seperti yang kita ketahui, daya ledak dan kecepatan sangat berperan penting pada olahraga lompat jauh.

Swadesi (2009: 95) menemukan “bahwa masa adolisensi merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa dan merupakan masa pertumbuhan yang pesat, yang ditandai dengan perkembangan biologis yang kompleks. Masa adolisensi dimulai dari umur 12 tahun sampai umur 20 tahun untuk pria dan umur 10 tahun sampai 18 tahun untuk wanita”.

Pelatihan kondisi fisik akan sangat bermanfaat diberikan pada masa-masa adolesensi ini karena pada masa ini pencapaian kemampuan fisik bisa secara optimal. Pembinaan kondisi fisik di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Manggis belum sepenuhmya diterapkan. Hal ini terlihat dari data hasil prestasi atlet-atlet SMA N 1 Manggis pada Pekan Olahraga dan Seni Pelajar (PORSENIJAR) tingkat SMA dalam tiga tahun terahir khusus kategori putri. Dari tiga tahun hanya pada tahun 2013 para atlet putri SMA N 1 Manggis bisa meraih juara 1 lompat jauh, juara 1 lari 400 meter, juara 1 tolak peluru, juara 1 lempar cakram, juara 1 lempar lembing dan semua itu hanya baru ditingkat

kecamatan. Sedangkan pada tahun

sebelum-sebelumnya SMA N 1 Manggis tidak dapat meraih prestasi apapun dalam cabang atletik khususnya lompat jauh untuk nomor putri.

Sudarmada I Nyoman (dalam

ejurnal.undiksha.ac.id, 2012) menemukan “peningkatan prestasi olahraga tidak

terlepas dari faktor-faktor penentu

peningkatan prestasi yaitu: 1) aspek biologis seperti potensi/ kemampuan dasar tubuh, fungsi organ-organ tubuh, struktur dan postur tubuh serta gizi, 2) aspek psikologis seperti intelektual, motivasi, kepribadian, koordinasi kerja otot dan saraf, 3) aspek lingkungan seperti lingkungan sosial, sarana dan prasarana, cuaca, dan keluarga, 4) aspek penunjang seperti pelatih, program pelatihan yang sistematis, dana dan penghargaan”.

Menurut Nala, (1998: 6) “ada 10

komponen kondisi fisik yaitu kekuatan, daya tahan, daya ledak (power), kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, reaksi, keseimbangan dan koordinasi”.

Menurut Sajono, (1995: 8) “daya ledak merupakan kemampuan seseorang

untuk mempergunakan kekuatan

maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya”.

Menurut Widiastuti (2011: 16) “daya ledak otot merupakan gabungan antara kekuatan dan kecepatan atau pengerah gaya otot maksimum”.

Lari sprint 60 meter merupakan salah satu nomor lari jarak pendek yang tergolong nomor lari cepat. Lari sprint adalah gerakan maju yang dilakukan untuk mencapai tujuan (finish) secepat mungkin

atau dengan waktu yang sesingkat

mungkin. Sedangkan yang dimaksud

dengan lari sprint 60 meter adalah lari yang

diusahakan atau dilakukan dengan

secepat-cepatnya (kecepatan maksimal) mulai dari start sampai finish dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk untuk menempuh jarak 60 meter menggunakan kecepatan maksimal.

Sedangkan secara fisiologis,

kecepatan diartikan sebagai kemampuan gerak, sistem proses syaraf atau perangkat otot untuk melakukan gerakan dalam persatuan waktu tertentu.

Sedangkan hexagonal obstacle

sprint adalah sebuah pelatihan yang digunakan untuk melatih daya ledak otot tungkai. Gerakan pelatihan ini yaitu dengan

(4)

melompat menggunakan 2 (dua) kaki dan

mendarat secara bersamaan. Sesuai

dengan namanya bidang lintasannya berbentuk hexagonal (segi enam). Panjang tiap sisi dari lapangannya yaitu 24 inci atau 61cm dengan besar setiap sudut 120º”.

Latihan ini memerlukan kapur untuk garis, atau objek serupa seperti tali yang berukuran keliling 61 cm X 6 sisi berbentuk hexagonal dan kerucut yang berjarak 20 metar dari bidang hexagonal obstacle sprint yang digunakan sebagai garis finish. Ini merupakan kombinasi latihan mulai dari lompatan ke depan, ke samping dan ke belakang hingga lari cepat penuh dalam jarak tertentu.

Latihan ini melatih koordinasi yang diperlukan untuk perubahan arah yang cepat, latihan ini dapat diterapkan untuk olahraga atletik terutama lopat jauh, dan berbagai olahraga lain yang menggunakan perubahan posisi yang cepat.

METODE

Penelitian ini termasuk ke dalam eksperimental semu (quasi experimental) Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang dapat diperoleh

dengan eksperimen yang sebenarnya

dalam keadaan yang tidak memungkinkan

untuk mengontrol atau memanipulasi

semua variabel yang relevan (Kanca I Nyoman, 2010: 66). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “the modified randomized pretes-posttes control grop the same subjek design”.

Dalam penelitian ini jumlah sampel

penelitian yang digunakan sebanyak 42 orang siswi yang diambil dari kelas XI IPA I dan kelas XI IPA 2 SMA N 1 Manggis tahun pelajaran 2012/2013. “Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah test standing broad jump untuk mengukur daya ledak otot tungkai, yang memiliki tingkat

validitas 0,607 dan reliabilitas 0.963

(Nurhasan, 2000: 130)”.

Setelah dilakukan pre-test (tes awal), sampel penelitian dibagi kedalam tiga kelompok dengan menggunakan teknik

pembagian kelompok secara ordinal

pairing. Kelompok 1 diberikan perlakuan berupa pelatihan lari sprint 60 meter,

kelompok 2 diberikan perlakuan berupa pelatihan hexagonal obstacle sprint, dan kelompok 3 merupakan kelompok kontrol

yang diberikan perlakuan aktivitas

permainan olahraga jogging. Teknik

pengumpulan data dilakukan dari data tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test)

pada masing-masing kelompok yaitu

kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Tes akhir dilaksanakan setelah kelompok perlakuan diberikan pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint selama 12 kali latihan dengan tes yang sama seperti tes awal (pre-test). Selanjutnya dianalisis berdasarkan hasil pengukuran dari masing-masing kelompok.

Analisis data dilakukan dengan uji

persyaratan yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas data. Untuk hasil dari penelitian digunakan Uji Hipotesis yaitu terdiri dari uji Anava satu jalur dan uji pembanding yaitu uji Least Significant Difference (LSD).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pelatihan yang dilaksanakan selama 12 kali pertemuan dan pelaksanaan tes akhir (post_test) dengan menggunakan instrumen standing broad jump diperoleh data beda (gaint score) yang akan dianalisis untuk mengadakan uji

hipotesis penelitian. Pada kelompok

perlakuan pelatihan lari sprint 60 meter rata-rata pre-test sebesar 132,50 cm dengan nilai tertinggi 148,00 cm nilai terendah 118,00 cm dan standar deviasi 9,670 cm dan nilai rata-rata post-test sebesar 147,93 cm dengan nilai tertinggi 167,00 cm nilai terendah 126,00 cm dan standar deviasi 9,802 cm . Pada kelompok perlakuan pelatihan hexagonal obstacle sprint memiliki nilai rata-rata pre-test sebesar 132,79 cm dengan nilai tertinggi 148,00 nilai terendah 118,00 cm dan

standar deviasi 9,529 cm dan nilai rata-rata

post-test sebesar 155 cm dengan nilai tertinggi 169 cm nilai terendah 146 cm dan standar deviasi 7,646 cm. Dan pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata pre-test sebesar 132,64 cm dengan nilai tertinggi 146 cm nilai terendah 119 cm dan standar deviasi 9,170 cm dan nilai rata-rata post-test sebesar 139,21 cm dengan nilai

(5)

tertinggi 148 cm nilai terendah 127 cm dan standar deviasi 5,873 cm. Dari hasil uji normalitas data dengan

bantuan program komputer SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Hasil uji

normalitas data dapat disajikan pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data

Sumber Data Kolmogorov Smirnov

Statistik Df Sig Keterangan

Daya Ledak Otot Tungkai

1. Lari Sprint 60 Meter 0,199 14 0,140 Normal

2. Hexagonal Obstacle Sprint 0,199 14 0,168 Normal

3. Kontrol 0,132 14 0,200 Normal

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa

signifikansi > 0,05 sehingga semua

kelompok berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan bantuan program SPSS 16,0 pada

taraf signifikansi (α) 0,05. Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan varians kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas dapat ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Data

Sumber Data Levene

Statistic df 1 df 2 Sig Keterangan

Daya Ledak Otot Tungkai

Based on Mean 1,643 2 38 0,207 Homogen

Based on Median 1,609 2 38 0,213 Homogen

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa signifikansi > 0,05 sehingga data tersebut adalah sama atau homogen.

Setelah uji prasyarat terpenuhi maka

dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis

menggunakan uji anava satu jalur dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α)

0,05. Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji anava satu jalur memiliki signifikansi lebih kecil dari α (sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi hitung lebih besar α (sig > 0,05), maka hipotesis ditolak. Hasil uji anava satu jalur dapat ditampilkan pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Anava Satu Jalur

Daya Ledak Otot Tungkai Sum of Squares df Mean Square F Sig

Between Groups 1727,476 2 863,738 32,421 0,000

Within Groups 1039,000 39 26,641

(6)

Dari hasil uji anava satu jalur data gaint score daya ledak otot tungkai diperoleh nilai F sebesar 32,421 dengan signifikansi 0,000 lebih kecil dari α (sig <

0,05), sehingga hipotesis penelitian

terdapat perbedaan pengaruh yang

signifikan dari masing-masing kelompok.

Karena terdapat perbedaan

pengaruh antara pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai, maka di uji lanjut atau pembanding dengan instrumen uji Least

Significant Difference (LSD) dengan

bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan nilai terbesar pada mean difference serta ada

tidaknya tanda ast (*) pada kolom „mean

difference’. Jika tanda ast (*) ada di angka mean difference atau perbedaan rata-rata, maka perbedaan tersebut nyata dan

signifikan. Sehingga pelatihan yang

mendapat nilai terbesar dan ada tanda ast (*) merupakan pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan. Hasil uji LSD dapat ditampilkan pada tabel 4

Tabel 4 Hasil Uji LSD

Dari hasil mean difference pada uji LSD antar kelompok dapat disimpulkan:

a. Pelatihan hexagonal obstacle sprint lebih baik dibandingkan pelatihan lari sprint 60 meter terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai sebesar 6,571.

b. Pelatihan hexagonal obstacle sprint lebih baik dibandingkan kelompok kontrol terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai sebesar 15,643. c. Pelatihan lari sprint 60 meter lebih baik

dibandingkan kelompok kontrol sebesar 9,071.

PEMBAHASAN

Hasil analisis data penelitian untuk variabel terikat daya ledak otot tungkai menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata (mean). Pada variabel daya ledak otot tungkai, kedua kelompok

perlakuan maupun kelompok kontrol

mengalami peningkatan nilai rata-rata. Nilai pretest untuk kelompok perlakuan

pelatihan lari sprint 60 meter memiliki rata-rata nilai sebesar 132,50 dan rata-rata-rata-rata nilai posttest sebesar 147,93, dengan

demikian nilai rata-rata kelompok

perlakuan pelatihan lari sprint 60 meter meningkat sebesar 15,64. Sedangkan nilai pretest kelompok perlakuan pelatihan hexagonal obstacle sprint memiliki nilai rata-rata sebesar 132,50 dan rata-rata

(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

Lari Sprint 60 Meter Hexagonal Obstacle Sprint -6,571* 1,951 .002 -10,52 -2,63 Kontrol 9,071* 1,951 .006 5,13 13,02 Hexagonal Obstacle Sprint Lari Sprint 60 Meter 6,571* 1,951 .002 2,63 10,52 Kontrol 15,643* 1,951 .000 11,70 19,59

Kontrol Lari Sprint

60 Meter -9,071 * 1,951 .000 -13,02 -5,13 Hexagonal Obstacle Sprint -15,643* 1,951 .000 -19,59 -11,70

(7)

nilai posttest sebesar 155,50, dengan

demikian nilai rata-rata kelompok

perlakuan pelatihan hexagonal obstacle sprint meningkat sebesar 21,77. Dan untuk nilai pretest kelompok kontrol memiliki rata-rata nilai sebesar 132,64 dan rata-rata nilai posttest sebesar 139,21, dengan demikian nilai rata-rata kelompok kontrol meningkat sebesar 6,57.

Dari deskripsi di atas, diketahui adanya peningkatan nilai variabel untuk daya ledak otot tungkai baik pada kelompok perlakuan pelatihan lari sprint

60 meter dan kelompok perlakuan

pelatihan hexagonal obstacle sprint

maupun dari kelompok kontrol,dengan

peningkatan nilai rata-rata kelompok

perlakuan yang lebih tinggi daripada

kelompok kontrol. Peningkatan yang

dialami oleh kedua kelompok perlakuan tersebut disebabkan karena pelatihan yang diberikan. Bentuk pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint dengan frekuensi dan lamanya

pelatihan adalah sebanyak 3 kali

dalamseminggu selama 4 minggu atau 12 kali pertemuan atau pelatihan. Sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol lebih diakibatkan oleh adanya peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh sampel penelitian selama kegiatan berlangsung.

Secara teoritis hasil pelatihan lari sprint 60 meter berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dapat dijelaskan sebagai berikut: pelatihan lari sprint 60 meter merupakan salah satu model pelatihan plaiometrik yaitu model pelatihan untuk melatih daya ledak otot tungkai. Latihan Plaiometrik berdasarkan tiga kelompok besar yaitu (1) tungkai dan pinggul, (2) togok, (3) dada dan lengan (Furqon & Doewes 2002). Gerakan pada pelatihan lari sprint 60 meter bersifat tiba-tiba atau ekplosif ini tentunya sangat baik untuk perkembangan daya ledak otot tungkai yang dilatih. Latihan lari sprint 60 meter ini menggunakan lintasan lari sepanjang 60 meter dengan lebar di masing-masing lintasannya adalah 122

cm. Secara khusus gerakan ini

mengembangkan otot-otot fungsional

antara lain: (1) fleksi paha, melibatkan otot-otot sartorius, iliacus dan gracilis, (2)

ekstensi lutut, melibatkan otot-otot

tensorfasciae latae, vastus lateralis,

medialis, intermedius dan rectus femoris, (3) ekstensi paha dan fleksi tungkai,

melibatkan otot-otot biceps femoris,

semitendinosus dan semimembranosus serta juga melibatkan otot-otot gluteus maximus dan minimus, (4) fleksi lutut dan kaki, melibatkan otot-otot gastrocnemius, peroneus dan soleus dan (5) aduksi dan abduksi paha, melibatkan otot-otot gluteus medius dan minimus dan adductor longus, brevis, magnus, minimus dan hallucis (Furqon dan Doewes, 2002:13).

Besar kecilnya daya ledak yang dihasilkan oleh otot tungkai sangat dipengaruhi oleh kontraksi otot itu sendiri. Jika pelatihan lari sprint 60 meter sering dilakukan maka kontraksi pada otot tungkai juga akan sering terjadi hal ini juga menyebabkan kontraksi otot akan semakin cepat karena pada pelatihan ini terdapat unsur kecepatannya yaitu lari sprint sejauh 60 meter, ini yang memberikan dampak yang sangat baik untuk peningkatan daya ledak otot tungkai. Selain itu untuk melakukan gerakan lari sprint ini tidak langsung berlari namun menggunakan awalan lari dengan start jongkok sehingga diperlukan power yang besar untuk menghentakkan beban tubuh kedepan untuk memperoleh speed yang maksimal. Gerakan menghentakkan tubuh ini bila dilakukan secara berulang-ulang secara langsung berpengaruh pada stress otot, sehingga otot mengalami pembesaran yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah ukuran dari sel-sel serabut otot. Dengan meningkatnya ukuran dan jumlah sel-sel

otot tungkai, maka akan dapat

meningkatkan kekuatan dari otot tungkai. Dengan adanya unsur kecepatan dan kekuatan pada pelatihan lari sprint 60 meter maka prinsip untuk melatih daya ledak sudah terpenuhi sehingga terjadi peningkatan daya ledak otot tungkai.

Sedangkan pada pelatihan

hexagonal obstacle sprint secara teoritis berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dapat dijelaskan sebagai berikut: hexagonal obstacle sprint

(8)

adalah sebuah pelatihan yang digunakan untuk melatih daya ledak otot tungkai. “Gerakan pelatihan ini yaitu dengan melompat menggunakan 2 (dua) kaki dan

mendarat secara bersamaan serta

dilakukan secara kontinyu sebanyak 2 kali putaran kemudian berlari sejauh 20 meter. Panjang tiap sisi dari lapangannya yaitu 24 inci atau 61 cm dengan besar setiap sudut 120º “(Sukadiyanto, 2005: 119).

Dengan ukuran sekian hexagonal obstacle sprint ini memberikan efek yang positif terhadap daya ledak. Selain itu ketika melakukan lompatan ke tiap sisi

hexagonal obstacle sprint dilakukan

dengan cepat agar gerakan yang

dilakukan bersifat ekplosif atau tiba-tiba sehingga memberikan efek terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai, karena jika kaki bergerak dengan cepat maka dituntut kontraksi otot yang cepat pula karena kecepatan suatu gerakan dipengaruhi oleh kecepatan kontraksi otot. Hal ini yang mengakibatkan kontraksi otot-otot yang melekat pada tungkai akan beradaptasi dalam artian akan terbiasa untuk berkontraksi cepat sehingga salah satu unsur untuk melatih daya ledak yaitu kecepatan sudah terdapat dalam gerakan pelatihan hexagonal obstacle sprint ini dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan pada daya ledak otot tungkai.

Selain itu gerakan hexagonal

obstacle sprint yang dilakukan secara berulang-ulang mengakibatkan stres pada komponen otot tungkai sehingga akan mengalami pembesaran otot. Pembesaran otot ini disebabkan oleh peningkatan jumlah dan ukuran dari sel-sel serta serabut-serabut otot. Melalui peningkatan dalam ukuran dan jumlah sel-sel serta serabut-serabut otot tungkai, maka akan menambah atau meningkatkan kekuatan

otot tersebut. Dengan meningkatnya

kekuatan otot tungkai maka akan terjadi peningkatan terhadap daya ledak otot tungkai. Hal ini sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suardi Saputra (2012 :81), di dalam penelitiannya menemukan bahwa “pelatihan loncat kelinci berpengaruh pada daya ledak otot tungkai”. Model pelatihannya hampir sama

dengan model pelatihan hexagonal

obstacle sprint hanya dalam

pelaksanaanya yang berbeda. Jika

pelatihan loncat kelinci gerakannya hanya melompat kedepan maka pelatihan hexagonal obstacle sprint ini merupakan

kombinasi dari gerakan melompat

kedepan, kesamping, dan lari sprint. Daya ledak otot tungkai identik dengan kekuatan eksplosif (explosive strength) dari komponen otot tungkai untuk mengeluarkan tenaga besar dalam rentang waktu yang sangat singkat. Komponen-komponen daya ledak otot tungkai sangat dipengaruhi oleh kekuatan

dan kecepatan yang dimiliki oleh

komponen-komponen otot tungkai itu sendiri. Otot-otot tungkai dapat dibedakan atas otot pangkal paha, otot tungkai atas, otot tungkai bawah dan otot kaki. Otot-otot pangkal paha dan tungkai atas terdiri dari otot bagian depan antara lain m. sartorius, m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. adductor longus.

Sedangkan, pada bagian belakang

terdapat m. gluteus maximus, m. adductor

magnus, m. biceps femoris, m.

semitendinosus dan m.

semimembranosus. Beberapa otot tungkai bawah antara lain m.peroneus longus,

m.tibialis anterior, m.gastrocnemius,

m.soleus, m. extensor digitorum longus. Peningkatan daya ledak otot tungkai dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kekuatan dan

kecepatan komponen-komponen otot

tungkai. Daya ledak otot tungkai ini boleh dikatakan diperlukan oleh semua cabang

olahraga yang mengerahkan tenaga

eksplosif.

Secara teoritis hasil penelitian

terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan hexagonal obstacle sprint dan pelatihan lari sprint 60 meter terhadap

daya ledak otot tungkai. Pelatihan

hexagonal obstacle sprint dan pelatihan lari sprint 60 meter memiliki mekanisme

gerakan yang berbeda. Pelatihan

hexagonal obstacle sprint mekanisme gerakannya bervariasi (ke segala arah)

dan dilaksanakan dengan tiba-tiba

(ekplosif), pelatihan hexagonal obstacle sprint jenis gerakannya melompat ke tiap sisi dari lapangan hexagonal obstacle

(9)

sprint yang berbentuk segi enam dan setiap lompatan selalu bertumpu pada satu titik yaitu titik tengah serta dilanjutkan dengan berlari cepat sejauh 20 meter sehingga ketika melakukan gerakan otot-otot pada tungkai berkontraksi cenderung monoton yang mekakibatkan terjadinya adaptasi fisiologis pada otot-otot tungkai yang mengakibatkan peningkatan pada

daya ledak. Sedangkan mekanisme

gerakan pelatihan lari sprint 60 meter adalah sampel terlebih dahulu melakukan awalan start jongkok kemudian berlari

secepat-cepatnya dengan menempuh

jarak 60 meter. Pelatihan lari sprint 60 meter gerakannya hanya ke depan saja sehingga kontraksi otot-otot tungkai ketika bergerak lebih dominan otot-otot untuk pergerakan ke depan tidak ke atas, hal ini mengakibatkan adaptasi fisiologis otot lebih kepada pergerakan ke depan saja. Selain itu dengan adanya gerakan sprint pada pelatihan ini maka lebih cenderung untuk perkembangan kecepataan atau speed.

Maka dengan melakukan pelatihan yang mempunyai kontraksi otot serta fungsi otot tungkai yang lebih besar, akan terjadi kontraksi otot yang lebih kuat yang

mengakibatkan terjadinya peningkatan

ukuran otot (hipertrofi otot). Efek dari hipertrofi otot tersebut adalah kekuatan otot tungkai akan meningkat. Hal ini terjadi karena terjadinya pembesaran serabut

otot, peningkatan jumlah kapiler,

peningkatan jumlah dan ukuran

mitochondria dan peningkatan protein kontraktil. Di samping itu, kecepatan otot tungkai juga akan meningkat dengan melakukan gerakan tersebut secara cepat dan berulang-ulang. Dengan terjadinya peningkatan kekuatan dan kecepatan otot tungkai, maka akan terjadi peningkatan daya ledak otot tungkai

Dengan perbedaan mekanisme

gerakan di atas, maka pelatihan

hexagonal obstacle sprint memiliki

pengaruh lebih baik daripada pelatihan lari sprint 60 meter terhadap daya ledak otot tungkai.

SIMPULAN

1) Pelatihan lari sprint 60 meter

berpengaruh signifikan terhadap

peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas XI SMA N 1 Manggis tahun pelajara 2013/2014. 2) Pelatihan hexagonal obstacle sprint

berpengaruh signifikan terhadap

peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas XI SMA N 1 Manggis tahun pelajara 2013/2014. 3) Ada perbedaan pengaruh signifikan

antara pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas XI SMA N 1 Manggis tahun pelajara 2013/2014.

DAFTAR RUJUKAN

Kanca,I Nyoman 2010. Buku Ajar

Metodologi Penelitian

Keolaragaan. Singaraja:Jurusan

Ilmu Keolahragaan Fakultas

Olahraga dan Kesehatan

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

Nala, Ngurah. 1998. Pelatihan Fisik

Olahraga. Denpasar: Program

Pasca Sarjana UNUD.

Santoso, Singgih. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sudarmada I Nyoman, 2012.

Ejurnal.undiksha.ac.id (diakses 6 maret 2013).

Swadesi, I Ketut Iwan. 2009. Buku Ajar

Perkembangan dan Belajar

Motorik. (Tidak diterbitkan).

Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Widiastuti. 2011. Tes dan Pengukuran Olahraga. Jakarta: PT. Bumi Timur Jaya.

Referensi

Dokumen terkait

terkandung didalam cerita.. Keterangan : Pada saat pembelajaran berlangsung, siswa yang hadir berjumlah 21 orang siswa, maka persentase yang didapat dari banyaknya

(2000) dengan menggunakan skala BWD- 4,5 pada tanaman padi varietas Ciliwung di Kabupaten Enrekang menunjukkan bahwa BWD-4,5 dapat memberikan hasil 6,01 t/ha atau 10,20% lebih

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui lokasi terjadinya konflik Orangutan Sumatera (Pongo abelii) dengan masyarakat pada tempat yang terbaru mengalami konflik di sekitar

Disamping itu pengalaman komunikasi juga berkontribusi terhadap konsep diri untuk menampilkan ciri dari seorang indigo tersebut, guna mendapatkan pengakuan dari masyarakat

Hal ini menjadi penting karena dalam hukum internasional, negara merupakan subyek hukum internasional terpenting dari subyek-subyek hukum internasional yang lainnya

Dari Gambar 3 terlihat bahwa berat kering biji 15 sampai 25 HSP untuk ke tiga dosis pupuk P pada varietas Kaba dan Wilis masih relatif rendah dimana bahan kering

Beberapa kultivar kedelai yang ditanam di tanah pasir pantai dengan pemberian bokashi pelepah pisang menunjukkan beragam antar kultivar maupun tanggapannya terhadap takaran