PENGARUH PELATIHAN LARI SPRINT 60 METER DAN
HEXAGONALOBSTACLE SPRINT
TERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI
Ida Bagus Ketut Suryawan, I Nyoman Kanca, I Ketut Sudiana
Jurusan Ilmu Keolahragaan Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia
e-mail: gussuryawan99@yahoo.co.id Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengatahui pengaruh pelatihan lari sprint 60 meter dan
hexagonal obstacle sprint terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Jenis penelitian ini adalah
eksperimen semu dengan rancangan the modified randomized pretest posttest control grop the same
subjek design, dengan test standing broad jump. Data yang di dapat dianalisis dengan uji F (one way anova) pada taraf signifikansi (α) = 0,05 dengan bantuan komputer program SPSS 16.0.Hasil analisis
data menunjukan adanya perubahan nilai rata-rata pada variabel daya ledak otot tungkai. Pada kelompok perlakuan lari sprint 60 meter nilai pre-test sebesar 132,50 cm dan nilai post-test sebesar 147,93 cm sehingga terjadi peningkatan sebesar 15,64 cm, pada kelompok perlakuan hexagonal
obstacel sprint nilai pre-test sebesar 132,79 cm dan post-test sebesar 155 cm sehingga terjadi
peningkatan sebesar 21,77 cm dan pada kelompok kontrol nilai pre-test sebesar 132,64 cm dan
post-test sebesar 139,21 cm terjadi peningkatan sebesar 6,57 cm. Hasil uji one way anova variabel daya
ledak otot tungkai antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol didapat Fhitung sebesar 32,421
dan signifikasi 0,000 yang berarti terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan lari sprint 60 meter dan hexagonal obstacle sprint terhadap daya ledak otot tungkai. Berdasarkan hasil uji LSD, maka kelompok pelatihan hexagonal obstacle sprint lebih baik pengaruhnya dibandingkan pelatihan lari
sprint 60 meter terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai.Dari hasil analisis data disimpulkan
bahwa; (1) pelatihan lari sprint 60 meter berpengaruh signifikan terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. (2) pelatihan hexagonal obstacle sprint pengaruh signifikan terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. (3) ada perbedaan pengaruh signifikan antara pelatihan lari sprint 60 meter dan hexagonal hexagonal obstacle sprint terhadap daya ledak otot tungkai dimana pelatihan hexagonal
obstacle sprint lebih baik daripada lari sprint 60 meter.
Kata kunci: pelatihan lari sprint 60 meter, pelatihan hexagonal obstacle sprint, daya ledak otot tungkai.
Abstract
This study is aimed to know the effect of sprint run training and hexagonal 60-meter sprint obstacle to increase the leg muscle‟s explosive power. This research is a quasi experimental design with the modified randomized pretest-posttest control design group the same subject. Explosive power of the leg muscles were measured with a standing broad jump test. The data was analyzed using the F test (one way ANOVA) at significance level (α) = 0.05 and assisted by the application of SPSS 16.0. The results of data analysis showed a change in the average value of the variable leg muscle explosive power. In the treatment group 60 meter sprint was 132,50 cm for the pre-test and was 147,93 cm for the post-test resulting an enhancement of 15,64 cm, in the treatment group sprint hexagonal obstacle was 132,79 cm for the pre-test and for the post-test resulting in an enhancement of 155 cm, resulting an enhancement 21,77 cm and in the control group pre-test value of 132,64 cm and a post-test of 139,21 cm an increase of 6,57 cm . The results of one way ANOVA test explosive leg muscle power variables between the treatment and control groups obtained the F value of 32,421 and 0.000, which means that there is a significance difference between the effect of sprint training and a 60 -meter sprint the hexagonal obstacle explosive of leg muscle power. Based on the result of data collection, it was concluded that: (1) training and sprinting 60 meters sprint hexagonal obstacle affected on the increasing in leg muscle explosive power. (2) There is a difference between the effect of sprint training and a 60-meter sprint hexagonal obstacle to increased leg muscle explosive power.
(3) The hexagonal obstacle sprint training is better than 60-meter sprint to the increase in leg muscle explosive power.
PENDAHULUAN
Perolehan suatu prestasi olahraga dapat berhasil apabila olahragawannya terampil, berpengetahuan, sehat jasmani maupun rohani serta mempunyai sifat sportivitas mengikuti pertandingan. Selain itu, komponen-komponen kondisi fisik juga
sangat perlu diperhatikan dalam
pencapaian suatu prestasi olahraga.
Pemanfaatan penerapan teknologi dalam olahraga pada masa sekarang juga sangat mendukung prestasi olahraga.
Upaya peningkatan prestasi
olahraga, khususnya pada suatu cabang olahraga tertentu (lompat jauh) maka perlu diprioritaskan faktor fisik. Seperti yang kita ketahui, daya ledak dan kecepatan sangat berperan penting pada olahraga lompat jauh.
Swadesi (2009: 95) menemukan “bahwa masa adolisensi merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa dan merupakan masa pertumbuhan yang pesat, yang ditandai dengan perkembangan biologis yang kompleks. Masa adolisensi dimulai dari umur 12 tahun sampai umur 20 tahun untuk pria dan umur 10 tahun sampai 18 tahun untuk wanita”.
Pelatihan kondisi fisik akan sangat bermanfaat diberikan pada masa-masa adolesensi ini karena pada masa ini pencapaian kemampuan fisik bisa secara optimal. Pembinaan kondisi fisik di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Manggis belum sepenuhmya diterapkan. Hal ini terlihat dari data hasil prestasi atlet-atlet SMA N 1 Manggis pada Pekan Olahraga dan Seni Pelajar (PORSENIJAR) tingkat SMA dalam tiga tahun terahir khusus kategori putri. Dari tiga tahun hanya pada tahun 2013 para atlet putri SMA N 1 Manggis bisa meraih juara 1 lompat jauh, juara 1 lari 400 meter, juara 1 tolak peluru, juara 1 lempar cakram, juara 1 lempar lembing dan semua itu hanya baru ditingkat
kecamatan. Sedangkan pada tahun
sebelum-sebelumnya SMA N 1 Manggis tidak dapat meraih prestasi apapun dalam cabang atletik khususnya lompat jauh untuk nomor putri.
Sudarmada I Nyoman (dalam
ejurnal.undiksha.ac.id, 2012) menemukan “peningkatan prestasi olahraga tidak
terlepas dari faktor-faktor penentu
peningkatan prestasi yaitu: 1) aspek biologis seperti potensi/ kemampuan dasar tubuh, fungsi organ-organ tubuh, struktur dan postur tubuh serta gizi, 2) aspek psikologis seperti intelektual, motivasi, kepribadian, koordinasi kerja otot dan saraf, 3) aspek lingkungan seperti lingkungan sosial, sarana dan prasarana, cuaca, dan keluarga, 4) aspek penunjang seperti pelatih, program pelatihan yang sistematis, dana dan penghargaan”.
Menurut Nala, (1998: 6) “ada 10
komponen kondisi fisik yaitu kekuatan, daya tahan, daya ledak (power), kecepatan, kelentukan, kelincahan, ketepatan, reaksi, keseimbangan dan koordinasi”.
Menurut Sajono, (1995: 8) “daya ledak merupakan kemampuan seseorang
untuk mempergunakan kekuatan
maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya”.
Menurut Widiastuti (2011: 16) “daya ledak otot merupakan gabungan antara kekuatan dan kecepatan atau pengerah gaya otot maksimum”.
Lari sprint 60 meter merupakan salah satu nomor lari jarak pendek yang tergolong nomor lari cepat. Lari sprint adalah gerakan maju yang dilakukan untuk mencapai tujuan (finish) secepat mungkin
atau dengan waktu yang sesingkat
mungkin. Sedangkan yang dimaksud
dengan lari sprint 60 meter adalah lari yang
diusahakan atau dilakukan dengan
secepat-cepatnya (kecepatan maksimal) mulai dari start sampai finish dalam waktu yang sesingkat-singkatnya untuk untuk menempuh jarak 60 meter menggunakan kecepatan maksimal.
Sedangkan secara fisiologis,
kecepatan diartikan sebagai kemampuan gerak, sistem proses syaraf atau perangkat otot untuk melakukan gerakan dalam persatuan waktu tertentu.
Sedangkan hexagonal obstacle
sprint adalah sebuah pelatihan yang digunakan untuk melatih daya ledak otot tungkai. Gerakan pelatihan ini yaitu dengan
melompat menggunakan 2 (dua) kaki dan
mendarat secara bersamaan. Sesuai
dengan namanya bidang lintasannya berbentuk hexagonal (segi enam). Panjang tiap sisi dari lapangannya yaitu 24 inci atau 61cm dengan besar setiap sudut 120º”.
Latihan ini memerlukan kapur untuk garis, atau objek serupa seperti tali yang berukuran keliling 61 cm X 6 sisi berbentuk hexagonal dan kerucut yang berjarak 20 metar dari bidang hexagonal obstacle sprint yang digunakan sebagai garis finish. Ini merupakan kombinasi latihan mulai dari lompatan ke depan, ke samping dan ke belakang hingga lari cepat penuh dalam jarak tertentu.
Latihan ini melatih koordinasi yang diperlukan untuk perubahan arah yang cepat, latihan ini dapat diterapkan untuk olahraga atletik terutama lopat jauh, dan berbagai olahraga lain yang menggunakan perubahan posisi yang cepat.
METODE
Penelitian ini termasuk ke dalam eksperimental semu (quasi experimental) Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang dapat diperoleh
dengan eksperimen yang sebenarnya
dalam keadaan yang tidak memungkinkan
untuk mengontrol atau memanipulasi
semua variabel yang relevan (Kanca I Nyoman, 2010: 66). Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “the modified randomized pretes-posttes control grop the same subjek design”.
Dalam penelitian ini jumlah sampel
penelitian yang digunakan sebanyak 42 orang siswi yang diambil dari kelas XI IPA I dan kelas XI IPA 2 SMA N 1 Manggis tahun pelajaran 2012/2013. “Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah test standing broad jump untuk mengukur daya ledak otot tungkai, yang memiliki tingkat
validitas 0,607 dan reliabilitas 0.963
(Nurhasan, 2000: 130)”.
Setelah dilakukan pre-test (tes awal), sampel penelitian dibagi kedalam tiga kelompok dengan menggunakan teknik
pembagian kelompok secara ordinal
pairing. Kelompok 1 diberikan perlakuan berupa pelatihan lari sprint 60 meter,
kelompok 2 diberikan perlakuan berupa pelatihan hexagonal obstacle sprint, dan kelompok 3 merupakan kelompok kontrol
yang diberikan perlakuan aktivitas
permainan olahraga jogging. Teknik
pengumpulan data dilakukan dari data tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test)
pada masing-masing kelompok yaitu
kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Tes akhir dilaksanakan setelah kelompok perlakuan diberikan pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint selama 12 kali latihan dengan tes yang sama seperti tes awal (pre-test). Selanjutnya dianalisis berdasarkan hasil pengukuran dari masing-masing kelompok.
Analisis data dilakukan dengan uji
persyaratan yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas data dan uji homogenitas data. Untuk hasil dari penelitian digunakan Uji Hipotesis yaitu terdiri dari uji Anava satu jalur dan uji pembanding yaitu uji Least Significant Difference (LSD).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pelatihan yang dilaksanakan selama 12 kali pertemuan dan pelaksanaan tes akhir (post_test) dengan menggunakan instrumen standing broad jump diperoleh data beda (gaint score) yang akan dianalisis untuk mengadakan uji
hipotesis penelitian. Pada kelompok
perlakuan pelatihan lari sprint 60 meter rata-rata pre-test sebesar 132,50 cm dengan nilai tertinggi 148,00 cm nilai terendah 118,00 cm dan standar deviasi 9,670 cm dan nilai rata-rata post-test sebesar 147,93 cm dengan nilai tertinggi 167,00 cm nilai terendah 126,00 cm dan standar deviasi 9,802 cm . Pada kelompok perlakuan pelatihan hexagonal obstacle sprint memiliki nilai rata-rata pre-test sebesar 132,79 cm dengan nilai tertinggi 148,00 nilai terendah 118,00 cm dan
standar deviasi 9,529 cm dan nilai rata-rata
post-test sebesar 155 cm dengan nilai tertinggi 169 cm nilai terendah 146 cm dan standar deviasi 7,646 cm. Dan pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata pre-test sebesar 132,64 cm dengan nilai tertinggi 146 cm nilai terendah 119 cm dan standar deviasi 9,170 cm dan nilai rata-rata post-test sebesar 139,21 cm dengan nilai
tertinggi 148 cm nilai terendah 127 cm dan standar deviasi 5,873 cm. Dari hasil uji normalitas data dengan
bantuan program komputer SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Hasil uji
normalitas data dapat disajikan pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data
Sumber Data Kolmogorov Smirnov
Statistik Df Sig Keterangan
Daya Ledak Otot Tungkai
1. Lari Sprint 60 Meter 0,199 14 0,140 Normal
2. Hexagonal Obstacle Sprint 0,199 14 0,168 Normal
3. Kontrol 0,132 14 0,200 Normal
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa
signifikansi > 0,05 sehingga semua
kelompok berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas menggunakan uji Levene dengan bantuan program SPSS 16,0 pada
taraf signifikansi (α) 0,05. Uji homogenitas dilakukan untuk menguji kesamaan varians kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Hasil uji homogenitas dapat ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Uji Homogenitas Data
Sumber Data Levene
Statistic df 1 df 2 Sig Keterangan
Daya Ledak Otot Tungkai
Based on Mean 1,643 2 38 0,207 Homogen
Based on Median 1,609 2 38 0,213 Homogen
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa signifikansi > 0,05 sehingga data tersebut adalah sama atau homogen.
Setelah uji prasyarat terpenuhi maka
dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis
menggunakan uji anava satu jalur dengan bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α)
0,05. Hipotesis penelitian diterima apabila nilai uji anava satu jalur memiliki signifikansi lebih kecil dari α (sig < 0,05). Sedangkan apabila nilai signifikansi hitung lebih besar α (sig > 0,05), maka hipotesis ditolak. Hasil uji anava satu jalur dapat ditampilkan pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Uji Anava Satu Jalur
Daya Ledak Otot Tungkai Sum of Squares df Mean Square F Sig
Between Groups 1727,476 2 863,738 32,421 0,000
Within Groups 1039,000 39 26,641
Dari hasil uji anava satu jalur data gaint score daya ledak otot tungkai diperoleh nilai F sebesar 32,421 dengan signifikansi 0,000 lebih kecil dari α (sig <
0,05), sehingga hipotesis penelitian
terdapat perbedaan pengaruh yang
signifikan dari masing-masing kelompok.
Karena terdapat perbedaan
pengaruh antara pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai, maka di uji lanjut atau pembanding dengan instrumen uji Least
Significant Difference (LSD) dengan
bantuan komputer program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05. Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan nilai terbesar pada mean difference serta ada
tidaknya tanda ast (*) pada kolom „mean
difference’. Jika tanda ast (*) ada di angka mean difference atau perbedaan rata-rata, maka perbedaan tersebut nyata dan
signifikan. Sehingga pelatihan yang
mendapat nilai terbesar dan ada tanda ast (*) merupakan pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan. Hasil uji LSD dapat ditampilkan pada tabel 4
Tabel 4 Hasil Uji LSD
Dari hasil mean difference pada uji LSD antar kelompok dapat disimpulkan:
a. Pelatihan hexagonal obstacle sprint lebih baik dibandingkan pelatihan lari sprint 60 meter terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai sebesar 6,571.
b. Pelatihan hexagonal obstacle sprint lebih baik dibandingkan kelompok kontrol terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai sebesar 15,643. c. Pelatihan lari sprint 60 meter lebih baik
dibandingkan kelompok kontrol sebesar 9,071.
PEMBAHASAN
Hasil analisis data penelitian untuk variabel terikat daya ledak otot tungkai menunjukkan adanya peningkatan nilai rata-rata (mean). Pada variabel daya ledak otot tungkai, kedua kelompok
perlakuan maupun kelompok kontrol
mengalami peningkatan nilai rata-rata. Nilai pretest untuk kelompok perlakuan
pelatihan lari sprint 60 meter memiliki rata-rata nilai sebesar 132,50 dan rata-rata-rata-rata nilai posttest sebesar 147,93, dengan
demikian nilai rata-rata kelompok
perlakuan pelatihan lari sprint 60 meter meningkat sebesar 15,64. Sedangkan nilai pretest kelompok perlakuan pelatihan hexagonal obstacle sprint memiliki nilai rata-rata sebesar 132,50 dan rata-rata
(I) Kelompok (J) Kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Lari Sprint 60 Meter Hexagonal Obstacle Sprint -6,571* 1,951 .002 -10,52 -2,63 Kontrol 9,071* 1,951 .006 5,13 13,02 Hexagonal Obstacle Sprint Lari Sprint 60 Meter 6,571* 1,951 .002 2,63 10,52 Kontrol 15,643* 1,951 .000 11,70 19,59
Kontrol Lari Sprint
60 Meter -9,071 * 1,951 .000 -13,02 -5,13 Hexagonal Obstacle Sprint -15,643* 1,951 .000 -19,59 -11,70
nilai posttest sebesar 155,50, dengan
demikian nilai rata-rata kelompok
perlakuan pelatihan hexagonal obstacle sprint meningkat sebesar 21,77. Dan untuk nilai pretest kelompok kontrol memiliki rata-rata nilai sebesar 132,64 dan rata-rata nilai posttest sebesar 139,21, dengan demikian nilai rata-rata kelompok kontrol meningkat sebesar 6,57.
Dari deskripsi di atas, diketahui adanya peningkatan nilai variabel untuk daya ledak otot tungkai baik pada kelompok perlakuan pelatihan lari sprint
60 meter dan kelompok perlakuan
pelatihan hexagonal obstacle sprint
maupun dari kelompok kontrol,dengan
peningkatan nilai rata-rata kelompok
perlakuan yang lebih tinggi daripada
kelompok kontrol. Peningkatan yang
dialami oleh kedua kelompok perlakuan tersebut disebabkan karena pelatihan yang diberikan. Bentuk pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint dengan frekuensi dan lamanya
pelatihan adalah sebanyak 3 kali
dalamseminggu selama 4 minggu atau 12 kali pertemuan atau pelatihan. Sedangkan peningkatan pada kelompok kontrol lebih diakibatkan oleh adanya peningkatan aktivitas olahraga yang dilakukan oleh seluruh sampel penelitian selama kegiatan berlangsung.
Secara teoritis hasil pelatihan lari sprint 60 meter berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dapat dijelaskan sebagai berikut: pelatihan lari sprint 60 meter merupakan salah satu model pelatihan plaiometrik yaitu model pelatihan untuk melatih daya ledak otot tungkai. Latihan Plaiometrik berdasarkan tiga kelompok besar yaitu (1) tungkai dan pinggul, (2) togok, (3) dada dan lengan (Furqon & Doewes 2002). Gerakan pada pelatihan lari sprint 60 meter bersifat tiba-tiba atau ekplosif ini tentunya sangat baik untuk perkembangan daya ledak otot tungkai yang dilatih. Latihan lari sprint 60 meter ini menggunakan lintasan lari sepanjang 60 meter dengan lebar di masing-masing lintasannya adalah 122
cm. Secara khusus gerakan ini
mengembangkan otot-otot fungsional
antara lain: (1) fleksi paha, melibatkan otot-otot sartorius, iliacus dan gracilis, (2)
ekstensi lutut, melibatkan otot-otot
tensorfasciae latae, vastus lateralis,
medialis, intermedius dan rectus femoris, (3) ekstensi paha dan fleksi tungkai,
melibatkan otot-otot biceps femoris,
semitendinosus dan semimembranosus serta juga melibatkan otot-otot gluteus maximus dan minimus, (4) fleksi lutut dan kaki, melibatkan otot-otot gastrocnemius, peroneus dan soleus dan (5) aduksi dan abduksi paha, melibatkan otot-otot gluteus medius dan minimus dan adductor longus, brevis, magnus, minimus dan hallucis (Furqon dan Doewes, 2002:13).
Besar kecilnya daya ledak yang dihasilkan oleh otot tungkai sangat dipengaruhi oleh kontraksi otot itu sendiri. Jika pelatihan lari sprint 60 meter sering dilakukan maka kontraksi pada otot tungkai juga akan sering terjadi hal ini juga menyebabkan kontraksi otot akan semakin cepat karena pada pelatihan ini terdapat unsur kecepatannya yaitu lari sprint sejauh 60 meter, ini yang memberikan dampak yang sangat baik untuk peningkatan daya ledak otot tungkai. Selain itu untuk melakukan gerakan lari sprint ini tidak langsung berlari namun menggunakan awalan lari dengan start jongkok sehingga diperlukan power yang besar untuk menghentakkan beban tubuh kedepan untuk memperoleh speed yang maksimal. Gerakan menghentakkan tubuh ini bila dilakukan secara berulang-ulang secara langsung berpengaruh pada stress otot, sehingga otot mengalami pembesaran yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah ukuran dari sel-sel serabut otot. Dengan meningkatnya ukuran dan jumlah sel-sel
otot tungkai, maka akan dapat
meningkatkan kekuatan dari otot tungkai. Dengan adanya unsur kecepatan dan kekuatan pada pelatihan lari sprint 60 meter maka prinsip untuk melatih daya ledak sudah terpenuhi sehingga terjadi peningkatan daya ledak otot tungkai.
Sedangkan pada pelatihan
hexagonal obstacle sprint secara teoritis berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dapat dijelaskan sebagai berikut: hexagonal obstacle sprint
adalah sebuah pelatihan yang digunakan untuk melatih daya ledak otot tungkai. “Gerakan pelatihan ini yaitu dengan melompat menggunakan 2 (dua) kaki dan
mendarat secara bersamaan serta
dilakukan secara kontinyu sebanyak 2 kali putaran kemudian berlari sejauh 20 meter. Panjang tiap sisi dari lapangannya yaitu 24 inci atau 61 cm dengan besar setiap sudut 120º “(Sukadiyanto, 2005: 119).
Dengan ukuran sekian hexagonal obstacle sprint ini memberikan efek yang positif terhadap daya ledak. Selain itu ketika melakukan lompatan ke tiap sisi
hexagonal obstacle sprint dilakukan
dengan cepat agar gerakan yang
dilakukan bersifat ekplosif atau tiba-tiba sehingga memberikan efek terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai, karena jika kaki bergerak dengan cepat maka dituntut kontraksi otot yang cepat pula karena kecepatan suatu gerakan dipengaruhi oleh kecepatan kontraksi otot. Hal ini yang mengakibatkan kontraksi otot-otot yang melekat pada tungkai akan beradaptasi dalam artian akan terbiasa untuk berkontraksi cepat sehingga salah satu unsur untuk melatih daya ledak yaitu kecepatan sudah terdapat dalam gerakan pelatihan hexagonal obstacle sprint ini dan pada akhirnya akan terjadi peningkatan pada daya ledak otot tungkai.
Selain itu gerakan hexagonal
obstacle sprint yang dilakukan secara berulang-ulang mengakibatkan stres pada komponen otot tungkai sehingga akan mengalami pembesaran otot. Pembesaran otot ini disebabkan oleh peningkatan jumlah dan ukuran dari sel-sel serta serabut-serabut otot. Melalui peningkatan dalam ukuran dan jumlah sel-sel serta serabut-serabut otot tungkai, maka akan menambah atau meningkatkan kekuatan
otot tersebut. Dengan meningkatnya
kekuatan otot tungkai maka akan terjadi peningkatan terhadap daya ledak otot tungkai. Hal ini sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suardi Saputra (2012 :81), di dalam penelitiannya menemukan bahwa “pelatihan loncat kelinci berpengaruh pada daya ledak otot tungkai”. Model pelatihannya hampir sama
dengan model pelatihan hexagonal
obstacle sprint hanya dalam
pelaksanaanya yang berbeda. Jika
pelatihan loncat kelinci gerakannya hanya melompat kedepan maka pelatihan hexagonal obstacle sprint ini merupakan
kombinasi dari gerakan melompat
kedepan, kesamping, dan lari sprint. Daya ledak otot tungkai identik dengan kekuatan eksplosif (explosive strength) dari komponen otot tungkai untuk mengeluarkan tenaga besar dalam rentang waktu yang sangat singkat. Komponen-komponen daya ledak otot tungkai sangat dipengaruhi oleh kekuatan
dan kecepatan yang dimiliki oleh
komponen-komponen otot tungkai itu sendiri. Otot-otot tungkai dapat dibedakan atas otot pangkal paha, otot tungkai atas, otot tungkai bawah dan otot kaki. Otot-otot pangkal paha dan tungkai atas terdiri dari otot bagian depan antara lain m. sartorius, m. rectus femoris, m. vastus lateralis, m. vastus medialis, m. adductor longus.
Sedangkan, pada bagian belakang
terdapat m. gluteus maximus, m. adductor
magnus, m. biceps femoris, m.
semitendinosus dan m.
semimembranosus. Beberapa otot tungkai bawah antara lain m.peroneus longus,
m.tibialis anterior, m.gastrocnemius,
m.soleus, m. extensor digitorum longus. Peningkatan daya ledak otot tungkai dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
kecepatan komponen-komponen otot
tungkai. Daya ledak otot tungkai ini boleh dikatakan diperlukan oleh semua cabang
olahraga yang mengerahkan tenaga
eksplosif.
Secara teoritis hasil penelitian
terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan hexagonal obstacle sprint dan pelatihan lari sprint 60 meter terhadap
daya ledak otot tungkai. Pelatihan
hexagonal obstacle sprint dan pelatihan lari sprint 60 meter memiliki mekanisme
gerakan yang berbeda. Pelatihan
hexagonal obstacle sprint mekanisme gerakannya bervariasi (ke segala arah)
dan dilaksanakan dengan tiba-tiba
(ekplosif), pelatihan hexagonal obstacle sprint jenis gerakannya melompat ke tiap sisi dari lapangan hexagonal obstacle
sprint yang berbentuk segi enam dan setiap lompatan selalu bertumpu pada satu titik yaitu titik tengah serta dilanjutkan dengan berlari cepat sejauh 20 meter sehingga ketika melakukan gerakan otot-otot pada tungkai berkontraksi cenderung monoton yang mekakibatkan terjadinya adaptasi fisiologis pada otot-otot tungkai yang mengakibatkan peningkatan pada
daya ledak. Sedangkan mekanisme
gerakan pelatihan lari sprint 60 meter adalah sampel terlebih dahulu melakukan awalan start jongkok kemudian berlari
secepat-cepatnya dengan menempuh
jarak 60 meter. Pelatihan lari sprint 60 meter gerakannya hanya ke depan saja sehingga kontraksi otot-otot tungkai ketika bergerak lebih dominan otot-otot untuk pergerakan ke depan tidak ke atas, hal ini mengakibatkan adaptasi fisiologis otot lebih kepada pergerakan ke depan saja. Selain itu dengan adanya gerakan sprint pada pelatihan ini maka lebih cenderung untuk perkembangan kecepataan atau speed.
Maka dengan melakukan pelatihan yang mempunyai kontraksi otot serta fungsi otot tungkai yang lebih besar, akan terjadi kontraksi otot yang lebih kuat yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan
ukuran otot (hipertrofi otot). Efek dari hipertrofi otot tersebut adalah kekuatan otot tungkai akan meningkat. Hal ini terjadi karena terjadinya pembesaran serabut
otot, peningkatan jumlah kapiler,
peningkatan jumlah dan ukuran
mitochondria dan peningkatan protein kontraktil. Di samping itu, kecepatan otot tungkai juga akan meningkat dengan melakukan gerakan tersebut secara cepat dan berulang-ulang. Dengan terjadinya peningkatan kekuatan dan kecepatan otot tungkai, maka akan terjadi peningkatan daya ledak otot tungkai
Dengan perbedaan mekanisme
gerakan di atas, maka pelatihan
hexagonal obstacle sprint memiliki
pengaruh lebih baik daripada pelatihan lari sprint 60 meter terhadap daya ledak otot tungkai.
SIMPULAN
1) Pelatihan lari sprint 60 meter
berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas XI SMA N 1 Manggis tahun pelajara 2013/2014. 2) Pelatihan hexagonal obstacle sprint
berpengaruh signifikan terhadap
peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas XI SMA N 1 Manggis tahun pelajara 2013/2014. 3) Ada perbedaan pengaruh signifikan
antara pelatihan lari sprint 60 meter dan pelatihan hexagonal obstacle sprint terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri kelas XI SMA N 1 Manggis tahun pelajara 2013/2014.
DAFTAR RUJUKAN
Kanca,I Nyoman 2010. Buku Ajar
Metodologi Penelitian
Keolaragaan. Singaraja:Jurusan
Ilmu Keolahragaan Fakultas
Olahraga dan Kesehatan
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
Nala, Ngurah. 1998. Pelatihan Fisik
Olahraga. Denpasar: Program
Pasca Sarjana UNUD.
Santoso, Singgih. 2011. Mastering SPSS Versi 19. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Sudarmada I Nyoman, 2012.
Ejurnal.undiksha.ac.id (diakses 6 maret 2013).
Swadesi, I Ketut Iwan. 2009. Buku Ajar
Perkembangan dan Belajar
Motorik. (Tidak diterbitkan).
Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.
Widiastuti. 2011. Tes dan Pengukuran Olahraga. Jakarta: PT. Bumi Timur Jaya.