• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PELATIHAN 30 SECOND BOX DRILL DAN 60 SECOND BOX DRILLTERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PELATIHAN 30 SECOND BOX DRILL DAN 60 SECOND BOX DRILLTERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH PELATIHAN 30 SECOND BOX DRILL DAN 60

SECOND BOX DRILLTERHADAP DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI

LuhMastiaAndriani, I Gusti Lanang Agung Parwata, Ni Luh Alit Arsani

Jurusan Ilmu Keolahragaan

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: {[email protected], [email protected],

[email protected]} @undiksha.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan 30 second box drill dan 60

second box drill terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai. Jenis penelitian ini adalah

penelitian eksperimen semu dengan rancangan the non-randomized pretest posttest

control groups design. Subjek penelitian adalah siswa putri peserta ekstrakulikuler bola

basket yang berjumlah 30 orang. Daya ledak otot tungkai diukur dengan vertical jump

test dan data dianalisis dengan uji anava satu jalur dan uji least significant difference

(LSD) pada taraf signifikansi (α) 0,05 dengan bantuan SPSS 16,0. Berdasarkan hasil uji hipotesis antara kelompok pelatihan 30 second box drill, 60 second box drill dan kelompok kontrol pada variable daya ledak otot tungkai, hasil analisis data menggunakan uji anava satu jalur data daya ledak otot tungkai diperoleh nilai Fhitung sebesar 59,442

dengan nilai p sebesar 0,000. Nilai hitung signifikan 0,000< 0,05, maka terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok. Dan uji least significant difference (LSD) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antara kedua pelatihan dan pelatihan 60 second box drill mempunyai pengaruh yang lebih baik dengan mean

difference 7,900 dari pelatihan 30 second box drill dengan mean difference sebesar

-7,900. Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pelatihan 30 second box drill dan

60 second box drill berpengaruh terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dan

terdapat perbedaan pengaruh antara kedua pelatihan serta pelatihan 60 second box drill mempunyai pengaruh yang lebih baik dari pelatihan 30 second box drill.

Kata – kata kunci: pelatihan 30 second box drill, pelatihan 60 seond box drill, daya ledak otot tungkai.

Abstract

This study was aimed at investigate the effect of 30 second box drill training and 60 second box drill training toward the increase of explosive power of leg muscle. This study was a quasi experiment research with thenon-randomized pretest posttest control groups design. Subjects of this study were 30 people. The explosive power of leg muscle was measured one way anava test and test of least significant difference (LSD) in the significant standard (α) 0,05 by using SPSS 16,0. Based on the result of hypothesis between gain-score on training group of 30 second box drill, 60 second box drill and control group on the variable of explosive power of leg muscle, result of analysis by using independent t-test showed that 30 second box drill training and 30 second box drill training influenced the explosion power of leg muscle in the significant value of 0,000 and 0,000 (Sig<0,05). Based on one way anava test can get the explosive power of leg muscule in the significant value of 0,000. And test of least significant difference (LSD) showed that the different effect between both of the training and 60 second box drill had

(2)

2

better influence than 30 second box drill training with mean difference as big as 7,900. From the result of this study, it was concluded that 30 second box drill training and 60 second box drill training had influence the explosive power of leg muscle and there were different effect between both of the training and 60 second box drill had better influence than 30 second box drill.

Keywords: 30 second box drill training, 60 second box drill training,explosive power of leg muscle.

PENDAHULUAN

Olahraga merupakan aktivitas atau kegiatan fisik yang dilakukan dengan sadar dan terstruktur, di mana kegiatan atau aktifitas ini boleh dilakukan oleh semua orang untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan. Olahraga untuk prestasi merupakan tujuan yang sering ingin dicapai bagi setiap orang.Untuk dapat meningkatkan prestasi perlu diperhatikan faktor kondisi fisik yang diperlukan pada cabang-cabang olahraga tertentu. Dalam hal ini factor kondisi fisik yang digunakan pada penelitian ini adalah daya ledak (power).

Daya ledak adalah salah satu komponen kondisi fisik yang sangat berpengaruh dalam peningkatan prestasi. Daya ledak merupakan gabungan dari hasil kekuatan dengan kecepatan, sehingga memerlukan kebugaran fisik yang baik, dengan mengembangkan energi pre-dominan system anaerobik. “Daya ledak menyangkut kekuatan dan kecepatan kontraksi otot yang dinamis dan eksplosif serta melibatkan pengeluaran kekuatan otot yang maksimal dalam waktu yang secepat-cepatnya” (Ismaryati, 2008: 41).

Untuk mendapatkan progresifitas yang baik, perlu diperhatikan factor umur dalam memberikan pelatihan. “Umur yang sesuai dan memiliki progresifitas yang baik adalah pada masa adolesensi, yakni pada wanita berada pada umur 10-18 tahun, dan pada pria berada pada umur 12-20 tahun” (Swadesi, 2009: 95). Masa

adolesensi merupakan masatransisi dari masa anak-anak menjadi dewasa, dimana masa ini anak mampu melakukan gerakan kompleks dan terstruktur yang nantinya dapat memperbaiki prestasi individu itu sendiri, ataupun prestasi bagi timnya. Sehingga pelatihan ini sangat baik diberikan pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Penurunan prestasi atlet pada cabang olahraga bola basket di SMP N 1 Seririt salah satunya dipengaruhi oleh kurangnya diberikan pelatihan kondisi fisik untuk peningkatan daya ledak. Hal ini terlihat dari pengamatan peneliti pada pertandingan tingkat Kabupaten yakni pada event

kejuaraan bola basket yang diselenggarakanoleh Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bola Basket Undiksha yakni Kejuaraan Rektor Cup Undiksha yang mengalami penurunan prestasi selama 3 tahun belakangan.

Nala (1998: 1) menyatakan, Pelatihan dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan yang meningkat secara progresif, memiliki tujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal. Menurut Sukadyanto (2005) “Pada dasarnya latihan merupakan suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan: kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis anak latih”.

(3)

3

Dengan demikian pengertian pelatihan dari masing-masing para ahli hampir semua sama yakni adanya pengulangan, pertambahan beban dan perubahan yang ditunjukan dari melakukan latihan tersebut agar para atlet dapat menunjukan kemampuan yang optimal. “Tujuan pelatihan dalam olahraga adalah untuk memperbaiki kemampuan teknik (keterampilan) dan penampilan atlet sesuai dengan kebutuhan dalam bidang olahraga spesialisasi atau yang digeluti. Sehingga dengan demikian maka akan muncul penampilan yang maksimal dalam kompetisi” (Nala, 1998: 4).Untuk mencapai hasil atau prestasi secara optimal, suatu pelatihan harus dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pelatihan. Sukadiyanto (2005: 12) menyebutkan ”bahwa prinsip latihan merupakan hal-hal yang harus ditaati, dilakukan atau dihindari agar latihan dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan”. ”Prinsip-prinsip pelatihan merupakan suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis, dengan pemberian beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan” (Nala, 1998: 11).

Ada pula prinsip dari Sukadiyanto (2005: 12) yang menjelaskan beberapa prinsip dasar latihan secara umum yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.

1. Prinsip kesiapan (Readniness)

Pada prinsip kesiapan ini, materi dan dosis latihan harus disesuaikan dengan usia olahragawan. Oleh karena itu, usia berkaitan erat dengan kesiapan kondisi secara fisiologis dan psikologis dari setiap olahragawan. Artinya, pelatih harus mempertimbangkan

dan memperhatikan tahap pertumbuhan dan perkembangan dari setiap olahragawan.

2. Prinsip individual

Dalam merespons beban latihan untuk setiap individu tentu akan berbeda-beda, karena pada dasarnya setiap individu akan memiliki kemampuan fisik yang berbeda dengan individu yang lain sehingga beban latihan bagi setiap individu tidak dapat disamakan antara orang yang satu dengan yang lainnya. Faktor yang berpengaruh terhadap kemampuan olahragawan dalam merespon beban latihan diantaranya adalah ”faktor keturunan, kemantangan, gizi, waktu istirahat dan tidur, tingkat kebugaran, pengaruh lingkungan baik secara fisik maupun psikis, rasa sakit atau cidera dan motivasi individu” (Sukadianto, 2005: 14).

3. Prinsip beban berlebih (the

overload principles)

Beban latihan harus mencapai atau malampaui sedikit di atas batas ambang rangsang. Sebab beban yang terlalu berat akan mengakibatkan tidak mampu diadaptasi oleh tubuh. Sedangkan bila terlalu ringan tidak berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, sehingga beban latihan harus memenuhi prinsip moderat. Untuk itu pembebanannya dilakukan secara progresif

(4)

4

dan diubah sesuai dengan tingkat perubahan yang terjadi pada olahragawan. 4. Prinsip tahanan bertambah

Agar prinsip beban berlebih memiliki efek yang positif, maka harus mengikuti prinsip beban tahanan bertambah sebab keduanya mempunyai hubungan yang erat. Kanca, (2004: 54) menyatakan, Beban pelatihan harus diawali dengan beban yang ringan kemudian ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan individual dan semakin lama beban pelatihan yang diberikan semakin meningkat. Peningkatan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan beban, set, repetisi, maupun lamanya latihan.

5. Prinsip pulih asal

Hasil dari peningkatan kualitas fisik sebagai akibat dari latihan yang bersifat

reversibility, artinya kualitas

fisik yang telah diperoleh melalui hasil latihan akan menurun kembali jika tidak melakukan latihan dalam kurun waktu tertentu, untuk itu kesinambungan suatu latihan mempunyai peranan yang sangat penting.

Ada beberapa metode pelatihan untuk memperbesar daya ledak otot tungkai, diantaranya yakni; metode pelatihan sirkuit training, metode pelatihan weight

training, dan metode pelatihan

plaiometrik. Chu, dkk (dalam Furqon & Doewes, 2002:3) menyatakan ‘asal istilah playometrics

diperkirakan dari kata bahasa Yunani “pleythuein”, berarti “memperbesar” atau “meningkatkan”, atau dari akar kata bahasa Yunani “plio” dan “metric”, masing-masing berarti “lebih banyak” dan “ukuran”’. Daya ledak (power) merupakan gabungan antara kekuatan dan kecepatan atau pengerahan otot secara maksimum dengan kecepatan maksimum” (Nurhasan dkk, 2005:20). Bahwa

power adalah hasil dari force x velocity, dimana force adalah sama (equivalent) dengan strength dan velocity dengan speed” (Harsono,

1988: 199).

Jadi, power otot tungkai adalah kemampuan sekelompok otot tungkai untuk dapat mempergunakan kekuatan maksimum yang dikerahkan dalam waktu yang sependek-pendeknya. Hatfield (dalam Ismaryati, 2008:59) batasan yang baku dikemukakan yaitu “power merupakan hasil perkalian antara gaya (force) dan jarak (distance) dibagi denga waktu (time)”.

Pelatihan 30 second box drill dan 60 second box drill sangat bermanfaat untuk meningkatkan dayaledak otot tungkai, karena mekanisme gerakan pelatihan tersebut sebagian besar melibatkan otot-otot yang terdapat pada ekstremitas bawah. Pelaksanaan gerakan dilakukan secara berulang-ulang. Chu (1992: 45) menyatakan, Gerakan awal pada pelatihan box drill ini adalah berdiri di samping kotak dengan berdiri selebar bahu. Untuk pelaksanaannya, lakukan lompatan ke atas kotak dari posisi awal, setelah itu melompat lagi ke sisi lainnya lalu melompat lagi ke atas kotak. Ulangi gerakan tersebut sampai waktu yang telah ditentukan dengan menghitung sentuhan pada atas kotak. Pelatihan yang dilakukan secara sistematis dan berulang-ulang (repetitive) dalam jangka waktu lama, dengan pembebanan

(5)

5

yang meningkat secara progresif, memiliki tujuan untuk memperbaiki sistema serta fungsi fisiologi dan psikologi tubuh agar pada waktu

melakukan aktivitas olahraga dapat mencapai penampilan yang optimal.

Furqon dan Doewes (2002: 14) menyatakan, Pelatihanbox drillmelibatkan otot-otot

pada ekstremitas bagian bawah seperti (1) fleksi paha, melibatkan otot-otot sartorius, iliacus, dan gracilis; (2) ekstensi lutut, melibatkan

otot-otot vastus lateralis, medialis,

intermedius, dan rectus femoris; (3)

ekstensi tungkai, melibatkan otot-otot biceps femoris, semitendinosus,

dan semi membranosus; dan (4)

aduksi paha, melibatkan otot-otot

gluteus medius dan minumus, dan adductor longus brevis, magnus minimus dan hallucis.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penelitian yang digunakan adalah rancangan eksperimental semu (quasi experimental). Eksperimen semu adalah eksperimen yang penelitiannya hanya ke beberapa aspek saja yang dikendalikan sesuai dengan tujuan dari eksperimen semu yakni memeperoleh informasi yag merupakan perkiraan bagi informasi yang dapat diperoleh dengan eksperimen yang sebenarnya dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk mengontrol atau memanipulasi semua variable yang relevan (Kanca, 2010: 93). Rancangan penelitian adalah rencana tentang bagaimana cara mengumpulkan, menyajikan dan menganalisa data untuk memberi arti terhadap data tersebut secara efektif dan efesien” (Kanca, 2010:55) Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “The

Non-randomized Control Group Pretes-Posttest Design” (Kanca, 2010: 94).

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa putri peserta ekstrakulikuler basket SMP N 1 Seririt dengan jumlah Subjek sebanyak 30 orang yang nantinya

akan dibagi menjadi 3 kelompok dengan menggunakan cara ordinal

pairing, namun sebelumnya subjek

sudah direngking berdasarkan hasil

pretest. Tempat pelatihan dilakukan

di Lapangan Basket SMP N 1 Seririt dan waktu penelitian dilakukan selama 4 minggu dengan frekuensi 3 kali seminggu dan dilakukan pada pagi hari pukul 06.30 WITA.

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah vertical jump test untuk mengukur daya ledak otot tungkai dengan reliabilitas 0,93 dan validitas 0,607 (Nurhasan, 2000: 130). Untuk pengujian hipotesis terdapat pengaruh pelatihan 30 second box

drill dan 60 second box drill terhadap

peningkatan daya ledak otot tungkai menggunakan uji inferensial dengan uji-t independent dan uji anava satu jalur serta uji least significant

difference (LSD) dengan

menggunakan bantuan SPSS 16,0 pada taraf signifikansi (α) 0,05.

Setelah data dikumpulkan dari pelaksanaan pelatihan 30 second box drill dan 60 second box drill, langkah berikutnya adalah

melakukan uji hipotesis. Namun sebelum melakukan uji hipotesis, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas data.

1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data mempergunakan uji lilliefors dengan bantuan program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi hitung > 0,05, maka kelompok subjek penelitian berdistribusi normal, sedangkan jika nilai signifikansi hitung < 0,05,

(6)

6

maka kelompok subjek penelitian tidak berdistribusi normal (Candiasa, 2004: 8). 2. Uji Homogenitas Data

Uji homogenitas data dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa varians dari kelompok tersebut adalah homogen. Uji homogenitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Lavene dengan bantuan program SPSS 16,0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Kriteria pengambilan keputusan jika nilai signifikansi hitung > α = 0,05, maka variasi data homogen sedangkan jika signifikansi hitung < α = 0,05, maka variasi data tidak homogen (Candiasa, 2004: 17).

3. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui kebenaran dari hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan instrument mengunakan uji

anava satu jalur dengan

bantuan program SPSS 16.0 pada taraf signifikansi α = 0,05. Data penelitian yang diuji adalah selisih dari hasil

pre-test dan post-test (gaint score) dari masing-masing

kelompok pada taraf signifikansi α = 0,05.

Pada penelitian ini dilakukan dua kali uji hipotesis yaitu terhadap power antara yang mendapat pelatihan 30 second box

drill dan 60 second box drill dan

yang tidak mendapat pelatihan (konvensional).

Dari pengujian kedua hipotesis tersebut, kriteria pengambilan keputusan yaitu jika

nilai signifikansi anava lebih kecil α (sig anava< 0,05) maka terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok, sedangkan jika nilai signifikansi anava lebih besar α (sig anava> 0,05) maka tidak terdapat perbedaan yang nyata dari masing-masing kelompok (Candiasa, 2010:115).

Jika terjadi perbedaan yang nyata antara masing-masing kelompok maka akan dilakukan uji pembanding untuk mengetahui pelatihan 30 second box drill atau 60

second box drill yang lebih baik

pengaruhnya terhadap daya ledak oto tungkai. Uji pembanding yang digunakan adalah uji least significant

difference (LSD) dengan bantuan

program SPSS16.0. Kriteria pengambilan keputusan, yaitu jika nilai signifikansi LSD α < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat perbedaan yang nyata antara pelatihan 30 second

box drill dan 60 second box drill

terhadap daya ledak otot tungkai. Sedangkan, jika nilai signifikansi

LSD α > 0,05, maka Ho diterima dan

Ha ditolak yang artinya tidak terdapat perbedaan yang nyata antara pelatihan 30 second box

drilldan 60 second box drill terhadap

daya ledak otot tungkai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan uji prasyarat analisis data, diperoleh bahwa data normal dan homogen. Dari hasil uji normalitas data yang menggunakan uji lilliefors diperoleh seluruh nilai signifikansi 0,200 >0,05, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dari hasil uji homogenitas data yang menggunakan uji levene diperoleh nilai signifikansi 0,951 >0,05, maka variansi setiap sampel sama (homogen). Setelah diperoleh hasil dari uji prasyarat analisis data, dilanjutkan dengan pengujian

(7)

7

hipotesis penelitian. Pengujian hipotesis pengaruh pelatihan 30

second box drill dan 60 second box drill terhadap peningkatan daya

ledak otot tungkai dilakukan dengan menggunakan uji anava. Kriteria keputusannya, yaitu apabila nilai

signifikansi Fhitung < 0,05, berarti

terdapat peningkatan yang signifikan dari perlakuan yang diberikan, sedangkan jika nilai signifikansi

Fhitung> 0.05, berarti tidak ada

peningkatan yang signifikan dari perlakuan yang diberikan.

Adapun hasil analisis dapat dilihat pada tabel 1. dan 2. berikut ini.

Tabel 1. Hasil Uji-tIndependent Pelatihan 30 Second Box Drill Sum of Squares df Mean Square F Sig Between Groups 1068.2 2 534.1 59.442 0,000 Within Groups 242.6 27 8.985 Total 1310.8 29

Tabel 2. Hasil Uji-tIndependent Pelatihan 60 Second Box Drill Sum of Squares df Mean Square F Sig Between Groups 1068.2 2 534.1 59.442 0,000 Within Groups 242.6 27 8.985 Total 1310.8 29

Berdasarkan hasil uji anava diperoleh Fhitung sebesar 59,442

dengan nilai signifikansi 0,000 untuk kelompok pelatihan 30 second box

drill dan Fhitung sebesar 59,422

dengan nilai signifikansi 0,000 untuk kelompok pelatihan 60 second box

drill, dapat dinyatakan bahwa

terdapat peningkatan yang signifikan dari perlakuan yang diberikan. Pengujian hipotesis terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan 30 second box drill dan 60

second box drill terhadap

peningkatan daya ledak otot tungkai diuji dengan menggunakan uji anava satu jalur. Kriteria pengujiannya, yaitu jika nilai signifikansi anava lebih kecil α (sig anava < 0,05), maka terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok, sedangkan jika nilai signifikan anava lebih besar α (sig anava> 0,05), maka tidak terdapat perbedaan yang nyata dari masing-masing kelompok (Candiasa, 2010: 115). Adapun hasil analisis dapat dilihat pada tabel 3. berikut ini.

(8)

8

Tabel 3. Hasil Uji Anava Satu Jalur Pelatihan 30 Second Box Drill, Pelatihan 60

Second Box Drill dan Kelompok Kontrol

Sum of Squares df Mean Square F Sig Between Groups 1068.2 2 534.1 59.442 0,000 Within Groups 242.6 27 8.985 Total 1310.8 29

Berdasarkan hasil uji anava satu jalur diperoleh Fhitung sebesar

59,442 dengan nilai signifikansi 0,000. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok. Karena terdapat perbedaan pengaruh, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji

least significant difference (LSD)

untuk mengetahui pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai.

Dan untuk mengetahui pelatihan mana yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dilakukan dengan cara membedakan nilai terbesar pada mean difference atau perbedaan rata-rata. Sehingga pelatihan yang mendapat nilai terbesar merupakan pelatihan yang lebih baik pengaruhnya terhadap peningkatan. Adapun hasil analisis dapat dilihat pada tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4. Hasil Uji LSD Data Daya Ledak Otot Tungkai

Dari hasil uji least significant

difference (LSD) daya ledak otot

tungkai pelatihan 60 second box drill mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dari pada pelatihan 30 second box drill dengan hasil mean difference sebesar 7,900.

Hasil pengujian hipotesis (uji

anava satu jalur dan uji least significant difference (LSD)) di atas

menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang signifikan dan perbedaan pengaruh dari masing-masing kelompok serta pelatihan 60

second box drill mempunyai

pengaruh yang lebih baik terhadap (I) Kelompok (J) Mean Difference Std. Error Sig Kelompok (I-J) 30 Second Box Drill 60 Second Box Drill -7.9 1,341 0,000 Kontrol 6.7 1,341 0,000 60 Second Box Drill 30 Second Box Drill 7.9 1,341 0,000 Kontrol 14.6 1,341 0,000 Kontrol 30 Second Box Drill -6.7 1,341 0,000 60 Second Box Drill -14.6 1,341 0,000

(9)

9

peningkatan daya ledak otot tungkai dari pada pelatihan 60 second box

drill. Peningkatan yang terjadi antara

pelatihan 30 second box drill dan pelatihan 60 second box drill

disebabkan oleh rangkaian gerakan dari kedua pelatihan ini yang membuat otot berkontraksi dengan

sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan dinamis yang cepat dari otot-otot yang terlibat dan juga adanya penentuan waktu yang terdapat pada masing-masing pelatihan menyebakan terjadinya perbedaan hasil peningkatan kekuatan otot tungkai. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut, yaitu (1) pelatihan

30 seond box drill dan pelatihan 60

second box drill berpengaruh

terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai dan (2) terdapat perbedaan pengaruh antara pelatihan 30 second box drill dan pelatihan 60 second box drill

terhadap peningkatan daya ledak otot tungkai pada siswa putri peserta ekstrakulikuler bola basket SMP N 1 Seririt tahun pelajaran 2013/2014.

Dan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diajukan beberapa saran, yaitu (1) disarankan bagi pembina olahraga, pelatih olahraga, guru penjasorkes dan atlet serta pelaku olahraga lainnya dapat menggunakan pelatihan 30 second

bx drill dan pelatihan 60 second box drill yang terprogram dengan baik

sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan unsur kondisi fisik terutama daya ledak otot tungkai, (2) Bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan untuk menggunakan variabel dan sampel penelitian yang berbeda dengan memperhatikan kelemahan-kelemahan yang ada

pada penelitian ini sebagai bahan perbandingan.

DAFTAR RUJUKAN

Candiasa, I Made. 2010. Statistik

Univariat dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS. Singaraja: Unit

Penerbitan Universitas Pendidikan Ganesha.

Chu, Donald A. 1992. Jumping Into

Plyometrics. United States of

American: Human Kinetika Publisers.

Furqon & Dowes, 2002. Pliometrik

Untuk Meningkatkan Power.

Surakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret.

Ismaryati. 2008. Tes dan

Pengukuran Olahraga.

Surakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan (LPP) UNS dan UPT Penerbitan dan Pencetakan UNS (UNS Press).

Kanca, I Nyoman. 2004. Pengaruh

Pelatihan Fisik Aerobik dan Anaerobik terhadap Absorpsi

Karbohidrat dan Protein

Rattus Nervegicus Strain

Wistar. Disertasi (tidak

diterbitkan). Surabaya: Program Pasca Sarjana UNAIR.

---. 2006. Buku Ajar Metodologi

Penelitian Keolahragaan.

Singaraja: Jurusan Ilmu Keolahragaan Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.

---. 2010. Metode Penelitian

Pengajaran Pendidikan

Jasmani dan Olahraga.

Singaraja : Jurusan Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi

(10)

10

Fakultas Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Ganesha.

Nala, Ngurah. 1998. Prinsip Pelatihan

Fisik Olahraga. Denpasar:

Program Pasca Sarjana UNUD.

Nurhasan. 2000. Tes dan Pengukuran

Pendidikan Olahraga. Jakarta:

Direktorat Jenderal Olahraga.

Sukadiyanto.2005. Pengantar Teori dan Metodologi Melatih Fisik.

Yogyakarta : Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Yogyakarta.

Swadesi, I KetutIwan. 2009. Buku

Ajar Perkembangan dan

Belajar Motorik. (Tidak

diterbitkan). Singaraja : Universitas Pendidikan Gan esh

(11)

Gambar

Tabel 1. Hasil Uji-tIndependent Pelatihan 30 Second Box Drill  Sum of  Squares df Mean  Square F Sig Between  Groups 1068.2 2 534.1 59.442 0,000 Within Groups 242.6 27 8.985 Total 1310.8 29

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran menulis berpengaruh pada meningkatnya kemampuan menulis cerpen siswa. Hasil pembelajaran menulis cerpen siswa

Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan kepadad Pemko Medan agar memilih Alternatif V sebagai pilihan pertama, dimana : Lahan milik Pemko Medan, dikembangkan

Rancangan layar umum merupakan halaman yang dapat diakses oleh publik, halaman ini memiliki menu beranda, produk, proyek, tentang kakada, FAQ, Galeri, berita, dan

Dengan menggunakan tingkat kemiskinan sebagai target intervensi dan angka partisipasi murni (APM) sebagai salah satu indikator utama dibidang pendidikan pada jenjang

Dengan persyaratan yang mudah, murah dan lebih berkah dengan prinsip syariah, maka banyak nasabah pensiunan tertarik dengan pembiayaan pensiunan BSM ini. Hal ini dapat dilihat

Memberikan saran untuk Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan wawasan ilmu pengetahuan kepada guru dan siswa khususnya tentang pemberian

pembeli.Apabila terjadi kesepakatan harga baru, maka tahap pelunasan akan diberikan pembeli kepada penjual, namun apabila tidak terjadi kesepakatan harga maka DP

Memasuki fase generatif (reproduktif) kerapatan gulma yang lebih rendah pada padi yang disiang umur 2 dan 4 MST menyebabkan serapan hara lebih tinggi karena tingkat