SIMULASI MODEL MANAJEMEN
PENGELOLAAN PASAR INDUK KOTA MEDAN M. Fitri Rahmadana
([email protected]) Dosen Fakultas Ekonomi UNIMED
ABSTRACT
This study aims to determine the best management model in the management of a wholesale market in the city of Medan. The experiment was conducted in the field and the sample in this study is representative of relevant SKPD in Medan. The data was collected using focus group discussions and were analyzed with ranking to first be weighted against aspects of the simulated assessment.
Simulation models generate alternative V as a preferred where the model recommends that land use is land owned by Pemko Medan, the market developed and sold by private, managed by PD Pasar, profit-oriented, profit-sharing between the City Government and private sales, Owner assets shares between PEMKO Medan and private, management costs are the responsibility of management and development costs are the responsibility of management.
Keywords: Model Management, Wholesale Market
PENDAHULUAN
Pasar induk adalah pusat koleksi dan distribusi terutama untuk produk pertanian yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, badan usaha milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, counter, los dan tenda yang dimiliki / dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.
Sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan merupakan pusat koleksi dan distribusi terbesar di Sumatera Utara bahkan Sumatera Bagian Utara. Hal ini membuat para produsen produk pertanian di Sumbagut mengalirkan barang-barang dagangannya ke Medan.
Oleh karena itu dibutuhkan satu tempat untuk mengumpulkan produk lokal / regional di satu tempat dan kemudian di distribusikan kembali ke sejumlah pasar yang tersebar di Kota Medan dan sekitarnya. Tempat tersebut adalah pasar induk sayur yang rencananya akan dibangun di Kecamatan Medan Tuntungan. Kebutuhan akan pasar induk sayuran semakin meningkat
karena pasar yang selama ini berperan semacam pasar induk sayur di Pusat Pasar sudah tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan maksimal.
Umumnya semua pasar induk di Indonesia menghadapi berbagai masalah seperti terbatasnya ruang pada lapak yang sempit, tidak teratur, tidak sehat, kotor, kurangnya tempat sampah, terlalu banyaknya pedagang pinggir jalan, lemahnya pengelolaan, dan ketiadaan fasilitas penyimpanan serta infrastruktur pasar yang tidak memadai.
Untuk menjawab tantangan tersebut dibutuhkan suatu kajian kelembagaan tentang model manajemen pengelolaan pasar induk yang paling memadai untuk Kota Medan.
TINJAUAN PUSTAKA
Model Pengambilan Keputusan
Manajemen
Keputusan penting dalam organisasi dibuat oleh manajer atau tenaga ahli dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini terkendala oleh beberapa faktor seperti dominasi anggota tertentu, komunikasi antar personal dan ketakutan
mengekspresikan ide-ide inovatif dan semakin banyak jumlah tim pengambil keputusan maka anggaran yang dikeluarkan akan semakin besar dan semakin sulit medapatkan keputusan yang disetujui oleh semua pihak (Huber,1984). Selain itu pengambilan keputusan yang dilakukan harus memper-timbangkan beberapa kriteria dalam rangka untuk memperoleh pilihan terbaik dari himpunan yang telah ditentukan. Tapi terkadang, alternatif dan kriteria yang tidak tepat, dan kontradiktif untuk berbagai hal. Dalam kasus seperti ini seorang ahli tidak dapat membuat keputusan sendiri dan solusi yang dapat dilakukan adalah diperlukannya bahwa sekelompok ahli, dengan tingkat pengetahuan yang tinggi pada level tertentu, serta mengambil bagian dalam proses pengambilan keputusan (Perez et. al, 2011). Dari permasalahan tersebut solusi yang ditempuh yaitu membangun Group Decision
Support System (GDSS). Solusi GDSS
ditempuh untuk mengatasi permasalahan jika anggota kelompok pengambil keputusan memiliki sudut pandang yang berbeda, untuk menggabungkan beberapa preferensi dan mendamaikan perbedaan ide. Untuk mencapai tersebut dapat digunakan
Multi-Criteria Decision Making (MCDM), metode
ini telah dikembangkan untuk memecahkan preferensi yang saling bertentangan antara kriteria untuk pembuatan keputusan tunggal (Corner,1991) .
Kasus yang diangkat penelitian ini adalah pemilihan model, yang mana setiap alternatif model diberikan kriteria dan sub kriteria tertentu, kemudian kelompok pengambil keputusan memberikan penilaian yang dirangkum dalam sebuah matrik keputusan dan dengan menggunakan bobot yang diberikan menggabungkan penilaian tersebut. Setelah terbentuk matrik keputusan maka dari setiap kandidat didapatkan nilai Fuzzy Mean dan Fuzzy Spread. Kandidat yang memiliki kedekatan nilai antara Fuzzy Mean dan Fuzzy Spread merupakan kandidat utama (Chen and Cheng, 2005).
Penelitian ini ditujukan untuk melakukan investigasi model Multi-Stage
Multi-Multi Attribute Group Decision
Making (MS-MAGDM). Adapun
permasalahan yang menjadi focus penelitian adalah pembobotan atribut dan alternatif
berhingga terhadap data atribut yang dikumpulkan pada tahap berbeda. Penggunakan Hybrid Weighted Aggregation (HWA) untuk memadukan semua informasi individu ke dalam pendapat group pada setiap tahap yang berbeda dan menggabungkan pendapat kelompok pada tahapan yang berbeda sehingga mampu digunakan untuk menentukan peringkat alternatif terbaik (Xu, 2011).
Dari paparan konsep yang ada, penelitian ini menggabungkan konsep model Chen and Cheng (2005) dan Xu (2011). Penelitian ini akan menggabungkan keputusan berdasarkan nilai pada sub-sub kriteria yang dibentuk dan menggabungkan konsep pembuatan keputusan dari multi stage yang berbeda.
Model Rational-political group decision-making memberikan gambaran model berbasis aturan dan mengambil keuntungan dari model baik rasional dan politik pembuatan keputusan kelompok. Dengan mengadapatasi properti optimasi dari model rasional, menunjukkan pendekatan yang berurutan untuk membuat keputusan kelompok demi mendapatkan solusi terbaik bagi keputusan kelompok (Lu et. al, 2007). Dengan mempertimbangkan model politik, memungkinkan pengambil keputusan untuk memiliki penilaian yang tidak konsisten, informasi yang tidak lengkap dan tidak akurat terhadap pendapat solusi alternatif. Adapun tahap pengambilan dengan menggunakan Rational-political group decision-making adalah sebagai berikut :
1) Group Leader menentukan bobot untuk masing-masing anggota pengambil keputusan
2) Masing-masing pengambil keputusan mengusulkan bobot pada setiap kriteria 3) Masing-masing pengambil keputusan
penilaian pada setiap kriteria
4) Melakukan agregasi untuk penilaian-kriteria
5) Memberikan preferensi alternatif berdasarkan kriteria penilaian
6) Agregasi faktor ketidakpastian
7) Menghasilkan solusi optimal dari alternatif
Pengelolaan Pasar Induk
Pengelolaan pasar di Indonesia umumnya dilakukan oleh Perusahaan Daerah Pasar dan kepemilikan kios/toko secara perorangan. Berdasarkan sifat kegiatan dan jenis dagangannya (termasuk pasar lelang), pasar dibedakan menjadi pasar eceran, pasar grosir, pasar induk dan pasar khusus. Sedangkan dilihat dari ruang lingkup pelayanan dan tingkat potensi pasar, dikenal keberadaan pasar lingkungan, pasar wilayah, pasar kota dan pasar regional, dengan masing-masing waktu kegiatan pasar siang hari, pasar malam hari, pasar siang malam dan pasar kaget/pekan.
Umumnya semua pasar induk di Indonesia menghadapi berbagai masalah seperti terbatasnya ruang pada lapak yang sempit, tidak teratur, tidak sehat, kotor, kurangnya tempat sampah, terlalu banyaknya pedagang pinggir jalan, lemahnya pengelolaan, dan fasilitas penyimpanan dengan infrastruktur pasar yang tidak memadai (ADP, 1994a).
Sementara itu untuk non pasar induk, pedagang grosir hortikultura tidak memiliki sarana kios permanen sehingga transaksi biasa dilakukan di tepi jalan di lingkungan pasar (JICA, 2001). Meningkatnya aktivitas pasar menyebabkan penampilan pasar semrawut, kumuh, kurangnya sarana penerangan, tidak tersedianya fasilitas air bersih yang memadai sehingga tidak ada proses pembersihan komoditi, tidak higienis, tidak tersedianya Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang memadai, sarana jalan sempit dan peredaran barang di dalam pasar juga sulit dan kurang nyaman (Ohno, 2000; JICA, 2002a; JICA, 2002b).
Berbeda halnya dengan ritel modern (berdasarkan SKB Menperindag dan Mendagri No.145/MPP/Kep/5/97 dan No.57 tahun 1997) yang merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta atau koperasi yang dalam bentuknya seperti mall,
supermarket, departemen store dan shopping center, di mana pengelolaannya dilakukan
secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja.
Ketersediaan fasilitas dan utilitas yang tidak memadai di pasar-pasar induk dan
pasar-pasar tradisional akan meningkatkan bahaya keamanan pangan, yakni: berbagai komponen biologi, kimia, fisika atau kondisi makanan yang dapat mempengaruhi kesehatan konsumen (Mahendra, 2004a). Faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan dalam memenuhi harapan konsumen seperti: karakteristik fisik (ukuran, bentuk, rasa, kemasan, dan cacat). Dapat juga berupa bahaya lingkungan, kesehatan hewan, kesehatan dan keamanan kerja, aspirasi etika dan bahaya operasional. Benda-benda fisik yang semestinya tidak ditemukan dalam makanan yang mungkin dapat menyebabkan penyakit atau luka pada konsumen seperti: pecahan gelas, besi, batu, kayu, hama, atau perhiasan (Mahendra, 2004b). Kehilangan hasil panen produksi sayur-sayuran dan buah-buahan sangat tinggi, diperkirakan mencapai 30% (AICAF, 1999; APO, 1997; Harmon, 1995; Jonker, 1999).
Di samping disebabkan oleh teknik pengangkutan dari petani ke pasar yang biasanya menggunakan kendaraan truk terbuka, tidak memperhatikan kaidah-kaidah dan sifat fisiologis produk segar yang bersifat
perishable, sebagian besar diakibatkan oleh
kurang memadainya kondisi pasar dan sistem pengemasan seperti: bahan pengemas yang mudah rusak, pengemas yang dapat merusak dan mencemari produk yang dikemas, dan isi kemasan yang berlebihan.
METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) yang ditujukan untuk menilai model pengelolaan pasar induk yang paling sesuai dari 5 alternatif pilihan yang ada. Penelitian ini menggunakan pendekatan riset dan pengembangan (R&D). Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif – eksploratif untuk menghasilkan penilaian model pengelolaan pasar induk yang terbaik.
Sampel penelitian
Peserta FGD terdiri dari perwakilan masing-masing SKPD yang ada dilingkungan pemerintahan Kota Medan.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menentukan Model Manajemen Pengelolaan Pasar Induk Kota Medan yang menjadi pilihan terbaik adalah sebagai berikut :
1. Penetapan alternatif pilihan, yakni alternatif I (kelembagaan berada dibawah Pemko Medan sebagai Unit Pelaksana Teknis – Pasar Induk), alternatif II (pengelolaan pasar induk oleh PD Pasar Kota Medan), alternatif III (membentuk kerjasama pengelolaan pasar induk dengan pihak swasta), alternatif IV (dikerjasamakan dengan pihak swasta dalam bentuk Build – Operate – Transfer / BOT), alternatif V (dibangun dan dijual oleh swasta, dikelola oleh PD Pasar Kota Medan) 2. Penetapan parameter yaitu : Lahan,
Developer, Pengelola, Sifat usaha, Format kerjasama, Aset dan saham, Biaya pengelolaan, Biaya pengembangan
3. Penetapan Bobot Tingkat Kepentingan masing-masing parameter. Untuk setiap parameter diberi pilihan nilai dengan skala 1 hingga 5, dimana nilai 1 (satu) menggambarkan kondisi yang sangat diharapkan dan 5 (lima) menggambarkan kondisi yang sangat tidak diharapkan untuk kriteria tersebut.
Jumlah total terendah merupakan pilihan kelembagaan yang paling memungkinkan untuk dikembangkan. 4. Penilaian, Penilaian diberikan setelah
menelaah analisa setiap kelelebihan dan kekurangan setiap parameter.
5. Skor, adalah hasil perkalian dalam setiap parameter antara Bobot Tingkat Kepentingan dengan Nilai. Untuk seluruh parameter dalam setiap alternatif total skor dijumlahkan.
6. Ranking, menunjukkan hasil perbandingan setiap pilihan kelembagaan, diurutkan dari jumlah total skor terendah hingga tertinggi. Ranking pertama merupakan pilihan terbaik.
ANALISA MODEL MANAJEMEN Alternatif Kelembagaan Pengelola Pasar Induk
Ada lima alternatif kelembagaan pengelola Pasar Induk Kota Medan yang menjadi pilihan dan disimulasikan dengan berbagai variasi pengelolaan dari berbagai aspek yang telah ditetapkan sebelumnya sebagai aspek yang dinilai dan diranking oleh peserta FGD yaitu perwakilan SKPD yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan pengelolaan pasar atau PD Pasar.
Tabel 1
Matriks Alternatif Model Manajemen Pengelolaan Pasar Induk
Alternatif Parameter/Kriteria
I  Lahan milik Pemko Medan.  Dikembangkan oleh Pemko Medan.
 Dikelola oleh UPTD dibawah Dinas Perindag.  Sepenuhnya melakukan fungsi pelayanan.
 Seluruh biaya investasi, pemeliharaan dan operasional dari APBD Kota Medan.  Tidak profit oriented.
II  Lahan milik Pemko Medan.  Dikembangkan oleh Pemko Medan.  Dikelola oleh PD Pasar Kota Medan.  Aset dipisahkan dari Pemko Medan.  Profit oriented, memberikan PAD.  Budget otonom.
 Biaya pengembangan menjadi tanggung jawab PD Pasar dan Pemko Medan. III  Lahan milik Pemko Medan.
 Dikembangkan oleh Pemko Medan.  Dikelola oleh swasta.
Tabel 1
Matriks Alternatif Model Manajemen Pengelolaan Pasar Induk (lanjutan)
Alternatif Parameter/Kriteria
 Profit oriented.
 Ada bagi hasil keuntungan.  Aset milik Pemko Medan.
 Biaya pengelolaan tanggung jawab pengelola. Biaya pengembangan tanggung jawab Pemko Medan. IV  Lahan milik Pemko Medan.
 Dikembangkan oleh swasta.
 Dikelola oleh swasta, profit eriented.
 Format kerjasama dapat berupa bagi hasil keuntungan dan atau BOT selama kurun waktu tertentu.
V  Lahan milik Pemko Medan.
 Dikembangkan dan dijual oleh swasta.  Dikelola oleh PD Pasar.
 Profit oriented.
 Bagi hasil keuntungan penjualan.
 Kepemilikah aset dan saham antara Pemko Medan dan swasta.  Biaya pengelolaan dan pengembangan tanggung jawab pengelola. Sumber : FGD
Parameter dan Pembobotan Tingkat
Kepentingan Parameter
Ada 8 parameter yang akan dinilai, parameter mana saja yang akan memperlihatkan konsekwensi negatif dari faktor manajemen dan potensi yang besar dalam perspektif pengembangan kedepan dengan skala 1 – 5, yaitu : Lahan, Developer, Pengelola, Sifat usaha, Format kerjasama, Aset dan saham, Biaya pengelolaan, Biaya pengembangan
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD), maka didapat hasil pembobotan terhadap setiap parameter sebagai berikut :
1. Developer, memiliki bobot kepentingan 1. Artinya memperlihatkan konsekwensi negatif yang kecil dari faktor manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya. Memperlihatkan potensi yang besar dalam perspektif pengembangan kedepan.
2. Pengelola, memiliki bobot kepentingan 1. Artinya memperlihatkan konsekwensi negatif yang kecil dari faktor manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya. Memperlihatkan potensi yang besar dalam perspektif pengembangan kedepan.
3. Sifat Usaha, memeliki bobot kepentingan 2. Artinya menunjukkan kurang signifikannya faktor manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya sebagai sumber dampak negatif terhadap pengembangan model pilihan yang diambil. Tidak akan menyebabkan “dampak fatal” atau kondisi yang kurang layak pada proses operasional nanti. 4. Format Kerjasama, memiliki bobot
kepentingan 3. Artinya menunjukkan kurang signifikannya faktor manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya sebagai sumber dampak negatif terhadap pengembangan model pilihan yang diambil. Tidak akan menyebabkan “dampak fatal” atau kondisi yang kurang layak pada proses operasional nanti. 5. Aset dan Saham, memiliki bobot
kepentingan 2. Artinya menunjukkan kurang signifikannya faktor manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya sebagai sumber dampak negatif terhadap pengembangan model pilihan yang diambil. Tidak akan menyebabkan “dampak fatal” atau kondisi yang kurang layak pada proses operasional nanti. 6. Biaya Pengelolaan, memiliki bobot
adanya faktor utama manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan, dan atau kombinasi semuanya tetapi belum dikategorikan “dampak fatal“, tetapi memperlihatkan kondisi jangka panjang yang kurang layak terhadap jalanya pilihan tersebut.
7. Biaya Pengembangan, memiliki bobot kepentingan 5. Artinya memperlihatkan faktor utama manajemen, dan atau teknis, dan atau keuangan dan atau kombinasi semuanya, bahwa akan memberikan “ dampak fatal “ terhadap kelanjutan pengembangan di masa depan, menyebabkan pilihan tersebut tidak layak.
Penilaian
Penilaian juga menggunakan Focus
Group Discussion (FGD) untuk
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan masing-masing parameter yang ada. Satu dari 8 parameter yaitu kepemilikan lahan tidak dinilai karena mutlak milik PEMKO, sehingga hanya ada 7 parameter yang akan dinilai.
Kriteria penilaiannya adalaha sebagai berikut :
a. Nilai 1 (satu) adalah parameter yang memiliki kelebihan saja, tanpa kekurangan.
b. Nilai 2 (dua) adalah parameter yang memiliki point kelebihan lebih banyak daripada point kekurangan. c. Nilai 3 (tiga) adalah parameter yang
memiliki point kelebihan seimbang dengan point kelemahannya.
d. Nilai 4 (empat) adalah parameter yang memiliki point kekurangan lebih banyak dibandingkan point kelebihannya.
e. Nilai 5 (lima) adalah parameter yang hanya memiliki kekurangan saja. Berikut adalah tabulasi hasil Focus
Group Discussion (FGD) dan identifikasi
kelebihan dan kekurangan masing-masing parameter :
Tabel 2
Matriks Identifikasi Kelebihan Dan Kekurangan Parameter
Alternatif Parameter Kelebihan Kekurangan
I Developer
Nilai 4
 Pembiayaan lebih pasti
 Pertanggung jawaban biaya jelas
 Lapangan kerja baru
 Jadwal pembangunan pasti
 Dana APBD terbatas
 Birokrasi seringkali menghambat pekerjaan
 Pengeluaran biaya harus sesuai prosedur, sehingga
pada bisa terjadi perlambatan ketika ada kebutuhan mendesak
 Birokrasi menyebabkan biaya tambahan
 Profesionalisme / SDM lebih rendah dari swasta
Pengelola Nilai 4
 PAD langsung masuk kas daerah
 Langsung dibawah Pemko Medan
 Peluang untuk meningkatkan kompetensi /
keahlian SDM Pemko Medan
 SDM kurang profesional
 Efisiensi kerja rendah
 Nirlaba, peluang mendapatkan PAD lebih tinggi
menjadi hilang
 Peluang kebocoran anggaran menjadi tinggi
 Pekerjaan pengelolaan menjadi lambat
Sifat Usaha Nilai 4
 Harga sewa / jual lokasi lebih murah, sehingga harga barang bisa lebih murah
 Pelayanan penuh untuk masyarakat  Akan lebih pro kepada UKM
 Perputaran uang kecil, sehingga menyulitkan
pemeliharaan dan pengembangan
 Tidak mandiri, sehingga menyedot APBD
 Peluang mendapatkan PAD menjadi lebih kecil
karena keuntungan rendah
 Pengembangan ke masa depan lebih kecil
peluangnya
Kerjasama Nilai 4
 Sepenuhnya milik Pemko Medan
 Pengambilan keputusan tidak menunggu banyak pihak, relatif lebih cepat.
 Ada peluang meningkatkan kemampuan SDM Pemko Medan
 Memerlukan waktu yang lama untuk merubah
budaya kerja
 Meningkatkan resiko keuangan bagi APBD
 Dana APBD terbatas (dibatasi oleh DPRD) untuk
pengembangan dan pemeliharaan.
 Sulit untuk melakukan pengembangan di masa depan
Aset dan Saham Nilai 4
 Aset dan saham sepenuhnya milik Pemko Medan
 Pengawasan aset lebih mudah
 Pemeliharaan aset masuk APBD
 Nilai PAD yang didapat akan dikurangi kembali oleh
biaya pemeliharaan aset
Tabel 2
Matriks Identifikasi Kelebihan Dan Kekurangan Parameter (lanjutan)
Alternatif Parameter Kelebihan Kekurangan
Biaya Pengelolaan
Nilai 4
 Pertanggungan jawab biaya jelas
 Koordinasi tidak melibatkan banyak pihak, sehingga bisa lebih cepat.
 Rentan kebocoran
 Menambah beban kerja Pemko Medan
 Menambah beban APBD
 Dana APBD terbatas
Biaya pengembangan
Nilai 4
 Pengkajian pengembangan lebih matang  Sangat tergantung kepada kemampuan APBD
 Menambah beban APBD
 Dana APBD terbatas
 Waktu pembangunan dibatasi oleh tahun anggaran
 Perlu waktu untuk meyakinkan DPRD sehingga
waktu perencaan lebih panjang
II Developer
Nilai 4
 Pembiayaan lebih pasti, pertanggung jawaban biaya jelas
 Memberdayakan aset daerah  Lapangan kerja baru  Jadwal pembangunan pasti
 Dana APBD terbatas  Membebani APBD
 Pengeluaran biaya harus sesuai prosedur, sehingga pada bisa terjadi perlambatan ketika ada kebutuhan mendesak
 Birokrasi menyebabkan biaya tambahan  Profesionalisme / SDM lebih rendah dari swasta
Pengelola Nilai 2
 SDM-nya lebih profesional dan memiliki pengalaman
 Keuntungan signifikan masuk kas PAD  Lebih mudah dikontrol
 lebih fokus kepada tugas pelayanan pasar induk  Memiliki peluang berkembang lebih besar
 Rentan kebocoran pada saat dilakukan
pengembangan
 Kebijakan PD Pasar masih dapat dipengaruhi oleh Pemko Medan
Sifat Usaha Nilai 3
 Pelayanan bisa lebih baik
 Peluang mendapatkan keuntungan lebih besar  Peluang mendapatkan PAD lebih besar
 Masih ada beban APBD
 Masing ada kemungkinan pelayanan kurang baik karena pendanaan yang kurang karena masih tergantung APBD
 Pelayanan yang rendah akan menjadi social cost masyarakat
Kerjasama Nilai 2
 Sepenuhnya milik Pemko Medan walaupun dikelola oleh PD Pasar
 Penerimaan sepenuhnya untuk PAD
 Dana APBD terbatas (dibatasi oleh DPRD) untuk pengembangan
Aset dan Saham Nilai 3
 Aset dan saham sepenuhnya milik Pemko Medan
 Memudahkan pengelolaan aset  Pengawasan aset lebih mudah
 Pemeliharaan aset masuk APBD
 Nilai PAD yang didapat akan dikurangi kembali oleh biaya pemeliharaan aset
 Manajemen pengelolaan aset masih belum baik.
Biaya Pengelolaan
Nilai 4
 Pertanggungan jawab biaya jelas
 Koordinasi tidak melibatkan banyak pihak, sehingga bisa lebih cepat.
 kekuatan finansial PD Pasar tidak terlalu kuat, dan masih tergantung kepada Pemko Medan
 Pada akhirnya dapat menambah beban APBD, sementara dana APBD terbatas
 Lebih mudah mengontrol biaya pengelolaan
Biaya pengembangan
Nilai 4
 Pengkajian pengembangan lebih matang  Sangat tergantung kepada kemampuan APBD dan
keuntungan PD Pasar
 Ada kemungkinan menambah beban APBD, sementara dana APBD terbatas
 Waktu pembangunan dibatasi oleh tahun anggaran  Perlu waktu untuk meyakinkan DPRD sehingga
waktu perencaan lebih panjang
III Developer
Nilai 4
 Pembiayaan lebih pasti  Pertanggung jawaban biaya jelas  Lapangan kerja baru
 Jadwal pembangunan pasti
 Birokrasi seringkali menghambat pekerjaan  Pengeluaran biaya harus sesuai prosedur, sehingga
pada bisa terjadi perlambatan ketika ada kebutuhan mendesak
 Birokrasi menyebabkan biaya tambahan  Profesionalisme / SDM lebih rendah dari swasta
Pengelola Nilai 2
 SDM lebih profesional  Efisiensi kerja lebih tinggi
 Ada peluang mendapatkan PAD lebih tinggi  Peluang kebocoran anggaran dapat ditekan  Pekerjaan pengelolaan menjadi lebih cepat
 Ada ketentuan bagi hasil, sehingga peluang mendapatkan PAD yang lebih tinggi berkurang  Pemko Medan sulit melakukan kontorol  Harga sewa dapat menjadi mahal
Sifat Usaha Nilai 2
 Profit oriented, sehingga perputaran uang lebih cepat, mempermudah pemeliharaan  Mandiri, tidak menyedot APBD
 Ada peluang mendapatkan PAD menjadi lebih besar karena keuntungan meningkat.  Pengembangan ke masa depan lebih besar
peluangnya
 Ada kewajiban berbagi keuntungan dengan pihak lain
 Pembagian keuntungan dapat memberikan
kemungkinan kenaikan harga sewa dan akhirnya akan meningkatkan harga barang.
Tabel 2
Matriks Identifikasi Kelebihan Dan Kekurangan Parameter (lanjutan)
Alternatif Parameter Kelebihan Kekurangan
Kerjasama Nilai 3
 Budaya kerjasama yang saling
menguntungkan antara Pemko Medan dan swasta tumbuh
 Peluang peningkatan PAD
 Ada peluang dalam pembagian keuntungan pihak Pemko Medan dirugikan
 Ukuran pembagian keuntungan belum punya dasar
Aset dan Saham Nilai 3
 Aset tetap milik Pemko Medan  Masih ada beban pengelolaan aset kepada APBD
Biaya Pengelolaan
Nilai 2
 Tidak membebani APBD
 Lebih cepat realisasi, karena tidak terikat birokrasi
 Perhitungan kebutuhan biaya lebih realistis karena memperhitungkan efisiensi
 Pemko Medan tidak dapat mengontrol biaya pengelolaan
Biaya pengembangan
Nilai 4
 Pengkajian pengembangan lebih matang  Sangat tergantung kepada kemampuan APBD dan
keuntungan PD Pasar
 Ada kemungkinan menambah beban APBD, sementara dana APBD terbatas
 Waktu pembangunan dibatasi oleh tahun anggaran  Perlu waktu untuk meyakinkan DPRD sehingga
waktu perencaan lebih panjang
IV Developer
Nilai 2
 Profesional
 APBD tidak terbebani  Tidak birokratis
 Kontrol lemah
Pengelola Nilai 1
 SDM lebih profesional
 Efisiensi kerja tinggi
 Profit oriented, peluang mendapatkan PAD
lebih tinggi
 Peluang kebocoran anggaran menjadi tinggi
 Pekerjaan pengelolaan menjadi lambat
Sifat Usaha Nilai 1
 Dinamika menjadi tinggi  Mandiri, tidak menyedot APBD
 Peluang pengembangan kedepan lebih besar
Kerjasama Nilai 3
 Menguntungkan bagi kedua belah pihak
 Tidak membebani APBD  Harus berbagi keuntungan sehingga PAD menjadi berkurang
Aset dan Saham Nilai 3
 Pemeliharaan aset tidak masuk APBD
 Menambah aset Pemko Medan  Rawan terhadap perselisihan  Tidak sepenuhnya milik Pemko Medan
Biaya Pengelolaan
Nilai 3
 Efisien
 Tidak membebani APBD
 Beban biaya pengelolaan bisa terlalu mahal bagi pedagang.
 Dapat meningkatkan harga barang
Biaya pengembangan
Nilai 2
 Tidak membebani APBD  Pembangunan cepat berkembang
 Apabila pengelola rugi, tidak ada pengembangan
V Developer
Nilai 2
 Tidak tergantung kepada dana APBD  Relatif lebih lancar karena tidak melalui
birokrasi Pemko Medan  Tidak ada biaya birokrasi  Lebih profesional
 Pemko Medan tidak dapat mengontrol
Pengelola Nilai 2
 Efisiensi kerja tinggi
 Profit oriented, peluang mendapatkan PAD lebih tinggi
 Peluang kebocoran anggaran menjadi tinggi  Pekerjaan pengelolaan menjadi lambat
 Lebih mengutamakan keuntungan, dapat
mengorbankan kepentingan pedagang.  Pemko Medan sulit mengawasi.
Sifat Usaha Nilai 2
 Dinamika menjadi tinggi  Mandiri tidak menyedot APBD
 Peluang pengembangan kedepan lebih besar
 Harga jual lokasi bisa lebih mahal  Tidak akan mengutamakan UKM
Kerjasama Nilai 4
 Menguntungkan bagi kedua belah pihak  Tidak membebani APBD
 Peran Pemko Medan lebih kecil
 Kesempatan perluasan kerja PNS tidak ada  Pengalihan aset ke Pemko terlalu lama
Aset dan Saham Nilai 3
 Pemeliharaan aset tidak masuk APBD  Rawan terhadap perselisihan
 Tidak sepenuhnya milik Pemko Medan
Biaya Pengelolaan
Nilai 4
 Efisien
 Tidak membebani APBD
 Beban biaya pengelolaan bisa terlalu mahal bagi pedagang
 Dapat meningkatkan harga barang
Biaya pengembangan
Nilai 2
 Tidak membebani APBD  Pembangunan cepat berkembang
 Apabila pengelola rugi, tidak ada pengembangan
Skoring dan Rangking
Skoring dilakukan dengan cara mengalikan antara Bobot Parameter dengan Tingkat Kepentingan dengan Nilai sehingga menghasilkan skor. Skor tersebut kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan total skor. Pada tahap akhir dilakukan perankingan
sehingga menunjukkan hasil perbandingan setiap pilihan model manajemen pengelolaan pasar induk. Jumlah total skor terendah/ranking pertama merupakan pilihan model manajemen pengelolaan pasar induk terbaik. Proses skoring dan rangking dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3
Tabel Skoring dan Rangking
No Parameter Bobot Alternatif I Alternatif II Alternatif III Alternatif IV Alternatif V
Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor Nilai Skor
1 Developer 1 4 4 4 4 4 4 2 2 2 2 2 Pengelola 1 4 4 2 2 2 2 2 2 1 1 3 Sifat Usaha 2 4 8 3 6 2 4 2 4 1 2 4 Format Kerjasama 3 4 12 2 6 3 9 4 12 2 6 5 Aset dan Saham 2 4 8 3 6 3 6 4 8 3 6 6 Biaya Pengelolaan 4 4 16 4 16 2 8 3 12 3 12 7 Biaya Pengembangan 5 4 20 4 20 4 20 2 10 2 10 JUMLAH 72 60 53 50 36 Sumber : FGD
SIMPULAN dan SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil FGD dan analisa, dapat disimpulkan bahwa Alternatif I menghasilkan total skor 72 dan menjadi pilihan model ke 5, alternatif II menghasilkan total skor 60 dan menjadi pilihan model ke 4, Alternatif III menghasilkan skor 53 dan menjadi pilihan model ke 3, Alternatif IV menghasilkan total skor 50 dan menjadi pilihan model ke 2,Alternatif V menghasilkan total skor 36 dan menjadi pilihan model ke 1.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka disarankan kepadad Pemko Medan agar memilih Alternatif V sebagai pilihan pertama, dimana : Lahan milik Pemko Medan, dikembangkan dan dijual oleh swasta, dikelola oleh PD Pasar, profit eriented, bagi hasil keuntungan penjualan, kepemilikah aset dan saham antara Pemko Medan dan swasta, biaya pengelolaan tanggung jawab pengelola, biaya pengembangan tanggung jawab pengelola.
Jika alternatif tersebut tidak dimungkinkan maka Pemko Medan dapat memilih Alternatif IV sebagai pilihan kedua, dimana : Lahan milik Pemko Medan, dikembangkan oleh swasta, dikelola oleh swasta, profit eriented, format kerjasama dapat berupa bagi hasil keuntungan dan atau BOT selama kurun waktu tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
ADP. (1994a). Market Prospects for Selected Indonesian Agricultural Products and Produce with an Emphasis on Horticulture. ADP Working Paper No. 10.
AICAF. (1999). Marketing of Agricultural Products in Japan. Association for International Cooperation of Agriculture & Forestry.
APO. (1997). Marketing Systems for Agricultural Products. A Seminar
Report, Asian Productivity
Chen, L.-S., and Cheng, C.-H. (2005) „Selecting IS Personel use Fuzzy GDSS based on Metric Distance Method‟, European Journal of Operational Research Elsevier ,
803-820.
Corner , J.L. and Kirkwood C.W. (1991) „Decision Analysis Applications in the Operations Research Literature‟,
Operation Research Vol. 39(2) ,
206-219
Harmon, H.C. (1995). The Market for Indonesian Tropical Fruit. A Presentation to The National Seminar on the Development of Tropical Fruits
and Gogo Rice. Agribusiness
Development Project.
Huber, GP. (1984) ‘Issues in the Design of Group Decision Support Systems‟,
Management Information Systems Quarterly Vol. 8, 195-204.
JICA. (2001). Sector Assistance Strategy Formulation Study on Agriculture and Fishery Sector in The Republic of Indonesia. Final Report. Japan International Cooperation Agency. JICA. (2002a). Basic Study for the
Improvement of the Production and Distribution of Horticultural Products in North Sumatra. Final Report. Japan International Cooperation Agency & Indokoei International.
JICA. (2002b). The Support Program for Agriculture and Fisheries Development in the Republic of Indonesia, Sector Report (Draft),
Sector Analysis. Japan International
Cooperation Agency (JICA), National Development Planning Agency (BAPPENAS), and Nippon Koei Co. Ltd.
Jonker, T.H. (1999). Agri-food Supply Chains and Consumers in Japan, An Inquiry into the Current Situation and the Opportunities of Five Dutch Product Groups on the Japanese Market. Agricultural Economics Research Institute (LEI).
Lu, J., Zhang, G., Ruan, D., and Wu, F. (2007) ‘Multi-Objective Group Decision making – Method, Software
and Application with Fuzzy
Technology’, Imperial College Press,
London
Mahendra, M.S. (2004a). Pertanian Dalam Jeratan Globalilasi. Wahana, XIX (45): 12-14.
Mahendra, M.S. (2004b). Keamanan Pangan dan Akses Pasar Produk Hortikultura. Ohno, M. (2000). Evaluation Report on
Modernization of Distribution System in Indonesia
Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 53/M-DAG/PER/12/2008 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern.
Perez, I. J., Alonso, S., Cabrerizo, F. J., Lu, J., and Herrera-Viedma, E. (2011)
‘Modelling Heterogeneity among Experts in Multi-kriteria Group Decision Making Problems’,
Springer-Verlag Berlin Heidelberg , 55-66. Xu, Ze S . (2011) ‘Approches To Multi-Stage
Multi-Attribute Group Decision Making‟, International Journal of
Information Technology & Decision Making World Scientific Vol. 10,