• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Pustaka : 20 buku ( ), 20 jurnal/ penelitian terkait ( ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Daftar Pustaka : 20 buku ( ), 20 jurnal/ penelitian terkait ( )."

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA PROGRAM KEPERATAWAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

EFEKTIFITAS RELAKSASI BENSON TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI DADA PADA PASIEN SINDROMA KORONER AKUT DI RUANG INTERMEDIATE MEDIKAL

RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

Effectiveness of Benson Relaxation in Reducing the scale of chest pain in patients with acute coronary syndrome ( ACS ) in the Intermediate Medical Ward Of The Heart

Hospital Blood Vessel and We Hope to Jakarta

Agus Rustono, Februari 2018*

*Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta

ABSTRAK

Menurut laporan WHO pada tahun 2014, penyakit sindroma koroner akut (SKA) merupakan penyebab kematian utama di dunia. Penyakit ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa (Garas, 2010). Menurut data Riskesdas tahun 2013 jumlah penyakit sindroma koroner akut terbanyak terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%), kemudian provinsi Sulawesi Tengah (3,3%) dan provinsi Sulawesi Selatan (2,9%). Relaksasi Benson merupakan tekhnik relaksasi pasif dengan tidak menggunakan tegangan otot sehingga sangat tepat untuk mengurangi nyeri pada kasus sindroma koroner akut. Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respons relaksasi dengan melibatkan factor keyakinan pasien, yang dapat menciptakan suatu lingkungan internal tenang sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi ( Mitchell, 2013 ). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi pengaruh relaksasi Benson dalam menurunkan nyeri dada pada pasien sindroma koroner akut. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi-eksperimental dengan pre test and post test design with control group. Sampel dipilih menggunakan teknik Non-Probability Sampling dengan metode Consecutive sampling pada 16 responden. Hasil penelitian terdapat penurunan skor nyeri pada kelompok intervensi (p=0,001; α=0,05) lebih bermakna dibandingkan dengan skor nyeri pada kelompok kontrol (p = 0,019 ; α = 0,05).Hasil penelitian ini adalah kombinasi relaksasi Benson dan terapi analgetik lebih efektif menurunkan nyeri dada pada pasien sindroma koroner akut dibandingkan dengan yang hanya mendapatkan terapi analgetik saja.

Kata Kunci :Sindroma Koroner Akut, Nyeri Dada, Relaksasi Benson.

(2)

ABSTRACT

According to WHO report, in 2014, the disease of acute coronary sydrome is a primary cause of death in the Worl. Acute coronary syndrome is the primary cause of death in adults. According to the 2013 Riskesdas data, the highest number of acute coronary syndrome was found in East Nusa Tenggara Province (4,4%), then the province of central Sulawesi (3,3%) and South Sulawesi (2,9%). One of nursing treatmen for reduce chest pain is relaxation Benson. Benson Relaxation is passive relaxation technique without muscle tension so it is appropriate to reduceing pain in acute coronary syndrome. Benson relaxation is the methods of reducing pain that involving the religion so it can make comfort and safety ( Mitchell, 2013 ). The purpose of this study was to identify the effect of benson relaxation on decrease of left chest pain for acute coronary syndrome. The research method use a quasi-experimental pre test and post test design with control group. The results of the study are reduction in pain scores in the intervention group (p = 0.001; α = 0.05) more meaningful than the pain score in the control group (p = 0.019; α = 0.05). The results of this study are combination of Benson Relaxation and Analgesic therapy. They are more effective to reduce pain in patients with Acute Coronary Syndroma compare with only analgesic therapy.

Keyword : Acute Coronary Syndroma, Chest Pain, Benson Relaxation. Resources :20th book (2007-2017), 20 journals (2012-2017).

(3)

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 mengemukakan bahwa salah satu permasalahan kesehatan masyarakat di dunia adalah penyakit degeneratif. Diantara berbagai penyakit degeneratif yang terjadi, penyakit yang ditimbulkan oleh gangguan sistem kardiovaskular menempati urutan pertama. Salah satu penyakit degeneratif kardivaskular yang banyak terjadi dan menjadi penyebab kematian utama adalah Sindrom Koroner Akut (SKA). SKA merupakan sekumpulan penyakit yang menyerang pembuluh darah koroner, dimana terbentuk oklusi pada pembuluh darah koroner sehingga membuat otot jantung kekurangan suplai oksigen (iskemia) dan dapat mengakibatkan nekrosis jaringan pada otot jantung (AHA, 2015).

Oklusi pada pembuluh darah koroner terjadi karena berbagai macam faktor. Faktor-faktor penyebab terjadinya penyakit SKA cukup beragam, secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat diperbaiki (reversible) dan faktor resiko yang tidak dapat diperbaiki (irreversible) (Black & Hawks, 2009). Faktor resiko yang dapat diperbaiki (reversible) terdiri dari: hipertensi, kolesterol, merokok, obesitas, diabetes mellitus, hiperurisemia, aktivitas fisik kurang, stress, dan gaya hidup tidak sehat sedangkan usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit keluarga termasuk faktor yang tidak dapat diperbaiki (irreversible).( Setiaki,dkk,2015)

Menurut data American Heart Association ( AHA,2006 ), lebih dari 13 juta penduduk Amerika menderita penyakit jantung koroner dan 700 ribu diantaranya meninggal dunia setiap tahun (shiplett, Barbara,2007 dalam widiastuti,2012 ). Sedangkan menurut data Riskesdas tahun 2013, bahwa prevalensi penyakit jantung koroner di

Indonesia diperkirakan sekitar 883.447 orang berdasarkan diagnose dokter. Jumlah penderita penyakit jantung koroner terbanyak terdapat di provinsi Nusa Tenggara Timur (4,4%), kemudian disusul oleh provinsi Sulawesi Tengah (3,8%), dan provinsi Sulawesi Selatan (2,9%), sedangkan prevalensi terendah terdapat di provinsi Riau (0,3%), Lampung (0,4%), dan Jambi (0,5%). Disebutkan pula bahwa penderita penyakit jantung koroner, gagal jantung dan stroke banyak ditemukan pada kelompok umur 45 – 54 tahun, 55 – 64 tahun dan 65 – 74 tahun. Dan berdasarkan data di rekam medis Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2017, didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kasus SKA yang cukup signifikan dari tahun 2012 hingga 2014, yakni 2718 pada tahun 2012, 2951 kasus pada tahun 2013 dan 3423 kasus pada tahun 2014.Diperkirakan terdapat 7 pasien baru sindroma koroner akut yang dirawat setiap hari, dari 7 pasien sindroma koroner akut tersebut 50-60% mengalami infark (Hersunarti, 2010).

Pasien yang mengalami SKA harus segera mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah terjadi perluasan kerusakan jaringan otot jantung maupun pencegahan adanya komplikasi yang mungkin dapat diakibatkan SKA (PERKI, 2015). Dalam kondisi SKA yang parah, seringkali terjadi disfungsi jaringan otot jantung akibat oksigenasi yang tidak adekuat (hipoksia). Apabila kerusakan jaringan otot jantung terjadi pada bagian dinding anterior, dapat terjadi komplikasi akut berupa kegagalan pompa jantung. Pada keadaan ini seringkali ditemukan gejala-gejala khas seperti dispnea, tanda seperti sinus takikardi, suara jantung ketiga atau ronkhi pulmonal, dan bukti-bukti objektif disfungsi kardiak seperti dilatasi ventrikel kiri dan berkurangnya fraksi ejeksi (PERKI, 2015).

(4)

Keluhan khas sindroma koroner akut, yaitu nyeri dada menghimpit dan rasa tidak enak atau perasaan tercekik di daerah retrosternal (dibelakang sternum), seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas, atau ditindih beban berat.Nyeri dada dapat menjalar ke lengan kiri, bahu, leher, rahang, bahkan ke punggung dan epigastrium (Muttaqin, 2014). Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yang bertujuan untuk meringankan atau mengurangi rasa nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasien.

Penatalaksanaan nyeri dada pada SKA dapat dilakukan melalui terapi farmakologis dan non farmakologis.Tindakan perawat untuk menghilangkan nyeri selain mengubah posisi, meditasi, makan, dan membuat pasien merasa nyaman yaitu mengajarkan teknik relaksasi ( Potter& Perry,2005 ). Relaksasi ada beberapa macam, ( Miltenbarger,2004 ) mengemukakan ada empat macam relaksasi yaitu relaksasi otot ( progressive muscle relaxation ), pernafasan (diaphragmatic breathing ), meditasi ( attention -foccusing exercises ) dan relaksasi perilaku ( behavioral relaxation training ).

Salah satu intervensi keperawatan yang dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dada adalah relaksasi Benson. Relaksasi Benson merupakan pengembangan metode respon relaksasi pernafasan dengan melibatkan faktor keyakinan pasien. Bentuk relaksasi ini pasif dengan tidak menggunakan tegangan otot yang digabungkan dengan keyakinan yang dianut oleh pasien sehingga sangat tepat untuk mengurangi nyeri dada pada kasus SKA. Kata atau kalimat tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur keimanan dan keyakinan. Ungkapan yang dipakai dapat berupa nama Tuhan atau kata-kata lain

yang memiliki makna yang dapat menenangkan sehingga dapat membantu pasien mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan lebih tinggi (Benson & Proctor, 2000 dalam Purwanto, 2006).

Relaksasi Benson merupakan konsep relaksasi sebagai bagian dari pengembangan “self care theory” yang dikemukakan oleh Orem, dimana perawat dapat membantu kebutuhan self care pasien dan berperan sebagai supportive – educative, sehingga pasien dapat menggunakan relaksasi untuk mengurangi rasa nyeri (Tommey & All Good, 2006). Relaksasi Benson efektif juga untuk mengatasi kekhawatiran atau kecemasan atau stress melalui pengenduran otot-otot dan saraf. Dalam keadaan relaksasi seluruh tubuh dalam keadaan homeostatis atau seimbang, dalam keadaan tenang tapi tidak tertidur, dan seluruh otot-otot dalam keadaan rileks dengan posisi tubuh yang nyaman (Benson & Proctor, 2000 dalam Roykulcharoen, 2003). Relaksasi Benson termasuk terapi alternative dan komplementer yang dikembangkan oleh national center for complimentary and alternative medicine (NCCAM) (Cushman & Hoffman, 2004).

Dalam relaksasi Benson mekanisme gerbang yang berlokasi disepanjang system saraf pusat dapat mengatur atau bahkan menghambat impuls-impuls nyeri. Stimulus nyeri sebagai akibat adanya iskemia / infark miokard akan mengaktifkan saraf parasimpatis dan mengirimkan impuls nyeri melalui nosiseptor ( saraf panca indera yang menghantarkan stimulus nyeri dada ke otak ) menimbulkan potensial aksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut saraf C dari perifer ke system saraf spinotalamik. Ketika impuls nyeri sampai ke korteks

(5)

serebri maka otak akan menginterpretasikan kualitas nyeri sesuai dengan pengalaman nyeri yang sebelumnya, pengetahuan serta faktor budaya.

Sikap tenang dan perasaan rileks yang didapatkan setelah melakukan relaksasi Benson akan menghambat sel transmitter dalam mentransmisikan impuls nyeri ke otak ( menutup gerbang ), menghambat kerja saraf simpatis dan meningkatkan kerja saraf parasimpatis akan menimbulkan respon fisiologis seperti penurunan denyut nadi, penurunan konsumsi oksigen, penurunan kecepatan pernafasan, penurunan tekanan darah dan penurunan tegangan otot serta akan menimbulkan respon psikologis yaitu menurunkan stress, kecemasan, depresi dan merangsang pengeluaran hormone endorphin yang bertindak seperti morphine. Penutupan gerbang merupakan dasar terhadap intervensi non farmakologis dalam penanganan nyeri (Benson, 2010). Keuntungan dari relaksasi Benson selain mendapatkan manfaat dari relaksasi juga mendapatkan kemanfaatan dari penggunaan keyakinan seperti menambah keimanan dan kemungkinan akan mendapatkan pengalaman transendensi (Purwanto, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramdhani (2015) dengan judul perbedaan skala nyeri dada sebelum dan sesudah pemberian relaksasi Benson pada pasien sindroma koroner akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo dengan menggunakan metode penelitian pre experiment dengan one group pre-test dan post test design pada 15 pasien SKA yang diambil dengan metode purposive sampling menggunakan instrumen numeric pain scale untuk mengukur skala nyeri sebelum dan sesudah relaksasi benson yang dilakukan selama 10 menit, 1 kali sebelum sarapan pagi

dengan uji statistic wilcoxon test menunjukan bahwa relaksasi benson dapat membuktikan adanya perbedaan bermakna skala nyeri sebelum dan sesudah relaksasi benson. (p value = 0,000 dan α = 0,05). Juga hasil penelitian yang lain oleh Sunaryo & Lestari (2014) tentang pengaruh relaksasi Benson terhadap penurunan skala nyeri dada kiri pada pasien acute miocard infark di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta tahun 2014 menunjukkan bahwa Terapi kombinasi Analgetik dan Relaksasi Benson berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri pada pasien Acute Myocardial Infarc (P value = 0,000), sehingga bila dibandingkan dengan kelompok responden yang hanya mendapatkan terapi analgetik (P value=0,004) maka dapat disimpulkan bahwa relaksasi Benson berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri pada pasien Acute Myocardial Infark. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Datak Gad (2008) tentang penurunan nyeri pasca bedah pasien TUR Prostat melalui relaksasi Benson menunjukkan bahwa kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgetik efektif menurunkan rasa nyeri pasca bedah pada pasien TUR Prostat (p = 0,019 dan α = 0,05).

Studi pendahuluan dengan metode observasi, wawancara dan mengukur skala nyeri dada dengan menggunakan numeric pain scale dilakukan pada tanggal 13 Nopember sampai dengan 15 Nopember 2017 didapatkan responden sebanyak 6 pasien SKA yang dirawat di Intermediate Medikal Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita dan hasilnya dari 6 pasien penderita SKA yang mengeluh nyeri dada 4 pasien mengatakan nyeri dada ringan dan 2 pasien mengeluh nyeri dada sedang. Berdasarkan pengamatan peneliti dan wawancara dengan 6 perawat di ruang Intermediate Medikal Rumah Sakit

(6)

Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita selama ini intervensi keperawatan yang dilakukan untuk penanganan nyeri dada hanya intervensi kolaboratif dengan dokter berupa pemberian farmakologis. Untuk intervensi mandiri perawat dalam penanganan nyeri dada pada pasien SKA belum terlihat. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh efektifitas relaksasi Benson terhadap penurunan skala nyeri dada pada pasien SKA di Ruang Intermediate Medikal Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta tahun 2017.

METODE

Desain penelitian ini adalah quasi-eksperimental dengan pre test and post test design with control group, dimana desain ini melakukan tindakan pada dua atau lebih kelompok yang akan diobservasi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Kelompok I disebut kelompok intervensi yang memperoleh kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgesik, sedangkan kelompok K disebut sebagai kelompok kontrol yang hanya memperoleh pemberian analgesik. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang didiagnosa sindrom koroner akut yang di rawat di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Selama bulan Nopember 2017 jumlah pasien yang di rawat di RSJPDHK adalah berjumlah 32 orang dengan rincian 15 pasien dengan terapi konvensional atau obat-obatan saja dan 17 pasien dilakukan tindakan PCI ( Percutaneus Coronary Artery ).

Kriteria inklusi responden dalam penelitian ini adalah:

1. Bersedia menjadi responden.

2. Pasien dapat berkomunikasi dan mengerti bahasa Indonesia.

3. Pasien dengan jenis kelamin laki – laki dan perempuan yang didiagnosa SKA.

4. Pasien dengan kesadaran compos mentis.

5. Pasien dengan keluhan nyeri dada skala sedang sampai berat berdasarkan penilaian VAS.

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Pasien SKA disertai komplikasi yang tidak memungkinkan untuk diberikan dan mengikuti instruksi seperti Atrial Fibrilasi, hemodinamik tidak stabil.

Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini, yaitu :

1. Lembar Data Kuosioner : Data penelitian yang dikumpulkan pada responden meliputi nama, usia, jenis kelamin.

2. Pengukuran nyeri dengan skala nyeri Visual Analog Scale (VAS) : Pengukuran nyeri berupa lapor diri pasien dengan menggunakan skala Visual Analog Scale (VAS) setelah dilakukan intervensi dengan menyebutkan rentang skala nyeri 0-10. Pasien diminta untuk menunjuk apa adanya pada salah satu angka yang dianggap paling tepat menggambarkan rasa nyeri yang dialaminya. Untuk membedakan lembar observasi antara kedua kelompok, maka kelompok intervensi diberi kode I dan kelompok control diberi kode K.

3. Media edukasi berupa leaflet berisi penjelasan standard operasional prosedur Relaksasi Benson.

Semua pasien yang telah dipilih menjadi pasien dan masuk kriteria inklusi, diberi penjelasan dan diberikan tindakan sesuai dengan prosedur yang telah disusun sebagai berikut :

a. Kelompok Intervensi

Pasien yang didiagnosa sindrom koroner akut oleh tim medis masuk ke ruang Intermediate Medikal dari IGD atau Gedung Perawatan , peneliti

(7)

menemui pasien untuk menjelaskan tentang tujuan, manfaat tentang penelitian yang akan di lakukan, dan menanyakan persetujuan kepada pasien tersebut. Setelah pasien menyatakan bersedia menjadi responden, pasien menandatangani surat persetujuan yang sudah di buat. Peneliti menjelaskan tentang prosedur relaksasi yang di gunakan untuk mengurangi nyeri dada saat serangan jantung muncul sesuai dengan prosedur yaitu relaksasi benson. Peneliti juga menjelaskan tentang instrumen yang digunakan sehingga pasien mampu mendeskripsikan nyeri yang di rasakan.

Peneliti menjelaskan dan mendemonstrasikan langsung cara melakukan Relaksasi Benson diruangan pasien tersebut dirawat. Saat nyeri dada timbul, sebelum terapi analgesik diberikan rasa nyeri pasien diukur dan meminta pasien untuk mengungkapkan rasa nyeri dengan menunjukkan pada skala nyeri Numeric Rating Scale (NRS). Kemudian obat ISDN dan analgesik diberikan sesuai prosedur tetap dan selanjutnya pasien melakukan Relaksasi Benson selama 10 menit di tempat tidur. Setelah 15 menit terapi kombinasi dilakukan, maka rasa nyeri diukur lagi dengan cara yang sama. Setiap hasil pengkajian nyeri, dicatat dan didokumentasikan pada data perkembangan nyeri dalam data pasien. Terapi kombinasi pada kelompok intervensi diberikan selama 2 hari sejak pasien masuk ruangan intermediate medikal. Terapi kombinasi Relaksasi Benson dengan analgesik dilakukan 1 kali setiap harinya dan diberikan 10menit atau lebih sebelum makan serta menyesuaikan dengan jadwal pemberian analgesik. Selama terapi kombinasi ini dilakukan, situasi dan kondisi ruangan diupayakan relatif tenang agar efek Relaksasi Benson dapat dirasakan pasien.

b. Kelompok Kontrol

Sama seperti pada kelompok intervensi, respon nyeri pasien kelompok kontrol dikaji saat masuk ruang rawat. Pengkajian respon nyeri dilakukan dengan meminta pasien mengungkapkan respon nyeri yang dirasakan kemudian menunjukkan rasa nyeri tersebut pada skala nyeri Visual Analog Scale(VAS) yang telah disediakan. Saat nyeri dada timbul, sebelum terapi analgesik diberikan peneliti mengkaji rasa nyeri pasien dan meminta pasien untuk mengungkapkan rasa nyeri dengan menunjukkan pada skala nyeri Numeric Rating Scale (NRS). Memberikan obat analgesik sesuai dengan prosedur tetap. Setelah 15 menit terapi analgesik diberikan, mengkaji kembali rasa nyeri pasien dengan cara yang sama. Selama pengkajian nyeri pada kelompok kontrol dilakukan sebanyak 2 kali dan selama 2 hari sejak pasien masuk ke ruang Intermediate medikal. Setiap hasil pengkajian nyeri, dicatat dan didokumentasikan pada data perkembangan nyeri dalam data pasien.

Rincian prosedur :

a. Usahakan situasi ruangan atau lingkungan relatif tenang

b. Ambil posisi tidur terlentang yang dirasakan paling nyaman.

c. Pejamkan mata dengan pelan tidak perlu dipaksakan sehingga tidak ada ketegangan otot sekitar mata.

d. Kendurkan otot-otot serileks mungkin, mulai dari kaki, betis, paha , perut dan lanjutkan ke semua otot tubuh. Lemaskan kepala, leher dan pundak dengan memutar kepala dan mengangkat pundak perlahan-lahan. Tangan dan lengan, diulurkan, kemudian kendurkan dan biarkan terkulai wajar di sisi badan. Usahakan agar tetap rileks.

(8)

e. Mulailah dengan bernapas yang lambat dan wajar, dan ucapkan dalam hati frase atau kata sesuai keyakinan anda. Sebagai contoh anda menggunakan frase yaa Allah.

f. Pada saat mengambil nafas sertai dengan mengucapkan kata yaa dalam hati, setelah selesai keluarkan nafas dengan mengucapkan Allah dalam hati. Sambil terus melakukan nomor 5 ini, lemaskan seluruh tubuh disertai dengan sikap pasrah kepada Allah. Sikap ini menggambarkan sikap pasif yang diperlukan dalam relaksasi, dari sikap pasif akan muncul efek relaksasi yaitu ketenangan. Kata atau kalimat yang akan diucapkan dapat diubah dan disesuaikan dengan keyakinan pasien.

g. Teruskan selama 15 menit, anda diperbolehkan membuka mata untuk melihat waktu tetapi jangan menggunakan alarm. Bila sudah selesai, tetap berbaring dengan tenang beberapa menit, mula-mula mata terpejam dan sesudah itu mata dibuka.

h. Latihan ini dilakukan 1 kali sehari dan 2 jam atau lebih setelah makan. Contoh kata atau frase yang menjadi fokus sesuai dengan keyakinan :

1. Islam : Allah, atau nama-namaNya dalam Asmaul Husna, kalimat-kalimat untuk berzikir, seperti Alhamdulillah; Subhanallah; Allahu Akbar, dllnya

2. Katolik : Tuhan Yesus Kristus, kasihinlah aku; Bapa kami yang di surga; Salam Maria, yang penuh rahmat; Aku percaya akan Roh Kudus, dllnya

3. Prostestan : Tuhan Datanglah ya, Roh Kudus; Tuhan adalah gembalaku; Damai sejahtera Allah, yang melampaui aku, dllnya

4. Hindu : Kebahagian ada dalam di dalam hati; Engkau ada dimana-mana; Engkau adalah tanpa bentuk, dllnya

5. Budha : Aku pasrahkan diri sepenuhnya; hidup adalah sebuah perjalanan, dllnya Sebelum memulai tindakan

HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat

Analisis univariat menggambarkan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin dan hasil observasi terhadap skala nyeri responden pada kedua kelompok intervensi.

1. JenisKelamin

Karakteristik pasien SKA berdasarkan data kategorik pada penelitian ini dan dianalisis menggunakan distribusi frekuensi, sebagaimana disajikan dalam table 5.1.

Tabel 5.1

Distribusi frekuensi karakteristik responden SKA di Ruang IWM RSJPDHK tahun 2018 (n=8) Karakteris tik Kelompok Interve nsi % Kontr ol % JenisKela min 1. Laki-laki 2. Pere mpua n 7 1 87.5 12.5 5 3 62.5 37.5

Berdasarkan tabel 5.1 Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin terbanyak dalam kelompok intervensi yaitu laki - laki sejumlah 7 orang dan sisanya perempuan sejumlah 1 orang dengan persentase secara berturut-turut yaitu 87.5% dan 12.5%. Demikian juga pada kelompok kontrol jenis kelamin terbanyak yaitu laki – laki sejumlah 5 orang dan 3 orang perempuan dengan persentase secara

(9)

berturut-turut yaitu 62.5% dan 37.5%. Hal ini menunjukkan bahwa responden terbanyak dalam penelitian ini adalah laki-laki..

2. Usia responden

Karakteristik usia merupakan data numerik dan dianalisis menggunakan sentral tendensi untuk mendapatkan nilai mean, median, minimum dan maximum, standar deviasi, serta 95% CI. Hasil analisis disajikan dalam bentuk tabel 5.2.

Table 5.2

Analisis kesetaraan usia pada responden SKA di ruang IWM RSJPDHK Jakarta tahun 2018 (n=8)

Variabel Mean Median SD Min-Max 95%CI

Usia Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol 60.38 64.38 59.50 63.00 8.088 6.022 49-74 57-75 53.61-67.14 59.34-69.41

Berdasarkan tabel 5.2 diatas diperoleh data rata-rata umur responden pada kelompok intervensi adalah 60.38 tahun dengan standar deviasi 8.088. Usia termuda 49 tahun sedangkan usia yang tertua adalah 74 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan pada 95% CI diyakini bahwa rata-rata usia responden pada kelompok intervensi adalah antara 53.61 sampai dengan 67.14 tahun. Rata-rata umur responden pada kelompok kontrol adalah 64.38 tahun dengan standar deviasi 6.022. Usia termuda adalah 57 tahun sedangkan usia tertua adalah 75 tahun. Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan pada 95% CI diyakini bahwa rata-rata umur responden pada kelompok kontrol adalah antara 59.34 sampai dengan 69.41 tahun.

Table 5.3

Rerata Nyeri Pre Intervensi Pada Responden SKA di Ruang IWM

RSJPDHK Tahun2018

No Responden Mean SD

Min-Max 1 Kel. Intervensi Hari 1 5.75 1.389 4-8 Hari 2 5.50 1.069 4-7 2 Kel. Kontrol Hari 1 5.13 1.126 4-7 Hari 2 5.00 0.926 4-6

Rata rata responden berdasarkan skala nyeri sebelum dilakukan intervensi analgetik dan relaksasi Benson pada hari pertama adalah 5.75 dan pada hari kedua 5.50, sedangkan pada responden dengan intervensi terapi analgetik saja rata rata skala nyeri 5.13 pada hari pertama dan 5.00 pada hari kedua perawatan di ruang IWM.

Table 5.4

Rerata Nyeri Post Intervensi Pada Responden SKA di Ruang IWM

RSJPDHK Tahun 2018

No Responden Mean SD

Min-Max 1 Kel. Intervensi Hari 1 4.00 1.309 2-6 Hari 2 2.88 0.835 2-4 2 Kel. Kontrol Hari 1 4.25 1.282 2-6 Hari 2 4.25 1.282 2-6

Rata rata responden berdasarkan skala nyeri setelah dilakukan intervensi Analgetik dan Relaksasi Benson pada hari pertama adalah 4.00 dan 2.88 pada hari kedua, sedangkan pada responden dengan intervensi Analgetik saja rata rata skala nyeri 4.25 dan pada hari pertama dan 4.25 pada hari kedua perawatan. B. AnalisaBivariat

Tabel 5.5

Pengukuran efektivitas respon skala nyeri yang dilakukan pada kelompok terapi analgetik dan kelompok kombinasi relaksasi

benson setelah diberikan perlakuan Januari2018 (N = 16)

Variabel JenisKelompok KategoriNyeri Frek Mean Mean

selisih P Value

Sebelum Setelah Sebelum Setelah

Kombinasi

terapi Intervensi

Ringan 0 6

1.25 0.25 1.00 0.001

(10)

analgesic &Relaksasi Benson Berat 2 0 Kontrol Ringan 0 0 1.25 1.13 0.12 0.351 Sedang 4 5 Berat 2 1

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata efektivitas skala nyeri pasien pada kelompok kombinasi terapi analgesik dan relaksasi Benson dengan rata rata sebelum intervensi adalah 1,25 dan setelah intervensi 0.25. Sedangkan nilai rata-rata efektivitas respon nyeri pada kelompok terapi analgetik saja rata rata sebelum diberikan 1.25 dan setelah diberikan 1.13. Hasil uji statistic didapatkan nilai p value 0.001 maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara pengukuran efektivitas skala nyeri pada kelompok kombinasi terapi analgetik dan relaksasi benson dibandingkan dengan yang hanya mendapatkan terapi analgetik saja. PEMBAHASAN

Menurut Danny,S.S,dkk ( 2009 ) dalam jurnal kardiologi Indonesia bahwa penyakit kardiovaskuler lebih merupakan ancaman kesehatan bagi pria dibandingkan wanita. Pria tidak mempunyai hormone pelindung yang disebut hormone estrogen. Hal ini terbukti insiden PJK ( Penyakit Jantung Koroner ) meningkat dengan cepat dan akhirnya setara dengan laki laki pada wanita setelah masa menopause.

Selain itu laki-laki umumnya perokok, dimana pada seseorang yang merokok, asap rokok akan merusak dinding pembuluh darah. Kemudian nikotin yang terkandung dalam asap rokok mengandung akan merangsang hormone adrenalin yang akibatnya akan mengubah metabolism lemak dimana kadar HDL akan menurun. Adrenalin juga akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh darah.

Hal ini sesuai dengan Danny (2009) bahwa angka kejadian NSTEMI adalah

berumur 61,96 tahun. Resiko terjadinya SKA meningkat pada pria diatas 45 tahun dan wanita diatas 55 tahun,umumnya setelah menopause. Faktor lain yang memperberat kejadian SKA pada kelompok usia lebih dari 55 tahun adalah riwayat DM, obesitas, riwayat peningkatan kadar CKMB, fraksi ejeksi ventrikel kiri dan Hal ini sesuai dengan Danny (2009) bahwa angka kejadian NSTEMI adalah berumur 61,96 tahun. Sindroma Koroner Akut merupakan manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tundung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh progress agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah thrombus yang kaya tromosit (White thrombus). Thrombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.

Berkurangnya kadar oksigen mengakibatkan miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi metabolism anaerob. Metabolism anaerob yang melewati lintasan glikolisis jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolism aerob melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolism anaerob yaitu asam laktat yang akan tertimbun /meningkat, sehingga menurunkan pH sel sehingga timbul keluhan nyeri dada.

Menurut Syamsiah (2010) menyatakan bahwa pada responden memiliki ambang batas nyeri yang berbeda-beda antara satu orang yang satu dengan yang

(11)

lainnya. Namun demikian dalam mengetahui skala nyeri dari tiap tiap responden dapat menggunakan skala nyeri yang telah ditetapkan seperti visual analoge scale.

Hasil penelitian Bandi (2009) menyatakan bahwa pengukuran skala nyeri yang digunakan pada relaksasi Benson dapat menggunakan verbal description scale karena memiliki efektivitas yang dapat digunakan untuk mengetahui skala nyeri seseorang. Dari hasil penelitian, dasar teori dan hasil penelitian sebelumnya dapat diasumsikan bahwa responden sebelum dilakukan perlakuan baik yang menggunakan kombinasi relaksasi benson dan terapi analgetik memiliki respon skala nyeri sebagian besar pada skala 6 atau nyeri sedang. Ini menunjukkan bahwa ambang batas nyeri pasien SKA cukup tinggi. Menurut Benson (2000) berbagai metode relaksasi telah banyak dikembangkan seperti relaksasi progresif, relaksasi otot, relaksasi meditasi. Namun pengembangan teknik relaksasi yang berkaitan dengan keyakinan seseorang (faith factor) belum dikaji secara mendalam apalagi yang mengarah pada keyakinan religi tertentu. Relaksasi dengan memasukkan unsur keyakinan dapat dilakukan oleh siapa saja yang yakin terhadap sesuatu dan dapat dipraktekkan oleh agama apa saja. Pasien yang melakukan relaksasi dengan mengulang kata atau kalimat yang sesuai dengan keyakinan responden sehingga menghambat impuls noxius pada sistem kontrol desending (gate control theory) dan meningkatkan control terhadap nyeri. Hasil penelitian Peter Pressman (Benson, 2000) menunjukkan tiga puluh wanita lanjut usia yang sembuh dari koreksi bedah pada tulang punggungnya yang patah, diteliti untuk menemukan hubungan antara keyakinan religius mereka dengan kesehatan medis dan

psikiatrik. Pasien dengan keimanan yang kuat mampu untuk berjalan lebih jauh secara bermakna dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami depresi. Kemudian ia menyimpulkan bahwa komitmen religius yang konsisten akan memperkecil gangguan psikologis, semakin baik kesehatannya, semakin normal tekanan darahnya, dan semakin panjang harapan hidupnya.

Dari hasil penelitian ini juga melaporkan, bahwa setelah melakukan relaksasi Benson selama 10 menit, beberapa responden melaporkan rasa tenang dan nyaman. Selain mengurangi nyeri, relaksasi Benson menghambat aktifitas saraf simpatik yang mengakibatkan penurunan konsumsi oksigen oleh tubuh dan selanjutnya otot-otot tubuh menjadi relaks sehingga menimbulkan perasaan tenang dan nyaman, maka dapat diasumsikan bahwa dengan menggunakan tehnik relaksasi benson didapatkan hasil bahwa relaksasi benson memiliki kemampuan untuk menurunkan respon nyeri pasien SKA.

KESIMPULAN

Kombinasi Relaksasi Benson dan terapi analgesik lebih efektif menurunkan skala nyeri dada pada pasien SKA dibandingkan dengan yang hanya menerima terapi analgesik saja.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aryana,Kadek Oka.2013. Pengaruh Tekhnik Relaksasi Benson Terhadap Penurunan Tingkat Stress Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Wening

(12)

Wardoyo Ungaran. Jurnal Kesehatan.

Benson, H., & Proctor, W. (2000). Dasar–dasar respon relaksasi. Edisi 1. Alihurhasan. Bandung: Penerbit Kaifa.

Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.

C.Wood Susan,et.all.(2000).Cardiac Nursing,5th Ed.JB Lippincot William & Wilkins, Philadelphia. New York.

Departemen Kesehatan RI. 2016. Riset

Kesehatan dasar.

<http://www.depkes.co.id

Dwi Ramdhani,Gipta

Galih,Priyanto.2015. Perbedaan Skala Nyeri Dada Sebelum dan Sesudah Pemberian Relaksasi Benson Pada Pasien Sindroma Koroner Akut di RSUD KRT Setjonegoro dan RS PKU Muhammadiyah Wonosobo. Jurnal Kesehatan.

Gad Datak. 2008. Penurunan nyeri pasca bedah TUR Prostat melalui relaksasi benson. Jurnal Keperawatan Indonesia

Hawari, D. (2001). Manajemen stress, cemas, dan depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mitchel M,M.D (2013). Hearth and Soul Healing. www.Dr.Herbert Benson’s Relaxation Response-Psychology today.

Kalim Harmani,et.all.2004. Pedoman Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia: Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan ST-Elevasi. Perki Jaya.

Muttaqin,Arif.(2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Kardiovaskuler dan Hematologi, Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmojo, S. (2003). Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam.2013. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pedoman Skripsi, Thesis dan Instrumen penelitian Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta.

Potter, PA & Parry AG. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses dan praktik, edisi 4. EGC : Jakarta.

Price,Sylvia Anderson & Wilson,Lorraine Mc Carty.2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed 6 Vol 2. EGC : Jakarta.

Purwanto,Setiyo(2006). Relaksasi Dzikir. Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Smeltzer, SC & Bare BG. 2002. Buku

Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner & Suddart, edisi 2 vol 1 dan 3. EGC : Jakarta. Solehati T. 2008 Pengaruh Latihan

teknik Relaksasi Benson terhadap Intensitas nyeri dan kecemasan klien post operasi sectio secarea di RS Cibabat Cimahi dan RS Santika Asih bandung. Tesis : Universitas Indonesia, Jakarta.

Sunaryo,Tri dan Siti Lestari.2014. Pengaruh Relaksasi Benson terhadap Penurunan Skala Nyeri Dada Kiri pada Pasien Acute Myocardial Infark di RS Dr.

(13)

Moewardi Surakarta. Jurnal Kesehatan.

Sugiyono. 2013. Memahami Penelitian kualitatif, cetakan ke delapan. Alfabeta : Bandung.

Sumantri A. 2013. Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi 1. Kencana Prenada Media Grup : Jakarta. Tamsuri A. 2012. Konsep &

Penatalaksanaan nyeri. EGC : Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Desain bahan bakar baru telah diusulkan untuk mengganti bahan bakar UO2 dengan uranium hidrida (U-ZrHx), dimana dalam desain bahan bakar baru tersebut dapat diperoleh

Tempat/Tanggal Lahir : Makassar, 21 Desember 1968 Alamat Tempat Tinggal : Kota Kembang Depok Raya sektor. Anggrek -3 Blok F1/14, Depok, Jabar Jenis Kelamin

Teknologi WCDMA merupakan perkembangan dari GSM yang memberikan tingkat layanan lebih baik terutama dalam kecepatan untuk mengakses layanan data yang lebih tinggi,

Tujuan dari penerapan konsep tersebut adalah kawasan yang terbangun dengan adanya pengembangan kampus ITS tetap memberikan kesempatan limpasan permukaan untuk dapat

Sejalan dengan hal tersebut, uji-t menunjukkan hasil uji beda sebesar 14,20 lebih besar dari ttabel 2,092, sehingga dapat disimpulkan penerapan media video berpengaruh

Metode harga pokok pesanan yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik, kemudian untuk menghitung harga pokok produksi per satuan

Nama : Moch. Jamur yang sudah ditumbuhkan, kemudian dipanen. Setelah itu, dianalisis kandungan fitokimia dan antioksidan yang meliputi uji total fenolat; serta