• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

Program penanggulangan kemiskinan, khususnya PKH tidak terlepas dari berbagai faktor yang memperngaruhi jalannya program. Faktor-faktor tersebut, ada yang mendukung jalannya program, bahkan ada pula yang menghambat program. Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari internal pemberi program, seperti koordinasi perencanaan dan pelaksanaan program, kemampuan pendamping dalam menjalankan tugasnya, dan kriteria peserta program yang ditetapkan. Selain berasal dari internal pemberi program faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dapat juga berasal dari eksternal pemberi program seperti kondisi tempat pelaksanaan program dan tingkat pendidikan penerima program. 5.1 Faktor Internal PKH

5.1.1 Kemampuan Pendamping PKH

Pendamping PKH memiliki serangkaian tugas yang harus dijalankan dalam pelaksanaan program. Berbagai tugas ini saling terkait satu sama lain untuk mensukseskan pelaksanaan PKH. Adapun beberapa tugas yang harus dijalankan oleh pendamping PKH seperti tugas persiapan program yang dilaksanakan sebelum pembayaran pertama diberikan kepada peserta PKH. Tugas persiapan tersebut meliputi penyelenggaraan pertemuan awal dengan seluruh peserta PKH. Pertemuan awal ini hampir di hadiri oleh seluruh peserta PKH. Adapun yang tidak hadir pada pertemuan ini, diwakilkan dengan melalui surat kuasa, seperti Ibu Ash (49 tahun) yang diwakilkan oleh suaminya. Apabila memang tidak hadir dan tidak diwakilkan juga, calon penerima PKH tersebut didatangi oleh pendamping PKH ke rumahnya, seperti yang terjadi pada Ibu Aln (49 tahun). Kunjungan ke rumah calon peserta PKH merupakan salah satu tugas dari pendamping PKH.

Pada pertemuan awal tersebut, pendamping PKH menjelaskan mengenai program kerja PKH kepada calon penerima PKH. Selain itu dibentuk pula empat kelompok PKH untuk memudahkan koordinasi antar pendamping PKH dengan semua peserta PKH. Setiap kelompok dipilih satu ketua kelompok untuk mewakilkan anggota kelompoknya. Sehingga segala informasi mengenai PKH

(2)

dari pendamping PKH, akan disampaikan melalui ketua kelompok setelah itu disampaikan kepada anggota kelompok yang lain. Selain itu pada pertemuan awal tersebut, pendamping pun membantu calon peserta PKH untuk mengisi formulir dan penandatangan persetujuan ikut PKH oleh peserta PKH.

Koordinasi pelaksanaan awal untuk kunjungan ke puskesmas serta mendaftarkan anak peserta PKH ke sekolah tidak dilakukan oleh pendamping PKH. Pendamping hanya memberitahukan saja kepada peserta PKH, bahwa peserta PKH harus mendaftarkan anaknya ke sekolah, dan pergi ke puskesmas secara rutin untuk memeriksakan kesehatan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh peserta PKH. Pertemuan awal ini yang seharusnya dihadiri oleh pihak puskesmas sebagai salah satu mitra PKH pun tidak terlaksana, karena pendamping tidak mengundang pihak puskesmas dalam acara pertemuan awal tersebut.

Pendamping pun memliki tugas rutin yang harus dijalankan dalam mensukseskan program PKH seperti melakukan pertemuan dengan seluruh peserta PKH setiap enam bulan sekali, melakukan pertemuan dengan ketua kelompok setiap bulan, dan melakukan pertemuan dengan pihak pelayanan kesehatan dan pendidikan setiap satu, tiga, dan enam bulan sekali. Namun dari semua tugas pertemuan tersebut belum pernah dilakukan oleh pendamping selama PKH berlangsung di Desa Petir. Untuk kunjungan rutin ke setiap rumah peserta PKH pun tidak dilaksanakan dengan baik oleh pendamping. Pendamping PKH hanya berkunjung ke ketua kelompok dan sebagian peserta PKH saja. Akibatnya ada peserta PKH yang belum pernah dikunjungi oleh pendamping PKH selama PKH berlangsung.

Berbagai permasalahan peserta PKH tidak dapat disampaikan secara langsung kepada pendamping PKH karena tidak adanya pertemuan tersebut. Baik itu permasalahan adanya peserta PKH yang tidak mendapatkan uang bantuan, uang bantuan yang diterima terlalu kecil, maupun permasalahan pemotongan oleh ketua kelompok kepada setiap anggotanya. Untuk permasalahan peserta PKH yang tidak menerima bantuan lagi seperti yang dialami oleh Ibu Och (52 tahun),

“saya udah ga dapet bantuan PKH lagi a, ga tau kenapa, ga ada penjelasan dari pendamping, makanya saya pengen banget ketemu

(3)

langsung sama pendamping, tapi belum kesampean soalnya pendampingnya ga pernah dateng kerumah saya”

Terkait masalah pemotongan uang bantuan PKH oleh ketua kelompok, tidak banyak dari anggota kelompok yang berani melaporakannya kepada pendamping PKH, hal ini dikarenakan ketua kelompok telah mengancam kepada anggota kelompoknya, jika hal ini diberi tahu ke pendamping maka status mereka sebagai peserta PKH akan dicabut sehingga para anggota kelompok ini kebanyakan tidak berani untuk melaporkan kejadian ini ke pendamping PKH. Hal ini seperti yang dialami oleh Ibu Awg (62 tahun),

“ketua kelompok suka minta potongan kalo uang PKH turun, dia pun bilang kesaya, jangan ngelapor ke pendamping, kalo dilapor nanti saya cabut jadi peserta PKH, katanya.”

Permasalahan pemotongan oleh ketua kelompok ini sebagian kecil anggota kelompok PKH menentang, bahkan mereka ingin melaporkan ke pendamping. Namun dikarenakan sulitnya bertemu dengan pendamping, anggota kelompok yang menentang ini belum menyampaikan permasalahan tersebut, terlebih pendamping tidak pernah berkunjung kerumah anggota tersebut. Hal ini seperti yang di alami oleh Ibu Nyi (53 tahun),

“saya ga ngasih a ke ketua kelompok, selain uang yang saya terima makin kesini makin kecil, suami juga ngelarang saya buat ngasih keketua kelompok, bahkan saya sama suami pengen minta kejelasan mengenai pemotongan ini langsung dari pendamping, tapi belum kesampean, soalnya pendamping ga pernah dateng kerumah saya, padahal kan kalo dateng ke rumah ketua, pasti ngelewatin rumah saya.”

Permasalahan pemotongan oleh ketua kelompok ini pada dasarnya sudah diketahui oleh pendamping. Bahkan pendamping telah mengingatkan kepada seluruh ketua kelompok untuk tidak memungut biaya apapun ke pada anggotanya, namun pemotongan ini masih tetap berlangsung.

5.1.2 Kriteria Peserta PKH

Pemilihan peserta PKH didasarkan atas data daftar penerima SLT di Kecamatan Dramaga. Pemilihan peserta SLT sekaligus digunakan pula untuk memilih peserta PKH menggunakan 14 kriteria kemiskinan untuk mengukur

(4)

apakah peserta tersebut layak atau tidak untuk mendapatkan bantuan. Adapun 14 kriteria tersebut dijabarkan sebagai berikut:

1. Luas Lantai Bangunan Tempat Tinggal

Kriteria pertama yang digunakan untuk mengukur kemiskinan yaitu dari luas lantai bangunan tempat tinggal. Suatu keluarga dikategorikan miskin apabila luas lantai bangunan tempat tinggalnya kurang dari 8 m2. Berdasarkan Tabel 4 diperoleh terdapat 53 persen peserta PKH yang memiliki luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 dan 47 persen lainnya memiliki luas lantai bangunan lebih dari 8 m2.

Tabel 4 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Berdasarkan Luas Lantai Tempat Tinggal di Desa Petir (2011)

Luas lantai Jumlah (orang) %

Lebih dari 8 m2 22 47

Kurang dari 8 m2 25 53

Total 47 100

Bahkan ada keluarga yang memiliki luas lantai bangunan 20 m2 ditempati oleh 9 orang, atau dengan kata lain keluarga tersebut hanya memiliki luas lantai bangunan seluas 2,22 m2 per orang. Namun disisi lain, terdapat pula keluarga yang memiliki luas bangunan 45 m2 per orang hanya ditempati 2 orang atau 22,5 m2 per orang.

2. Jenis Lantai Tempat Tinggal

Selain luas lantai tempat tinggal, yang menjadi kriteria kemiskinan yaitu jenis lantai tempat tinggal peserta PKH. Jenis lantai yang memenuhi kriteria kemiskinan yang digunakan yaitu terbuat dari tanah, bambu, atau kayu murah. Berdasarkan Tabel 5 rata-rata jenis lantai tempat tinggal peserta PKH yaitu menggunakan semen murah mencapai 83 persen dari seluruh perserta PKH.

(5)

Tabel 5 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Jenis Lantai Tempat Tinggal di Desa Petir (2011)

Jenis lantai Jumlah (orang) %

Keramik 4 9

Semen murah 39 83

Bambu 2 4

Tanah 2 4

Total 47 100

Selain itu, hasil temuan di lapangan ditemukan terdapat peserta PKH yang memiliki rumah dengan lantai yang terbuat dari keramik sebanyak 9 persen, dan selebihnya terbuat dari bambu dan tanah, masing-masing sebanyak 4 persen.

3. Jenis Dinding Tempat Tinggal

Jenis dinding tempat tinggal pun menjadi salah satu kriteria lainnya yang digunakan untuk mengukur kemiskinan. Suatu rumah tangga dikategorikan miskin jenis dindingnya terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah, atau tembok tanpa diplester.

Tabel 6 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Jenis Dinding Tempat Tinggal di Desa Petir (2011)

Jenis dinding Jumlah (unit) %

Tembok yang diplester 18 38

Tembok yang belum diplester 9 19

Bilik 20 43

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 6, terdapat 38 persen peserta PKH yang dinding rumahnya telah menggunakan tembok yang telah diplester, 19 persen telah menggunakan tembok namun belum diplester, dan 43 persen peserta PKH lainnya masih menggunakan bilik untuk dinding rumahnya. Tabel 6 pun menunjukkan 62 persen peserta PKH termasuk ke dalam salah satu kriteria kemiskinan menurut BPS karena masih memiliki dinding rumah yang dibuat dari bilik dan tembok yang belum diplester.

(6)

4. Fasilitas Buang Air Besar

Kriteria kemiskinan selanjutnya yaitu kepemilikan fasilitas buang air besar. Dikategorikan miskin apabila rumah tangga tersebut tidak memiliki fasilitas buang air besar sendiri.

Tabel 7 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Fasilitas Buang Air Besar di Desa Petir (2011)

Fasilitas buang air besar Jumlah (orang) %

Sendiri 18 38

Umum 29 62

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 7 terdapat hanya 38 persen peserta PKH telah memilki fasilitas buang air besar, dan 68 persen tidak memilikinya. Bagi peserta PKH yang tidak memiliki fasilitas buag air besar sendiri, biasa memanfaatkan sungai sebagai tempat untuk buang air besar.

5. Sumber Penerangan

Sumber penerangan menjadi salah satu kriteria kemiskinan lainnya. Suatu keluarga dikategorikan miskin jika sumber penerangannya tidak menggunakan listrik. Berdasarkan Tabel 8 bahwa semua peserta PKH telah menggunakan listrik untuk penerangan rumah tangganya.

Tabel 8 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Penerangan di Desa Petir (2011)

Sumber penerangan Jumlah (orang) %

Listri miliki sendiri 7 15

Listri bukan miliki sendiri 40 85

Total 47 100

Berdasarkan kepemilikan listrik tersebut ternyata hanya 15 persen peserta PKH yang memiliki sumber penerangan listrik sendiri, dan sisanya mereka ikut dengan sanak keluarga atau dengan tetangga terdekat.

(7)

6. Sumber Air Minum

Suatu keluarga dikatakan miskin jika sumber air minumnya berasal dari sumur, mata air yang tidak dilindungi, sungai, atau air hujan. Berdasarkan Tabel 9 diperoleh 72 persen peserta PKH masih menggunakan mata air sebagai sumber air minumnya, dikarenakan kawasan Desa Petir masih cukup banyak mata air yang mengalir.

Tabel 9 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Air Minum di Desa Petir (2011)

Sumber air minum Jumlah (orang) %

Sumur 13 28

Mata air 34 72

Total 47 100

Peserta PKH lainnya menggunakan sumur untuk mendapatkan sumber air minum untuk keperluan sehari-hari. Berdasarkan Tabel 9, peserta yang menggunakan sumur ditemukan sebanyak 28 persen.

7. Bahan Bakar untuk Memasak

Kriteria lainnya yang menjadi indikator kemiskinan yaitu dari bahan bakar yang digunakan untuk memasak sehari-hari. Suatu keluarga dikategorikan miskin bila masih menggunakan kayu bakar, arang, atau minyak tanah untuk bahan bakar memasaknya.

Tabel 10 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Bahan Bakar untuk Memasak di Desa Petir (2011)

Bahan bakar Jumlah (orang) %

Gas 15 32

Kayu bakar 32 68

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 10 terdapat 68 persen peserta PKH masih menggunakan kayu bakar untuk bahan bakar memasak, dan 32 persen lainnya sudah menggunakan gas. Kepemilikan kompor gas dan tabungnya pada 32 persen

(8)

responden ini diperoleh ketika ada konversi minyak tanah ke gas oleh pemerintah pada tahun 2008.

8. Mengkonsumsi Daging/Susu/Ayam

Mengkonsumsi daging/susu/ayam pun menjadi salah satu kriteria lainnya yang digunakan untuk mengukur kemiskinan. Dikatakan miskin jika dalam satu minggu hanya mengkonsumsi satu kali. Berdasarkan Tabel 11, hanya 2 persen peserta PKH yang mampu mengkonsumsi daging lebih dari satu kali dalam satu bulan terakhir, 28 persen hanya mampu satu kali dalam sebulan, dan selebihnya 70 persen belum pernah makan daging dalam satu bulan terakhir.

Tabel 11 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Konsumsi Daging/Susu/Ayam di Desa Petir (2011)

Konsumsi daging/ Susu/ Ayam perbulan Jumlah (orang) %

Lebih dari 2 kali 1 2

Kurang dari atau sama dengan 2 13 28

Tidak pernah 33 70

Total 47 100

Bagi peserta PKH yang belum pernah mengonsumsi daging dalam satu bulan terakhir hal ini dikarenakan ketidakmampuannya untuk membeli daging. Bagi mereka untuk merasakan daging hanya ketika ada sanak keluarga atau tetangganya yang sedang hajatan, dikasih oleh tetangga atau ketika hari lebaran saja. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Mmn (40 tahun),

“jarang banget pak kita buat makan daging, kalo ga lebaran, ya palingan dikasih tetangga atau ada yang hajatan baru kita bisa makan daging.”

9. Pembelian Pakaian

Kemampuan membeli pakaian satu kali dalam satu tahun menjadikan salah satu kriteria lainnya apakah suatu keluarga tergolong miskin atau tidak.

(9)

Tabel 12 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pembelian Pakaian di Desa Petir (2011)

Pembelian pakaian Jumlah (orang) %

Satu kali dalam setahun 43 93

Lebih dari satu kali dalam setahun 4 7

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 12, diperoleh 93 persen peserta PKH dalam satu tahun hanya mampu membeli pakaian satu kali. Pembelian pakaian ini biasanya pada saat akan lebaran saja.

10. Frekuensi Makan

Kesanggupan mengkonsumsi makanan setiap harinya menjadi salah satu kriteria yang digunakan dalam mengkategorikan keluarga miskin. Rumah tangga digolongkan ke dalam kategori miskin apabila mengkonsumsi makanan pokok hanya satu atau dua kali dalam satu hari.

Tabel 13 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Frekuensi Makanan di Desa Petir (2011)

Frekuensi Makan Jumlah (orang) %

2 kali sehari 34 72

3 kali sehari 13 28

Total 47 100

Kesanggupan peserta PKH dalam hal ini yaitu 72 persen peserta PKH hanya sanggup mengkonsumsi makanan dua kali dalam satu hari dan 28 persen lainnya sanggup mengkonsumsi tiga kali dalam satu hari.

11. Kesanggupan Membayar Biaya Pengobatan.

Kriteria lainnya untuk mengkategorikan keluarga miskin yaitu kesanggupan membayar pengobatan di puskesmas/ poliklinik. Berdasarkan Tabel 14 sebanyak 74 persen peserta PKH mampu membayar pengobatan di puskesmas dan 26 persen lainnya tidak sanggup membayar pengobatan.

(10)

Tabel 14 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Kesanggupan Berobat di Desa Petir (2011)

Kesanggupan berobat Jumlah %

Sanggup membayar 35 74

Tidak sanggup 12 26

Total 47 100

Bagi peserta PKH yang tidak sanggup membayar pengobatan, mereka menggunakan jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di puskesmas. Akan tetapi dari peserta PKH yang memiliki jamkesmas hanya 44 persen saja memanfaatkan jamkesmas tersebut untuk berobat. Sedangkan yang lainnya walaupun mempunyai jamkesmas, namun tidak digunakan dengan alasan malu jika berobat menggunakan jamkesmas. Bahkan peserta PKH mengaku terkadang mendapatkan pelayanan yang kurang baik dari puskesmas ketika menggunakan jamkesmas.

12. Sumber Penghasilan Kepala Rumah Tangga.

Dilihat dari pekerjaan kepala rumah tangga peserta PKH, rata-rata dari mereka bekerja sebagai buruh, baik itu buruh tani maupun buruh bangunan. Keterbatasan akses dan rendahnya tingkat pendidikan menjadi alasan mengapa mereka bekerja sebagai buruh. Rendahnya akses pekerjaan mengakibatkan rendah pendapatan yang diterima oleh kepala keluarga peserta PKH tersebut.

Tabel 15 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pendapatan per Bulan di Desa Petir (2011)

Pendapatan per bulan Jumlah (orang) %

Lebih dari Rp600.000,00 37 79

Kurang dari Rp600.000,00 10 21

Total 47 100

Suatu keluarga dikategorikan miskin jika pendapatan dalam satu bulan kurang dari Rp600.000,00 per bulan. Berdasarkan Tabel 15 terdapat 79 persen peserta PKH memiliki pendapatan di atas Rp600.000,00 per bulan.

(11)

13. Pendidikan Tertinggi Kepala Rumah Tangga.

Tingkat pendidikan kepala rumah tangga pun menjadi kriteria lainnya yang digunakan untuk mengkategorikan apakah suatu keluarga termasuk keluarga miskin atau tidak.

Tabel 16 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Tingkat Pendidikan Kepala Rumah Tangga di Desa Petir (2011)

Pendidikan kepala rumah tangga Jumlah (orang) %

SD 29 69

Tidak tamat SD 18 31

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 16 terdapat 69 persen kepala keluarga peserta PKH hanya memiliki pendidikan SD dan 31 persen lainnya tidak tamat SD.

14. Kepemilikan Tabungan/Barang yang Mudah Dijual.

Kepemilikan akan tabungan atau barang yang mudah dijual merupakan kriteria lainnya yang digunakan untuk mengkategorikan suatu rumah tangga tergolong miskin atau tidak. Jika suatu keluarga hanya memiliki tabungan atau barang yang mudah dijual hanya sebesar Rp500.000,00 maka keluarga tersebut termasuk keluarga miskin. Berdasarkan Tabel 17 diperoleh 9 persen peserta PKH tidak memiliki barang apapun, 74 persen peserta PKH hanya memiliki televisi dan radio, dan 19 persen peserta PKH lainnya memiliki televisi, radio, telepon genggam, dan sepeda motor.

Tabel 17 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Kepemilikan Tabungan di Desa Petir (2011)

Kepemilikan tabungan Jumlah (orang) %

Kurang dari Rp500.000,00 43 91

Lebih dari Rp500.000,00 4 9

Total 47 100

Selain 14 kriteria tersebut, ada persyaratan lainnya yang harus terpenuhi agar RTM tersbut dapat menjadi peserta PKH, yaitu calon peserta PKH sedang hamil, nifas, memiliki keluarga usia 0-15 tahun, dan/atau memiliki keluarga usia

(12)

15-18 tahun namun belum menyelesaikan 9 tahun wajib belajar. Persyaratan ini, semuanya terpenuhi oleh peserta PKH di Desa Petir.

Tabel 18 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Status Kemiskinan

Status Kemiskinan Jumlah (orang) %

RTSM 17 36

RTM 25 53

Non RTM 5 11

Total 47 100

Berdasarkan 14 kriteria kemiskinan yang telah dipaparkan sebelumnya, status kemiskinan peserta PKH yaitu sebagai berikut: 36 persen peserta PKH tergolong kategori sebagai rumah tangga sangat miskin (RTSM) sebanyak 36 persen, peserta PKH yang termasuk rumah tangga miskin (RTM) yaitu sebanyak 53 persen, dan peserta PKH yang tidak tergolong sebagai keluarga miskin yaitu sebesar 11 persen.

5.1.3 Koordinasi Perencanaan dan PelaksanaanProgram PKH

Salah satu faktor lainnya yang mempengaruhi dalam pelaksanaan PKH yaitu koordinasi dari berbagai pihak terkait. Tujuan dari koordinasi tersebut agar program yang dijalankan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan dengan melibatkan berbagai pihak terkait. Koordinasi yang diteliti pada penelitian ini yaitu koordinasi antara pendamping PKH dengan pihak Kecamatan Dramaga yang diwakili oleh divisi kesejahteraan rakyat (kesra), koordinasi antara pendamping PKH dengan pihak kesra tingkat desa, koordinasi pendamping PKH dengan ketua Rukun Tetangga (RT) setempat di kawasan Desa Petir, koordinasi pendamping PKH dengan peserta PKH, serta koordinasi pendamping PKH denga mitra PKH seperti dinas pendidikan, dinas kesehatan, dan Kantor Pos Dramaga.

5.1.3.1 Kecamatan Dramaga

Kecamatan Dramaga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang menerima batuan Program Keluarga Harapan (PKH). Kegiatan PKH

(13)

ini berada pada program kerja divisi kesejahteraan rakyat. Pihak kecamatan bertanggung jawab pada jalannya PKH di wilayah mereka. Untuk memudahkan kontrol dalam pelaksanaan PKH pihak Kecamatan Dramaga bekerja sama dengan pendamping PKH. Peran pendamping PKH sendiri mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan segala kegiatan PKH kepada berbagai pihak salah satunya dengan pihak kecamatan. Dalam pelaksanaannya, koordinasi antara pendamping PKH dengan pihak Kecamatan Dramaga tidak berjalan dengan baik, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Kesra Kecamatan Dramaga, Ibu Yyh (42 tahun), bahwa pihak kecamatan hanya berperan sebagai pihak yang mengetahui dan sebagai simbolis saja dalam pelaksanaan PKH. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh PKH di lapang dalam perkembangannya banyak yang tidak dilaporkan oleh pendamping PKH kepada pihak kecamatan. Sebagai contoh, program PKH yang memberikan bantuan ikan gurame untuk meningkatkan pendapatan peserta PKH sejak tahun 2009, belum ada laporan perkembangan dari pihak pendamping PKH ke pihak kecamatan.

Tidak jauh berbeda dengan kegiatan pemberian bantuan tunai langsung yang diberikan kepada peserta PKH setiap tiga bulan sekali, koordinasi dalam hal ini pun tidak berjalan dengan baik antara pendamping PKH dengan pihak Kecamatan Dramaga. Pada kegiatan ini pendamping hanya memberikan laporan tertulis kepada pihak Kecamatan Dramaga bahwa bantuan langsung tunai tersebut telah diserahkan kepada seluruh peserta PKH di Kecamatan Dramaga, namun dalam tahap pelaksanaannya pihak kecamatan tidak pernah diberitahukan, sehingga pihak kecamatan tidak bisa memantau secara langsung kegiatan tersebut.

Terdapat pula ketidaksesuaian antara laporan pemberian bantuan tunai yang diterima pihak kecamatan dengan temuan penelitian di lapang. Berdasarkan laporan pendamping pada pemberian bantuan tunai yang dilaksanakan pada bulan Maret 2011, dilaporkan bahwa bantuan tersebut turun 100 persen kepada peserta PKH. Akan tetapi pada temuan penelitian ini terdapat 2 peserta PKH di Dea Petir yang tidak menerima bantuan tersebut.

(14)

5.1.3.2 Desa Petir

Selain pendamping PKH di tingkat kecamatan, dibentuk pula pendamping PKH di tingkat desa yang mempunyai tugas sebagai pengontrol dari segala kegiatan PKH yang dilaksanakan di Desa Petir. Namun dalam pelaksanaannya, tugas pendamping PKH tingkat desa ini tidak berjalan dengan baik hal ini dikarenakan koordinasi antara pendamping PKH di tingkat kecamatan dengan pendamping PKH di tingkat desa tidak berjalan.

Sebelumnya segala kegiatan yang dilakukan oleh PKH, khususnya di tingkat desa, tidak pernah dikoordinasikan terlebih dahulu oleh pendamping kecamatan dengan pendamping desa. Bahkan pendamping desa mengaku belum pernah bertemu sebelumnya dengan pendamping PKH kecamatan sejak awal PKH dilaksanakan di Desa Petir. Sehingga segala permasalahan atau kegiatan yang dilaksanakan oleh PKH di Desa Petir tidak diketahui secara resmi oleh pihak Desa Petir.

Keterlibatan Desa Petir baru dirasakan pada penurunan dana bulan Maret 2011, karena peserta PKH wajib membawa keterangan dari desa bahwa mereka adalah penerima bantuan dari PKH. Namun keterlibatan pihak desa dalam hal ini tidak dikoordinasikan terlebih dahulu oleh pendamping kecamatan, melainkan para peserta PKH tiba-tiba datang ke kantor Desa Petir untuk meminta surat keterangan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Divisi Kesajahteraan Rakyat sekaligus pendamping PKH tingkat Desa, yaitu Bapak Tni (43 tahun),

“kami sebelumnya tidak pernah dilibatkan secara langsung dalam kegiatan PKH, segala kegiatan PKH yang ada di Desa Petir tidak pernah ada laporan resmi yang kami terima, kemarin pun ketika peserta PKH meminta surat keterangan dari desa, tidak ada koordinasi terlebih dahulu dari pendamping PKH dengan kami.”

5.1.3.3 Ketua RT di Desa Petir

Rukun tetangga (RT) selaku organisasi masyarakat yang diakui dan dibina oleh pemerintah pun dalam pelaksanaan PKH tidak mempunyai andil besar. Ketua RT hanya sekedar mengetahui bahwa ada beberapa warganya yang menjadi peserta PKH. Selebihnya untuk setiap pelaksanaan PKH, ketua RT setempat tidak pernah diberi tahu, khususnya oleh pendamping PKH.

(15)

Sama halnya dengan aparat Desa Petir, keterlibatan RT pada kegiatan PKH baru dirasakan ketika PKH sudah berjalan tiga tahun. Pada pencairan dana pada bulan Maret 2011 ini ketua RT mulai dilibatkan, yaitu memberikan surat keterangan kepada peserta PKH bahwa ketua RT setempat mengetahui akan ada penurunan dana bantuan langsung yang diterima peserta PKH oleh salah satu dari warganya.

5.1.3.4 Lembaga Pelayanan Kesehatan

PKH memiliki beberapa lembaga yang membantu dalam menjalankan dan mensukseskan kegiatan PKH. Program penanggulangan kemiskinan ini merupakan program lintas kementerian dan lembaga, salah satunya dengan lembaga pelayanan kesehatan. Sesuai dengan tujuan PKH yaitu untuk meningkatkan status kesehatan RTSM, maka diperlukanlah lembaga pelayanan kesehatan seperti puskesmas, puskesmas keliling, posyandu, bidan desa, dan pelayanan kesehatan lainnya. Lembaga pelayanan kesehatan memiliki beberapa kewajiban yang harus dijalankan dalam PKH, yaitu melakukan koordinasi dengan sektor terkait dalam pemberian pelayanan kesehatan, menetapkan jadwal kunjungan pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, memberikan pelayanan kesehatan bagi peserta PKH, dan mengisi formulir komitmen peserta PKH kesehatan.

Sosialisasi pada program PKH ini tidak berjalan dengan baik, khususnya bagi tataran pelaksana. Seperti yang terjadi pada Puskesmas Desa Petir, dalam pelaksanaan PKH mereka tidak mendapatkan sosialisasi terlebih dahulu terkait program penanggulangan kemiskinan ini. Pihak puskesmas tidak tahu apa yang menjadi tanggung jawab mereka terkait dalam mensukseskan PKH di Desa Petir. Selain itu koordinasi antara pendamping PKH dengan puskesmas pun tidak berjalan dengan baik. Hal ini terlihat pada pertemuan awal yang dilakukan oleh pendamping PKH dengan seluruh peserta PKH, yang seharusnya melibatkan pihak puskesmas setempat, hal ini tidak dilakukan. Hal ini pun sesuai dengan pernyataan Bapak Iwn (41 tahun) petugas Puskesmas Desa Petir, bahwa pihak puskesmas tidak pernah mendapatkan koordinasi dari pihak PKH terkait dengan kegiatan PKH dengan pihak puskesmas.

(16)

“pihak PKH tidak pernah berkoordinasi dengan kami terkait adanya program PKH ini, kami hanya mendapatkan formulir yang harus kami isi sesuai dengan apa yang diminta oleh dinas sosial setiap 3 bulan sekali”

Jadwal kunjungan yang seharusnya dibuat oleh pihak puskesmas pun tidak terlaksana, hal ini dikarenakan pihak puskesmas tidak mengatahui tugas apa saja yang harus dilakukan. Namun dalam pelaksanaan dari bidang kesehatan, puskesmas tetap memberikan pelayanan kesehatan kepada siapa pun yang membutuhkan, tanpa ada pengecualian. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ibu Tti (43 tahun),

“kami tidak pernah membedakan mana peserta PKH, mana bukan PKH, bagi kami sama saja, lagipula kami tidak tahu mana peserta PKH mana yang bukan, karena peserta PKH ketika berobat tidak pernah memberitahukan kepada kami, bahwa mereka merupakan peserta PKH. Masalah jadwal kami tidak membuatnya, karena kami tidak tahu masalah tersebut”

Fungsi dari kartu PKH yang dapat digunakan untuk berobat gratis ke lembaga kesehatan pun tidak tersosialisasikan dengan baik. Akibatnya pihak puskesmas tetap menarik sejumlah uang sesuai dengan ketentuan puskesmas setiap kali peserta PKH berobat. Selain itu fungsi dari kartu PKH ini pun tidak tersosialisasikan dengan baik pula kepada peserta PKH. Mereka tidak mengatahui bahwa kartu tersebut memiliki fungsi yang sama seperti jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas). Sehingga ketika berobat para peserta PKH pun tetap mengeluarkan sejumlah uang.

5.1.3.5 Lembaga Pelayanan Pendidikan

Lembaga pelayanan pendidikan merupakan salah satu lembaga lainnya yang menjadi mitra dalam kegiatan PKH. Peran serta lembaga pendidikan, dalam hal ini sekolah menjadi sangat penting untuk mencapai dari tujuan program PKH yaitu meningkatkan taraf pendidikan anak peserta PKH dan meningkatkan pula terhadap akses pendidikan bagi anak peserta PKH tersebut.

Beberapa lembaga pendidikan yang menjadi mitra PKH antara lain: Sekolah Dasar (SD), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMPLB), SMP terbuka, Madrasah Tsanawiah (MTs), Pesantren Salafiah, Balai

(17)

Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

Lembaga pelayanan pendidikan mempunyai kewajiban untuk menerima pendaftaran anak peserta PKH tanpa ada pengecualian, memberi pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, serta melakukan verifikasi komitmen peserta PKH dengan mengabsen peserta didik melalui formulir yang diberikan oleh pihak PT. Pos Indonesia per tiga bulan. Pada pelaksanaan program PKH, segala kewajiban dari lembaga pelayanan pendidikan semuanya dilakukan dengan baik oleh lembaga pelayanan pendidikan di Desa Petir, walaupun tidak ada sosialisasi dan koordinasi sebelumnya dengan pihak PKH. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah satu staf guru di SD 01 Petir, Bapak Ddi (48 tahun),

“walaupun tidak ada koordinasi sebelumnya dengan pihak PKH, kami tetap memberikan pelayanan pendidikan yang sama bagi anak didik kami, tanpa ada pengecualian termasuk anak PKH, bahkan ada anak didik kami yang mendapatkan PKH yang jarang masuk sekolah, kami panggil orang tuanya”

5.1.3.6 Kantor Pos Dramaga

Kantor pos merupakan salah satu mitra PKH yang memiliki tugas untuk menyampaikan informasi berupa undangan pertemuan, perubahan data, pengaduan dan seterusnya serta menyampaikan bantuan ke tangan penerima manfaat langsung. Namun pada pelaksanaannya, kantor Pos Dramaga, hanya menyampaikan bantuan tunai ke peserta PKH melalui koordinasi dengan pendamping PKH. Untuk penyampaian formulir verifikasi ke lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan dilakukan oleh Kantor Pos Pusat Cabang Bogor.

5.2 Faktor Eksternal PKH

5.2.1 Tingkat Pendidikan Peserta PKH

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan PKH yaitu tingkat pendidikan peserta PKH. Berhubung yang menjadi peserta PKH yaitu wanita dewasa pada keluarga yang terdaftar sebagai peserta PKH, maka yang akan dilihat hubungan anatar kinerja PKh yaitu tingkat pendidikan peserta PKH.

(18)

Tabel 19 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Tingkat Pendidikan di Desa Petir (2011)

Pendidikan Jumlah (orang) %

Tidak Tamat Sekolah Dasar 16 34

SD 28 60

SMP 3 6

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 19 terdapat 34 persen peserta PKH tidak bersekolah, 60 persen peserta PKH memiliki tingkat pendidikan SD/MI, dan 6 persen peserta PKH lainnya memiliki tingkat pendidikan SMP.

5.2.2 Kondisi Tempat Pelaksanaan PKH

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa jumlah masyarakat miskin di Desa Petir bmencapai 1.077 KK atau 33 persen dari total penduduk Desa Petir3. Banyaknya keluarga miskin yang berada di Desa Petir, menjadikan wilayah ini mendapatkan bantuan PKH dalam menanggulangi kemiskinan di daerah tersebut.

Tabel 20 Jumlah dan Persentase Sarana dan Prasarana Menurut Pendidikan dan Kesehatan di Desa Petir (2011)

Pendidikan Jumlah (unit)

1. TK/ Sederajat 3 2. SD/ Sederajat 6 3. SMP/ Sederajat 1 Kesehatan 1. Puskesmas 1 2. Posyandu 11 3. Pos KB desa 1 4. Bidan 1

5. Dukun bayi terlatih 4

Selain terdapatnya keluarga miskin di Desa Petir, hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan program PKH yaitu terdapatnya lembaga       

(19)

pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai untuk mendukung pelaksanaan PKH di Desa Petir. Ketersediaan lembaga tersebut dapat dilihat pada Tabel 20. Kantor pos sebagai mitra PKH tersedia juga dalam mendukung program PKH di Desa Petir. Keberadaan kantor pos ini tidak di Desa, melainkan berada di wilayah Desa Babakan. Peran dari kantor pos tidak hanya melayani peserta PKH di salah satu desa saja. Melainkan mempunyai peran untuk melayani peserta PKH dalam lingkup satu kecamatan, dalam hal ini Kecamatan Dramaga.

5.3 Kinerja Program Keluarga Harapan 5.3.1 Ketepatan Pemilihan Peserta PKH

Program Keluarga Harapan merupakan bantuan tunai bersyarat. Selain peserta PKH harus memenuhi 9 kriteria dari 14 indikator kemiskinan yang telah ditetapkan, peserta PKH pun harus memenuhi persyaratan lainnya yaitu wanita dewasa yang sedang hamil, nifas, memiliki balita dan atau memiliki anak usia sekolah. Berdasarkan Tabel 21 peserta PKH di Desa Petir yang terjaring pada program penanggulangan kemiskinan ini yaitu sebanyak 87 keluarga. Desa Petir menempati posisi kedua terbanyak yang warganya mendapatkan bantuan dari PKH. Tabel 21 merupakan jumlah keluarga miskin berdasarkan desa yang berada di Kecamatan Dramaga yang menerima bantuan PKH.

Tabel 21 Jumlah Peserta PKH Setiap Desa di Kecamatan Dramaga

No. Desa Jumlah Peserta PKH/KK

1. Desa Purwasari 36

2. Desa Petir 87

3. Desa Sukadamai 248

4. Desa Sukawening 28

5. Desa Neglasari 57

6. Desa Sinar Sari 69

7. Desa Ciherang 54

8. Desa Dramaga 51

9. Desa Babakan 7

10. Desa Cikarawang 44

(20)

Seperti yang telah diketahui sebelumnya, dalam menjaring peserta PKH menggunakan data penerima Subsidi Langsung Tunai (SLT) pada program penanggulangan kemiskinan sebelumnya, yang menggunakan 14 kriteria kemiskinan dalam menentukan apakah suatu rumah tangga tergolong miskin atau tidak. PKH ditujukan bagi rumah tangga sangat miskin (RTSM), namun dalam pelaksanaannya dari 14 kriteria tersebut, minimal 9 kriteria harus dipenuhi oleh peserta agar mereka berhak menjadi peserta PKH.

Tabel 22 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Ketepatan Pemilihan Peserta PKH di Desa Petir (2011)

Ketepatan pemilihan peserta PKH Jumlah (orang) %

Tepat 27 57

Tidak tepat 20 43

Total 47 100

Selain dari 14 kriteria kemiskinan, calon penerima PKH pun harus memenuhi persyaratan lainnya yaitu memiliki anak usia sekolah, balita, ibu hamil, atau ibu nifas. Berdasarkan Tabel 22 terdapat 57 persen peserta PKH yang memenuhi persyaratan dan 43 persen lainnya tidak memenuhi persyaratan peserta PKH.

5.3.2 Jumlah Anak yang Bersekolah

Salah satu indikator keberhasilan dari PKH yaitu meningkatnya taraf pendidikan terhadap anak-anak peserta PKH. Diharapkan seluruh peserta PKH yang memiliki anak usia sekolah mendaftarkan anaknya di lembaga pelayanan pendidikan terdekat.

Tabel 23 Jumlah dan Persentase Anak Peserta PKH Menurut Status Anak Bersekolah di Desa Petir (2011)

Status Anak Bersekolah Jumlah (orang) %

Sekolah 65 76

Tidak Sekolah 20 24

Total 85 100

Berdasarkan Tabel 23, anak peserta PKH yang berada pada usia sekolah 76 persen sudah terdaftar di lembaga pelayan pendidikan dan 24 persen lainnya

(21)

belum terdaftar. Anak peserta PKH yang sudah terdaftar di sekolah tersebut, hanya sebesar 5 persen yang dikarenakan PKH dapat melanjutkan di lembaga pelayanan pendidikan dan sisanya sebelum PKH dilaksanakan di Desa Petir, anak peserta PKH yang memiliki usia sekolah tersebut sudah terdaftar di lembaga pelayanan pendidikan.

5.3.3 Persentasi Kehadiran Anak Sekolah

Selain terdaftarnya anak peserta PKH di lembaga pelayanan pendidikan, peserta PKH pun harus memenuhi persyaratan lainnya agar tetap mendapatkan bantuan dari PKH, yaitu persentase kehadiran anak yang bersekolah tidak kurang dari 85 persen setiap bulannya selama tahun ajaran.

Tabel 24 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Menurut Kehadiran Anak Bersekolah di Desa Petir (2011)

Kehadiran Anak Bersekolah Jumlah (orang) %

Lebih dari 85 persen 57 88

Kurang dari 85 persen 8 12

Total 65 100

Berdasarkan Tabel 24, 88 persen dari anak peserta PKH yang bersekolah mempunyai kehadiran lebih dari 85 persen setiap bulannya selama tahun ajaran sekolah dan 12 persen lainnya memiliki kehadiran kurang dari 85 persen setiap bulannya selama tahun ajaran sekolah.

5.3.4 Kunjungan Ke Puskesmas atau Posyandu

Tujuan dari PKH salah satunya yaitu untuk meningkatkan kesehatan bagi peserta PKH. Baik ibu hamil, ibu nifas, maupun balita harus memeriksakan kesehatannya ke puskesmas atau posyandu terdekat. Dikarenakan ketika pengambilan data, tidak terdapatnya ibu hamil atau ibu nifas, melainkan hanya anak balita saja, sehingga yang menjadi fokus penelitian ini yaitu hanya mengukur kunjungan peserta PKH yang memiliki balita ke posyandu atau puskesmas.

(22)

Tabel 25 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kunjungan Peserta PKH ke Puskesmas/Posyandu

Kunjungan ke puskesmas atau posyandu Jumlah (orang) %

Setiap bulan 13 72

Kadang-kadang 3 17

Tidak pernah 2 11

Total 23 100

Berdasarkan Tabel 25, peserta PKH yang melakukan kunjungan rutin setiap bulannya ke posyandu atau puskesmas sebesar 72 persen, 17 persen tidak melakukan kunjungan rutin, dan 11 persen lainnya tidak pernah melakukan kunjungan ke posyandu atau puskesmas untuk mendapatkan imunisasi dan mengecek kesehatan balitnya.

5.4 Taraf Hidup Peserta PKH Desa Petir

Seperti yang telah dipaparkan pada sub bab sebelumnya, tujuan dari PKH secara khusus yaitu meningkatkan kondisi sosial ekonomi RTSM, meningkatkan taraf pendidikan anak RTSM, meningkatkan status kesehatan dan gizi ibu hamil, ibu nifas dan anak di bawah 6 tahun dari RTSM, dan meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, khususnya bagi RTSM. Penelitian ini akan memaparkan temuan terkait pengaruh PKH terhadap taraf hidup peserta PKH, khususnya di Desa Petir, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

5.4.1 Kemudahan Mengakses Bidang Pendidikan

Ketersediaan fasilitas pendidikan menjadi modal dasar agar program PKH dapat mencapai tujuannya, yaitu meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan bagi peserta PKH. Terlebih dengan adanya kebijakan pemerintah yang membebaskan uang bulanan mulai dari tingkat SD sampai SMP, hal ini semakin meringankan beban bagi keluarga yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya di kesatuan pendidikan. Selain itu pada program PKH, lembaga pelayanan pendidikan pun tidak terbatas pada pendidikan formal saja, seperti SD,

(23)

SDLB, SMP, SMPLB, SLB, MTs, dan sekolah formal lainnya. Sekolah informal pun turut mendukung kegiatan PKH ini seperti BPKB, SKB, dan PKBM.

Tabel 26 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kemudahan dalam Mengakses Lembaga Pendidikan di Desa Petir (2011)

Keberadaan lembaga pelayanan pendidikan di Desa Petir jumlahnya tidak banyak jika dibandingkan dengan luas wilayah Desa Petir. Semua lembaga pelayanan pendidikan yang ada di Desa Petir walaupun tidak tersebar merata, namun keberadaannya masih tetap bisa dijangkau oleh para peserta PKH, walaupun harus berjalan kaki cukup jauh dan naik angkutan perkotaan.

Terlebih dengan adanya bantuan dari PKH dengan memberikan sejumlah uang untuk keperluan pendidikan anak peserta PKH, semakin meringankan beban dari peserta PKH. Berdasarkan Tabel 26, 89 persen peserta PKH dapat menunjungi fasilitas pendidikan yang berada di Desa Petir dan mereka pun merasa terbantu dalam pembiayaan pendidikan untuk anak-anaknya yang bersekolah. Sebanyak 11 persen peserta PKH walaupun dapat mengunjungi fasilitas pendidikan di Desa Petir, namun keberadaan PKH di Desa Petir tidak membawa perubahan bagi mereka dalam pembiayaan pendidikan untuk anak-anaknya yang bersekolah.

5.4.2 Peningkatan Taraf Pendidikan Peserta PKH

Peningkatan taraf pendidikan dapat tercapai jika semakin banyaknya jumlah anak peserta PKH yang terdaftar di sekolah diikuti dengan persentase kehadiran yang mencapai minimal 85 persen setiap bulannya. Hal ini dimaksudkan agar anak dari peserta PKH tersebut mendapatkan pendidikan yang seharusnya.

Kemudahan Mengakses Lembaga Pendidikan Jumlah (orang) % Dapat mengunjungi fasilitas pendidikan dan merasa

terbantu dalam pembiayan pendidikan oleh PKH

42 89 Dapat mengunjungi fasilitas pendidikan tetapi tidak

merasa terbantu dalam pembiayaan pendidikan oleh PKH

5 11

(24)

Tabel 27 Jumlah dan Persentase Anak Peserta PKH Berdasarkan Kehadiran di Sekolah di Desa Petir (2011)

Taraf pendidikan anak peserta PKH Jumlah (orang) %

Sekolah dan Memiliki kehadiran minimal 85 persen 27 57 Sekolah tetapi tidak memiliki kehadiran minimal

85 persen

12 26

Tidak sekolah 8 17

Total 47 100

Terdaftarnya anak peserta PKH di sekolah dengan diikuti persentasi kehadiran yang tinggi diharapkan kapasitas dari anak peserta PKH tersebut dapat meningkat. Berdasarkan Tabel 27, peserta PKH yang memiliki anak usia sekolah dan terdaftar di sekolah serta memiliki kehadiran minimal 85 persen mencapai 57 persen dan 26 persen anak peserta PKH lainnya yang bersekolah memiliki kehadiran sekolah kurang dari 85 persen.

5.4.3 Kemudahan Mengakses Bidang Kesehatan

Selain dalam bidang pendidikan, kemudahan untuk mengakses bidang kesehatan pun menjadi hal penting lainnya agar tujuan dari PKH dapat tercapai. Jumlah unit pelayanan kesehatan di Desa Petir terbatas namun keberadaanya masih dapat dijangkau oleh seluruh peserta PKH, contonhnya seperti puskesmas yang berada di sebelah kantor desa. Sedangkan untuk posyandu lokasi keberadaannya cukup tersebar merata, karena setiap satuan rukun warga (RW) memiliki satu posyandu, hal ini memudahkan para peserta PKH yang mempunyai balita untuk pergi ke posyandu setiap bulannya.

Tabel 28 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Kemudahan Peserta PKH dalam Mengakses Bidang Kesehatan di Desa Petir (2011)

Kemudahan Mengakses Fasilitas Kesehatan Jumlah % Dapat mengunjungi fasilitas kesehatan dan terbantu

dalam pembiayan kesehatan oleh PKH

6 13 Dapat mengunjungi fasilitas kesehatan tetapi tidak

terbantu dalam pembiayan kesehatan oleh PKH

41 87

(25)

Berdasarkan Tabel 28, 87 persen peserta PKH dapat mengunjungi fasilitas kesehatan namun dalam hal pembiayaan kesehatan mereka merasa tidak terbantu dengan adanya PKH. Hal ini dikarenakan setiap kali mengunjungi fasilitas kesehatan untuk memeriksa kesehatannya, mereka tetap harus membayar biaya kesehatan. Hal ini dikarenakan sosialisasi dari fungsi kartu PKH yang dapat digunakan seperti halnya jamkesmas tidak tersampaikan, baik kepada peserta PKH maupun diberbagai fasilitas kesehatan seperti puskesmas. Hal tersebut mengakibatkan pihak puskesmas tetap menarik sejumlah uang kepada peserta PKH setiap kali mereka berobat. Keberadaan PKH bagi peserta PKH yang dapat mengunjungi fasilitas kesehatan dan merasa terbantu dengan danya PKH dirasakan oleh 13 persen peserta PKH.

5.4.4 Peningkatan Taraf Kesehatan

Tujuan PKH lainnya yaitu untuk meningkatkan taraf kesehatan dari peserta PKH, baik itu untuk ibu hamil, ibu nifas, maupun anak balita yang dimiliki oleh peserta PKH. Namun temuan di lapang menunjukkan bahwa hanya terdapat peserta PKH yang memiliki balita, sehingga penelitian ini hanya mengukur peningkatan kesehatan pada balita dan peserta PKH saja.

Tabel 29 Jumlah dan Persentase Peserta PKH Berdasarkan Riwayat Kesehatan Peserta PKH dan Balita dalam Satu Bulan Terakhir di Desa Petir (2011) Riwayat Kesehatan Peserta PKH dan

Balitadalam Satu Bulan Terakhir

Jumlah (orang) %

Peserta PKH dan Balita PKH Tidak Sakit 4 8

Peserta PKH atau Balita PKH Ada yang Sakit, 41 45

Peserta PKH dan Balita PKH Sakit 22 47

Total 47 100

Berdasarkan Tabel 29 menunjukkan, terdapat 8 persen peserta dan balita PKH selama satu bulan terakhir tidak pernah mengalami sakit, 45 persen peserta atau balita PKH, diantaranya pernah merasakan sakit selama satu bulan terakhir, dan 47 persen, baik peserta maupun balita PKH, pernah merasakan sakit selama satu bulan terakhir.

(26)

Tabel 30 Jumlah dan Persentase Peserta PKH dan Balita Berdasarkan Penyakit yang di Derita di Desa Petir (2011)

Penyakit yang di Derita Balita % Peserta PKH %

Panas 19 83 24 51 Batuk 20 87 25 53 Pilek 22 96 30 64 Asma 1 4 10 21 Diare 13 57 20 43 Sakit Kepala 6 26 32 68 Sakit gigi 4 17 13 28 Lainnya 3 13 24 51

Tabel 30 menunjukkan jumlah dan persentase baik balita maupun peserta PKH dalam satu bulan terakhir pernah merasakan sakit, mulai dari sakit panas, batuk, pilek, asma, diare, sakit kepala, dan sakit gigi. Berdasarkan Tabel 30 tersebut, penyakit yang sering dirasakan oleh peserta PKH yaitu panas, batuk pilek, dan sakit panas. Sedangkan balita peserta PKH lebih sering mengalami sakit panas, batuk, pilek, dan diare.

Gambar

Tabel 4 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Berdasarkan Luas Lantai  Tempat Tinggal di Desa Petir (2011)
Tabel 7 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Fasilitas Buang Air  Besar  di Desa Petir (2011)
Tabel 9 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Sumber Air Minum   di Desa Petir (2011)
Tabel 12 Jumlah dan Persentase Kriteria Peserta PKH Menurut Pembelian  Pakaian  di Desa Petir (2011)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guru Madya Tk.I SMA Karya Pembangunan Margahayu Kab.. Bandung

Melihat peluang bisnis secara online dengan cara memanfaatkan website e-commerce untuk menjual barang, mempromosikan barang maka pemilik toko Sheilla Distro

Kerusakan kelelahan (fatigue damage) dari masing-masing sea state dihitung menggunakan fungsi kepadatan peluang Rayleigh dimana fungsi ini menggambarkan distribusi

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh senam lansia terhadap penurunan tingkat nyeri gout arthritis di UPT PSTW Jombang.. Kata kunci : Lansia, nyeri

serat poliesternya mulai terwarnai/ternodai pada suhu 175 0 C, kebanyakan proses ini dilakukan di atas 180 0 C yaitu pada suhu 220 0 C. Derajat kelarutan dan koefisien difusi

Penelitian ini didasarkan pada sebuah fenomena yang dituangkan dalam sebuah lirik lagu “Krisis Air” tentang kondisi air yang saat ini berubah karena adanya pencemaran air,

Pengamatan preparat maserasi merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengamati struktur anatomi unsur pengangkut xylem, beberapa unsur xylem yaitu jaringan

As far as the writer concerns, many translation works emphasize the form of the source text rather than the message. As a result, the sentences