• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancang Bangun Sistem Pengendalian Blade Pitch Angle Pada Prototipe Turbin Angin Berbasis euro-fuzzy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Rancang Bangun Sistem Pengendalian Blade Pitch Angle Pada Prototipe Turbin Angin Berbasis euro-fuzzy"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak—Energi angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan Akan tetapi kecepatan angin yang berubah-ubah menjadikan salah satu kendala terutama bagi desain turbin angin konvensional. Hal ini dapat menyebabkan putaran turbin angin yang tidak konstan dan bergantung pada naik turunnya kecepatan angin. Dalam tugas akhir ini telah dirancang sebuah sistem pengendalian blade pitch angle pada prototype turbin anginyang berbasis euro-fuzzy. Tujuannya adalah untuk menjaga kecepatan putar shaft agar tetap konstan pada range operasi generator, yang dianalogikan dengan sebuah nilai set point tertentu. Kecepatan putaran shaft disensor menggunakan rotary encoder. Berdasarkan kecepatan sudut shaft, sistem kontrol mengendalikan sudut pitch dari blade. Perubahan sudut pitch ini akan secara signifikan mempengaruhi kecepatan putar shaft. Pada tugas akhir ini didesain dua buah kontroler. Kontroler pertama memiliki fungsi keanggotaan input error sebanyak 7 dan delta error sebanyak 3 . Kontroler kedua memiliki fungsi keanggotaan input error sebanyak 9 dan delta error sebanyak 3. Kontroler pertama dinilai gagal melakukan aksi kontrol karena nilai error steady state

diatas 5% dan tidak dapat mencapai setpoint pada rpm tinggi. Sedangkan kontroler kedua dapat bekerja dengan baik dalam mempertahankan set point.

Kata kunci : euro-fuzzy, sistem pengendalian, sudut pitch, turbin angin.

I. PENDAHULUAN

eberapa tahun terakhir ini isu tentang pencemaran lingkungan secara global semakin sering dibicarakan. Oleh karena itu, penggunaan energi alternatif dan energi yang ramah lingkungan semakin meningkat. Energi angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang murah harganya dan merupakan sumber energi alternatif yang baik. Sebenarnya penggunaan energi angin telah dilakukan sudah sejak lama. Saat ini turbin angin dipasang pada beberapa negara untuk memproduksi energi listrik.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kecepatan angin yang berubah-ubah. Oleh karena itu pemanfaatan energi anginnya masih sangat minim. Kebanyakan desain dari turbin angin yang masih ada di Indonesia masih sangat konvensional dan belum adanya sistem kontrol sehingga energi listrik yang dihasilkan masih belum maksimal.[1]

Ada beberapa cara untuk memaksimalkan daya yang

dihasilkan oleh turbin angin. Salah satu cara yang paling sering digunakan adalah penambahan sistem kontrol pada turbin angin. Tujuannya adalah untuk mengontrol kecepatan sudut dari shaft penggerak rotor dari generator. Kontrol kecepatan sudut ini dibutuhkan generator untuk menghasilkan kecepatan tertentu agar dapat beroperasi secara penuh. Bila kecepatan kurang dari range operasi, maka tidak akan dihasilkan energi listrik yang cukup begitu pula bila kecepatan melebihi range operasi dari generator, maka generator akan rusak. Oleh karena itu diperlukan sebuah sistem pengendalian kemiringan sudut blade yang yang dapat mengantisipasi kecepatan angin yang selalu berubah-ubah. Sistem pengendalian yang akan dibuat berbasis neuro-fuzzy sebab karakteristik dari kecepatan angin yang tidak linear. Selain itu neuro-fuzzy juga memiliki kelebihan dalam mengolah data dan kemampuan untuk mempelajari dan mengatur dirinya. Sehingga diharapkan sistem pengendalian memiliki performansi yang baik dan dapat meningkatkan efisiensi dari turbin angin.

II. DASAR TEORI

A. Energi Angin

Salah satu energi terbarukan yang berkembang pesat di dunia saat ini adalah energi angin. Pemanfaatan energi angin ini, selain dapat mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, diharapkan juga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi sistem pertanian, yang pada gilirannya akan meningkatkan produktifitas masyarakat pertanian.

Tabel 1. Potensi angin di Indonesia[1]

Kelas Kec. Angin ( m/s ) Daya spesifik ( W/ m2 ) Lokasi ( Wilayah ) Skala Kecil 2.5 – 4.0 < 75 Jawa, NTB, NTT, Maluku, Sulawesi Skala Menengah 4.0 – 5.0 75 - 150 NTB, NTT, Sulsel, Sultra, selatan Jawa Skala Besar > 5.0 > 150 Sulsel, NTB dan NTT, Pantai Selatan Jawa

Secara umum, pemanfaatan tenaga angin di Indonesia memang kurang mendapat perhatian. Sampai tahun 2010, kapasitas terpasang dari pemanfaatan tenaga angin hanya mencapai 1,4 MW yang tidakmeningkat dari tahun

Rancang Bangun Sistem Pengendalian

Blade Pitch Angle

Pada

Prototipe

Turbin Angin Berbasis

euro-Fuzzy

Denny Putra Pratama, Dr.Bambang Lelono.W.ST.MT, Ir.Ali Musyafa’M.Sc.

Department of Engineering Physics, Faculty of Industrial Technology

ITS Surabaya Indonesia 60111, email: [email protected]

(2)

sebelumnya. Padahal kapasitas pembangkitan listrik tenaga angin di dunia telah berkembang pesat dengan laju pertumbuhan kumulatif sampai dengan tahun 2010 mencapai 23 persen per tahun. Untuk mengetahui perkembangan penggunaan energy angin diseluruh dunia dapat dilihat pada gambar 1.

Gbr. 1. Laju Pertumbuhan Energi Angin Tahunan di Dunia[2].

B. Turbin Angin

Sebuah turbin angin memiliki beberapa komponen utama dalam melakukan fungsinya sebagai alat konversi energi. Sebuah turbin angin memiliki sejumlah blade yang terpasang di bagian depan pada sebuah poros putar (shaft) yang terhubung ke belakang melalui kotak gearbox. Jumlah blade yang dipasang biasanya berjumlah 2,3, atau 4. Blade ini berfungsi untuk menangkap energi angin menjadi energi mekanik putarannya Poros putar keluar dari gearbox menuju generator di bagian belakang yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik. Gearbox berfungsi untuk mengubah kecepatan putar dari shaft yang rendah menjadi kecepatan putar yang tinggi sebelum masuk ke generator. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.

Gbr. 2. Komponen Horizontal Axis Wind Turbine 2 Blade[3]

C. Prinsip Kerja Turbin Angin

Prinsip dasar bahwa sebuah wind turbine dapat berputar pada porosnya adalah karena adanya vektor dari gaya lift dan gaya drag yang dihasilkan akibat bentuk aerodinamis dari penampang blade tersebut. Pada gambar 2.1 dijelaskan ketika sebuah airfoil terkena angin dari arah depan, maka akan menghasilkan vektor gaya lift (L) dan drag (D). Gaya lift dan gaya drag ini perubahannya dipengaruhi langsung oleh bentuk geometri blade, kecepatan dan arah angin terhadap garis utama blade. Akibat dari perubahan gaya lift dan drag, maka

kecepatan sudut dan torsi poros akan berubah pula. Blade Pitch Angle Control System adalah salah satu mekanisme kontrol pada wind turbine yang bekerja dengan mengontrol aerodinamis dari blade melalui kontrol kemiringan sudut blade terhadap arah tiupan angin (angle of attack) seperti tampak pada gambar 3. Perubahan sudut blade ini akan mempengaruhi kecepatan sudut (RPM) dari shaft karena adanya perubahan jumlah daya tiup angin yang diterima oleh blade yang dikonversi menjadi kecepatan putar shaft.

Gbr. 3. Vektor Gaya Pada Air Foil dengan Angle of Attack Berbeda [1]

Gbr. 4. Blade Pitch Angle Control System [5] (a) Tampak Depan (b) Tampak Samping

Daya dari angin yang dapat ditangkap oleh sebuah horizontal axis wind turbine (HAWT) dapat diturunkan dari persamaan energi kinetik angin yang bergerak dengan kecepatan tertentu kearah x. adapun persamaan energi yang menabrak wind turbine adalah sebagai berikut[3]:

= =( ) (1)

Diketahui bahwa daya adalah turunan dari energi terhadap waktu, maka:

= = = (2)

Selain pada kecepatan angin, power juga tergantung pada Cp (Coeffisien Power). Semakin besar nilai Cp maka akan semakin besar power yang dapat ditangkap oleh wind turbine. Cp sendiri adalah merupakan fungsi dari λ (tip speed ratio) dan θ (pitch angle). Jadi persamaan 2dapat ditulis kembali menjadi:

=

(, )!

"

#$ (3)

Sedangkan λ sendiri dirumuskan sbagai berikut :

% =

&' (4) Dimana :

(3)

ω = kecepatan sudut (rps) v = kecepatan angin (m/s) R = jari-jari rotor blade (m)

Jika diasumsikan ω adalah konstan sesuai set point yang diinginkan dan R blade adalah konstan, maka Cp hanya akan bergantung pada v (kecepatan angin) dan θ (pitcth

sinilah kemudian θ dijadikan variabel yang dikontrol sebagai kompensasi perubahan kecepatan angin (v) untuk mendapatkan power yang diinginkan. Sedangkan untuk mendapatkan θ sesuai dengan yang dibutuhkan dilakukan pengambilan data dengan menggunakan kecepatan angin (v) yang ditentukan.

D. Adaptive euro-Fuzzy Inference System (AFIS) ANFIS adalah penggabungan mekanisme

system yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf. Sistem inferensi fuzzy yang digunakan adalah sistem inferensi fuzzy model Tagaki-Sugeno-Kang (TSK) ord

pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi. Salah satu contoh ilustrasi mekanisme inferensi fuzzy TSK orde satu dengan dua input x dan y. Cara kerjanya seperti sistem FIS biasa akan tetapi cara perhitungannya (algoritmanya) berbeda.

1) Struktur AFIS

Struktur ANFIS yang menggambarkan sistem fuzzy TSK seperti yang bisa digambarkan dalam diagram blok atau disebut arsitektur jaringan syaraf feedforward

ini.

Gbr. 5. Struktur ANFIS 5 Lapisan[6]

Pada gambar 5 terlihat sistem neuro-fuzzy

lapisan dengan fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya. Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul yang dilambangkan dengan kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa ber

pembelajaran dan lambang lingkaran menyatakan simpul nonadaptif yang nilainya tetap. Adapun persamaan pada tiap tiap lapisan adalah sebagai berikut

2) Fungsi Keanggotaan

Salah satu fungsi keanggotaan yang digunakan pada ANFIS adalah tipe segitiga. Fungsi keanggotaan segitiga dibentuk dari tiga titik dan dua buah garis lurus. Pada

fungsi keanggotaan segitiga dikenal dengan nama keanggotaan segitiga dapat dirumuskan:

((); +, ,, -) = . / 0 / 145 0, ) 3 + 65, + 3 ) 3 , 754 756, , 3 ) 3 -0, - 3 ) 8/ 9 / :

Jika diasumsikan ω adalah konstan sesuai set point yang adalah konstan, maka Cp hanya akan pitcthangle), dari abel yang dikontrol sebagai kompensasi perubahan kecepatan angin (v) untuk yang diinginkan. Sedangkan untuk mendapatkan θ sesuai dengan yang dibutuhkan dilakukan pengambilan data dengan menggunakan kecepatan angin (v)

Fuzzy Inference System (AFIS)

ANFIS adalah penggabungan mekanisme fuzzy inference yang digambarkan dalam arsitektur jaringan syaraf. yang digunakan adalah sistem inferensi Kang (TSK) orde satu dengan pertimbangan kesederhanaan dan kemudahan komputasi. Salah satu contoh ilustrasi mekanisme inferensi fuzzy TSK orde satu dengan dua input x dan y. Cara kerjanya seperti sistem FIS biasa akan tetapi cara perhitungannya

Struktur ANFIS yang menggambarkan sistem fuzzy TSK seperti yang bisa digambarkan dalam diagram blok atau feedforward seperti di bawah

Struktur ANFIS 5 Lapisan[6]

fuzzy terdiri atas lima lapisan dengan fungsi yang berbeda untuk tiap lapisannya. Tiap lapisan terdiri atas beberapa simpul yang dilambangkan dengan kotak atau lingkaran. Lambang kotak menyatakan simpul adaptif artinya nilai parameternya bisa berubah dengan pembelajaran dan lambang lingkaran menyatakan simpul nonadaptif yang nilainya tetap. Adapun persamaan pada tiap –

Salah satu fungsi keanggotaan yang digunakan pada ANFIS ga. Fungsi keanggotaan segitiga dibentuk dari tiga titik dan dua buah garis lurus. Pada software matlab fungsi keanggotaan segitiga dikenal dengan nama trimf.Fungsi

(10)

Gbr. 6. Contoh Fungsi Keanggotaan Segitiga[7

3) Algoritma Pembelajaran Hybrid

Pembelajaran ANFIS adalah proses pengubahan parameter fungsi keanggotaan masukan dan keluaran dengan menggunakan algoritma backpropagation

hybrid. Algoritma hybrid adalah gabungan antara algoritma backpropagation dan RLSE (

Squares Estimator) yang digunakan untuk memperbaharui parameter premis.

Tabel 2. Proses Pembelajaran Hybrid Langkah Maju Parameter Premis Tetap Parameter Konsekuen RLSE Sinyal Keluaran Simpul E. Mikrokontroler ATMega 16

AVR merupakan seri mikrokontrole Atmel,berbasis arsitektur RISC (

Computer). Hampir semua instruksi dieksekusi dalam satu siklus clock. AVR mempunyai 32 register

timer/counter fleksibel dengan mode internal dan eksternal, serial UART,

dapat diprogram, dan mode menghemat daya, ADC dan PWM internal. ATMega16 memiliki 40 pin yang memiliki nama fungsi masing-masing seperti yang terdapat pada gambar 7.

Gbr. 7. Contoh Fungsi Keanggotaan Segitiga[7

Timer/counter adalah fasilitas dari ATMega16 yang digunakan untuk perhitungan pewaktuan ATmega16 memiliki 3 modul timer yang terdiri dari 2 buah

8 bit dan 1 buah timer/counter 16 bit.

and Asyncrhronous Serial Receiver and Transmitter (USART) juga merupakan salah satu mode komunikasi serial yang dimiliki oleh ATmega16. USART merupakan komunikasi yang memiliki fleksibilitas tinggi, yang dapat digunakan untuk melakukan transfer data baik antar

Contoh Fungsi Keanggotaan Segitiga[7]

Algoritma Pembelajaran Hybrid

Pembelajaran ANFIS adalah proses pengubahan n masukan dan keluaran dengan backpropagation atau algoritma hybrid. Algoritma hybrid adalah gabungan antara dan RLSE (Recursive Least ) yang digunakan untuk memperbaharui

Hybrid ANFIS[6]. Langkah Maju Langkah

mundur Gradient Descent Tetap

Laju Kesalahan

AVR merupakan seri mikrokontroler CMOS 8-bit buatan Atmel,berbasis arsitektur RISC (Reduced Instruction Set

). Hampir semua instruksi dieksekusi dalam satu . AVR mempunyai 32 register general-purpose,

fleksibel dengan mode compare, interrupt , serial UART, Watchdog Timer yang dapat diprogram, dan mode menghemat daya, ADC dan

ATMega16 memiliki 40 pin yang memiliki masing seperti yang terdapat pada

i Keanggotaan Segitiga[7]

adalah fasilitas dari ATMega16 yang digunakan untuk perhitungan pewaktuan ATmega16 memiliki 3 modul timer yang terdiri dari 2 buah timer/counter

16 bit. Universal Syncrhronous Asyncrhronous Serial Receiver and Transmitter (USART) juga merupakan salah satu mode komunikasi serial yang dimiliki oleh ATmega16. USART merupakan komunikasi yang memiliki fleksibilitas tinggi, yang dapat

(4)

mikrokontroler maupun dengan modul-modul eksternal termasuk PC yang memiliki fitur UART.

Metode Pulsa With Modulation (PWM) dapat digunakan untuk mengatur kecepatan motor dan untuk menghindarkan rangkaian mengkonsumsi daya berlebih. PWM dapat mengatur kecepatan motor karena tegangan yang diberikan dalam selang waktu tertentu saja. PWM ini dapat dibangkitkan melalui software. Lebar pulsa PWM dinyatakan dalam Duty Cycle. Misalnya duty cycle 10 %, berarti lebar pulsa adalah 1/10 bagian dari satu perioda penuh.

Berikut adalah rumusan frekuensi sinyal keluaran pin OC1A/OC1B (output compare 1A/1B) pada mode CTC

(Clear Timer on Compare Match) PWM dengan

menggunakan timer/counter 1.

(;<=> =×D×;<=>?@AB

(5)

(;<=E=×D×;<=E?@AB (6)

F. Rotary Encoder

Rotary encoder, atau disebut juga Shaft encoder, merupakan perangkat elektromekanikal yang digunakan untuk mengkonversi posisi anguler (sudut) dari shaft (lubang) atau roda ke dalam kode digital, menjadikannya semacam tranduser. Perangkat ini biasanya digunakan dalam bidang robotika, perangkat masukan komputer (seperti optomekanikal mouse dan trackball), serta digunakan dalam kendali putaran radar.

Gbr. 8. Rotary Encoder Relatif [8]

G. Motor Servo

Motor servo adalah sebuah motor dengan sistem closed feedback di mana posisi dari motor akan diinformasikan kembali ke rangkaian kontrol yang ada di dalam motor servo. Motor ini terdiri dari sebuah motor, serangkaian gear, potensiometer dan rangkaian kontrol. Motor servo memiliki tiga kabel (pin) sebagai inputannya. Secara tipikal (sudah standart) maka kabel-kabelnya memiliki susunan dan warna-warna tertentu untuk satu macam inputan. Susunan kabelnya secara berurutan adalah hitam, merah dan putih, dimana warna hitam merupakan inputan untuk ground, kabel merah merupakan inputan untuk Vcc dan kabel putih merupakan inputan untuk sinyal PWM (kontrol).

Gbr. 9. Komponen penyusun motor servo [8]

III. PERANCANGANBLADEPITCHANGLECONTROL SYSTEMPADATURBINANGIN

A. Pembuatan Prototype Turbin Angin 1) Pembuatan Blade Turbin Angin

Tipe airfoil yang digunakan pada blade turbin anginnya merupakan tipe NREL S83N. Pemilihan tipe airfoil ini berdasarkan referensi yang menyebutkan bahwa tipe NREL S83N ini cocok digunakan untuk turbin angin skala kecil dan digunakan pada daerah yang memiliki kecepatan angin rendah. Blade yang digunakan memiliki panjang 1m dan terbuat dari bahan fiberglass.

Gbr. 10. Blade Prototype Turbin Angin

Setelah telah selesai dicetak, blade tidak dapat langsung dipasang pada penopang. Sebelumnya setiap blade harus ditimbang terlebih dahulu agar diketahui massa dari masing-masing blade. Setelah ditimbang pasti terdapat perbedaan massa pada setiap blade. Hal ini dapat menyebabkan putaran dari turbin angin menjadi tidak seimbang. Untuk mengatasinya massa blade harus disamakan dengan cara ditambah atau dikurangi ketebalannya. Pada akhirnya massa setiap blade disamakan menjadi 1297gram

2) Sensor Kecepatan Putaran

Pada prototype turbin angin ini membutuhkan sebuah sensor untuk mengetahui kecepatan putaran dari shaft. Oleh karena itu dibuatlah sensor kecepatan putaran shaft yang terbuat dari relative rotary encoder. Komponen darirangkaian sensor yang digunakan terdiri dari piringan hitam tipis yang memiliki 20 lubang dan sebuah optocoupler atau photointeruptor. Berdasarkan kondisi gelap dan terang yang dialami oleh optocoupler inilah yang akan menimbulkan kondisi high dan low.

Gbr. 11. Sensor KecepatanPutaran

FG =HHIJ (7)

FK =HHIJ )60 = G ) 3 (8)

Jumlah pulsa yang dikeluarkan rangkaian sensor selama satu detik (pps) akan diterima mikrokontroler dan akan dikonversi untuk menghitung banyaknya putaran tiap sekon (rps) maupun banyakya putaran tiap menit (rpm) seperti pada persamaan 7 dan 8.

3) Aktuator

Sebagai aktuator untuk memutar blade sehingga dapat membentuk sudut pitch pitch yang sesuai digunakan sebuah motor servo untuk masing-masing blade. Motor servo yang digunakan adalah tipe standar dengan merk GWS Servo seriS125. Motor servo ini memiliki dimensi 40.5 x 20 x 42 mm dan dapat berputar 1800 searah maupun berlawanan dengan arah jarum jam. Selain itu servo ini mampu menahan

(5)

torsi hingga 6kg-cm. Pada setiap motor servo juga dipasang sebuah gear dengan diameter 3cm. Motor servo ini nantinya akan bergerak berdasarkan sinyal pwm yang dikirimkan oleh mikrokontroler. Rangkaian motor servo ini memiliki resolusi sudut sebesar 50.

Gbr. 12. Motor ServoGWS S125 4) Rotational konektor

Rotational konektor dibutuhkan untuk memberikan mensuplai sinyal listrik pada motor servo yang berada dalam penopang blade yang ikut berputar bersama shaft. Dengan menggunakan rotational konektor kabel akan berputar didalam shaft sehingga kabel tidak akan mudah putus. Salah satu jenis rotational konektor adalah slip ring. Benda ini memiliki ketahanan dan performansi yang baik. Akan tetapi slip ring ini sulit dijumpai dipasaran, sehingga digunakanlah carbon brush slip ring sebagai penggantinya. . Cara kerjanya adalah dengan menggunakan karbon pada ujung diamnya dan menggunakan tembaga yang diperoleh dari kabel tunggal yang dililitkan shaft. Jadi dengan adanya sentuhan (gesekan) antara karbon dan tembaga inilah yang memungkinkan tersalurkannya arus listrik

Gbr. 13. Carbon Brush Slip Ring B. Perancangan Kontroler

Perancangan kontroler berbasis ANFIS dilakukan dengan menggunakan bantuan ANFIS toolbox yang ada pada software Matlab. Perancangan tersebut dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahap pertama merupakan menentukan data yang akan digunakan untuk proses training pembentukan fungsi keanggotaan. Data yang digunakan harus dapat merepresentasikan keseluruhan sistem sehingga nanti didapatkan error yang kecil. Kemudian data tersebut disimpan pada workspace yang ada pada software Matlab.

1) Deain Pertama

Pada desain pertama ini variabel input yang berupa error dibagi menjadi 7 fungsi keanggotaan. Sedangkan pada variabel input yang berupa delta error dibagi menjadi 3 fungsi keanggotaan. Sehingga nantinya aka nada 21 aturan yang terbentuk. Proses training berlngsung hingga epoch sekitar 2100 hingga menghasilkan error yang konstan.

Tabel 3. Rule Base yang terbentuk pada desain pertama

DE / E NB NM NS Z PS PM PB

N Out1 Out4 Out7 Out10 Out13 Out16 Out19

Z Out2 Out5 Out8 Out11 Out14 Out17 Out20

P Out3 Out6 Out9 Out12 Out15 Out18 Out21

Gbr. 14. Proses Traning Desain Pertama

Gbr. 15. Fungsi Keanggotaan Error Setelah Training

Gbr. 16. Fungsi Keanggotaan Delta Error Setelah Training 2) Desain Kedua

Pada desain kedua ini variabel input yang berupa error dibagi menjadi 9 fungsi keanggotaan. Sedangkan pada variabel input yang berupa delta error dibagi menjadi 3 fungsi keanggotaan. Sehingga nantinya aka nada 27 aturan yang terbentuk. Proses training berlngsung hingga epoch sekitar 2100 hingga menghasilkan error yang konstan.

Tabel 4. Rule Base yang terbentuk pada desain Kedua

DE / E NBB NB NM NS Z PS PM PB PBB N Out 1 Out 4 Out 7 Out 10 Out 13 Out 16 Out 19 Out 22 Out 25 Z Out 2 Out 5 Out 8 Out 11 Out 14 Out 17 Out 20 Out 23 Out 26 P Out 3 Out 6 Out 9 Out 12 Out 15 Out 18 Out 21 Out 24 Out 27

(6)

Gbr. 18. Fungsi Keanggotaan Error Setelah

Gbr. 19. Fungsi Keanggotaan Delta Error Setelah

C. Perancangan Sistem Pengendalian Kemiringan Sudut

Gbr. 20. Diagram Blok Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian kemiringan sudut

menggunakan kontroler logika fuzzy yang telah didesain pada sub bab sebelumnya. Kontroler fuzzy yang digunakan bertipe Takagi-Sugeno. Hal ini disebabkan karena hasil yang diperoleh menggunakan training Anfis berupa logika dengan output yang konstan. Sepeti terlihat pada gambar input dari pengendali adalah error dan delta error. Error adalah selisih setpoint dengan variabel kontrol (dalam hal ini pps), sedangkan delta error adalah selisih error pada waktu sekarang dengan sebelumnya.

Start

Menghitung jumlah Pulsa Per Sekon (PPS) Memasukkan nilai setpoint

PPS = Setpoint

Sudut Pitch tidak berubah

Klasifikasi error dan delta error pada MF Fuzzy yang telah terbentuk

Melakukan aktuasi berdasarkan FIS

Merubah sudut Pitch

Selesai Ya

Tidak

Gbr. 21. Diagram Alir Program Sistem Pengendalian

Selanjutnya kontroler tersebut didesain dengan menggunakan software CodeVision AVR.

dirancang kemudian program ditanamkan pada mikrokontroler ATMega16. Diagram alur program yang ditanamkan pada mikrokontroler dapat dilihat pada gambar 21. Program diawali

Setelah Training

Setelah Training gendalian Kemiringan Sudut

Diagram Blok Sistem Pengendalian

Sistem pengendalian kemiringan sudut blade ini yang telah didesain pada yang digunakan bertipe al ini disebabkan karena hasil yang berupa logika fuzzy yang konstan. Sepeti terlihat pada gambar 20 pengendali adalah error dan delta error. Error adalah l (dalam hal ini pps), sedangkan delta error adalah selisih error pada waktu sekarang

Klasifikasi error dan delta error pada MF Fuzzy yang telah terbentuk

Melakukan aktuasi berdasarkan FIS

Merubah sudut Pitch

Diagram Alir Program Sistem Pengendalian

Selanjutnya kontroler tersebut didesain dengan odeVision AVR. Selain Setelah dirancang kemudian program ditanamkan pada mikrokontroler ATMega16. Diagram alur program yang ditanamkan pada . Program diawali

dengan memasukkan nilai set point pada

Kemudian program mengitung jumlah pulsa yang ditangkap oleh sensor rotary encoder setiap sekon (PPS). Selanjutnya nilai pps dibandingkan dengan nilai set point, apabila sudah sama maka sudut pitch tidak akan berubah. Apabila nilai pps yang diterima dari sensor tidak sama dengan set point maka program akan mengklasifikasikan nilai error dan delta error pada fungsi keanggotaan fuzzy yang ada kemudian melakukan aktuasi untuk merngubah sudut pitch

D. Perancangan Sistem Monitoring

Perancangan sistem monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi yang terjadi pada

secara real time. Selain untuk memantau jalannya sistem monitoring ini juga berfungsi untuk memulai sistem pengendalian sudut blade dengan cara memasukka

Sistem monitoring yang telah dibuat memiliki beberapa fasilitas pendukung untuk mengamati sistem pengendalian diantaranya kemampuan untuk menyimpan hasil respon dari sistem pengendalian dan menunjukkannya pada grafik secara real time. Sistem monitoring yang dirancang menggunakan software Visual Basic versi 6.0 yang nantinya akan dihubungkan dengan mikrokontroler yang terpasang pada minimum sistem dengan komunikasi serial (port DB9). Perancangan sistem monitoring berdasarkan diagram alur program yang terdapat pada gambar

Gbr. 22. Diagram Alir Program Sistem Monitoring

Gbr. 23. Tampilan Sistem Monitoring

dengan memasukkan nilai set point pada software monitoring. Kemudian program mengitung jumlah pulsa yang ditangkap

setiap sekon (PPS). Selanjutnya nilai pps dibandingkan dengan nilai set point, apabila sudah tidak akan berubah. Apabila nilai pps ri sensor tidak sama dengan set point maka program akan mengklasifikasikan nilai error dan delta error yang ada kemudian melakukan

pitch berdasarkan FIS. Perancangan Sistem Monitoring

sistem monitoring ini bertujuan untuk mengetahui kondisi yang terjadi pada plant (turbin angin) Selain untuk memantau jalannya plant, sistem monitoring ini juga berfungsi untuk memulai sistem dengan cara memasukkan set point. Sistem monitoring yang telah dibuat memiliki beberapa fasilitas pendukung untuk mengamati sistem pengendalian diantaranya kemampuan untuk menyimpan hasil respon dari sistem pengendalian dan menunjukkannya pada grafik secara onitoring yang dirancang menggunakan versi 6.0 yang nantinya akan dihubungkan dengan mikrokontroler yang terpasang pada minimum sistem dengan komunikasi serial (port DB9). Perancangan sistem monitoring berdasarkan diagram alur

yang terdapat pada gambar 22.

Diagram Alir Program Sistem Monitoring

(7)

IV. PENGUJIAN DAN ANALISA DATA

A. Pengujian Sensor Rotary Encoder

Pengujian diakukan pada 3 kecepatan yang mewakili kecepatan rendah sedang dan tinggi. Pengambilan data dilakukan sebanyak 10 kali untuk setiap rentang kecepatan. Berdasarkan hasil pengujian diperole akurasi dan presisi untuk setiap rentang kecepatan sebagai berikut.

Tabel 5. Hasil Pengujian Sensor

Kecepatan (RPM) Akurasi Presisi

60 90,17% 89,28%

80 92,40% 91,53%

130 91,33% 83,89%

Secara keseluruhan pembacaan nilai pps yang ditampikan pada software monitoring sudah baik karena memiliki nilai akurasi rata-rata 91% dan presisi 87%. Pembacaan sensor yang baik akan dapat meningkatkan kinerja dari sistem pengendalian secara keseluruhan.

B. Pengujian Aktuator

Proses pengujian dilakukan dengan cara memberikan sinyal PWM dari mikrokontroler ke motor servo kemudian diukur perubahan sudut yang terjadi pada blade. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian aktuasi motor servo. Pengujian diawali dengan memberikan sinyal pwm yang rendah hingga ke tinggi. Kemudian dilakukan hal yang berkebalikan yaitu dengan memberikan sinyal pwm yang tinggi kemudian menuju ke rendah.

Gbr. 24. Grafik Hasil Pengujian Aktuator

Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 4.2 dan gambar 24. perbedaan sudut yang dihasilkan saat diberi sinyal pwm rendah ke tinggi maupun dari tinggi ke rendah sangat kecil. Perbedaan nilai tersebut bias disebut dengan histerisis. Histerisis terbesar terjadi pada saat pemberian sinyal PWM sebesar 14000 atau pada saat 550. Histerisis maksimum tersebut bernilai 3,33%. Selain itu nilai error rata-rata saat sudut naik dan turun bernilai kecil yaitu 1,570 dan 0,890. Dengan demikian proses aktuasi pada sistem yang nantinya akan dikeluarkan oleh kontroler akan bekerja dengan baik. C. Validasi Anfis

Validasi model ANFIS dilakukan dengan menggunakan software MATLAB. Hal ini dilakukan untuk mengetahui model terbaik dari software sebelum dilakukan pemrogaman dengan menggunakan CodevisionAVR. Adapun hasil validasi model dengan menggunakan software MATLAB dapat dilihat pada gambar di bawah ini .

Gbr. 25. Validasi Anfis Desain Pertama

Gbr. 26. Validasi Anfis Desain Kedua

Pada gambar 25 dan 26 terdapat dua tanda yaitu tanda biru dan merah. Tanda biru merupakan tanda target dari input yang telah kita berikan pada MATLAB. Data yang diberikan ini merupakan data testing, yaitu data yang tidak digunakan sebagai acuan dalam training data pada MATLAB. Sedangkan tanda merah merupakan tanda hasil prediksi yang dilakukan oleh software MATLAB. Pada validasi desin pertama terlihat bahwa keluaran dari kontroler pertama terdapat selisih saat sudut keluaran 10 dan 20. Akan tetapi pada desain kedua hanya terdapat selisih pada saat sudut keluaran sebesar 20. Selisih yang muncul tersebut diakibatkan oleh fungsi keanggotaan yang diperoleh dari hasil training. Pada validasi desain pertama terlihat bahwa nilai error yang terjadi sebesar 0,34 sedangkan pada desain kedua sebesar 0,272. Berdasarkan hasil validasi, desain kedua memiliki error yang lebih kecil dibandingkan desain pertama. Hal ini disebabkan karena pada desain dua memiliki fungsi keanggotaan yang lebih banyak dan aturan yang terbentuk juga semakin banyak sehingga pendekatan yang dilakukan semakin baik.

D. Analisa Respon Pengendalian

Analisa terhadap respon sistem pengendalian dapat berupa analisa kualitatif dan analisa kuantitatif. Analisa kualitatif dapat berupa penilaian terhadap parameter kontrol seperti, maksimum overshoot,dan error steady state. Analisa kuantitatif dapat dilakukan dengan menentukan parameter Integral Time Absolute Error (ITAE).Pengujian dilakukan dengan cara memberikan sumber angin dengan kecepatan yang berbeda-beda pada setiap set point. Hal ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan dan kehandalan sistem pengendalian.

(8)

1) Analisa Respon Desain Pertama

Gbr. 27. Respon Saat Setpoint=10

Gbr. 28. Respon Saat Setpoint=20

Gbr. 29. Respon Saat Setpoint=30

Gbr. 30. Respon Saat Setpoint=40

Pada gambar 27 saat sistem pengendalian diberikan set point bernilai 10 sistem merasa kesulitan untuk mempertahankan nilai pps sesuai dengan set point. Nilai pps justru berosilasi pada nilai 12 hingga 14. Hal ini disebabkan kecepatan angin yang terlalu kencang, sehingga meskipun kontroler sudah memerintahkan agar sudut blade berubah untuk mengurangi kecepatan putaran shaft turbin angin tetapi masih tidak mampu mengatasi. Pada saat kondisi steady memiliki nilai rata-rata pps sebesar 11,838 dan memiliki standart deviasi sebesar 1,64. Apabila diambil toleransi sebesar ± 1,64 maka dapat dikatakan bahwa kontroler memiliki kinerja yang buruk sebab nilai setpoint berada di luar range toleransi.

Pada gambar 28 saat sistem pengendalian diberikan set point 20 terlihat bahwa sistem dapat mempertahankan nilai pps di sekitar nilai set point. Akan tetapi masih terjadi osilasi yang disebabkan pada saat mencapai set point dan sudut blade

berubah masih ada kecepatan sisa sehingga melebihi set point. Hal ini juga berlaku pada saat nilai pps kurang dari set point. Pada saat selang waktu terjadinya osilasi dihitung nilai rata-rata respond an diperoleh nilai sebesar 19,76. Kemudian dihitung standart deviasinya yaitu 1,47. Apabila diambil toleransi sebesar ± 1,47 maka dapat dikatakan bahwa kontroler memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint berada di luar range toleransi

Gambar 29 dan 30 merupakan grafik respon sistem pada saat set point bernilai 30 dan 40 . Pada kedua grafik tersebut terlihat bahwa respon sistem pengendalian tidak sampai mencapai setpoint. Hal ini disebabkan pada hasil training terhadap desain pertama saat keadaan akan mencapai set point sudut blade sudah diubah agar terjadi pengereman. Sehingga sistem pengendalian akan susah mencapai set point yang bernilai besar. Saat diberi set point 30 pps pada kondisi steady memiliki nilai rata-rata sebesar 26,39 dan memiliki nilai standart deviasi sebesar 1,52. Saat diberi setpoint 40 pada kondisi steady memiliki nilai rata-rata 32,58 dan memiliki nilai standart deviasi sebesar 1,89. Apabila diambil toleransi sebesar ± standart deviasi maka dapat dikatakan bahwa kontroler memiliki kinerja yang buruk pada kedua setpoint tersebut sebab nilai setpoint berada di luar range toleransi.

Untuk analisa kuantitatif dihitung nilai ITAE dari saat t=0 sampai t=200 untuk masing-masing setpoint. Berikut ini merupakan nilai ITAE untuk setpoint 10, 20, 30,dan 40 secara berturut-turut yaitu 47.036; 29.666; 81.350; dan 184.630. Nilai ITAE terkecil terjadi pada saat setpoint bernilai 20. Hal ini disebabkan memang sistem pengendalian dengan desain pertama hanya bekerja dengan baik pada saat setpoint bernilai 20. Nilai ITAE terbesar terjadi pada saat setpoint bernilai 40. Hal ini disebabkan pada waktu yang sama, error yang terjadi masih cukup besar bila dibandingkan dengan setpoint yang kecil.

2) Analisa Respon Desain Kedua

Gbr. 31. Respon Saat Setpoint=10

Gbr. 32. Respon Saat Setpoint=20

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 2 4 6 8 10 12 14 16 Waktu (detik) P P S set point respon 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 Waktu (detik) P P S Set point respon 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 35 waktu (detik) P P S setpoint respon 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 5 10 15 20 25 30 35 40 45 waktu (detik) P P S setpoint respon 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 2 4 6 8 10 12 waktu(detik) P P S set point respon 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 Waktu (detik) P P S set point respon

(9)

Gbr. 33. Respon Saat Setpoint=30

Gbr. 34. Respon Saat Setpoint=40

Pada gambar 31 terlihat bahwa terjadi osilasi yang sangat besar karena pada saat kecepatan rendah putaran turbin angin sering tidak stabil. Ketidak stabilan putaran ini disebabkan karena kurang seimbangnya ketiga blade yang menempel pada pusat poros. Pada saat kondisi steady nilai respon rata-rata sebesar 9,8 dan nilai standar deviasi sebesar 1,3. Apabila diambil toleransi sebesar ±1,3 maka dapat dikatakan kontroler memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint masih berada dalam range toleransi.

Pada gambar 32 respon sistem pengendalian cenderung berada diatas nilai setpoint. Hal ini disebabkan karena angin masih terlalu kencang bagi sistem pengendalian. Padahal sebenarnya kontroler sudah mengirimkan sinyal untuk merubah sudut pitch menjadi 50 tetapi masih belum cukup untuk mengerem kecepatan dari putaran turbin angin sehingga nilai pps berada diatas setpoint. Pada saat kondisi steady memiliki nilai rata-rata sebesar 21,02 pps dan standart deviasi sebesar 1,04. Apabila diberi toleransi sebesar ±1,04 maka kontroler dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint masih berada dalam range tolearansi.

Pada gambar 33 dan 34 terlihat bahwa sistem pengendalian berjalan cukup baik. Hal ini dapat dilihat pada osilasi yang semakin kecil dan berada di sekitar setpoint. Pada saat terjadi proses pengereman nilai pps akan langsung berkurang banyak sekali sehingga membutuhkan beberapa waktu untuk kembali lagi menuju setpoint. Saat diberi setpoint 30 pada kondisi steady memiliki nilai rata-rata sebesar 30,12 dan nilai standart deviasi sebesar 1,4. Saat diberi set point 40 pada kondisi steady memiliki nilai rata-rata sebesar 39,33 dan nilai standart deviasi sebesar 1,72. Apabila diberi toleransi sebesar ±standart deviasi pada setpoint 30 dan 40, kontroler dapat dikatakan memiliki kinerja yang baik sebab nilai setpoint masih berada dalam range tolearansi..

Untuk analisa kuantitatif dihitung nilai ITAE untuk masing-masing setpoint. Berikut ini merupakan nilai ITAE untuk setpoint 10, 20, 30,dan 40 secara berturut-turut yaitu 20.410; 33.425; 34.916; dan 67.809. Nilai ITAE akan semakin besar

seiring dengan nilai setpoint. Hal ini disebabkan pada waktu yang sama, error yang terjadi pada saat setpoint bernilai besar masih cukup besar bila dibandingkan dengan setpoint yang kecil.

E. UJi Setpoint Tracking

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja sistem terhadap perubahan dari luar sistem maka dilakukan pengujian perubahan set point. Pengujian perubahan set point dilakukan dengan cara menaikkan dan menurunkan set point setelah kondisi steady. Pengujian dilakukan dengan cara mengubah setpoint dari 20 pps dan 30 pps. Setpoint tersebut dipilih karena pada setpoint tersebut menggunakan sumber angin dengan yang sama. Pengujian dilakukan dengan cara menaikkan setpoint yang semula 20 pps menjadi 30 pps kemudian setpoint diturunkan kembali pada 20 pps. Setelah itu dilihat respon pengendalian terhadap perubahan setpoint yang diberikan

Gbr. 35. Respon Setpoint Tracking Desain Pertama

Gbr. 36. Respon Setpoint Tracking Desain Kedua

Berdasarkan Gambar 35 terlihat bahwa sebenarnya kontroler sudah mau mengikuti setpoint yang telah diubah. Akan tetapi pada kontroler desain pertama memang memiliki kendala untuk mencapai setpoint 30. Sehingga nilai pps akan susah untuk mencapai nilai 30. Proses untuk menaikkan nilai pps dari 20 menjadi 30 memerluakan waktu yang lebih lama bila dibandingkan dengan waktu untuk menurunkan nilai pps dari 30 menjadi 20. Penyebab utama adalah untuk menaikkan nilai pps harus menunggu energi dari angin terkumpul terlebih dahulu sedangkan untuk mengurangi nilai pps hanya tinggal mengubah sudut pitch agar hanya sedikit energy angin yang tertangkap oleh blade.

Pada kontroler desain kedua dilakukan pengujian dengan mengubah setpoint dari 30 ke 40 kemudian diturunkan kembali ke 30. Setpoint ini dipilih karena kontroler desain pertama memiliki kinerja yang baik pada nilai tersebut. Berdasarkan gambar 36 terlihat bahwa kontroler desain kedua dapat mengikuti perubahan setpoint yang diberikan dengan baik. Kesamaan yang dimiliki kontroler desain pertama dan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 5 10 15 20 25 30 35 Waktu (detik) P P S set point respon 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 0 10 20 30 40 50 Waktu (detik) P P S Set point respon 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 0 5 10 15 20 25 30 35 Waktu(detik) P P S Set point respon 0 50 100 150 200 250 300 350 400 0 5 10 15 20 25 30 35 waktu (detik) P P S setpoint respon

(10)

desain kedua yaitu keduanya memerlukan waktu yang lebih lama untuk menaikkan nilai pps tetepi hanya memerlukan waktu yang singkat untuk menurunkan nilai setpoint.

V. KESIMPULANDANSARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan Setelah melakukan penelitian rancang bangun sebuah sistem pengendalian sudut pitch blade prototype turbin angin berbasis neuro-fuzzy dapat diperoleh beberapa kesimpulan diantaranya:

1. Validasi Anfis untuk kontroler desain pertama menghasilkan error sebesar 0,239 dan untuk desain kedua mampu menghasilkan error sebesar 0,0679. 2. Kontroler desain pertama pada kondisi steady memiliki

standart deviasi respon rata-rata sebesar 1,63.Kontroler desain pertama dinilai kurang baik karena secara tidak dapat mempertahankan nilai respon berada dalam range toleransi sebesar plus minus standar deviasi.

3. Kontroler desain kedua pada kondisi steady memiliki standart deviasi respon rata-rata sebesar 1,36. Kontroler desain kedua memiliki kinerja lebih baik dibandingkan desain pertama karena mampu mengendalikan pada semua nilai setpoint yang diberikan dan menjaganya tetap berada range toleransi sebesar plus minus standar deviasi.

B. Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:

1. Pada saat merangkai turbin angin hendaknya memperhatikan keseimbangan secara keseluruhan. 2. Ditambahkannya sensor kecepatan angin untuk menjadi

input ketiga dari kontroler

VI. DAFTAR PUSTAKA

[1] Harika, Adam. 2009. Tugas Akhir Rancang Bangun Blade Pitch Angle Control System Berbasis Classic Fuzzy Pada Prototype Wind Turbine. Teknik Fisika-FTI-ITS.Surabaya

[2] World Wind Energy Asociation. 2011.World Wind Energy Report 2010.World Wind Energy Conference& Renewable Energy Exhibition.Cairo; World Wind Energy Asociation.

[3] Jhonson, Kathryn E. 2004. Adaptive Torque Control of Variable Speed Wind Turbines; National Renewable Energy Laboratory; Colorado.

[4] Johnson, Gary. 2001. Wind Energy Systems. ___. ___. [5] Tony Burton, David Sharpe, Nick Jenkins, Ervin

Bossanyi. 2001. Wind Energy Handbook.. New York; John Wiley & Sons, Ltd

[6] Jang, J.-S. R. 1997. euro-Fuzzy and Soft Computing. NewJersey; Prentice-Hall.

[7] Hadi,MS.2008. Mengenal Mikrokontroler ATMega16. Ilmu komputer.

[8] Tim Panitia Workshop KRI/KRCI. 2006. Workshop KRI/KRCI 2007 (Modul). Surabaya. PENS-ITS

Biodata Penulis:

4ama : Denny Putra Pratama 4RP : 2407.100.007

TTL : Gresik, 7 Januari 1989 Alamat : Jl. Gebang Putih 62 Riwayat Pendidikan :

SD4 Pongangan 1 Gresik (1995 – 2001)

SMP 4egeri 1 Gresik (2001 – 2004)

SMA 4egeri 1 Gresik (2004 – 2007)

Teknik Fisika-FTI-ITS (2007 – sekarang)

Gambar

Tabel 1. Potensi angin di Indonesia[1]  Kelas  Kec.  Angin  ( m/s )  Daya  spesifik ( W/ m2  )  Lokasi  ( Wilayah )  Skala  Kecil  2.5 – 4.0  &lt; 75  Jawa, NTB, NTT,  Maluku,  Sulawesi  Skala  Menengah  4.0 – 5.0  75 - 150  NTB, NTT, Sulsel,  Sultra,  selatan Jawa  Skala  Besar  &gt; 5.0  &gt; 150  Sulsel, NTB dan NTT,  Pantai  Selatan Jawa
Tabel 2. Proses Pembelajaran Hybrid  Langkah Maju Parameter Premis  Tetap  Parameter  Konsekuen  RLSE  Sinyal  Keluaran  Simpul  E
Tabel 3. Rule Base yang terbentuk pada desain pertama
Diagram Blok Sistem Pengendalian
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil respon dinamik pengendali pH air pada prototipe tambak udang vaname setelah melakukan pengujian menggunakan metode fuzzy logic controller, berdasarkan Tabel

Pada rancang bangun sistem pengendalian temperature dalam proses degumming pada mini plant biodiesel proses ini pengujian sistem menggunakan set point yang berbeda-beda

Telah dilakukan penelitian dengan judul Rancang Bangun Sistem Monitoring dan Pengendalian Suhu Pada Inkubator Bayi Berbasis Fuzzy logic dengan tujuan merancang

Pada tugas akhir sistem pengendalian relative humidity pada greenhouse hidroponik dapat menggunakan sensor yang lebih sensitif terhadap RH agar respon sensor dapat

Dari hasil pengujian perancangan sistem otomasi pengendalian pada pembuatan kecap kedelai dapat bekerja secara otomatis, Perebusan kedelai membutuhkan waktu 40 menit di

Sistem pengendalian tersebut dilakukan dengan cara mengukur salinitas pada 26 Ppt – 29 Ppt menggunakan sensor salinitas, saat salinitas lebih kecil dari 26 ppt dan lebih besar dari 29

Desain dan pembangunan sistem kontrol bertingkat menggunakan metode fuzzy-PID berbasis Arduino untuk meningkatkan respon gangguan dan perubahan kebutuhan respon