Measurement /Ilmu Pengukuran merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan
membangun dasar-dasar
pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes
yang berfungsi secara optimal, valid, & reliabel.
Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka
(kuantifikasi) terhadap atribut atau variabel sepanjang kontinum.
KONTINUM FISIK
Berbagai kontinum, seperti kontinum berat, tinggi, kecepatan, dsb, dihasilkan
oleh pengukuran yang menggunakan skala fisik.
KONTINUM
PSIKOLOGIS
berbagai atribut fisik dan atribut psikologis dapat diukur dengan menggunakan skala psikologis dan hasilnya dapat disajikan dalam
suatu kontinum yang dinamakan kontinum psikologis.
Pengertian Pengukuran Secara
Operasional
Pengukuran merupakan suatu prosedur pembandingan antara
atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya.
Karakteristik Pengukuran
Membandingkan atribut yang diukur dengan alat ukurnya.
Apa yang diukur adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan sesuatu itu
sendiri.
Kuantifikasi tinggi badan dilakukan dengan membandingkan tinggi (badan) sebagai atribut fisik, dengan meteran sebagai alat ukur.
Kita tidak dapat mengukur sebuah meja, karena yang kita ukur bukanlah meja sebagai benda melainkan dimensi meja, yaitu panjang, lebar, luas, tinggi meja.
Kita tidak dapat mengukur manusia karena yang dapat kita ukur adalah atribut manusianya, seperti inteligensi/prestasi, dll.
Pengertian di atas memberi makna bahwa :
a. Benda atau manusia yang
dimensinya diukur merupakan subjek pengukuran, bukan objek. Objek pengukuran adalah dimensi yang diukur.
b. Kita hanya akan mengetahui alat ukurnya apabila atribut yang hendak diukur telah diketahui lebih dahulu
Karakteristik Pengukuran
Hasil Pengukuran dinyatakan secara
kuantitatif
Kuantitatif berarti berwujud angka. Hal ini berarti adalah selalu benar
dalam setiap pengukuran. Suatu proses pengukuran akan
dinyatakan selesai apabila hasilnya telah diwujudkan dalam bentuk
angka yang biasanya dalam pengukuran fisik disertai dengan
Karakteristik Pengukuran
Hasil Pengukuran bersifat deskriptif
Artinya, hanya sebatas memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh. Misalnya hasil ukur terhadap luas sebuah meja adalah 240 cm², tidak diikuti oleh keterangan bahwa 240 cm² tsb adalah sedang, luas, atau sangat luas.
Dalam berbagai kasus, pengukuran atribut yang tidak dapat dilakukan secara langsung, karena atribut yang hendak diukur merupakan atribut derivasi, yaitu turunan dari atribut ² dasar lainnya. Seperti luas, kecepatan, dll.
EVALUASI
Interpretasi terhadap hasil pengukuran hanya
dapat bersifat evaluatif apabila disandarkan pada suatu norma/kriteria.
Norma berarti rata-rata bagi suatu kelompok
subjek. Dengan adanya norma dan kriteria, hasil yang sama dari suatu pengukuran dapat saja
Karakteristik Evaluasi
1.Merupakan
pembandingan
antara hasil ukur dengan suatu
norma atau suatu kriteria.
2.Hasilnya bersifat kualitatif.
3.Hasilnya
dinyatakan
secara
DATA
Kata data berasal dari DATUM yang berarti materi atau kumpulan fakta yang dipakai untuk keperluan suatu analisa, diskusi, presentasi ilmiah, atau tes statistik.
Bila dilihat dari menurut asal sumbernya, data dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu data primer dan data
sekunder.
Sehingga setiap penelitan pasti memerlukan data sebagai bahan analisa.
DATA STATISTIK
DATUM BENTUK TUNGGAL
DATA =DATUM-DATUM BERBENTUK JAMAK
ANGKA/BILANGAN DISEBUT DATA STATISTIK BILA ANGKA MENUNJUKAN SUATU CIRI DARI SUATU PENELITIAN YG BERSIFAT AGREGATIF
DATA STATISTIK IALAH DATA YANG BERUJUD ANGKA, NAMUN TIDAK SEMUA ANGKA DISEBUT DATA STATISTIK
tipe data statistik
• Qualitative Data (data yg bukan dlm bentuk angka)
– Misal : Jenis pekerjaan, tingkat pendidikan
• Quantitative Data (data yg dinyatakan dlm bentuk angka)
– Misal: berat badan, tinggi badan, kecepatan berlari, dll
Jenis Data Kualitatif
• Data kualitatif umumnya dikuantitatifkan agar dapat diproses lebih lanjut, yang terdiri dari dua golongan, yaitu :
• a. Data Nominal/Diskrit : ialah data yang hanya dapat digolong-golongkan secara terpisah dalam bentuk
kategori atau diskrit, dimana posisi data masing-masing kategori mempunyai derajat yang sama.
• b. Data Ordinal: ialah data yang dinyatakan dalam bentuk kategori namun posisi data tidak sama
Jenis Data Kuantitatif
• Data kuantitatif dapat dibedakan menjadi :
• a. Data Interval : yaitu data yang diukur dengan jarak diantara dua titik pada skala yang sudah diketahui.
• Contoh :
1) Suhu udara dalam Celsius berkisar antara 0 derajat hingga 100 derajat.
2) Jumlah bulan dalam satu tahun.
3) Nilai TOEFL bagi mahasiswa yang mau belajar ke luar negeri.
• b. Data Rasio : yaitu data yang diukur dengan suatu proporsi dan mempunyai jarak yang sama.
• Contoh : 1) persentase jumlah pengenggur di propinsi X . 2) nilai inflasi di Indonesia tahun 2005.
Jenis data statistik dibagi 2 macam:
1. Data Dikotomi (=deskrit, data kategorik, atau data nominal). Ex; laki-laki=1, prp=2
2. DATA KONTINUM
1. Data Ordinal (data yg sudah diurutkan dari yg paling rendah ke yg paling tinggi; juara angkat besi; juara 1: 400kg, 2:395 kg...dst 2. Data Interval (nilai mata kuliah mhs A,B,...) 3. Data Rasio
BEBERAPA JENIS DATA
1. Data nominalyaitu data yangdikelompok-kan secara terpisah menjadi dua atau beberapa kelompok,
Data nominal bersifat deskrit dan tidak ada hubungannya antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Contoh: data tentang jenis kelamin, status perkawinan, dan jenis pekerjaan.
2. Data ordinalmerupakan data yang menunjuk pada tingkatan/jenjang atribut tertentu.
Jenjang tertinggi diberi angka 1, jenjang di bawahnya 2, di bawahnya lagi 3, 4 dan seterusnya.
Data ordinal tidak menunjukkan data pilah, akan tetapi tidak nampak batas-batasnya.
Data ini termasuk katagori data kontinum.
Data ordinal memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada data deskrit, karena telah menunjukkan tingkatan
antara yang satu dengan yang lainnya.
Contoh: rangking hasil lomba Karya Ilmiah
Mahasiswa, rangking IP mahasiswa atau ranking prestasi dalam matakuliah tertentu.
3. Data intervalialah data yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran tersebut diasumsikan terdapat satuan pengukuran yang sama.
Data in terval menunjukkan adanya jarak antara data yang satu dengan yang lain.
Data interval tergolong ke dalam data kontinum, yang memiliki tingkatan lebih tinggi di bandingkan dengan data ordinal,
karena memiliki tingkatan yang lebih banyak lagi.
Data interval dapat diordinalkan, tetapi sebaliknya data ordinal tidak dapat diintervalkan.
Suatu hal penting yang harus diketahui dalam kaitan dengan data interval ialah, tidak dikenal adanya nilai 0 (nul) mutlak.
Contoh data interval: nilai matakuliah tertentu, sikap terhadap sesuatu yang dinyatakan dengan skor, penghasilan
seseorang, umur, dan sebagainya.
4. Data ratio adalah data yang dapat
diperbandingkan antara yang satu dengan yang lainnya dan memiliki nilai 0 (nul)
mutlak.
Data ratio ini tergolong ke dalam data kontinum.
Contoh : berat badan ibu = 75 Kg, berat badan Nataya = 15 Kg. Dengan demikian, berat badan Ibu adalah 5 kali berat badan Nataya.
Contoh lain : tinggi badan Billy = 171 Cm, tinggi basdan Susi = 171 Cm. Bila diperbandingkan
kedua tinggi badan tersebut selisihnya adalah = 0 (nul) Cm. Arti dari 0 (nul) tersebut adalah 0 (nul) mutlak, artinya tidak ada selisih yang bisa diukur.
Ciri-Ciri Tingkat Pengukuran
Informasi Nominal Ordinal Interval Rasio
Perbedaan V V V V Urutan V V V Jarak yang sama V V Nol mutlak V
Jenis Data Menurut Cara
Memperolehnya
Data Primer
Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun
organisasi. Contoh : Mewawancarai langsung penonton bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara
komersial maupun non komersial. Contohnya adalah
pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah.
Pembagian Jenis Data
Berdasarkan Sifat Data
Data Diskrit
Data diskrit adalah data yang nilainya adalah
bilangan asli. Contohnya adalah berat badan ibu-ibu pkk sumber ayu, nilai rupiah dari waktu ke waktu,
dan lain-sebagainya.
Data Kontinyu
Data kontinyu adalah data yang nilainya ada pada suatu interval tertentu atau berada pada nilai yang satu ke nilai yang lainnya. Contohnya penggunaan kata sekitar, kurang lebih, kira-kira, dan sebagainya. Dinas pertanian daerah mengimpor bahan baku
Jenis-jenis Data Menurut
Waktu Pengumpulannya
Data Cross Section
Data cross-section adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu. Contohnya laporan keuangan per 31 desember 2006, data pelanggan PT. angin ribut bulan mei 2004, dan lain sebagainya.
Data Time Series / Berkala
Data berkala adalah data yang datanya
menggambarkan sesuatu dari waktu ke waktu atau periode secara historis. Contoh data time series
adalah data perkembangan nilai tukar dollar amerika terhadap euro eropa dari tahun 2004 sampai 2006, jumlah pengikut jamaah nurdin m. top dan doktor azahari dari bulan ke bulan, dll.
UJI VALIDITAS
DAN
Page 28
• Misalkan kuesioner adalah sasaran
tembak seperti pada gambar berikut ini.
• Anggap bahwa pusat sasaran tembak itu adalah target dari apa yang kita ukur.
• Jawaban tiap responden yang ditanya menggunakan kuesioner adalah
menembak pada sasarannya.
• Jika pertanyaannya baik dan responden menjawab dengan baik pula maka kita sudah menembak tepat pada sasaran.
• Jika tidak demikian maka tembakan kita meleset. • Makin banyak responden menjawab salah (karena
pertanyaan tidak jelas atau bias) maka sasaran kita makin jauh.
• Pertama : menembak sasaran secara konsisten tetapi jauh dari sasaran sebenarnya.
Hal ini disebut konsisten dan sistematis mengukur pendapat responden dengan nilai yang salah untuk semua responden reliable tetapi tidak valid
Page 30
• Kedua, menebak secara acak, merata di segala tempat.
• Kadang-kadang tembakannya kena
sasaran, tetapi secara rata-rata diperoleh jawaban yang benar secara kelompok
(tetapi tidak terlalu baik untuk individu).
• Dalam hal ini, kita memperoleh estimasi yang benar secara kelompok, tetapi tidak konsisten. Sekarang jelas bahwa
reliabilitas berkaitan langsung dengan validitas dari apa yang diukur.
• Ketiga, menunjukkan tembakan yang menyebar dan secara konsisten
menyimpang dari sasaran tidak reliable dan tidak valid
• Terakhir, menunjukkan menembak
sasaran secara konsisten reliable dan valid.
Page 32
• Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
• Hasil penelitian yang reliabel bila
terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.
• Instrumen yang valid : alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.
• Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Page 33
• Meteran yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti karena meteran memang alat untuk mengukur panjang.
• Instrumen yang reliabel : instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk
mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama.
• Alat ukur panjang dari karet contoh instrumen yang tidak reliabel/konsisten.
• Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel.
• Instrumen yang berbentuk test untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang nontest untuk mengukur sikap.
• Instrumen yang berupa test jawabannya adalah “salah atau benar” sedangkan
instrumen sikap jawabannya tidak ada yang “salah atau benar” tetapi bersifat “positif atau negatif”.
Page 35
Pengujian Validitas Instrumen
• Pada setiap instrumen baik test maupun non test terdapat butir-butir (item)
pertanyaan atau pernyataan.
• Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut maka setelah
dikonsultasikan dengan ahli selanjutnya diujicobakan dan dianalisis dengan
analisis item atau uji beda.
• Analisis item dilakukan dengan
menghitung korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total.
• Pengujian validitas tiap butir digunakan analisis item mengkorelasikan skor
tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.
• Item yang mempunyai korelasi positif
dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa item
tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.
Untuk menghitung koefisien
korelasi product moment
pearson digunakan rumus
Page 38
Contoh Kasus
• Seorang mahasiswa melakukan penelitian dengan menggunakan skala untuk mengetahui atau mengungkap prestasi belajar seseorang. Kuesioner terdiri dari 10 item dan menggunakan skala Likert yaitu :
1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju
3 = setuju
4 = sangat setuju.
Setelah kuesioner diisi 12 responden diperoleh data berikut :
• Diperoleh korelasi bivariat Pearson antara Skor Item dan Skor Total untuk
masing-masing item. Jika digunakan tingkat
signifikansi (level of significance) = 0,05 (5 %) dengan uji 2 sisi dan n= 12 maka titik
kritisnya adalah 0,576.
• Terlihat bahwa item 1, 9 dan 10 kurang dari 0,576 sehingga dapat disimpulkan bahwa item 1, 9 dan tidak valid dan jika perlu item tersebut diubah atau dibuang (asalkan tidak mengurangi arti kuesioner secara kesatuan).
Page 42
Corrected Item-Total
Correlation
• Analisis ini dilakukan dengan cara
mengkorelasikan masing-masing Skor Item dengan Skor Total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi.
• Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item total yang overestimasi
(estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya).
• Dengan kata lain, analisis ini menghitung korelasi tiap item dengan skor total,
tetapi skor total tersebut tidak termasuk skor item yang dihitung.
• Sebagai contoh, pada kasus di atas ,
akan dihitung korelasi item 1 dengan skor total (yaitu jumlah total skor 2 sampai
skor 10).
• Perhitungan teknik ini cocok digunakan pada kuesioner yang menggunakan item-item pertanyaan yang sedikit, sedangkan pada kuesioner yang menggunakan item-item pertanyaan yang banyak tidak perlu dilakukan karena perbedaan antara
• Dari output SPSS diperoleh nilai
korelasi yang diinginkan pada kolom Corrected Item – Total Correlation dan dibandingkan dengan titik kritis table yaitu 0,576 sehingga item-item yang tidak valid adalah item 1, item 5, item 9 dan item 10.
• Suatu questionare disebut reliabel/handal jika jawaban-jawaban seseorang konsisten.
• Contoh pertanyaan:
• Apakah gaji/upah yang diterima
memuaskan? Jawab: memuaskan
• Apakah yang krusial untuk diatasi? Jawab: Kenaikan upah.
• Ini menunjukkan ketidak konsistenan
pertanyaan dalam mengungkap sikap atau pendapat responden.
• Reliabilitas dapat diukur dengan jalan mengulang pertanyaan yang mirip pada nomor-nomor berikutnya, atau dengan jalan melihat konsistensinya (diukur
Uji Reliabilitas dengan
Cronbach Alpha
Menghitung Total Variansi Butir
(
b2)
Page 51
• Variansi butir ke-2 sampai ke-5 dapat
dihitung dengan cara yang sama seperti menghitung variansi butir I sehingga total variansi butir :
b2 = 0,61 + 0,45 + 0,45 + 0,84 + 0,16
= 2,51
Menghitung Koefisien Cronbach
Alpha
Page 54
Misal: Kepuasan Upah disurvai dengan 5 pertanyaan
• Buka file yang akan diuji
• Klik Analyze
Scale dan pilih Reliability Analysis• Masukkan 5 pertanyaan yang diuji • Pilih pada box model Alpha
• Klik Statistics dan pilih scale if item deleted (lihat gambar)
Langkah uji Reliabilitas dengan
menggunakan SPSS.
Page 56
• Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas
berasal dari skor-skor item angket yang
valid. Item yang tidak valid tidak dilibatkan dalam pengujian reliabilitas.
• Instrumen yang memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang
diperoleh lebih dari 0,60 (secara kasar). • Baik buruknya reliabilitas instrumen dapat
dibandingkan dengan tabel yang
tergantung pada n dan tingkat signifikansi
(untuk n=10 dan = 5 % diperoleh batas 0,632).
• Karena koefisien Cronbach diperoleh 0,581 sehingga tidak signifikan berarti
reliabilitas instrumen buruk atau data hasil instrumen kuesioner/angket kurang dapat dipercaya.
Contoh kasus : Pada kasus kuesioner 10 item dengan 12 responden
• Karena item 1, item 5, item 9 dan item 10 tidak valid maka dibuang (dengan tanpa mengurangi kesatuan arti kuesioner). • Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas
Cronbach’s Alpha dan diperoleh hasil pada output SPSS yaitu korelasi 0,897 yang lebih besar dari titik kritis 0,576 (untuk tingkat
signifikansi 5 % dan n=12) sehingga bahwa kuesioner yang dibuat sudah reliabel.
PENYUSUNAN ALAT
UKUR PSIKOLOGI
SKALA SEBAGAI ALAT UKUR
• Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan objektif. Pada pendekatan penelitian kuantitatif, data
penelitian hanya akan dapat
diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang di samping valid dan reliabel, juga objektif.
• Pengukuran merupakan proses kuantifikasi suatu atribut. Pengukuran diharapkan akan menghasilkan data yang valid yang harus dilakukan secara sistematis. Berbagai alat ukur telah berhasil diciptakan untuk melakukan atribut dalam bidang fisik seperti berat badan, luas, kecepatan, dan sebagainya yang segi validitas, reliabilitas, dan objektivitas hasil pengukuran dapat diterima semua orang secara universal.
• Pengukuran bidang non-fisik, khususnya psikologi masih dalam taraf perkembangan yang mungkin tidak akan pernah mencapai kesempurnaannya, walaupun skala tersebut sudah terstandarkan namun kualitasnya belum dapat dikatakan optimal. Kemajuan di bidang teori pengukuran psikologi justru menyingkap sisi lemah dari banyak tes yang sudah ada dan sudah lama digunakan.
Page 62
Pengukuran atribut-atribut psikologis sangat sukar dilakukan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan validitas, reliabilitas, dan objektivitas
yang tinggi, karena :
• Atribut psikologi bersifat latent (tidak tampak). Karena itu yang kita miliki hanya konstrak yang tidak akan dapat diukur secara langsung. Pengukuran thd konstrak latent harus dilakukan lewat indikator perilaku yang belum tentu mewakili domain (kawasan yang tepat, dikarenakan batasan konstrak psikologis tidak dapat dibuat dengan akurasi yang tinggi dan tidak mudah untuk dioperasionalkan.
• Aitem-aitem dalam dalam skala psikologi didasari oleh indikator2 perilaku yang jumlahnya terbatas.
Keterbatasan itu mengakibatkan hasil pengukuran menjadi tidak cukup komprehensif sedangkan bagian dari indikator perilaku yang terbatas itu sangat mungkin pula tumpang tindih dengan atribut psikologis yang lain.
• Respon yang diberikan oleh subjek sedikit banyak
dipengaruhi variabel-variabel yang tidak relevan seperti suasana hati, kondisi, kesalahan prosedur administrasi, dsb.
• Atribut psikologis yang terdapat dalam diri manusia
stabilitasnya tidak tinggi. Banyak yang berubah sejalan dengan waktu dan situasi.
• Interpretasi terhadap hasil ukur hanya dapat dilakukan secara normatif. Dalam isitilah pengukuran, dikatakan bahwa pada pengukuran psikologis terdapat lebih
banyak sumber error.
Karena keterbatasan2 pengukuran tersebut yang
menjadikan konstruksi skala psikologis lebih rumit dan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan
mengikuti langkah-langkah metodologis sehingga sumber error dapat ditekan sekecil mungkin.
KARAKTERISTIK SKALA SEBAGAI ALAT UKUR
• Sebagai alat ukur, skala psikologis memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai alat pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, inventory, dll.
• Skala sering disamakan dengan istilah tes, namun dalam pengembangan instrument ukur, tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, sedangkan skala lebih banyak dipakai untuk alat ukur aspek afektif.
Karakteristik Skala
Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Dalam hal ini, meskipun subjek yang diukur memahami pertanyaan atau pernyataannya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan, sehingga jawaban yang akan diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek terhadap pertanyaan tsb dan jawabannya lebih bersifat proyektif (proyeksi/cerminan dari perasaan/kepribadiannya.
Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator2 perilaku, sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam
aitem2, maka skala psikologis selalu berisi banyak aitem. Jawaban
subjek terhadap 1 aitem baru merupakan sebagian dari banyak indikasi atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan sebagai diagnosis dapat dicapai apabila subjek menjawab semua aitem.
Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.
Karakteristik di atas oleh Cronbach (1970) disebut sebagai ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu performansi yang menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk repon terhadap situasi tertentu yang sedang dihadapi. (cth : minat, sikap, garesivitas, motivasi, dll)
PERBEDAAN SKALA & ANGKET
ANGKET SKALA
1. Data yang diungkap merupakan data faktual atau yang dianggap fakta. (pilihan metode KB, jenis musik yang disukai, dll)
2. Pertanyaannya berupa pertanyaan yang langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Data berupa fakta atau opini menyangkut diri reponden. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri.
1. Data yang diungkap berupa
konstrak atau konsep psikologis yang merupakan gambaran
aspek kepribadian individu.
(kecemasan, agresivitas, sikap, dlll)
2. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari. Pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari kepribadian yang lebih abstrak.
ANGKET SKALA
3. Responden thd angket tahu persis apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa yang dikehendaki oleh pertanyaan yang
bersangkutan.
4. Jawaban tidak dapat diberi skor (dlm arti nilai) melainkan diberi angka coding sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban (data nominal)
5. 1 angket dapat mengungkap informasi mengenai banyak hal 6. Karakteristik pada poin 2 & 4
menyebabkan data hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya. Asalkan responden menjawab jujur. 7. Validitas angket lebih ditentukan
oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang ingin diungkap.
3. Responden thd skala psikologis,
sekalipun memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari arah
jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa sesungguhnya yg akan diungkap oleh pertanyaan tsb. 4. Repon diberi skor melalui proses
penskalaan (data ordinal)
5. 1 skala hanya diperuntukkan untuk mengungkap satu atribut tunggal 6. Hasil ukur skala harus teruji
relaibilitasnya karena relevansi isi dan konteks kalimat sebagai stimulus mengandung errror.
7. Validitas skala lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis yang hendak diukur & operasionalisasinya.
Faktor-faktor yang dapat melemahkan validitas.
Validitas dalam pengertian yang paling umum adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya, sejauhmana skala itu mampu mengukur atribut yang dirancang untuk mengukurnya. Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala, sehingga harus diketahui faktor yang dapat mengancam validitas skala.
Identifikasi kawasan Ukur yang Tidak Cukup Jelas.
Untuk mengukur “sesuatu” maka sesuatu itu harus dikenali terlebih dahulu dengan baik. Apabila atribut psikologi sebagai tujuan ukur tidak diidentifikasikan dengan benar, maka skala hanya memiliki gambaran yang kabur mengenai apa yang sebenarnya hendak diukur. Sehingga tidak akan mungkin mampu menulis aitem2 yang tepat untuk
mengungkap respon yang diinginkan. Akibatnya aitem2
sering tumpang tindih dengan atribut psikologis yang lain. Selain itu skala menjadi tidak komprehensif dalam mengungkap atribut yang dikehendaki.
• Operasionalisasi Konsep yang Tidak tepat
Kejelasan konsep mengenai atribut yang hendak diukur memungkinkan perumusan indikator perilaku yang menunjukkan ada-tidaknya atribut yang bersangkutan. Rumusan indikator perilaku berasal dari operasionalisasi konsep teoritik mengenai komponen2/dimensi2 atribut
bersangkutan menajdi rumusan yang terukur. Apabila perumusan ini tidak cukup operasional, atau masih menimbulkan penafsiran ganda mengenai bentuk perilaku yang diinginkan, maka akan menghasilkan aitem2 yang tidak valid.
• Penulisan Aitem yang Tidak Mengikuti Akidah
aitem yang maksudnya sukar dimengerti oleh responden karena terlalu panjang, tidak benar tata bahasanya, mendorong reponden untuk memilih jawaban tertentu saja, yang memancing reaksi negatif dari responden, sehingga aitem tidak akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.
• Administrasi Skala yang Tidak Berhati-hati
Skala yang isinya telah dirancang dengan baik dan aitem2nya sudah ditulis dgn benar, namun
disajikan atau diadministrasikan pada responden dengan sembarangan tidak akan menghasilkan data yang valid. Administrasi skala memerlukan persiapan dan antisipasi dari penyaji, antara lain:
a. Kondisi Penampilan Skala (validitas tampang.
b. Kondisi Subjek c. Kondisi Testing
• Pemberian Skor yang Tidak Cermat
Sekalipun disediakan “kunci skoring”, terkadang terjadi kesalahan dari pihak pemberi skor karena penggunaan kunci yang keliru atau salah
menjumlahkan skor. Pada beberapa skala yang menggunakan konversi skor, dapat terjadi
kesalahan sewaktu mengubah skor mentah menjadi skor derivasi karena salah lihat pada tabel konversi.
• Interpretasi Yang Keliru
Penafsiran hasil ukur skala merupakan bagian dari proses diagnosis yang teramat penting. Bagaimanapun baiknya fungsi ukur suatu
skala,namun apabila diinterpretasikan secara tidak benar maka akan sia-sia, karena
KESIMPULAN SKALA/TES
• Skala/tes dapat dikatakan sebagai suatu prosedur pengamatan perilaku, dan dilanjutkan dengan deskripsi perilaku.
• Prosedur pengamatan perilaku akan menghasilkan gambaran bersifat numerik (kuantitatif) dan atau kategorikal (kualitatif) • Hasil tes yang berupa nemerik dapat
ditafsirkan dalam bentuk kategorikal contoh : IQ= 100 Rata-rata
ATRIBUT PSIKOLOGIS
• Hanya ada dalam konsep, sehingga sulit dibayangkan secara fisik
• Atribut psikologis merupakan rangkaian kalimat untuk memperjelas/menjelaskan suatu fenomena.
• Secara psikologis, kita mengukur suatu yang tidak ada, sehingga perlu konsep dengan cara mengoperasionalisasi konsep tersebut dalam bentuk perilaku yang dapat diukur.
Page 74
Langkah Penyusunan Skala
Identifikasi Tujuan Ukur (Menetapkan Konstrak
Teoritik)
Pembatasan Domain Ukur (Merumuskan Aspek Kepribadian) Kisi-kisi & Spesifikasi Skala Penskalaan Field Test Evaluasi Kuantitatif Seleksi Aitem Estimasi Reliabilitas Validasi Konstrak Ujicoba Bahasa Penulisan Aitem Operasionalisasi Konsep (Menghimpun Indikator Keperilakuan