• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variabel sepanjang kontinum. Page 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variabel sepanjang kontinum. Page 2"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Measurement /Ilmu Pengukuran merupakan cabang dari ilmu statistika terapan yang bertujuan

membangun dasar-dasar

pengembangan tes yang lebih baik sehingga dapat menghasilkan tes

yang berfungsi secara optimal, valid, & reliabel.

Pengukuran adalah suatu prosedur pemberian angka

(kuantifikasi) terhadap atribut atau variabel sepanjang kontinum.

(3)

KONTINUM FISIK

Berbagai kontinum, seperti kontinum berat, tinggi, kecepatan, dsb, dihasilkan

oleh pengukuran yang menggunakan skala fisik.

(4)

KONTINUM

PSIKOLOGIS

berbagai atribut fisik dan atribut psikologis dapat diukur dengan menggunakan skala psikologis dan hasilnya dapat disajikan dalam

suatu kontinum yang dinamakan kontinum psikologis.

(5)

Pengertian Pengukuran Secara

Operasional

Pengukuran merupakan suatu prosedur pembandingan antara

atribut yang hendak diukur dengan alat ukurnya.

(6)

Karakteristik Pengukuran

Membandingkan atribut yang diukur dengan alat ukurnya.

Apa yang diukur adalah atribut atau dimensi dari sesuatu, bukan sesuatu itu

sendiri.

Kuantifikasi tinggi badan dilakukan dengan membandingkan tinggi (badan) sebagai atribut fisik, dengan meteran sebagai alat ukur.

Kita tidak dapat mengukur sebuah meja, karena yang kita ukur bukanlah meja sebagai benda melainkan dimensi meja, yaitu panjang, lebar, luas, tinggi meja.

Kita tidak dapat mengukur manusia karena yang dapat kita ukur adalah atribut manusianya, seperti inteligensi/prestasi, dll.

(7)

Pengertian di atas memberi makna bahwa :

a. Benda atau manusia yang

dimensinya diukur merupakan subjek pengukuran, bukan objek. Objek pengukuran adalah dimensi yang diukur.

b. Kita hanya akan mengetahui alat ukurnya apabila atribut yang hendak diukur telah diketahui lebih dahulu

(8)

Karakteristik Pengukuran

Hasil Pengukuran dinyatakan secara

kuantitatif

Kuantitatif berarti berwujud angka. Hal ini berarti adalah selalu benar

dalam setiap pengukuran. Suatu proses pengukuran akan

dinyatakan selesai apabila hasilnya telah diwujudkan dalam bentuk

angka yang biasanya dalam pengukuran fisik disertai dengan

(9)

Karakteristik Pengukuran

Hasil Pengukuran bersifat deskriptif

Artinya, hanya sebatas memberikan angka yang tidak diinterpretasikan lebih jauh. Misalnya hasil ukur terhadap luas sebuah meja adalah 240 cm², tidak diikuti oleh keterangan bahwa 240 cm² tsb adalah sedang, luas, atau sangat luas.

Dalam berbagai kasus, pengukuran atribut yang tidak dapat dilakukan secara langsung, karena atribut yang hendak diukur merupakan atribut derivasi, yaitu turunan dari atribut ² dasar lainnya. Seperti luas, kecepatan, dll.

(10)

EVALUASI

Interpretasi terhadap hasil pengukuran hanya

dapat bersifat evaluatif apabila disandarkan pada suatu norma/kriteria.

Norma berarti rata-rata bagi suatu kelompok

subjek. Dengan adanya norma dan kriteria, hasil yang sama dari suatu pengukuran dapat saja

(11)

Karakteristik Evaluasi

1.Merupakan

pembandingan

antara hasil ukur dengan suatu

norma atau suatu kriteria.

2.Hasilnya bersifat kualitatif.

3.Hasilnya

dinyatakan

secara

(12)

DATA

Kata data berasal dari DATUM yang berarti materi atau kumpulan fakta yang dipakai untuk keperluan suatu analisa, diskusi, presentasi ilmiah, atau tes statistik.

Bila dilihat dari menurut asal sumbernya, data dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu data primer dan data

sekunder.

Sehingga setiap penelitan pasti memerlukan data sebagai bahan analisa.

(13)

DATA STATISTIK

DATUM BENTUK TUNGGAL

DATA =DATUM-DATUM BERBENTUK JAMAK

ANGKA/BILANGAN DISEBUT DATA STATISTIK BILA ANGKA MENUNJUKAN SUATU CIRI DARI SUATU PENELITIAN YG BERSIFAT AGREGATIF

DATA STATISTIK IALAH DATA YANG BERUJUD ANGKA, NAMUN TIDAK SEMUA ANGKA DISEBUT DATA STATISTIK

(14)

tipe data statistik

• Qualitative Data (data yg bukan dlm bentuk angka)

– Misal : Jenis pekerjaan, tingkat pendidikan

• Quantitative Data (data yg dinyatakan dlm bentuk angka)

– Misal: berat badan, tinggi badan, kecepatan berlari, dll

(15)

Jenis Data Kualitatif

Data kualitatif umumnya dikuantitatifkan agar dapat diproses lebih lanjut, yang terdiri dari dua golongan, yaitu :

• a. Data Nominal/Diskrit : ialah data yang hanya dapat digolong-golongkan secara terpisah dalam bentuk

kategori atau diskrit, dimana posisi data masing-masing kategori mempunyai derajat yang sama.

• b. Data Ordinal: ialah data yang dinyatakan dalam bentuk kategori namun posisi data tidak sama

(16)

Jenis Data Kuantitatif

Data kuantitatif dapat dibedakan menjadi :

• a. Data Interval : yaitu data yang diukur dengan jarak diantara dua titik pada skala yang sudah diketahui.

• Contoh :

1) Suhu udara dalam Celsius berkisar antara 0 derajat hingga 100 derajat.

2) Jumlah bulan dalam satu tahun.

3) Nilai TOEFL bagi mahasiswa yang mau belajar ke luar negeri.

• b. Data Rasio : yaitu data yang diukur dengan suatu proporsi dan mempunyai jarak yang sama.

• Contoh : 1) persentase jumlah pengenggur di propinsi X . 2) nilai inflasi di Indonesia tahun 2005.

(17)

Jenis data statistik dibagi 2 macam:

1. Data Dikotomi (=deskrit, data kategorik, atau data nominal). Ex; laki-laki=1, prp=2

2. DATA KONTINUM

1. Data Ordinal (data yg sudah diurutkan dari yg paling rendah ke yg paling tinggi; juara angkat besi; juara 1: 400kg, 2:395 kg...dst 2. Data Interval (nilai mata kuliah mhs A,B,...) 3. Data Rasio

(18)

BEBERAPA JENIS DATA

1. Data nominalyaitu data yang

dikelompok-kan secara terpisah menjadi dua atau beberapa kelompok,

Data nominal bersifat deskrit dan tidak ada hubungannya antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.

Contoh: data tentang jenis kelamin, status perkawinan, dan jenis pekerjaan.

(19)

2. Data ordinalmerupakan data yang menunjuk pada tingkatan/jenjang atribut tertentu.

Jenjang tertinggi diberi angka 1, jenjang di bawahnya 2, di bawahnya lagi 3, 4 dan seterusnya.

Data ordinal tidak menunjukkan data pilah, akan tetapi tidak nampak batas-batasnya.

Data ini termasuk katagori data kontinum.

Data ordinal memiliki nilai yang lebih tinggi dari pada data deskrit, karena telah menunjukkan tingkatan

antara yang satu dengan yang lainnya.

Contoh: rangking hasil lomba Karya Ilmiah

Mahasiswa, rangking IP mahasiswa atau ranking prestasi dalam matakuliah tertentu.

(20)

3. Data intervalialah data yang dihasilkan dari pengukuran, yang di dalam pengukuran tersebut diasumsikan terdapat satuan pengukuran yang sama.

Data in terval menunjukkan adanya jarak antara data yang satu dengan yang lain.

Data interval tergolong ke dalam data kontinum, yang memiliki tingkatan lebih tinggi di bandingkan dengan data ordinal,

karena memiliki tingkatan yang lebih banyak lagi.

Data interval dapat diordinalkan, tetapi sebaliknya data ordinal tidak dapat diintervalkan.

Suatu hal penting yang harus diketahui dalam kaitan dengan data interval ialah, tidak dikenal adanya nilai 0 (nul) mutlak.

Contoh data interval: nilai matakuliah tertentu, sikap terhadap sesuatu yang dinyatakan dengan skor, penghasilan

seseorang, umur, dan sebagainya.

(21)

4. Data ratio  adalah data yang dapat

diperbandingkan antara yang satu dengan yang lainnya dan memiliki nilai 0 (nul)

mutlak.

Data ratio ini tergolong ke dalam data kontinum.

Contoh : berat badan ibu = 75 Kg, berat badan Nataya = 15 Kg. Dengan demikian, berat badan Ibu adalah 5 kali berat badan Nataya.

Contoh lain : tinggi badan Billy = 171 Cm, tinggi basdan Susi = 171 Cm. Bila diperbandingkan

kedua tinggi badan tersebut selisihnya adalah = 0 (nul) Cm. Arti dari 0 (nul) tersebut adalah 0 (nul) mutlak, artinya tidak ada selisih yang bisa diukur.

(22)

Ciri-Ciri Tingkat Pengukuran

Informasi Nominal Ordinal Interval Rasio

Perbedaan V V V V Urutan V V V Jarak yang sama V V Nol mutlak V

(23)

Jenis Data Menurut Cara

Memperolehnya

Data Primer

Data primer adalah secara langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun

organisasi. Contoh : Mewawancarai langsung penonton bioskop 21 untuk meneliti preferensi konsumen bioskop.

Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau metode baik secara

komersial maupun non komersial. Contohnya adalah

pada peneliti yang menggunakan data statistik hasil riset dari surat kabar atau majalah.

(24)

Pembagian Jenis Data

Berdasarkan Sifat Data

Data Diskrit

Data diskrit adalah data yang nilainya adalah

bilangan asli. Contohnya adalah berat badan ibu-ibu pkk sumber ayu, nilai rupiah dari waktu ke waktu,

dan lain-sebagainya.

Data Kontinyu

Data kontinyu adalah data yang nilainya ada pada suatu interval tertentu atau berada pada nilai yang satu ke nilai yang lainnya. Contohnya penggunaan kata sekitar, kurang lebih, kira-kira, dan sebagainya. Dinas pertanian daerah mengimpor bahan baku

(25)

Jenis-jenis Data Menurut

Waktu Pengumpulannya

Data Cross Section

Data cross-section adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu. Contohnya laporan keuangan per 31 desember 2006, data pelanggan PT. angin ribut bulan mei 2004, dan lain sebagainya.

Data Time Series / Berkala

Data berkala adalah data yang datanya

menggambarkan sesuatu dari waktu ke waktu atau periode secara historis. Contoh data time series

adalah data perkembangan nilai tukar dollar amerika terhadap euro eropa dari tahun 2004 sampai 2006, jumlah pengikut jamaah nurdin m. top dan doktor azahari dari bulan ke bulan, dll.

(26)

UJI VALIDITAS

DAN

(27)
(28)

Page 28

• Misalkan kuesioner adalah sasaran

tembak seperti pada gambar berikut ini.

• Anggap bahwa pusat sasaran tembak itu adalah target dari apa yang kita ukur.

• Jawaban tiap responden yang ditanya menggunakan kuesioner adalah

menembak pada sasarannya.

• Jika pertanyaannya baik dan responden menjawab dengan baik pula maka kita sudah menembak tepat pada sasaran.

(29)

• Jika tidak demikian maka tembakan kita meleset. • Makin banyak responden menjawab salah (karena

pertanyaan tidak jelas atau bias) maka sasaran kita makin jauh.

Pertama : menembak sasaran secara konsisten tetapi jauh dari sasaran sebenarnya.

Hal ini disebut konsisten dan sistematis mengukur pendapat responden dengan nilai yang salah untuk semua responden  reliable tetapi tidak valid

(30)

Page 30

Kedua, menebak secara acak, merata di segala tempat.

• Kadang-kadang tembakannya kena

sasaran, tetapi secara rata-rata diperoleh jawaban yang benar secara kelompok

(tetapi tidak terlalu baik untuk individu).

• Dalam hal ini, kita memperoleh estimasi yang benar secara kelompok, tetapi tidak konsisten. Sekarang jelas bahwa

reliabilitas berkaitan langsung dengan validitas dari apa yang diukur.

(31)

• Ketiga, menunjukkan tembakan yang menyebar dan secara konsisten

menyimpang dari sasaran  tidak reliable dan tidak valid

• Terakhir, menunjukkan menembak

sasaran secara konsisten  reliable dan valid.

(32)

Page 32

• Hasil penelitian yang valid  bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul

dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.

• Hasil penelitian yang reliabel  bila

terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda.

• Instrumen yang valid : alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid.

• Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

(33)

Page 33

• Meteran yang valid dapat digunakan untuk mengukur panjang dengan teliti karena meteran memang alat untuk mengukur panjang.

• Instrumen yang reliabel : instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk

mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama.

• Alat ukur panjang dari karet  contoh instrumen yang tidak reliabel/konsisten.

(34)

• Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel.

• Instrumen yang berbentuk test  untuk mengukur prestasi belajar dan instrumen yang nontest untuk mengukur sikap.

• Instrumen yang berupa test jawabannya adalah “salah atau benar” sedangkan

instrumen sikap jawabannya tidak ada yang “salah atau benar” tetapi bersifat “positif atau negatif”.

(35)

Page 35

Pengujian Validitas Instrumen

• Pada setiap instrumen baik test maupun non test terdapat butir-butir (item)

pertanyaan atau pernyataan.

• Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut maka setelah

dikonsultasikan dengan ahli selanjutnya diujicobakan dan dianalisis dengan

analisis item atau uji beda.

• Analisis item dilakukan dengan

menghitung korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total.

(36)

• Pengujian validitas tiap butir  digunakan analisis item  mengkorelasikan skor

tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir.

• Item yang mempunyai korelasi positif

dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa item

tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula.

(37)

Untuk menghitung koefisien

korelasi product moment

pearson digunakan rumus

(38)

Page 38

Contoh Kasus

• Seorang mahasiswa melakukan penelitian dengan menggunakan skala untuk mengetahui atau mengungkap prestasi belajar seseorang. Kuesioner terdiri dari 10 item dan menggunakan skala Likert yaitu :

1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju

3 = setuju

4 = sangat setuju.

Setelah kuesioner diisi 12 responden diperoleh data berikut :

(39)
(40)

• Diperoleh korelasi bivariat Pearson antara Skor Item dan Skor Total untuk

masing-masing item. Jika digunakan tingkat

signifikansi (level of significance)  = 0,05 (5 %) dengan uji 2 sisi dan n= 12 maka titik

kritisnya adalah 0,576.

• Terlihat bahwa item 1, 9 dan 10 kurang dari 0,576 sehingga dapat disimpulkan bahwa item 1, 9 dan tidak valid dan jika perlu item tersebut diubah atau dibuang (asalkan tidak mengurangi arti kuesioner secara kesatuan).

(41)
(42)

Page 42

Corrected Item-Total

Correlation

• Analisis ini dilakukan dengan cara

mengkorelasikan masing-masing Skor Item dengan Skor Total dan melakukan koreksi terhadap nilai koefisien korelasi yang overestimasi.

• Hal ini dikarenakan agar tidak terjadi koefisien item total yang overestimasi

(estimasi nilai yang lebih tinggi dari yang sebenarnya).

• Dengan kata lain, analisis ini menghitung korelasi tiap item dengan skor total,

tetapi skor total tersebut tidak termasuk skor item yang dihitung.

(43)

• Sebagai contoh, pada kasus di atas ,

akan dihitung korelasi item 1 dengan skor total (yaitu jumlah total skor 2 sampai

skor 10).

• Perhitungan teknik ini cocok digunakan pada kuesioner yang menggunakan item-item pertanyaan yang sedikit, sedangkan pada kuesioner yang menggunakan item-item pertanyaan yang banyak tidak perlu dilakukan karena perbedaan antara

(44)
(45)

• Dari output SPSS diperoleh nilai

korelasi yang diinginkan pada kolom Corrected Item – Total Correlation dan dibandingkan dengan titik kritis table yaitu 0,576 sehingga item-item yang tidak valid adalah item 1, item 5, item 9 dan item 10.

(46)

• Suatu questionare disebut reliabel/handal jika jawaban-jawaban seseorang konsisten.

• Contoh pertanyaan:

• Apakah gaji/upah yang diterima

memuaskan? Jawab: memuaskan

• Apakah yang krusial untuk diatasi? Jawab: Kenaikan upah.

• Ini menunjukkan ketidak konsistenan

pertanyaan dalam mengungkap sikap atau pendapat responden.

(47)

Reliabilitas dapat diukur dengan jalan mengulang pertanyaan yang mirip pada nomor-nomor berikutnya, atau dengan jalan melihat konsistensinya (diukur

(48)

Uji Reliabilitas dengan

Cronbach Alpha

(49)
(50)

Menghitung Total Variansi Butir

(



b2

)

(51)

Page 51

• Variansi butir ke-2 sampai ke-5 dapat

dihitung dengan cara yang sama seperti menghitung variansi butir I sehingga total variansi butir :

b2 = 0,61 + 0,45 + 0,45 + 0,84 + 0,16

= 2,51

(52)
(53)

Menghitung Koefisien Cronbach

Alpha

(54)

Page 54

Misal: Kepuasan Upah disurvai dengan 5 pertanyaan

• Buka file yang akan diuji

• Klik Analyze

Scale dan pilih Reliability Analysis

• Masukkan 5 pertanyaan yang diuji • Pilih pada box model Alpha

• Klik Statistics dan pilih scale if item deleted (lihat gambar)

Langkah uji Reliabilitas dengan

menggunakan SPSS.

(55)
(56)

Page 56

• Nilai-nilai untuk pengujian reliabilitas

berasal dari skor-skor item angket yang

valid. Item yang tidak valid tidak dilibatkan dalam pengujian reliabilitas.

• Instrumen yang memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi jika nilai koefisien yang

diperoleh lebih dari 0,60 (secara kasar). • Baik buruknya reliabilitas instrumen dapat

dibandingkan dengan tabel yang

tergantung pada n dan tingkat signifikansi

 (untuk n=10 dan  = 5 % diperoleh batas 0,632).

(57)

• Karena koefisien Cronbach diperoleh 0,581 sehingga tidak signifikan berarti

reliabilitas instrumen buruk atau data hasil instrumen kuesioner/angket kurang dapat dipercaya.

(58)

Contoh kasus : Pada kasus kuesioner 10 item dengan 12 responden

• Karena item 1, item 5, item 9 dan item 10 tidak valid maka dibuang (dengan tanpa mengurangi kesatuan arti kuesioner). • Selanjutnya dilakukan uji reliabilitas

Cronbach’s Alpha dan diperoleh hasil pada output SPSS yaitu korelasi 0,897 yang lebih besar dari titik kritis 0,576 (untuk tingkat

signifikansi 5 % dan n=12) sehingga bahwa kuesioner yang dibuat sudah reliabel.

(59)

PENYUSUNAN ALAT

UKUR PSIKOLOGI

(60)

SKALA SEBAGAI ALAT UKUR

• Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan objektif. Pada pendekatan penelitian kuantitatif, data

penelitian hanya akan dapat

diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang di samping valid dan reliabel, juga objektif.

(61)

• Pengukuran merupakan proses kuantifikasi suatu atribut. Pengukuran diharapkan akan menghasilkan data yang valid yang harus dilakukan secara sistematis. Berbagai alat ukur telah berhasil diciptakan untuk melakukan atribut dalam bidang fisik seperti berat badan, luas, kecepatan, dan sebagainya yang segi validitas, reliabilitas, dan objektivitas hasil pengukuran dapat diterima semua orang secara universal.

• Pengukuran bidang non-fisik, khususnya psikologi masih dalam taraf perkembangan yang mungkin tidak akan pernah mencapai kesempurnaannya, walaupun skala tersebut sudah terstandarkan namun kualitasnya belum dapat dikatakan optimal. Kemajuan di bidang teori pengukuran psikologi justru menyingkap sisi lemah dari banyak tes yang sudah ada dan sudah lama digunakan.

(62)

Page 62

Pengukuran atribut-atribut psikologis sangat sukar dilakukan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan validitas, reliabilitas, dan objektivitas

yang tinggi, karena :

• Atribut psikologi bersifat latent (tidak tampak). Karena itu yang kita miliki hanya konstrak yang tidak akan dapat diukur secara langsung. Pengukuran thd konstrak latent harus dilakukan lewat indikator perilaku yang belum tentu mewakili domain (kawasan yang tepat, dikarenakan batasan konstrak psikologis tidak dapat dibuat dengan akurasi yang tinggi dan tidak mudah untuk dioperasionalkan.

• Aitem-aitem dalam dalam skala psikologi didasari oleh indikator2 perilaku yang jumlahnya terbatas.

Keterbatasan itu mengakibatkan hasil pengukuran menjadi tidak cukup komprehensif sedangkan bagian dari indikator perilaku yang terbatas itu sangat mungkin pula tumpang tindih dengan atribut psikologis yang lain.

(63)

• Respon yang diberikan oleh subjek sedikit banyak

dipengaruhi variabel-variabel yang tidak relevan seperti suasana hati, kondisi, kesalahan prosedur administrasi, dsb.

• Atribut psikologis yang terdapat dalam diri manusia

stabilitasnya tidak tinggi. Banyak yang berubah sejalan dengan waktu dan situasi.

• Interpretasi terhadap hasil ukur hanya dapat dilakukan secara normatif. Dalam isitilah pengukuran, dikatakan bahwa pada pengukuran psikologis terdapat lebih

banyak sumber error.

Karena keterbatasan2 pengukuran tersebut yang

menjadikan konstruksi skala psikologis lebih rumit dan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan

mengikuti langkah-langkah metodologis sehingga sumber error dapat ditekan sekecil mungkin.

(64)

KARAKTERISTIK SKALA SEBAGAI ALAT UKUR

• Sebagai alat ukur, skala psikologis memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai alat pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, inventory, dll.

• Skala sering disamakan dengan istilah tes, namun dalam pengembangan instrument ukur, tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, sedangkan skala lebih banyak dipakai untuk alat ukur aspek afektif.

(65)

Karakteristik Skala

 Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Dalam hal ini, meskipun subjek yang diukur memahami pertanyaan atau pernyataannya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan, sehingga jawaban yang akan diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek terhadap pertanyaan tsb dan jawabannya lebih bersifat proyektif (proyeksi/cerminan dari perasaan/kepribadiannya.

 Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator2 perilaku, sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam

aitem2, maka skala psikologis selalu berisi banyak aitem. Jawaban

subjek terhadap 1 aitem baru merupakan sebagian dari banyak indikasi atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan sebagai diagnosis dapat dicapai apabila subjek menjawab semua aitem.

 Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

Karakteristik di atas oleh Cronbach (1970) disebut sebagai ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu performansi yang menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk repon terhadap situasi tertentu yang sedang dihadapi. (cth : minat, sikap, garesivitas, motivasi, dll)

(66)

PERBEDAAN SKALA & ANGKET

ANGKET SKALA

1. Data yang diungkap merupakan data faktual atau yang dianggap fakta. (pilihan metode KB, jenis musik yang disukai, dll)

2. Pertanyaannya berupa pertanyaan yang langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Data berupa fakta atau opini menyangkut diri reponden. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri.

1. Data yang diungkap berupa

konstrak atau konsep psikologis yang merupakan gambaran

aspek kepribadian individu.

(kecemasan, agresivitas, sikap, dlll)

2. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari. Pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari kepribadian yang lebih abstrak.

(67)

ANGKET SKALA

3. Responden thd angket tahu persis apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa yang dikehendaki oleh pertanyaan yang

bersangkutan.

4. Jawaban tidak dapat diberi skor (dlm arti nilai) melainkan diberi angka coding sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban (data nominal)

5. 1 angket dapat mengungkap informasi mengenai banyak hal 6. Karakteristik pada poin 2 & 4

menyebabkan data hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya. Asalkan responden menjawab jujur. 7. Validitas angket lebih ditentukan

oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang ingin diungkap.

3. Responden thd skala psikologis,

sekalipun memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari arah

jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa sesungguhnya yg akan diungkap oleh pertanyaan tsb. 4. Repon diberi skor melalui proses

penskalaan (data ordinal)

5. 1 skala hanya diperuntukkan untuk mengungkap satu atribut tunggal 6. Hasil ukur skala harus teruji

relaibilitasnya karena relevansi isi dan konteks kalimat sebagai stimulus mengandung errror.

7. Validitas skala lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis yang hendak diukur & operasionalisasinya.

(68)

Faktor-faktor yang dapat melemahkan validitas.

Validitas dalam pengertian yang paling umum adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya, sejauhmana skala itu mampu mengukur atribut yang dirancang untuk mengukurnya. Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala, sehingga harus diketahui faktor yang dapat mengancam validitas skala.

 Identifikasi kawasan Ukur yang Tidak Cukup Jelas.

Untuk mengukur “sesuatu” maka sesuatu itu harus dikenali terlebih dahulu dengan baik. Apabila atribut psikologi sebagai tujuan ukur tidak diidentifikasikan dengan benar, maka skala hanya memiliki gambaran yang kabur mengenai apa yang sebenarnya hendak diukur. Sehingga tidak akan mungkin mampu menulis aitem2 yang tepat untuk

mengungkap respon yang diinginkan. Akibatnya aitem2

sering tumpang tindih dengan atribut psikologis yang lain. Selain itu skala menjadi tidak komprehensif dalam mengungkap atribut yang dikehendaki.

(69)

• Operasionalisasi Konsep yang Tidak tepat

Kejelasan konsep mengenai atribut yang hendak diukur memungkinkan perumusan indikator perilaku yang menunjukkan ada-tidaknya atribut yang bersangkutan. Rumusan indikator perilaku berasal dari operasionalisasi konsep teoritik mengenai komponen2/dimensi2 atribut

bersangkutan menajdi rumusan yang terukur. Apabila perumusan ini tidak cukup operasional, atau masih menimbulkan penafsiran ganda mengenai bentuk perilaku yang diinginkan, maka akan menghasilkan aitem2 yang tidak valid.

• Penulisan Aitem yang Tidak Mengikuti Akidah

aitem yang maksudnya sukar dimengerti oleh responden karena terlalu panjang, tidak benar tata bahasanya, mendorong reponden untuk memilih jawaban tertentu saja, yang memancing reaksi negatif dari responden, sehingga aitem tidak akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

(70)

• Administrasi Skala yang Tidak Berhati-hati

Skala yang isinya telah dirancang dengan baik dan aitem2nya sudah ditulis dgn benar, namun

disajikan atau diadministrasikan pada responden dengan sembarangan tidak akan menghasilkan data yang valid. Administrasi skala memerlukan persiapan dan antisipasi dari penyaji, antara lain:

a. Kondisi Penampilan Skala (validitas tampang.

b. Kondisi Subjek c. Kondisi Testing

(71)

• Pemberian Skor yang Tidak Cermat

Sekalipun disediakan “kunci skoring”, terkadang terjadi kesalahan dari pihak pemberi skor karena penggunaan kunci yang keliru atau salah

menjumlahkan skor. Pada beberapa skala yang menggunakan konversi skor, dapat terjadi

kesalahan sewaktu mengubah skor mentah menjadi skor derivasi karena salah lihat pada tabel konversi.

• Interpretasi Yang Keliru

Penafsiran hasil ukur skala merupakan bagian dari proses diagnosis yang teramat penting. Bagaimanapun baiknya fungsi ukur suatu

skala,namun apabila diinterpretasikan secara tidak benar maka akan sia-sia, karena

(72)

KESIMPULAN SKALA/TES

• Skala/tes dapat dikatakan sebagai suatu prosedur pengamatan perilaku, dan dilanjutkan dengan deskripsi perilaku.

• Prosedur pengamatan perilaku akan menghasilkan gambaran bersifat numerik (kuantitatif) dan atau kategorikal (kualitatif) • Hasil tes yang berupa nemerik dapat

ditafsirkan dalam bentuk kategorikal contoh : IQ= 100 Rata-rata

(73)

ATRIBUT PSIKOLOGIS

• Hanya ada dalam konsep, sehingga sulit dibayangkan secara fisik

• Atribut psikologis merupakan rangkaian kalimat untuk memperjelas/menjelaskan suatu fenomena.

• Secara psikologis, kita mengukur suatu yang tidak ada, sehingga perlu konsep dengan cara mengoperasionalisasi konsep tersebut dalam bentuk perilaku yang dapat diukur.

(74)

Page 74

Langkah Penyusunan Skala

Identifikasi Tujuan Ukur (Menetapkan Konstrak

Teoritik)

Pembatasan Domain Ukur (Merumuskan Aspek Kepribadian) Kisi-kisi & Spesifikasi Skala Penskalaan Field Test Evaluasi Kuantitatif Seleksi Aitem Estimasi Reliabilitas Validasi Konstrak Ujicoba Bahasa Penulisan Aitem Operasionalisasi Konsep (Menghimpun Indikator Keperilakuan

(75)

Good measurement depend on good

conceptualization

(76)

Gambar

Tabel titik kritis untuk uji korelasi r

Referensi

Dokumen terkait