• Tidak ada hasil yang ditemukan

• Guna mencapai tingkat objektivitas yang tinggi, penelitian ilmiah mensyaratkan penggunaan prosedur pengumpulan data yang akurat dan objektif. Pada pendekatan penelitian kuantitatif, data

penelitian hanya akan dapat

diinterpretasikan dengan lebih objektif apabila diperoleh lewat suatu proses pengukuran yang di samping valid dan reliabel, juga objektif.

• Pengukuran merupakan proses kuantifikasi suatu atribut. Pengukuran diharapkan akan menghasilkan data yang valid yang harus dilakukan secara sistematis. Berbagai alat ukur telah berhasil diciptakan untuk melakukan atribut dalam bidang fisik seperti berat badan, luas, kecepatan, dan sebagainya yang segi validitas, reliabilitas, dan objektivitas hasil pengukuran dapat diterima semua orang secara universal.

• Pengukuran bidang non-fisik, khususnya psikologi masih dalam taraf perkembangan yang mungkin tidak akan pernah mencapai kesempurnaannya, walaupun skala tersebut sudah terstandarkan namun kualitasnya belum dapat dikatakan optimal. Kemajuan di bidang teori pengukuran psikologi justru menyingkap sisi lemah dari banyak tes yang sudah ada dan sudah lama digunakan.

Page 62

Pengukuran atribut-atribut psikologis sangat sukar dilakukan bahkan mungkin tidak akan pernah dapat dilakukan dengan validitas, reliabilitas, dan objektivitas

yang tinggi, karena :

• Atribut psikologi bersifat latent (tidak tampak). Karena itu yang kita miliki hanya konstrak yang tidak akan dapat diukur secara langsung. Pengukuran thd konstrak latent harus dilakukan lewat indikator perilaku yang belum tentu mewakili domain (kawasan yang tepat, dikarenakan batasan konstrak psikologis tidak dapat dibuat dengan akurasi yang tinggi dan tidak mudah untuk dioperasionalkan.

• Aitem-aitem dalam dalam skala psikologi didasari oleh indikator2 perilaku yang jumlahnya terbatas. Keterbatasan itu mengakibatkan hasil pengukuran menjadi tidak cukup komprehensif sedangkan bagian dari indikator perilaku yang terbatas itu sangat mungkin pula tumpang tindih dengan atribut psikologis yang lain.

• Respon yang diberikan oleh subjek sedikit banyak

dipengaruhi variabel-variabel yang tidak relevan seperti suasana hati, kondisi, kesalahan prosedur administrasi, dsb.

• Atribut psikologis yang terdapat dalam diri manusia

stabilitasnya tidak tinggi. Banyak yang berubah sejalan dengan waktu dan situasi.

• Interpretasi terhadap hasil ukur hanya dapat dilakukan secara normatif. Dalam isitilah pengukuran, dikatakan bahwa pada pengukuran psikologis terdapat lebih

banyak sumber error.

Karena keterbatasan2 pengukuran tersebut yang

menjadikan konstruksi skala psikologis lebih rumit dan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan

mengikuti langkah-langkah metodologis sehingga sumber error dapat ditekan sekecil mungkin.

KARAKTERISTIK SKALA SEBAGAI ALAT UKUR

• Sebagai alat ukur, skala psikologis memiliki karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai alat pengumpulan data yang lain seperti angket, daftar isian, inventory, dll.

• Skala sering disamakan dengan istilah tes, namun dalam pengembangan instrument ukur, tes digunakan untuk penyebutan alat ukur kemampuan kognitif, sedangkan skala lebih banyak dipakai untuk alat ukur aspek afektif.

Karakteristik Skala

 Stimulusnya berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur, melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan. Dalam hal ini,

meskipun subjek yang diukur memahami pertanyaan atau

pernyataannya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh pertanyaan yang diajukan, sehingga jawaban yang akan diberikan akan tergantung pada interpretasi subjek terhadap

pertanyaan tsb dan jawabannya lebih bersifat proyektif

(proyeksi/cerminan dari perasaan/kepribadiannya.

 Dikarenakan atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat

indikator2 perilaku, sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam

aitem2, maka skala psikologis selalu berisi banyak aitem. Jawaban

subjek terhadap 1 aitem baru merupakan sebagian dari banyak indikasi atribut yang diukur, sedangkan kesimpulan sebagai diagnosis dapat dicapai apabila subjek menjawab semua aitem.

 Respon subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau

“salah”. Semua jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur. Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.

Karakteristik di atas oleh Cronbach (1970) disebut sebagai ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu performansi yang menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk repon terhadap situasi tertentu yang sedang dihadapi. (cth : minat, sikap, garesivitas, motivasi, dll)

PERBEDAAN SKALA & ANGKET

ANGKET SKALA

1. Data yang diungkap merupakan data faktual atau yang dianggap fakta. (pilihan metode KB, jenis musik yang disukai, dll)

2. Pertanyaannya berupa pertanyaan yang langsung terarah kepada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Data berupa fakta atau opini menyangkut diri reponden. Hal ini berkaitan dengan asumsi dasar penggunaan angket yaitu bahwa responden merupakan orang yang paling mengetahui tentang dirinya sendiri.

1. Data yang diungkap berupa

konstrak atau konsep psikologis yang merupakan gambaran

aspek kepribadian individu.

(kecemasan, agresivitas, sikap, dlll)

2. Pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku untuk memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari. Pertanyaan yang diajukan memang dirancang untuk mengumpulkan sebanyak mungkin indikasi dari kepribadian yang lebih abstrak.

ANGKET SKALA

3. Responden thd angket tahu persis apa yang ditanyakan dalam angket dan informasi apa yang dikehendaki oleh pertanyaan yang

bersangkutan.

4. Jawaban tidak dapat diberi skor (dlm arti nilai) melainkan diberi angka coding sebagai identifikasi atau klasifikasi jawaban (data nominal)

5. 1 angket dapat mengungkap informasi mengenai banyak hal 6. Karakteristik pada poin 2 & 4

menyebabkan data hasil angket tidak perlu diuji lagi reliabilitasnya. Asalkan responden menjawab jujur. 7. Validitas angket lebih ditentukan

oleh kejelasan tujuan dan lingkup informasi yang ingin diungkap.

3. Responden thd skala psikologis,

sekalipun memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari arah

jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa sesungguhnya yg akan diungkap oleh pertanyaan tsb. 4. Repon diberi skor melalui proses

penskalaan (data ordinal)

5. 1 skala hanya diperuntukkan untuk mengungkap satu atribut tunggal 6. Hasil ukur skala harus teruji

relaibilitasnya karena relevansi isi dan konteks kalimat sebagai stimulus mengandung errror.

7. Validitas skala lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis yang hendak diukur & operasionalisasinya.

Faktor-faktor yang dapat melemahkan validitas.

Validitas dalam pengertian yang paling umum adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya, sejauhmana skala itu mampu mengukur atribut yang dirancang untuk mengukurnya. Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala, sehingga harus diketahui faktor yang dapat mengancam validitas skala.

 Identifikasi kawasan Ukur yang Tidak Cukup Jelas.

Untuk mengukur “sesuatu” maka sesuatu itu harus dikenali terlebih dahulu dengan baik. Apabila atribut psikologi sebagai tujuan ukur tidak diidentifikasikan dengan benar, maka skala hanya memiliki gambaran yang kabur mengenai apa yang sebenarnya hendak diukur. Sehingga tidak akan mungkin mampu menulis aitem2 yang tepat untuk mengungkap respon yang diinginkan. Akibatnya aitem2

sering tumpang tindih dengan atribut psikologis yang lain. Selain itu skala menjadi tidak komprehensif dalam mengungkap atribut yang dikehendaki.

• Operasionalisasi Konsep yang Tidak tepat

Kejelasan konsep mengenai atribut yang hendak diukur memungkinkan perumusan indikator perilaku yang menunjukkan ada-tidaknya atribut yang bersangkutan. Rumusan indikator perilaku berasal dari operasionalisasi konsep teoritik mengenai komponen2/dimensi2 atribut bersangkutan menajdi rumusan yang terukur. Apabila perumusan ini tidak cukup operasional, atau masih menimbulkan penafsiran ganda mengenai bentuk perilaku yang diinginkan, maka akan menghasilkan aitem2 yang tidak valid.

• Penulisan Aitem yang Tidak Mengikuti Akidah

aitem yang maksudnya sukar dimengerti oleh responden karena terlalu panjang, tidak benar tata bahasanya, mendorong reponden untuk memilih jawaban tertentu saja, yang memancing reaksi negatif dari responden, sehingga aitem tidak akan berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

• Administrasi Skala yang Tidak Berhati-hati

Skala yang isinya telah dirancang dengan baik dan aitem2nya sudah ditulis dgn benar, namun disajikan atau diadministrasikan pada responden dengan sembarangan tidak akan menghasilkan data yang valid. Administrasi skala memerlukan persiapan dan antisipasi dari penyaji, antara lain:

a. Kondisi Penampilan Skala (validitas tampang.

b. Kondisi Subjek c. Kondisi Testing

• Pemberian Skor yang Tidak Cermat

Sekalipun disediakan “kunci skoring”, terkadang terjadi kesalahan dari pihak pemberi skor karena penggunaan kunci yang keliru atau salah

menjumlahkan skor. Pada beberapa skala yang menggunakan konversi skor, dapat terjadi

kesalahan sewaktu mengubah skor mentah menjadi skor derivasi karena salah lihat pada tabel konversi.

• Interpretasi Yang Keliru

Penafsiran hasil ukur skala merupakan bagian dari proses diagnosis yang teramat penting. Bagaimanapun baiknya fungsi ukur suatu

skala,namun apabila diinterpretasikan secara tidak benar maka akan sia-sia, karena

KESIMPULAN SKALA/TES

• Skala/tes dapat dikatakan sebagai suatu prosedur pengamatan perilaku, dan dilanjutkan dengan deskripsi perilaku.

• Prosedur pengamatan perilaku akan menghasilkan gambaran bersifat numerik (kuantitatif) dan atau kategorikal (kualitatif) • Hasil tes yang berupa nemerik dapat

ditafsirkan dalam bentuk kategorikal contoh : IQ= 100 Rata-rata

ATRIBUT PSIKOLOGIS

• Hanya ada dalam konsep, sehingga sulit dibayangkan secara fisik

• Atribut psikologis merupakan rangkaian kalimat untuk memperjelas/menjelaskan suatu fenomena.

• Secara psikologis, kita mengukur suatu yang tidak ada, sehingga perlu konsep dengan cara mengoperasionalisasi konsep tersebut dalam bentuk perilaku yang dapat diukur.

Page 74

Dokumen terkait