• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Analisis karbon di atas permukaan tanah

Menurut Kettering (2001) dalam Hairiah

(2007) pendugaan biomassa vegetasi diduga menggunakan persaman allometrik :

BK=0.11ρD2.62 keterangan :

BK = Biomassa pohon (kg/pohon) D = Diameter setinggi dada (cm)

ρ = Berat jenis kayu (g/cm3)

Menurut Hairiah dan Rahayu (2007) konsentrasi C dalam bahan organik biasanya sekitar 46 %. Sehingga total cadangan karbon di atas permukaan tanah diperoleh dari biomassa total dikali 0.46.

3.4.2. Analisis karbon di bawah permukaan tanah

a. Karbon pada akar

Persamaan yang digunakan untuk menduga karbon akar yaitu:

RBD = exp (-1.0587 + 0.8836 x In AGB)

Keterangan :

RBD = Root Biomass Density (ton/ha)

AGB = Above Ground Biomass

(ton/ha) b. Karbon tanah

Menurut Murdiyarso dkk. (2004) Persamaan yang digunakan untuk menduga cadangan karbon tanah adalah:

KC = B x A x D x C Keterangan ;

KC= Kandungan karbon (ton) B = bobot isi (g/cc atau ton/m3)

A = luas tanah (m2)

D = kedalam tanah (m) C = C-organik (%)

c. Carbon Balance

Menurut Sundaravalli dan Paliwal (1998) dalam Yulyana (2005),

perhitungan neraca karbon dilakukan dengan menggunakan pendekatan serasah dan respirasi tanah, yaitu menggunakan rumus hubungan dalam satuan g/m2/tahun sebagai berikut:

Cbalance = (CO2output)/L Keterangan:

Cbalance = Neraca karbon tanah

(g/m2/tahun)

CO2 output = respirasi tanah in situ

(g/m2/tahun)

L = karbon dari produksi serasah (g/m2/tahun)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan umum lokasi penelitian

PT. Perkebunan Nusantara VIII terletak di Desa Cibungur Kecamatan Warung Kiara Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat. Perkebunan ini terletak pada ketinggian antara 100 m - 600 m di atas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 3361.64 mm/tahun. Jenis tanah terdiri dari tiga macam yaitu Podzolik, Regosol, dan Latosol dengan topografi dari landai sampai berbukit.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat.

PTPN VIII mempunyai luas areal konsesi 3429 Ha yang terbagi dalam empat afdeling. Pada penelitian ini hanya dilakukan pada afdeling satu yang terdiri dari tiga blok yaitu, blok 10 (KU 20 tahun), blok 8 (KU 25 tahun), dan blok 16 (KU 31 tahun).

4.2. Sebaran tanaman contoh berdasarkan diameter

Pendugaan biomassa pohon karet dilakukan di PTPN VIII Cibungur Sukabumi, Jawa Barat. Pada penelitian ini pengukuran cadangan karbon perkebunan karet hanya dilakukan pada 3 Kelas Umur (KU) saja yaitu umur 20, 25, dan 31 tahun. Pemilihan lokasi didasarkan pada data inventarisasi perkebunan berupa data jenis tanah dan klon (varietas) karet. Lokasi yang dipilih yaitu lokasi berjenis tanah podzolik dengan varietas karet PR 300. Pemilihan lokasi dan klon yang sama pada area penelitian dilakukan dengan tujuan meminimalisir terjadinya perbedaan hasil pengukuran karena perbedaan faktor lokasi dan varietas.

Sebaran diameter pohon karet digambarkan dengan box plot (Gambar 3).

(2)

Box polot berguna memberikan informasi lebih detail mengenai distribusi nilai-nilai data pengamatan (keragaman data pengamatan). Berdasarkan (Gambar 3) penyebaran data diameter pada tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun dinyatakan tidak simetris (condong). Data diameter KU 20 tahun terdapat outlier di

bagian atas box plot yang disertai dengan garis bagian atas yang lebih panjang, hal ini menunjukkan bahwa distribusi data cenderung menjulur ke arah atas. Berbeda dengan penyebaran data pada diameter KU 25 dan 31 tahun. Pada KU 25 tahun hanya terdapat satu

outlier di bagian bawah box plot, sedangkan

sebaran data pada KU 31 tahun terdapat outlier di bawah dan di atas box plot. Pada dua KU ini distribusi data sedikit cenderung ke arah bawah. Hal ini dibuktikan letak median kurang tepat berada di tengah box dan garis ke bawah sedikit lebih panjang. Panjang box menentukan besar atau kecilnya penyebaran data. Semakin pendek box berarti penyebaran data semakin kecil. Berdasarkan gambar box plot di bawah, dapat dikatakan bahwa pada ketiga KU mempunyai keragaman data yang kecil. Semakin kecil keragaman data berarti data tersebut semakin mewakili keadaan lokasi sebenarnya.

Gambar 3 Box plot diameter pohon pada masing - masing umur.

Rata-rata diameter tegakan karet 31 tahun lebih besar dibandingkan tegakan karet umur 25 dan 20 tahun.Tegakan karet umur 20, 25, 31 tahun yaitu beturut – turut 20.91, 24.84, 26.93 cm. Berdasarkan gambar box plot di atas, kelompok umur 20 tahun memiliki keragaman diameter paling kecil dibandingkan kelompok umur 25 dan 31 tahun.

Menurut Arief (2001) dalam Latifah

(2004), riap merupakan pertambahan volume pohon atau tegakan per satuan waktu tertentu, tetapi ada kalanya juga dipakai untuk menyatakan pertambahan nilai tegakan atau pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap tahun. Riap tumbuh karet pada penelitian ini diperoleh dari selisih diameter tanaman yang lebih tua dengan yang lebih muda terhadap selisih umur tanaman. Nilai riap antara KU 20, 25, dan 31 tahun yaitu 0.79 cm/tahun dan 0.23 cm/tahun. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut diperoleh semakin tinggi umur makan riap tumbuhnya semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena kemampuan tanaman untuk berfotosintesis semakin lambat sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman.

4.3. Cadangan karbon pada perkebunan karet

4.3.1. Cadangan karbon pada tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun

Potensi karbon pada tanaman karet dapat digambarkan oleh kandungan biomassanya. Biomassa dan kandungan karbon mempunyai hubungan yang linier positif, yaitu kandungan karbon akan meningkat linier positif dengan meningkatnya kandungan biomassa tanaman.

Gambar 4 Perbandingan C akar, C Above

Ground Biomass tegakan karet

pada 3 kelompok umur.

Berdasarkan (Gambar 4) karbon di atas permukaan tanah tanaman karet meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Kandungan karbon tegakan karet di atas permukaan tanah (Above Ground Biomass)

umur 31 tahun lebih tinggi dibandingkan tegakan 25 tahun. Tegakan umur 25 tahun

31 TAHUN 25 TAHUN 20 TAHUN 50 40 30 20 10 Tegakan karet Di a m e te r ( cm ) 31,53 33,69 33,12 33,76 30,00 29,94 9,55 16,02 14,68 48,25 42,99 46,18 43,18 42,2043,03 44,27 43,41 20,38 25,16 28,63

(3)

juga mempunyai kandungan karbon lebih tinggi dibandingkan tegakan 20 tahun.

Biomassa tegakan di bawah permukaan tanah berasal dari biomassa akar. Biomassa akar dapat diperoleh menggunakan rasio akar dengan batang (root to shoot ratio). Rasio

akar batang merupakan rasio / perbandingan antara biomassa akar dengan biomassa atas permukaan. Nilai biomassa akar (Root biomass density) diperoleh dari persamaan

yang disusun oleh Cairns et al. (1997). Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa pada akar yang lebih tua mempunyai cadangan karbon lebih besar dibandingkan dengan akar yang lebih muda. Begitu pula dengan hasil total cadangan karbon pada tegakan 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 67.18 ton/ha, 103.14 ton/ha, dan 127.91 ton/ha. Berdasarkan hasil di atas dapat diperoleh nilai riap C stock

tegakan berturut-turut sebesar 7.19 ton/ha, 4.13 ton/ha.

4.3.2. Cadangan karbon tanaman penutup tanah

Tanaman penutup (understorey) tanah

terdiri dari herba, rumput-rumputan, dan serasah yang diambil pada kedalaman 0-5 cm. Semua tanaman yang mempunyai DBH kurang dari 2 cm dalam plot pengukuran termasuk dalam kategori. Tutupan lahan yang diberikan oleh tanaman penutup tanah dapat mempengaruhi kelembapan tanah serta mengakibatkan berkembangnya biomassa mikroorganisme yang dapat memberikan sumbangan karbon bagi lahan tersebut (Yulyana 2005).

Tabel 1 Kadar Karbon Terikat, Biomassa, dan karbon tanaman penutup tanah pada lahan 20, 25, 31 tahun

Sesuai hasil perhitungan (Tabel 1) lahan umur 31 tahun mempunyai kandungan karbon tanaman penutup tanah paling tinggi yaitu 0.55 ton/ha. Besar kecilnya jumlah karbon tanaman penutup tanah yang tersimpan salah satunya disebabkan karena kandungan serasah dan tanaman bawah yang berbeda.

Serasah terbentuk dari daun maupun cabang yang mengering, mati ataupun jatuh di permukaan tanah. Melalui proses dekomposisi serasah memberikan masukan bahan organik

ke dalam tanah. Jumlah masukan tergantung jenis tanaman dan musim. Pada saat pengukuran dilakukan, merupakan musim gugur bagi tanaman karet (September). Tanaman karet mulai menggugurkan daunnya pada bulan Agustus, September, Oktober. 4.3.3. Cadangan karbon tanah

Hasil analisis laboratorium potensi cadangan karbon di perkebunan karet PT Perkebunan Nusantara VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat pada lahan umur 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut yaitu 263.94 ton/ha, 270.58 ton/ha, dan 283.86 ton/ha.

Hasil cadangan karbon tanah diperoleh dari pengambilan sampel tanah hanya pada satu kedalaman yaitu 0-10 cm. Kedalaman ini termasuk kedalam lapisan teratas. Pada lapisan ini diduga kandungan karbon terbesar tersimpan karena masukan bahan organik akan mengalami dekomposisi dan mineralisasi dari bahan organik tanah (BOT), mineral tanah, dan dari pemupukan memasuki pool hara tersedia dalam tanah (Cesylia 2009). Tabel 2 Cadangan karbon tanah pada lahan

20, 25, 31 tahun

4.4.Cadangan karbon total

Cadangan karbon total merupakan cadangan karbon yang berada di atas permukaan tanah (aboveground) dan

cadangan karbon di bawah permukaan tanah (belowground).

Gambar 6 C stock total perkebunan karet

umur 20, 25, 31 tahun. Lahan (tahun) KKT (%) Biomassa (gram/0.25m2) ton/ha C 20 30.40 9.83 0.39 25 30.40 12.86 0.51 31 30.40 13.76 0.55

Lahan BD Org C- Berat tanah C tanah Tahun gr/cm3 % ton/ha ton/ha

20 0.83 1.59 166 263.94

25 0.83 1.63 166 270.58

31 0.83 1.71 166 283.86

(4)

Berdasarkan hasil perhitungan, potensi cadangan karbon terbesar terdapat pada lahan karet 31 tahun yaitu sebesar 412.32 ton/ha, dilanjutkan lahan 25 dan 20 tahun berturut-turut sebesar 374.23 ton/ha dan 331.58 ton/ha. Lahan karet 31 tahun mempunyai nilai

stock karbon tertinggi dibandingkan lahan

karet yang lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh kandungan C-organik dan bulk density

(berat volume tanah) yang tertinggi.

4.5. Neraca karbon tanah pada

perkebunan karet 4.5.1. Respirasi in situ

Tingkat respirasi tanah pada KU 20, 25, dan 31 tahun menunjukkan hasil semakin tinggi umur, respirasi semakin tinggi. Nilai ini berkebalikan dengan hasil penelitian Yulyana (2005) menyebutkan bahwa semakin tinggi umur maka respirasi akan semakin berkurang.

Gambar 7 Box plot pengukuran respirasi in situ di lapangan.

Seperti yang diuraikan pada sebaran pengukuruan diameter, sebaran pengukuran respirasi in situ juga digambarkan dengan box

plot. Besar kecilnya penyebaran (keragaman) data dapat dilihat dari panjang atau pendeknya

box pada gambar. Semakin panjang box berarti data yang diukur semakin beragam, begitu pula sebaliknya. Sekitar 50 % data observasi terdapat di dalam box ini. Gambar box plot di atas dapat diartikan bahwa KU 20 tahun mempunyai keragaman data respirasi in situ yang paling kecil yaitu antara 76.8 – 88.8

cm. Pada KU 25 dan 31 tahun mempunyai keragaman data yang cukup besar berturut-turut terletak antara 76.8 – 104.4 cm dan 81.4 – 122.4 cm. Besarnya keragaman data pada KU 25 dan 31 tahun diduga karena faktor topografi pada lokasi pengambilan data berfariasi yang menyebabkan keragaman data lebih menyebar.

Semakin rimbun vegetasi pada kelompok umur yang lebih tua menyebabkan kandungan serasah semakin banyak. Semakin banyak serasah yang dihasilkan maka tingkat pengembalian karbon pada tanah semakin besar pula. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam perbedaan lokasi areal penelitian tidak berpengaruh terhadap tingkat pelepasan karbon ke atmosfer (respirasi), namun pelepasan karbon lebih dipengaruhi oleh umur tegakan karet.

4.5.2. Carbon balance (Neraca karbon)

Pada penelitian ini neraca karbon dihitung berdasarkan pendekatan neraca karbon tanah yang hanya menggunakan pendekatan rasio Cbalance (Tabel 3). Kandungan

karbon pada tanah berasal dari karbon organik total dan mikroorganisme tanah. Tingkat pelepasan karbon tanah berasal dari aktivitas respirasi akar, mikroorganisme, dan tanah. Tabel di bawah ini merupakan hasil penggabungan dengan penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Yulyana (2005).

Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan umur memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat respirasi in situ (Lampiran 3).

Tabel 3 Neraca karbon perkebunan karet pada beberapa kelompok umur Umur

Lahan Serasah Respirasi in situ

Laju

Emisi C Penyerapan C Laju Hasil peneltian (tahun) (ton/ha/th) (ton/ha/th) (g/m2/th) (g/m2/th)

5 20.853 96.757 0.46 0.54 Yulyana 2005 10 15.669 109.638 0.70 0.30 Yulyana 2005 15 6.942 24.499 0.35 0.65 Yulyana 2005 20 10.543 20.578 0.20 0.80 Sutrisni 2010 25 12.359 20.715 0.17 0.83 Sutrisni 2010 31 15.295 24.959 0.16 0.84 Sutrisni 2010 31 th 25 th 20 th 120 110 100 90 80 70 R e sp ir a si in s it u ( m g / 1 53. 86 c m 2 / ha ri ) 85,2 87,6 107 109,2 Lahan

(5)

Gambar 8 Laju emisi dan laju penyerapan karbon perkebunan karet pada beberapa kelompok umur.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diungkapkan bahwa laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Namun tingginya laju emisi pada lahan karet 10 tahun diduga karena meningkatnya respirasi in situ pada

awal-awal pertumbuhan. Tingginya pelepasan CO2 pada lahan karet 10 tahun tidak didukung

oleh produksi serasah (Yulyana 2005). Secara keseimbangan lingkungan lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar dan penyerapan karbon terkecil yang dapat merugikan keselamatan lingkungan. Menurut Arsyad (2000) dalam Yulyana (2005), hal ini

dapat disiasati dengan menanam tanaman penutup tanah yang dapat memberikan sumbangan karbon bagi lahan tersebut. Tanaman penutup tanah mempunyai peran sebagai masukan bahan organik yang berasal dari batang, ranting, dan daun-daun jatuh yang dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam meningkatkan unsur hara.

Lahan karet umur 5 tahun masih berada dalam kondisi seimbang dimana laju penyerapan karbon lebih tinggi daripada laju emisi karbon. Hal ini disebabkan belum terjadinya aktivitas penyadapan sehingga kulit batang belum terluka dan tingkat respirasi masih berasal dari aktivitas akar dan mikroorganisme tanah. Lahan karet umur 15 sampai 31 tahun mampu menyimpan lebih banyak karbon dengan tingkat emisi yang kecil (Gambar 8). Hal ini dikarenakan besarnya kandungan biomassa dan karbon pada tegakan karet 15 sampai 31 tahun dibandingkan tegakan 5 dan 10 tahun. Selain itu besarnya sumbangan tanaman penutup tanah pada lahan 15 sampai 31 tahun memberikan kontribusi yang besar dalam

menekan laju emisi CO2. Berdasarkan rasio

Cbalance jika dikonversi ke dalam persen lahan

karet umur 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun mampu menyerap 54%, 30%, 65 %, 80%, 83%, dan 84%.

Berdasarkan (Gambar 8) dijelaskan terjadi dua kelompok umur yang memiliki laju emisi sama dengan laju penyerapan karbon yaitu dengan laju 0.5 g/m2/th atau 50%. Hal

ini terjadi pada lahan umur 5 sampai 7.5 tahun dan lahan umur 12.5 sampai 15 tahun. Lahan 5 sampai 7.5 tahun, kesamaan laju emisi dan penyerapan karbon terjadi disaat laju emisi menurun dan laju penyerapan karbon meningkat daripada umur 5 tahun. Kesamaan laju tersebut berkebalikan dengan lahan 12.5 sampai 15 tahun, persamaan laju emisi dan penyerapan karbon pada kelompok umur ini disebabkan saat terjadi penurunan laju emisi dan kenaikan laju penyerapan. Kedua titik ini dapat digunakan sebagai batasan untuk menentukan apakah lahan karet berfungsi sebagi source atau sink karbon.

Lahan karet 31 tahun memiliki kemampuan untuk menyerap karbon paling besar dan mengemisi karbon paling kecil jika dibandingkan lahan karet yang lain. Lahan ini hanya melepas emisi karbon 0.16 g/m2/th

(Tabel 3). Hal ini diduga karena tingginya masukan bahan organik dari produksi serasah ke ekosistem (input) walaupun didukung

respirasi yang besar (output). Pernyataan ini

juga didukung oleh data C-organik yang menunjukkan bahwa lahan karet 31 tahun mempunyai C-organik tertinggi. Kandungan C-organik sangat menentukan tinggi rendahnya aktivitas mikroba yang menjadi sumber energi dan makanan bagi mikroba (Nair 1989).

(6)

Nilai Cbalance sangat dipengaruhi oleh

kontribusi tanaman penutup dan tanah dalam memberikan karbon dalam menekan laju pelepasan CO2 (respirasi in situ). Jika ditinjau

dari aspek lingkungan, lahan karet umur 15, 20, 25, 31 tahun merupakan lahan yang layak untuk dipertahankan kelestariannya demi keselamatan lingkungan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Tanaman karet pada KU karet 20, 25, dan 31 tahun nilai riap diameter dan riap C stock tegakan yang semakin turun. Hal ini

dibuktikan dengan hasil riap tumbuh tegakan karet 20, 25, dan 31 tahun yaitu 0.79 cm/th dan 0.23 cm/th dengan riap C stock sebesar

7.19 ton/ha/th, 4.13 ton/ha/th.

Produksi biomassa maupun karbon karet pada umur 20, 25, 31 tahun di PTPN VIII Cibungur Sukabumi Jawa Barat meningkat dengan bertambahnya umur. Cadangan (stock)

karbon pada lahan karet 20, 25, dan 31 tahun berturut-turut 331.51 ton/ha, ton/ha, 374.23 dan 412.32 ton/ha.

Laju emisi yang dilepaskan ke udara semakin menurun dengan bertambahnya umur karet. Berdasarkan penggabungan hasil neraca karbon dengan penelitian sebelumnya yaitu Yulyana (2005) pada lahan karet umur 5, 10, 15, 20, 25, dan 31 tahun, lahan karet umur 10 tahun memberikan emisi terbesar yaitu 0.70 g/m2/th dan hanya menyerap karbon sebesar

0.30 g/m2/th, sehingga lahan karet umur 10

tahun dapat merugikan keselamatan lingkungan. Laju penyerapan karbon tertinggi terjadi pada lahan karet umur 31 tahun sebesar 0.84 g/m2/th dengan laju emisi sebesar 0.16

g/m2/th. Laju optimum penyerapan karet pada

penelitian ini tidak diperoleh. Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, jika dibandingkan umur yang lebih muda lahan karet 31 tahun merupakan lahan paling baik untuk direkomendasikan sebagai lahan yang dapat memberikan kontribusi bagi usaha penyelamatan lingkungan.

4.2 Saran

Pada penelitian selanjutnya disarankan menghitung respirasi in situ lebih dari 24 jam

agar hasil respirasi in situ lebih akurat. Selain

itu disarankan untuk melakukan penelitian pada kelompok umur yang lebih tua agar diperoleh umur optimum karet sebagai source

maupun sink karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Ambagau Y. 1998. Pendugaan jumlah total biomassa tegakan hutan sekunder pada areal tebas bakar dan pengaruhnya terhadap pH dan kerapatan isi tanah di Sipunggur, Jambi [skripsi]. Bogor: Departemen Menejemen Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Cesylia L. 2009. Cadangan karbon pada pertanaman karet (Hevea brasiliensis) di

perkebunan karet Bojong Datar PTP Nusantara VIII Kabupaten Pandeglang Banten [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Erlangga J. 2009. Pendugaan potensi karbon pada tegakan pinus (Pinus merkusii) di

KPH Sukabumi, Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Elsas V, Jansson, Trevors. 2007. Modern soil microbiology. USA : CRC Press Taylor

and Francis Group.

Fauzi A. 2008. Kesesuaian lahan tanaman karet (Hevea brasiliensis) berdasarkan

aspek agroklimat di Sulawesi Tenggara [skripsi]. Bogor: Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

Hadi M. 2007. Pendugaan karbon di Atas permukaan lahan pada tegakan Jati

(Tectona grandis) di KPH Blitar,

Perhutani Unit II Jawa Timur [skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Pengukuran karbon tersimpan di berbagai macam penggunaan lahan. Bogor: World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawijaya, Unibraw, Indonesia. 77 p. Hariyadi. 2005. Kajian potensi cadangan

karbon pada pertanaman teh (Camelia sinensis (L) O. Kuntze) dan berbagai tipe

penggunaan lahan di kawasan taman nasinal gunung Halimun: kasus Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Gambar 2  Peta lokasi penelitian di PTPN  VIII Cibungur Sukabumi Jawa  Barat.
Gambar 3  Box plot diameter pohon pada   masing - masing umur.
Tabel 1  Kadar Karbon Terikat, Biomassa,   dan karbon tanaman penutup tanah  pada lahan 20, 25, 31 tahun
Tabel 3  Neraca karbon perkebunan karet pada beberapa kelompok umur  Umur
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kerangka analisis Braudel telah menjadi inspirasi bagi ahli ilmu-ilmu sosial termasuk sejarawan dalam mengembangkan pendekatan dalam suatu penelitian, pengembangan ini

Dahulu melaksanakan Upacara Adat Nujuh Bulanan adalah satu keharusan karena jika tidak dilaksanakan akan berakibat buruk pada anak yang ada di dalam kandungan.. Seiring

Berdasarkan hasil non tes siklus I yang diperoleh melalui deskripsi perilaku, catatan harian guru, catatan harian peserta didik, wawancara, dan dokumen foto, diketahui bahwa

Bahwa pada bulan April 2009 terdakwa menampar korban sehingga rahang korban bergeser dan terdakwa suka marah serta berkata kasar pada korban

Skripsi yang berjudul Pelaksanaan fungsi bimbingan konseling dalam meningkatkan kedisiplinan siswa di SMP Muhammadiyah 4 Banjarmasin, ditulis oleh Raudatul Jannah dan

Hal ini menunjukan bahwa pemberian pupuk organik limbah kelapa sawit yang diubah menjadi pupuk organik padat (POP) dikombinasikan dengan pupuk anorganik rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian yang ditelusuri melalui unsur intrinsik utama yaitu, penokohan, latar, dan alur dapat dilihat bahwa sikap konservatif yang ditunjukkan oleh

Di samping itu fasilitas ini juga dapat mewadahahi aktivitas masyarakat kota Gresik, antara lain sebagai sarana edukasi tentang sejarah dan asal-usul makam, pusat Seni dan