• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diagnosis kesalahan konsep dan pengajaran remedial pada pokok bahasan pecahan smp kelas VII - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Diagnosis kesalahan konsep dan pengajaran remedial pada pokok bahasan pecahan smp kelas VII - USD Repository"

Copied!
232
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSIS KESALAHAN KONSEP DAN PENGAJARAN REMEDIAL PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

SMP KELAS VII

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh: Basilius Agung Wikaryanto

NIM: 061414010

PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

DIAGNOSIS KESALAHAN KONSEP DAN PENGAJARAN REMEDIAL PADA POKOK BAHASAN PECAHAN

SMP KELAS VII

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Disusun Oleh: Basilius Agung Wikaryanto

NIM: 061414010

PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Apa yang telah diperbuat-Nya bagiku, itulah

yang terbaik, sebab semuanya telah menjadi

indah pada waktunya.”

(6)
(7)

vi ABSTRAK

Basilius Agung Wikaryanto, 2010. Diagnosis Kesalahan Konsep dan Pengajaran Remedial pada Pokok Bahasan Pecahan SMP Kelas VII. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui kesalahan-kesalahan konsep yang dilakukan siswa dalam mempelajari pokok bahasan pecahan, serta faktor penyebabnya, dan (2) mengetahui bagaimana pengaruh pengajaran remedial untuk mengurangi kesalahan konsep siswa. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta mulai bulan Juli sampai dengan September 2010. Subyek penelitian adalah siswa kelas VIIA di sekolah tersebut.

Pengumpulan data dilakukan dengan tes diagnostik, tes remedial, dan wawancara dengan siswa, yang berkaitan tentang pecahan. Tes diagnostik dan tes remedial berupa pertanyaan uraian, sedangkan wawancara dilakukan setelah tes diagnostik dengan perekam suara. Hasil dari tes diagnostik dan wawancara dianalisis, ditranskrip, dan dideskripsikan untuk mengetahui kesalahan-kesalahan konsep yang dilakukan siswa, serta mencari faktor penyebabnya. Data yang diperoleh dari tes remedial digunakan untuk membandingkan konsepsi siswa pada tes diagnostik, yang sebelumnya telah dilakukan pengajaran remedial.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kesalahan konsep siswa tentang pecahan bervariasi, ada yang menyimpang dari konsep ilmiah dan ada yang hampir sesuai dengan konsep ilmiah, (2) faktor-faktor penyebab kesalahan yaitu siswa yang kurang menguasai materi pembelajaran yang dihadapi dan siswa yang kurang teliti, dan (3) adanya penurunan banyaknya kesalahan konsep siswa setelah pengajaran remedial, yang dilihat dari perbandingan konsepsi siswa dan perbandingan rerata dari hasil tes, yang menunjukkan peningkatan hasil belajar siswa.

(8)

vii ABSTRACT

Basilius Agung Wikaryanto, 2010. The Diagnose of Students’ Errors in the Understanding of Concepts and the Remedial Teaching on the Topic of Fractions for Grade VII of Junior High School. Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aims to (1) know the errors in the concept comprehension done by the students in learning the topic of fractions, and the factors causing errors, and (2) know the effect of remedial teaching in reducing the students’ errors. This research was done at SMP Kanisius Gayam Yogyakarta from July to September 2010. The subjects of research were the students of class VIIA at the school.

The collection of data was done by diagnostic test and remedial test, and by interviewing the students, on the topic of fractions. Diagnostic test and remedial test were essay questions, while the interview was done after the diagnostic test using tape recorder. The result of diagnostic test and interview were analyzed, transcribed, and described in order to know the errors in concept comprehension done by the students, and to find the factors causing errors. Data obtained from remedial test was used to compare students’ conceptions on diagnostic test, which previously had been remedied by remedial teaching.

The results of this research showed that (1) the students’ errors concept about fractions varied, some of them deviated from the scientific concept and some of them were almost true in line with the scientific concept, (2) the factors causing errors were the students had less mastery on the learning materials given and the students were less careful, and (3) the students’ errors in concept comprehension after remedial teaching decreased, which was seen from the comparison of students’ conception and comparison ofthe average of test results, which showed that the output of students’ learning increased.

(9)
(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai dan membimbing dalam menyelesaikan skripsi ini, dari awal sampai akhir penyusunan skripsi saya yang berjudul “Diagnosis Kesalahan Konsep dan Pengajaran Remedial pada Pokok Bahasan Pecahan SMP Kelas VII”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain. Untuk itu penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Domi Saverinus, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(11)

x

4. Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing penulis hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Dominikus Arif Budi Prasetyo, M.Si., selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan untuk penyempurnaan skripsi ini.

6. Ibu Maria Hartini, S.Pd., selaku Kepala SMP Kanisius Gayam Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian.

7. Ibu Katarina Heffi W., S.Pd. dan Ibu V. Ranny Herawati, S.Pd., selaku guru bidang studi matematika di SMP Kanisius Gayam Yogyakarta yang telah membantu penulis selama penelitian.

8. Segenap dosen JPMIPA, khususnya dosen-dosen Program Studi Pendidikan Matematika yang telah mendidik, membagi pengetahuan, dan pengalaman yang sangat bermanfaat kepada penulis.

9. Segenap karyawan sekretariat JPMIPA atas segala bantuan, keramahan, dan kerjasamanya selama penulis menempuh kuliah hinggan selesainya skripsi ini. 10. Bapak dan ibuku tercinta, Marcelinus Widarta dan Anak Agung Rai Kartika,

atas doa, cinta, kasih sayang, perhatian, nasehat, dan semangat yang diberikan selama ini. Semoga skripsi ini dapat menjadi hadiah kecil yang membanggakan.

11. Kakak dan adikku tersayang, Yakobus Wikaryono dan Stefanus Wikaryawan, serta Mbak Nia dan Ignas, atas doa, dukungan, semangat, dan cinta yang diberikan.

(12)
(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTARCT... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR DIAGRAM ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR GRAFIK... xvii

DAFTAR LAMPIRAN... xviii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan Masalah... 5

C. Rumusan Masalah ... 6

D. Definisi Istilah ... 6

E. Tujuan Penelitian... 8

F. Manfaat Penelitian... 9

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 11

A. Obyek Langsung Pembelajaran Matematika ... 11

B. Prosedur Diagnosis Kesalahan ... 15

C. Pengertian Kesalahan Konsep (Miskonsepsi)... 17

D. Faktor Penyebab Kesalahan ... 18

E. Belajar... 21

F. Pengajaran Remedial ... 27

G. Materi Pecahan ... 31

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Subyek, Waktu dan Tempat Penelitian... 37

C. Instrumen Penelitian ... 38

D. Validitas Instrumen Penelitian ... 44

E. Bentuk Data... 45

(14)

xiii

G. Prosedur Pengumpulan Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Deskripsi Data ... 52

B. Faktor Penyebab Kesalahan Konsep ... 89

C. Pengajaran Remedial ... 91

D. Pembahasan... 100

BAB V PENUTUP ... 104

A. Kesimpulan ... 104

B. Saran ... 106

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan antara Pengajaran Biasa dengan Pengajaran Remedial 29 Tabel 3.1 Kisi-Kisi Sebaran Soal Tes Diagnostik Berdasarkan Sub Pokok

Bahasan... 38

Tabel 3.2 Tes Diagnostik ... 39

Tabel 3.3 Klasifikasi Konsep Pecahan... 46

Tabel 4.1 Faktor Penyebab Kesalahan pada Konsep Pecahan ... 89

Tabel 4.2 Perbandingan Konsepsi Siswa pada Tes Diagnostik dan Tes Remedial ... 91

Tabel 4.3 Daftar Nilai Final Tes Diagnostik dan Tes Remedial ... 97

Tabel 4.4 Tabel Distribusi Frekuensi Berkelompok Tes Diagnostik... 98

(16)

xv

DAFTAR DIAGRAM

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daerah yang Diarsir Menyatakan Sebuah Pecahan... 32

Gambar 2. Daerah yang Diarsir Menyatakan Pecahan Senilai ... 33

Gambar 3. Garis Bilangan... 35

(18)

xvii

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1. Histogram Tes Diagnostik ... 98

Grafik 2. Poligon Tes Diagnostik... 99

Grafik 3. Histogram Tes Remedial ... 100

Grafik 4. Poligon Tes Remedial... 100

(19)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus... 110

Lampiran 2. RPP Remedial... 112

Lampiran 3. Materi Ajar Pengajaran Remedial ... 115

Lampiran 4. Tes Diagnostik... 122

Lampiran 5. Kunci Jawaban Tes Diagnostik ... 126

Lampiran 6. Tes Remedial... 132

Lampiran 7. Kunci Jawaban Tes Remedial ... 136

Lampiran 8. Lembar Jawaban Siswa... 142

Lampiran 9. Transkrip Wawancara ... 182

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian dari Universitas ... 208

Lampiran 11. Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah... 209

(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seorang siswa yang mengikuti pembelajaran di kelas, tidaklah datang hanya dengan kepala kosong. Siswa sudah memiliki suatu konsep awal sebelum mempelajari sesuatu. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang mempelajari banyak konsep, aturan, dan definisi. Konsep-konsep yang dipelajari dalam matematika saling terkait satu sama lain, sehingga akan sangat rentan jika siswa memiliki konsepsi yang menyimpang dari konsep ilmiah yang diakui para ahli. Oleh karena itu, konsep awal yang dimiliki siswa harus diketahui oleh guru, dan disesuaikan dengan konsep ilmiah.

Banyak ditemukan siswa yang mengalami kesalahan konsep. Hal ini perlu mendapat perhatian yang khusus, agar konsepsi mereka dapat segera diperbaiki dan tidak menimbulkan kesalahan pada konsep-konsep selanjutnya yang terkait. Di sini peran seorang guru sangat dibutuhkan, di mana guru harus mencermati hasil pekerjaan siswa dengan menganalisis langkah siswa dalam mengerjakan soal dan menemukan letak kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa. Setelah itu, guru dapat memberikan pembelajaran ulang guna memperbaiki kesalahan yang dilakukan siswa, agar tidak terulang kembali.

(21)

konsep matematika pada siswa. Hal ini dirasakan guru, karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dan kesalahan dalam menerapkan konsep matematika. Guru juga melihat bahwa konsep dasar matematika masih kurang kuat ketika di sekolah dasar. Namun, tidak sedikit juga siswa yang mempunyai kemampuan lebih, sehingga mampu menerima pembelajaran dengan cepat.

Di samping itu, peneliti melakukan observasi terhadap lingkungan sekolah, wawancara dengan kepala sekolah, serta observasi pembelajaran dan wawancara dengan guru bidang studi matematika. Dari hasil observasi dan wawancara dengan kepala sekolah, diketahui bahwa SMP Kanisius Gayam Yogyakarta berdiri pada tahun 1965 dan mulai beroperasi pada tahun 1968. Bangunan gedung sekolah sudah permanen yang terdiri dari beberapa ruangan, yaitu ruang kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang tamu, ruang guru, perpustakaan, laboratorium komputer, laboratorium IPA, laboratorium bahasa, ruang multimedia, dan ruang kelas.

Di sekolah ini hanya ada 6 ruang kelas, di mana kurang lebih tiap kelas terdiri dari 25 siswa. Banyaknya staf pengajar yaitu 12 orang dan staf administrasi yaitu 1 orang. Meskipun minimnya staf pengajar, namun buku-buku pelajaran dan alat peraga pendukung pembelajaran sudah tersedia cukup lengkap.

(22)

pemecahan masalah, diskusi kelompok, tutor sebaya, dan campuran. Selama pembelajaran berlangsung ada siswa yang ribut atau kurang memperhatikan, sehingga pengelolaan kelas cukup terganggu. Sebagai alat evaluasi untuk mengukur hasil belajar siwa, guru memberikan tugas, PR, dan ulangan harian yang dibuat sendiri. Guru selalu memeriksa tugas, PR, atau ulangan harian yang diberikan, dan segera mengembalikan pada siswa, serta memberikan remedial apabila ada siswa yang belum tuntas.

Melihat hasil observasi yang telah dilakukan, kesalahan-kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa bukanlah hal yang sepele dan perlu mengambil langkah untuk memperbaiki konsep awal siswa yang masih menyimpang dari konsep ilmiah. Suparno (2005: 2-3) mengatakan siswa sudah membawa konsep tertentu yang mereka kembangkan lewat pengalaman hidup mereka sebelum mengikuti proses pembelajaran formal di sekolah. Seperti halnya yang dikemukakan Soedjadi (1995: 157), konsep awal tentang suatu obyek, yang dimiliki oleh seorang anak, tidak mustahil sangat berbeda dengan konsep yang diajarkan di sekolah tentang obyek yang sama.

Jadi mereka sudah memiliki beberapa konsep awal mengenai sesuatu, yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman mereka dalam kehidupan sehari-hari. Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikasikan sekumpulan obyek. “Segitiga” adalah nama suatu

(23)

Begitu juga dalam pembelajaran matematika, seorang anak sudah mengenal berbagai konsep tentang matematika dari pengalamannya sejak kecil. Dari bermain pun anak sebenarnya sudah mempelajari matematika, meskipun tidak formal. Setelah mengikuti pendidikan formal di sekolah, anak akan diajarkan mengenai konsep matematika secara bertahap.

Pada jenjang pendidikan selanjutnya, siswa akan mempelajari konsep dan materi baru dengan tetap menggunakan konsep sebelumnya. Dengan demikian, belajar terdiri atas penguasaan konsep-konsep baru. Konsep perlu untuk memperoleh dan mengkomunikasikan pengetahuan. Tanpa konsep, belajar akan sangat terhambat (Nasution, 1992, dalam Haryani, 2008: 2).

Menurut faham konstruktivisme, pengetahuan bukanlah gambaran dari dunia kenyataan yang ada, tetapi selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan seseorang (Bettencourt, 1989, dalam Suparno, 1996: 131). Selain itu, Von Glasersfeld (1996, dalam Suparno, 1996: 132) menjelaskan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang waktu seseorang mengalami atau berinteraksi dengan lingkungannya.

(24)

dapat ditimbulkan secara jelas pastilah berbagai kesalahan yang akan dilakukan siswa dalam mempelajari pengetahuan baru tersebut. Dalam keadaan semacam itulah kemudian prakonsepsi itu menjadi suatumiskonsepsi (Soejdadi, 1995: 157).

Dalam matematika, konsep pecahan sering dijumpai pada setiap materi yang diajarkan pada siswa. Materi ini sudah diberikan kepada siswa dari jenjang pendidikan dasar. Melihat hal tersebut sangatlah penting, tentunya diperlukan penguasaan yang baik terhadap konsep pecahan. Jika konsep tidak dikuasai dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap pemahaman materi baru dan akan menimbulkan kesalahan konsep.

Berdasarkan uraian di atas, kesalahan konsep yang dilakukan siswa dan faktor penyebabnya merupakan hal yang menarik untuk diteliti, dan sebisa mungkin untuk segera diperbaiki dengan pemberian pengajaran remedial, agar siswa dapat mempelajari materi matematika selanjutnya dengan konsep yang benar.

B. Pembatasan Masalah

(25)

pecahan pada garis bilangan, serta menentukan pecahan yang nilainya di antara dua pecahan.

Kesalahan konsep yang dimaksud dalam penelitian ini hanya dibatasi pada kesalahan yang terlihat langsung dari pekerjaan siswa dan wawancara. Selain itu, faktor penyebab kesalahan konsep yang diteliti di sini dibatasi pada faktor internal yaitu faktor yang berasal dari siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka masalah penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja kesalahan konsep yang dilakukan siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta pada pokok bahasan pecahan, serta faktor penyebabnya?

2. Bagaimana upaya pengajaran remedial yang dilakukan untuk mengurangi kesalahan konsep yang dilakukan siswa?

D. Definisi Istilah

1. Kesalahan Konsep (Miskonsepsi)

Kesalahan konsep (miskonsepsi) adalah kesalahan pemahaman terhadap suatu konsep yang tidak sesuai dengan pemahaman yang diakui para ahli (dimodifikasi dari Suparno, 2005: 8).

2. Pecahan

(26)

3. Pecahan Biasa

Pecahan biasa dinyatakan sebagai q p

denganp,q bilangan bulat dan

0 

q . Bilangan p disebut pembilang dan bilangan q disebut penyebut

(Nuharini, 2008: 41) 4. Pecahan Senilai

Pecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang bernilai sama (Nuharini, 2008: 41).

5. Menyederhanakan Pecahan

Menyederhanakan sebuah pecahan berarti mencari pecahan yang lebih sederhana dari pecahan tersebut. Sebuah pecahan dapat disederhanakan dengan cara membagi terus-menerus pembilang dan penyebut suatu pecahan dengan faktor pembagi dari pembilang dan penyebut (Sukino dan Wilson, 2007: 48).

6. Perbandingan Pecahan

Perbandingan pecahan (Sukino dan Wilson, 2007: 50-53) yaitu dua pecahan atau lebih yang tidak senilai dibandingkan dengan menggunakan notasi lebih dari (>) atau kurang dari (<). Kemudian pecahan-pecahan tersebut dapat diurutkansecara naik (dari kecil ke besar) atausecara turun (dari besar ke kecil).

7. Diagnosis

(27)

8. Pengajaran Remedial

Pengajaran remedial dalam penelitian ini merupakan upaya dalam membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar (M. Entang, 1981: 7)

9. Diagnosis Kesalahan Konsep pada Pokok Bahasan Pecahan, serta Pengajaran Remedial

Jadi, diagnosis kesalahan konsep pada pokok bahasan pecahan adalah suatu upaya untuk mengidentifikasi kesalahan konsep atau pemahaman yang kurang tepat yang digunakan siswa dalam mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan pecahan, serta mencari faktor penyebabnya. Kemudian dilakukan pengajaran remedial guna membantu siswa untuk mengurangi kesalahan yang dilakukan.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kesalahan-kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta dalam mempelajari pokok bahasan pecahan, serta faktor penyebabnya.

(28)

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Guru

Penelitian ini bermanfaat untuk membantu guru dalam menanamkan konsep yang benar pada siswa, sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang berdampak pada pemberian materi selanjutnya dan melakukan upaya untuk mengurangi munculnya kesalahan-kesalahan tersebut.

2. Bagi Siswa

Penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui kesalahan konsep yang sering dilakukan siswa saat mengerjakan soal-soal dengan pokok bahasan pecahan, sehingga siswa dapat memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.

3. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini, peneliti dapat mengetahui kesalahan konsep yang sering dilakukan siswa, sehingga kelak saat menjadi guru, peneliti sudah mempunyai bekal untuk mengantisipasi kesalahan yang mungkin dilakukan siswa.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan terdiri dari lima bab, yaitu:

Bab I Berisi tentang latar belakang penulisan, pembatasan masalah, hal-hal yang akan dibahas, serta tujuan dan manfaat penelitian.

(29)

Bab III Berisi tentang metode penulisan, jenis penelitian, subyek penelitian, dan instrumen penelitian yang digunakan.

Bab IV Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan dari data yang diperoleh.

(30)

11 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Obyek Langsung Pembelajaran Matematika 1. Pembentukan Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah rancangan atau buram surat, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret, gambaran mental dari obyek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara manusia dan yang memungkinkan manusia berpikir. Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep berhubungan dengan konsep-konsep lain (Euwe van den Berg, 1991: 8).

Seperti yang dikutip Suharnan (2005: 115) dalam bukunya berjudul Psikologi Kognitif, Solso (1986) mendefinisikan bahwa konsep menunjuk

(31)

1980). Misalnya, seseorang mengelompokkan sebuah meja, kursi, dan sofa ke dalam kategori perabot rumah tangga ataufurniture.

Berhubungan dengan pembentukan konsep, Jean Piaget (dalam Hergenhahn dan Matthew, 2008: 325) menyusun tahap perkembangan intelektual sebagai berikut: (1) sensorimotor, di mana anak berhadapan langsung dengan lingkungan dengan menggunakan refleks bawaan mereka; (2) pra-operasional, di mana anak mulai menyusun konsep sederhana; (3) operasi konkret, di mana anak menggunakan tindakan yang telah diinteorisasikan atau pemikiran yang memecahkan masalah dalam pengalaman mereka; dan (4) operasi formal, di mana anak dapat memikirkan situasi hipotesis secara penuh.

2. Belajar Konsep Matematika

Dienes (dalam Hudojo, 1981: 33-36) memandang bahwa konsep-konsep matematika dipelajari menurut tahap-tahap bertingkat seperti halnya dengan tahap perkembangan intelektual Piaget. Dienes berpegang pada enam tahap yang berurutan di dalam mengajar dan belajar konsep-konsep matematika, yaitu:

(32)

b. Permainan yang disertai aturan (games) adalah tahap belajar konsep setelah di dalam periode tertentu permainan bebas terlaksana. Di dalam tahap ini para siswa mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat di dalam konsep itu.

c. Permainan kesamaan sifat (searching of comunalities) adalah tahap belajar konsep setelah memainkan permainan yang disertai aturan tadi. Dalam hal ini, siswa perlu dibantu untuk dapat melihat kesamaan daripada struktur dengan “mentranslasikan” dari suatu permainan ke

bentuk permainan lain.

d. Representasi (representation) merupakan pengambilan kesamaan sifat dari situasi-situasi yang serupa. Setelah siswa mencari kesamaan dari situasi-situasi, siswa itu memerlukan suatu representasi dari konsep itu. Cara ini mengarahkan siswa kepada pengertian struktur matematika yang abstrak yang terdapat dalam konsep itu.

e. Simbolisasi (symbolization) merupakan tahap belajar konsep di mana siswa perlu merumuskan representasi dari setiap konsep dengan menggunakan simbol matematika atau dengan perumusan verbal yang cocok.

(33)

3. Definisi

Definisi adalah kata atau kalimat yang menjelaskan makna atau keterangan atau arti, rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok studi (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia). Menurut Wikipedia Indonesia, definisi adalah suatu pernyataan mengenai ciri-ciri penting suatu hal, dan biasanya lebih kompleks dari arti, makna atau pengertian suatu hal.

Menurut Soedjadi (1999/2000: 14-15), definisi digolongkan dalam 3 hal yaitu:

a. Definisi analitis: definisi yang menyebutkangenus proksimum (genus terdekat) dandiferensia spesifika (pembeda khusus).

Misalnya, trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar.

b. Definisi genetik: definisi yang menyebutkan bagaimana konsep itu terbentuk atau terjadi.

Misalnya, jika sebuah daerah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya, maka bangun hasil perpotongan yang memuat sisi tersebut beserta ruas garis yang sejajar dengannya disebut trapesium.

c. Definisi dengan rumus

(34)

4. Prinsip

Prinsip merupakan suatu pernyataan yang dijadikan pedoman untuk berpikir atau bertindak. Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks. Kaidah semacam itu, di sini disebut “prinsip”.

Berdasarkan prinsip yang dipegang, orang mampu memecahkan suatu problem dan kemudian menerapkan prinsip itu pada problem yang sejenis (Winkel, 2004: 115).

Dalam matematika, prinsip dapat berupa “aksioma”, “teorema”, “sifat”, dan sebagainya (Soedjadi, 1999/2000: 16). Misalnya sifat komutatif dan sifat asosiatif yang berlaku pada penjumlahan bilangan cacah, teorema Pythagoras yang membuktikan bahwa dalam segitiga siku-siku berlaku kuadrat panjang sisi miring sama dengan jumlah kuadrat panjang dua sisi siku-sikunya.

B. Prosedur Diagnosis Kesalahan

(35)

C. Ross dan Julian Stanley (dalam M. Entang, 1981: 2-3) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam proses diagnostik dan pengajaran remedial.

Langkah-langkah tersebut adalah: 1. Langkah diagnosa yang meliputi aktivitas:

a. Identifikasi kasus

b. Lokalisasi jenis dan sifat kesulitan c. Menentukan faktor penyebabnya

- Faktor internal - Faktor eksternal

- Menetapkan faktor penyebab kesulitan

2. Langkah prognosis yaitu suatu langkah untuk mengestimasi, memperkirakan apakah kesulitan tersebut dapat dibantu atau tidak.

3. Langkah terapi adalah langkah untuk menemukan berbagai alternatif kemungkinan cara yang dapat ditempuh dalam rangka penyembuhan kesulitan tersebut. Kegiatan ini dapat berupa:

a. Pengajaran remedial b. Transferal

c. Referal

(36)

C. Pengertian Kesalahan Konsep (Miskonsepsi)

Beberapa pengertian tentang miskonsepsi dari para ahli yang dikutip Suparno (2005: 4-5) yaitu sebagai berikut:

1. Novak (1984), mendefinisikan miskonsepsi sebagai suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

2. Brown (1989; 1992), menjelaskan miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefinisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang sekarang diterima.

3. Feldsine (1987), menemukan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep.

4. Fowler (1987), menjelaskan lebih rinci arti miskonsepsi. Ia memandang miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat dirangkum bahwa miskonsepsi adalah kesalahan pemahaman terhadap suatu konsep yang tidak sesuai dengan pemahaman yang diakui para ahli (dimodifikasi dari Suparno, 2005: 8).

(37)

kesalahan siswa dalam pemahaman hubungan antar-konsep. Kesalahan siswa dalam matematika (Euwe van den Berg, 1991: 101) dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Ralat yang terjadi secara acak tanpa pola tertentu. 2. Salah ingat/hafal.

3. Kesalahan yang terjadi secara konsisten, terus menerus, kesalahan yang menunjukkan pola tertentu.

D. Faktor Penyebab Kesalahan

Seperti yang dikemukakan C. Ross dan Julian Stanley (dalam M. Entang, 1981: 3) faktor penyebab kesulitan siswa dapat timbul dari dua hal, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor ini juga dapat menyebabkan kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Dalam penelitian ini hanya dibatasi pada faktor internal.

Seperti yang dipaparkan M. Entang (1981: 4), faktor internal yaitu faktor yang berada dan terletak pada diri murid itu sendiri. Salah satunya mungkin disebabkan oleh kelemahan mental faktor kecerdasan, intelegensi, atau kecakapan/bakat khusus tertentu yang dapat diketahui melalui tes tertentu.

(38)

Menurut Marpaung, ada 9 kemampuan mental yang harus dikuasai oleh siswa yaitu:

1. Kemampuan Membandingkan

Kemampuan membandingkan adalah kemampuan untuk melihat kesamaan atau perbedaan masalah-masalah matematika yang dihadapi.

2. Kemampuan Mengatur

Kemampuan mengatur adalah kemampuan untuk menaati aturan-aturan yang ada dalam matematika.

3. Kemampuan Melakukan Abstraksi

Kemampuan melakukan abtraksi adalah kemampuan untuk melihat kesamaan pokok dan mengabaikan perbedaan-perbedaan atau sifat-sifat yang tidak mendasar. Untuk mencapai kemampuan ini siswa harus mempunyai tingkat operasional formal tentang pendewasaan mental. Jika seorang anak gagal melakukan pendewasaan mental, kemungkinan anak akan banyak mengalami masalah dalam pemahaman konsep-konsep matematika secara umum.

4. Generalisasi

(39)

5. Kemampuan Klasifikasi

Kemampuan klasifikasi adalah kemampuan menggolongkan obyek atau menetapkan hubungan antar-kelas.

6. Kemampuan Konkritisasi atau Partikulasi

Kemampuan konkritisasi atau partikulasi adalah kemampuan mentransfer atau mengaplikasikan prinsip umum atas hal-hal khusus.

7. Kemampuan Formalisasi

Kemampuan formalisasi adalah kemampuan untuk melihat bentuk dan berpikir secara formal dan menghilangkan makna atau konteks untuk memperoleh sesuatu yang lebih abstrak.

8. Kemampuan Analogisasi

Kemampuan analogisasi adalah kemampuan untuk melihat hubungan yang sama atau sifat yang sama dalam dua situasi yang berbeda.

9. Kemampuan Representasi

(40)

E. Belajar

Belajar merupakan proses menggali pengetahuan. Belajar pada manusia boleh dirumuskan sebagai berikut: “Suatu aktivitas mental/psikis, yang

berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan

sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai

sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas” (Winkel,

2004: 59). Menurut Robert M. Gagne (1977: 3, dalam Abror, 1993: 67), dalam bukunya The Conditions of Learning mengemukakan bahwa belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu.

Abror (1993: 67) menyimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut. a. Bahwa belajar menimbulkan suatu perubahan (dalam arti tingkah laku,

kapasitas) yang relatif tetap.

b. Bahwa perubahan itu, pada pokoknya membedakan antara keadaan sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan belajar.

c. Bahwa perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha atau praktek yang disengaja atau diperkuat.

(41)

1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar a. Dari Siswa

1) Tingkat Inteligensi (Kecerdasan)

Tingkat inteligensi (kecerdasan) sangatlah perlu untuk diketahui. Intelegensi (Abror, 1993: 43) merupakan salah satu dari beberapa gejala kejiwaan yang sulit dipahami. Padahal sudah tidak diragukan lagi, bagaimana besar peranannya dalam berbagai bidang kehidupan, khususnya dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Walaupun terdapat berbagai anggapan mengenai bagaimana peranan intelegensi itu, namun paling tidak, terdapat anggapan umum bahwa intelegensi itu merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan berhasil-tidaknya belajar seseorang.

Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual manusia. Intelegensi merupakan bagian dari proses-proses kognitif pada urutan yang lebih tinggi (higher order cognition). Secara umum intelegensi sering disebut kecerdasan,

sehingga orang yang memiliki intelegensi tinggi sering disebut pula sebagai orang cerdas atau jenius (Suharnan, 2005: 345).

(42)

dengan cara-cara yang lebih berguna (in a meaningful way) atau efektif.

2) Motivasi Belajar

Motivasi yang ada pada setiap orang tidaklah sama, berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Sebagai siswa, mempunyai motivasi belajar sangat menguntungkan, karena dapat membantu dirinya sendiri dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Dalam kegiatan belajar, berlangsung dan keberhasilannya bukan hanya ditentukan oleh faktor intelektual, tetapi juga faktor-faktor non-intelektual, termasuk salah satunya ialah motivasi. Oleh sebab itu, motivasi belajar dapat diartikan sebagai keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan (Winkel, 1987: 92, dalam Abror, 1993: 114-115).

(43)

3) Sikap

Sikap seorang siswa juga besar pengaruhnya terhadap proses belajar yang akan dialaminya. Seperti yang dikemukakan oleh Winkel (2004: 118), sikap merupakan kemampuan internal yang berperanan sekali dalam mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak.

Sikap (attitude) merupakan keadaan batiniah, bukan merupakan pernyataan lahiryah (overt expression), merupakan kecenderungan dan kesiapan untuk bertindak atau merespon, bukannya merupakan tindakan atau respon itu sendiri (Abror, 1993: 107-108).

Oleh karena itu, pada prinsipnya sikap itu dapat kita anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu obyek, tata nilai, peristiwa, dan sebagainya (Bruno, 1987, dalam Syah, 2004: 123). 4) Minat

(44)

tetapi juga terhadap bidang-bidang yang lain yang berhubungan (Abror, 1993: 113).

b. Dari Guru

Proses pembelajaran di kelas yang diberikan oleh guru dapat berpengaruh pada proses belajar siswa. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memberikan pembelajaran yang semenarik mungkin untuk memancing motivasi siswa dalam belajar.

Susento (2007) menjelaskan dalam makalahnya tentang Strategi Pembelajaran Matematika SMA bahwa pendekatan pembelajaran

adalah gagasan tentang pelaksanaan pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar tertentu. Ada 4 macam pendekatan pembelajaran matematika yaitu sebagai berikut.

1) Pendekatan Konvensional

Meniru pendekatan konvensional, belajar matematika sama artinya dengan meniru cara guru mengerjakan soal dan menghafal konsep/rumus/prosedur/aturan. Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional dilaksanakan oleh guru dengan langkah-langkah seperti, memberikan penjelasan, pemberian contoh, latihan soal dan ulangan.

2) Pendekatan Kontekstual

(45)

antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. 3) Pendekatan Berbasis Masalah

Pendekatan berbasis masalah adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan bagi siswa, dan memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik.

4) Pendekatan Kooperatif

Pendekatan kooperatif adalah konsep pembelajaran yang membantu guru memanfaatkan kelompok-kelompok kecil siswa yang bekerja bersama untuk mencapai sasaran belajar, dan memungkinkan siswa memaksimalkan proses belajar satu sama lain.

2. Pembelajaran

Dari pengalaman kita akan memperoleh pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran akan selalu kita dapatkan sepanjang kita menjalani hidup. Dalam Wikipedia Indonesia dipaparkan definisi pembelajaran yaitu proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

(46)

peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

F. Pengajaran Remedial

Pada Kurikulum 1999 kebijakan salah satunya adalah konsep pendekatan belajar tuntas. Siswa tidak bisa mengikuti kompetensi berikutnya jika siswa belum menuntaskan kompetensi yang sedang dijalani. Sedang siswa yang memperoleh ketuntasan dan berprestasi melebihi rata-rata dalam konsep Kurikulum 1999 ini juga perlu mendapat perhatian khusus oleh guru. Dalam istilah Kurikulum 1999 mereka yang belum tuntas perlu mendapatkan pengajaran remedial, sedang mereka yang sudah tuntas dan berprestasi diatas rata-rata perlu mendapatkan pengayaan.

Oleh karena itu, siswa yang belum mencapai kompetensi belajar yang diharapkan perlu mendapat perhatian dari guru yaitu diberi pengajaran remedial (remedial teaching). Upaya remedial ini bertujuan untuk membantu siswa dalam mencapai hasil belajar, di mana pada proses pembelajaran sebelumnya siswa dirasa belum mencapai hasil belajar yang diharapkan. Proses remedial ini lebih menekankan pada upaya perbaikan cara-cara belajar, cara penyampaian materi pembelajaran, dan pembetulan kesalahan-kesalahan yang mungkin dilakukan oleh siswa.

(47)

Dalam arti luas atau ideal, kegiatan remedial teaching bertujuan memberikan “bantuan” baik berupa perlakuan pengajaran maupun berupa

bimbingan dalam upaya mengatasi kasus-kasus yang dihadapi siswa. Kemudian dalam arti sempit atau operasional, kegiatanremedial teaching bertujuan untuk memberikan bantuan yang berupa perlakuan pengajaran kepada siswa yang lambat, sulit, gagal belajar, agar mereka secara tuntas dapat menguasai bahan pelajaran yang diberikan kepada mereka (Ischak dan Warji, 1987: 34-36, dalam Abror,1993: 186).

2. Perbedaan Pengajaran Remedial dan Pengajaran Biasa

Pengajaran remedial memiliki perbedaan dengan pengajaran biasa. Anonim (1999: 34) pengajaran remedial berbeda dengan proses belajar mengajar biasa dalam segi:

a. Tujuan

Pengajaran biasa diarahkan pada penguasaan (materi) bahan secara tuntas sehingga tujuan instruksional maupun tujuan pengiring tercapai secara maksimal. Sedangkan pengajaran remedial lebih diarahkan pada peningkatan penguasaan bahan sehingga sekurang-kurangnya siswa yang bersangkutan dapat memenuhi kriteria keberhasilan minimal yang mungkin diterima.

b. Strategi

(48)

penyampaian harus bervariasi dan diharapkan disusun secara sistematis dari materi/tugas yang mudah menuju tugas yang sukar.

c. Bahan

Bahan pengajaran remedial biasanya dengan penggolongan-penggolongan yang lebih kecil daripada bahan yang dikembangkan untuk pengajaran biasa.

Sedangkan Moh. Uzer Usman dan Lilis Setiawati (2000: 114) merinci perbedaan antara pengajaran remedial dengan pengajaran biasa sebagai berikut.

Tabel 2.1 Perbedaan antara Pengajaran Biasa dengan Pengajaran Remedial

Pengajaran biasa Pengajaran Remedial

1. Sebagai program belajar di kelas dengan semua siswa turut serta berpartisipasi.

1. Dilakukan setelah diketahui kesulitan belajar dan kemudian diberikan pelayanan khusus sesuai dengan jenis, sifat dan latar belakang.

2. Bertujuan untuk mencapai TIK yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum berlaku untuk semua siswa.

2. TIK disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dihadapi siswa.

3. Metode yang digunakan bersifat sama untuk semua siswa.

3. Metode yang digunakan bersifat diferensiabel disesuaikan dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan siswa.

4. Dilaksanakan oleh guru kelas atau guru bidang studi.

4. Dilaksanakan melalui kerjasama berbagai pihak, guru, pembimbing, konselor dan sebagainya.

5. Pendekatan dan teknik lebih bersifat umum dan sama.

5. Pendekatan dan teknik lebih diferensiabel artinya disesuaikan dengan keadaan siswa

6. Evaluasi menggunakan alat yang bersifat seragam dan kelompok.

(49)

3. Prosedur Pengajaran Remedial

Prosedur pengajaran remedial menurut Usman (1993, dalam Haryani, 2008: 24) digambarkan dengan skema berikut ini.

Diagram 1. Prosedur Pengajaran Remedial

Diagnostik Kesulitan

Belajar

Rekomendasi

1. Penelaahan Kasus

2. Pilihan Alternatif Tindakan

3. Layanan Penyuluhan/P sikoterapi

4. Pelaksanaan Remedial

5. Post tes Pengukuran Kembali Hasil Belajar Mengajar

6. evaluasi Re-diagnostik 7. Tugas

Tambahan

(50)

Prosedur yang digunakan yaitu: a. Langkah 1– 2– 4– 5– 6 b. Langkah 1– 2–(3)– 4– 5– 6 c. Langkah 1– 2– 4– 6– (7)

d. Langkah 1– 2– (3)– 4– 5– 6– (7)

G. Materi Pecahan

Dengan mengambil materi yang dipaparkan dalam buku Matematika Konsep dan Aplikasinya (Nuharini, 2008), Matematika untuk SMP Kelas VII (Sukino dan Wilson, 2007), dan menurut Sukayati (2003) dalam makalahnya tentang Pecahan pada Pelatihan Supervisi Pengajaran untuk Sekolah Dasar, konsep matematika yang terdapat pada pokok bahasan pecahan yaitu sebagai berikut.

1. Pengertian Bilangan Pecahan

Pecahan merupakan bagian dari keseluruhan. Pecahan biasa

dinyatakan sebagai q p

, dengan p, q bilangan bulat dan q0. Bilanganp

disebut pembilang dan bilangan q disebut penyebut. Pecahan biasa merupakan lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecahan atau rasio (perbandingan).

Mengenal konsep pecahan dapat diperagakan bangun datar beraturan

seperti persegi. Pecahan 2 1

dapat diperagakan dengan cara melipat kertas

(51)

lain. Selanjutnya bagian yang dilipat dapat dibuka dan diarsir sesuai bagian yang dikehendaki, sehingga akan didapatkan gambar daerah yang diarsir seperti di bawah ini.

Gambar 1. Daerah yang Diarsir Menyatakan Sebuah Pecahan

Bagian yang diarsir adalah 2 1

, yang dibaca setengah atau satu per

dua. “1” bilangan yang dibagi disebut pembilang merupakan bagian

pengambilan atau 1 bagian yang diperhatikan dari keseluruhan bagian yang sama. “2” bilangan yang membagi disebut penyebut merupakan 2 bagian yang sama dari keseluruhan.

Dalam pecahan sering dikenal istilah pecahan senama, yaitu

pecahan-pecahan yang penyebutnya sama. Perhatikan bahwa 8 1

dan 8 3

adalah pecahan senama karena penyebutnya sama yaitu 8. Sedangkan 7 2

dan 2 7

bukan pecahan senama karena penyebutnya berbeda, yaitu 72.

2. Pecahan Senilai

(52)

Perhatikan gambar dibawah ini.

Gambar 2. Daerah yang Diarsir Menyatakan Pecahan Senilai Bagian yang diarsir pada masing-masing gambar tersebut adalah sama

besar, yaitu

8

disebut pecahan senilai.

Pecahan senilai dapat diperoleh dengan cara mengalikan atau membagi pembilang dan penyebut dengan bilangan asli yang sama.

Secara umum dapat ditulis sebagai berikut.

Jika diketahui pecahan q

 , di manaa,b konstanta positif bukan nol.

3. Menyederhanakan Pecahan

Sebuah pecahan dapat disederhanakan asalkan penyebut dan pembilang dari pecahan itu mempunyai faktor persekutuan. Menyederhanakan sebuah pecahan berarti mencari pecahan yang lebih sederhana dari pecahan tersebut. Sebuah pecahan dapat disederhanakan dengan cara membagi terus-menerus pembilang dan penyebut suatu pecahan dengan faktor pembagi dari pembilang dan penyebut.

(53)

Hal ini dapat ditulis sebagai berikut.

Dalam menyederhanakan sebarang pecahan q

di manaa Faktor Persekutuan Terbesar (FPB) darip danq. 4. Menyatakan Hubungan Antara Dua Pecahan

Jika kita mempunyai dua pecahan yang tidak senilai maka keduanya dapat dibandingkan dengan menggunakan notasi lebih dari (>) atau kurang dari (<). Untuk membandingkan pecahan-pecahan itu kita perlu

memperhatikan besar pembilang dan penyebut dari pecahan tersebut. Ada dua hal yang dapat dijadikan acuan dalam membandingkan dua pecahan yang tidak senilai.

a. Membandingkan Pecahan Senama

(54)

b. Membandingkan Pecahan Tak Senama

Untuk membandingkan dua pecahan yang tak senama, ubahlah pecahan itu menjadi pecahan senama dengan proses KPK penyebut, lalu bandingkan pecahan itu dengan melihat pembilangnya.

Contoh 2:

Membandingkan pecahan 8 3

dengan 2 1 .

Cari KPK penyebut, yaitu KPK dari 8 dan 2 adalah 8.

Tulis pecahan senamanya, yaitu 8 3

dengan 8 4 .

Bandingkan pembilang kedua pecahan itu.

Jadi 2 1 8 3

 , karena 3 < 4.

5. Menentukan Letak Pecahan pada Garis Bilangan Ingat kembali garis bilangan pada bilangan bulat.

Gambar 3. Garis Bilangan

Pada garis bilangan, bilangan pecahan terletak di antara dua bilangan bulat. Sebagai contoh, jika pada garis bilangan di atas, jarak antara dua bilangan bulat yang berdekatan kalian bagi dua, maka garis bilangannya menjadi:

(55)

Adapun untuk letak pecahan yang lain, dapat ditentukan dengan membagi jarak antara dua bilangan bulat menurut besarnya penyebut. Pada garis bilangan, pecahan yang lebih besar berada di sebelah kanan, sedangkan pecahan yang lebih kecil berada di sebelah kiri. Pada garis bilangan di atas, tampak terdapat pecahan negatif. Pecahan negatif adalah pecahan yang nilainya lebih kecil daripada nol. Pada pecahan-pecahan yang tak senama, penyebutnya harus disamakan terlebih dahulu, kemudian letakkan pada garis bilangan.

6. Menentukan Pecahan yang Nilainya di Antara Dua Pecahan

Di antara dua pecahan yang berbeda selalu dapat ditemukan pecahan yang nilainya di antara dua pecahan tersebut. Untuk menentukan pecahan yang nilainya di antara dua pecahan, langkah-langkahnya sebagai berikut. a. Samakan penyebut dari kedua pecahan. Kemudian, tentukan nilai

pecahan yang terletak di antara kedua pecahan tersebut.

b. Ubahlah lagi penyebutnya, jika belum diperoleh pecahan yang dimaksud. Begitu seterusnya.

Setelah membandingkan beberapa pecahan, maka dapat mengurutkan pecahan-pecahan itu secara naik (dari kecil ke besar) atau secara turun (dari besar ke kecil). Langkah awal yang harus dilakukan

adalah mengubah pecahan-pecahan itu menjadi pecahan senama, setelah itu melihat urutan pembilang dari pecahan senama tersebut.

Contoh 3:

Urutan naik yaitu

8 4 8 3 8 2

 , sedangkan urutan turun yaitu

12 5 12

6 12

7

(56)

37 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Menurut Bogdan dan Taylor, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2009: 4).

Dalam penelitian ini, penelitian deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan jawaban siswa yang melakukan kesalahan, baik yang diketahui dari hasil tes diagnostik maupun hasil wawancara. Penelitian kuantitatif digunakan untuk menganalisis hasil belajar siswa.

B. Subyek, Waktu dan Tempat Penelitian 1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIIA SMP Kanisius Gayam Yogyakarta.

2. Waktu dan Tempat Penelitian

(57)

C. Instrumen Penelitian 1. Tes Diagnostik

Tes diagnostik yaitu tes yang dilaksanakan untuk menemukan ataupun mengetahui kelemahan, kesulitan dan sebagainya yang dialami seorang anak (Abror, 1993: 170). Dalam penelitian ini tes diagnostik yang digunakan berupa tes matematika uraian singkat sebanyak 30 soal. Soal dibuat oleh peneliti sendiri, namun tidak menutup kemungkinan mengadopsi dari berbagai sumber. Melalui tes diagnostik ini diharapkan dapat mengetahui kesalahan konsep yang dilakukan siswa pada pokok bahasan pecahan.

Kisi-kisi sebaran soal dalam tes diagnostik disesuaikan dengan indikator pencapaian hasil belajar menurut Kurikulum 2006 dan didukung dengan Kurikulum 2004 (Silabus pada lampiran). Selain itu, ranah kognitif yang diukur mengikuti taksonomi Bloom yang meliputi ingatan (c1), pemahaman (c2) dan aplikasi (c3) (Wilantara, 2005: 73). Berikut ini kisi-kisi sebaran soal pada tes diagnostik berdasarkan beberapa sub pokok bahasan.

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Sebaran Soal Tes Diagnostik Berdasarkan Sub Pokok Bahasan

Ranah Kognitif Sub Pokok Bahasan

C1 C2 C3 Jumlah

Banyak Soal

1. Pengertian Bilangan Pecahan

2. Pecahan Senilai dan Menyederhanakan

3. Menyatakan Hubungan Antara Dua Pecahan

(58)

4. Menentukan Letak Pecahan pada Garis Bilangan

5. Menentukan Pecahan yang Nilainya di Antara Dua Pecahan

3

Dalam penyusunan tes diagnostik ini tak lepas dari keterlibatan guru bidang studi matematika. Peneliti menyusun tiap butir soal kemudian dikonsultasikan kepada guru untuk disesuaikan dengan indikator yang harus dicapai siswa dalam silabus. Tes diagnostik ini bersifat menggali kemampuan siswa dalam pemahaman konsep matematika. Oleh karena itu, tes diagnostik yang disusun berupa soal uraian singkat, agar peneliti dapat menganalisis langkah-langkah pekerjaan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Butir soal dalam tes ini juga dibuat saling terkait antara soal yang satu dengan soal yang lain. Berikut ini tes diagnostik yang akan digunakan sebagai instrumen penelitian.

Tabel 3.2 Tes Diagnostik

No. Pertanyaan Jawaban Skor

1 Apa yang dimaksud denganpecahan? 2

Pada pecahan 2 1

, bilangan 1 dan 2 masing-masing disebut apa?

3 Perhatikan gambar di bawah ini.

Nyatakan bentuk pecahan yang ditunjukkan oleh daerah yang diarsir. 4

Nyatakan pecahan 3 bentuk gambar yang berbeda.

5 Berapa bagiankah, satu detik dari satu menit?

(59)

menjadi tiga bagian yang sama panjang. Berapa panjang dari tiap potong tali tersebut?

7 Apa yang dimaksud dengan pecahan senilai?

8 Bagaimana caranya memperoleh bentuk sederhana dari suatu pecahan?

9 Lengkapilah titik-titik pada pecahan senilai berikut

10 Sebutkan masing-masing dua pecahan senilai dari bentuk yang paling sederhana.

12 Perhatikan gambar berikut.

Nyatakan daerah yang diarsir dalam bentuk pecahan yang paling sederhana. Kemudian gambarkan kembali pecahan tersebut.

13 Lambang (notasi) “<” dan “>” masing -masing disebut apa?

14 Apa yang dimaksud dengan pecahan senama danpecahan tak senama? 15 Hasil suatu survei terhadap pelajar SMP

di Yogyakarta yaitu 2 1

pelajar menyukai Matematika dan

3 2

pelajar tidak menyukai Matematika. Lengkapilah pernyataan berikut dengan kata-kata yang tepat:

Pelajar yang tidak menyukai Matematika ... daripada pelajar yang menyukai Matematika.

16 Tuliskan lambang (notasi) yang tepat pada titik-titik berikut:

5

Jika pecahan

10 3

 dan

5 1 dibandingkan, manakah pecahan yang lebih kecil?

18 Pada hari Sabtu, Budi mengunjungi Malioboro. Ia mencatat

12 1

(60)

berasal dari Bali,

berasal dari Yogyakarta. Berasal dari daerah manakah pengunjung terbanyak?

19 Pada garis bilangan, apa perbedaan bilangan yang terletak di sebelah kiri bilangan nol dengan bilangan yang terletak di sebelah kanan?

20 Dimanakah letak bilangan pecahan pada garis bilangan?

21

Letakkan pecahan , 8

22 Bagaimana menentukan pecahan yang letaknya di antara dua pecahan tak senama?

23 Apa yang dimaksud mengurutkan pecahansecara naik dan secara turun? 24 Gambarkan pecahan (pada tanda tanya

tersebut) yang sesuai berada di antara kedua gambar berikut (pecahan ditunjukkan pada daerah yang diarsir).

25 Tentukan sebuah pecahan yang terletak di antara

Urutkan pecahan , 2 secara turun menggunakan lambang (notasi).

(61)

km, dan jarak rumah Dani ke sekolah 8 3 km. Urutkan jarak rumah ke sekolah masing-masing siswa dari yang terkecil sampai terbesar.

30 Urutkan gambar berikut dari yang menyatakan pecahan paling besar sampai pecahan paling kecil yang ditunjukkan pada daerah yang diarsir (urutkan nomornya tanpa menggambar).

(a) (b) (c) (d)

Jumlah

Cara pemberian skor terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal yaitu sebagai berikut: (1) setiap jawaban yang benar dengan menyertakan cara pengerjaan/alasannya mendapat skor 1, (2) setiap jawaban yang benar tapi tidak menyertakan cara pengerjaan/alasannya mendapat skor ½, dan (3) setiap jawaban yang salah, atau tidak menjawab mendapat skor 0. Sebelum menggunakan tes diagnostik ini, akan dilakukan uji validitas. 2. Wawancara

(62)

Pedoman wawancara akan disusun dengan melihat hasil dari tes diagnostik yang sebelumnya telah dikerjakan oleh siswa. Subyek penelitian yang diwawancarai diambil dari beberapa siswa yang ditemukan paling sedikit dan paling banyak melakukan kesalahan konsep.

3. Rencana Pembelajaran Remedial

Rencana pembelajaran digunakan pada pengajaran remedial yang bertujuan membetulkan kesalahan konsep yang dilakukan siswa agar kesalahan konsep tersebut dapat berkurang. Dalam pengajaran remedial, materi yang diberikan lebih difokuskan pada konsep matematika guna pembetulan konsepi siswa agar sesuai dengan pemahaman para ahli. Sebelum melaksanakan pengajaran remedial, peneliti terlebih dahulu mendiagnosis kesalahan konsep yang dilakukan siswa, kemudian mengklasifikasikan kesalahan-kesalahan yang serupa.

(63)

remedial disusun dengan menyesuaikan tes diagnostik yang sebelumnya telah diberikan. Tes ini diberikan dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan konsepsi siswa sebelum dan sesudah pengajaran remedial.

D. Validitas Instrumen Penelitian

Validitas instrumen didefinisikan “sejauh mana instrumen itu merekam/mengukur apa yang dimaksudkan untuk direkam/diukur”

(Suryabrata, 2003: 60). Validitas instrumen pada umumnya digolongkan dalam tiga kategori besar, yaitu validitas isi, validitas berdasarkan kriteria dan validitas konstruk. Dalam penelitian ini, validitas instrumen yang digunakan yaitu validitas isi. Validitas isi ditegakkan pada langkah telaah dan revisi butir pertanyaan/butir pernyataan, berdasarkan pendapat profesional (professional judgement) para penelaah (Suryabrata, 2003: 61).

(64)

instrumen benar-benar sesuai dengan setiap indikator yang mengukur kemampuan siswa.

Berdasarkan konsultasi dengan guru dan dosen ada beberapa soal yang direvisi. Soal-soal yang direvisi yaitu:

1. Menyangkut struktur kalimat soal yang dianggap masih sulit dipahami oleh siswa. Siswa akan mengalami kesulitan memahami soal jika kalimat yang digunakan terlalu panjang. Oleh karena itu, perlu digunakan kalimat yang sederhana dan jelas, sehingga siswa mampu menangkap maksud soal dengan benar.

2. Pemberian informasi soal dan gambar yang masih kurang lengkap dan jelas. Informasi pada soal dapat membantu siswa untuk memahmi maksud soal.

Tes diagnostik ini juga telah diuji cobakan sebelumnya untuk mengetahui apakah siswa memahami maksud soal atau tidak.

E. Bentuk Data

(65)

remedial. Data tersebut merupakan data kualitatif, sehingga dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif. Selain menganalisis secara kualitatif, nilai setiap siswa dari hasil tes diagnostik dan tes remedial akan paparkan secara kuantitatif untuk mencari nilai terendah, nilai tertinggi, tabel distribusi frekuensi berkelompok, histogram dan poligon, mean, median, modus, dan simpangan baku.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini digunakan rumusan klasifikasi konsep pecahan yang disusun oleh peneliti berdasarkan materi pecahan yang dipaparkan pada Bab II, karena kesalahan konsep yang ditemukan didasarkan pada kesalahan yang terlihat langsung pada pekerjaan siswa. Selain itu, untuk menentukan faktor penyebabnya, peneliti menggunakan rumusan 9 kemampuan mental yang harus dikuasai oleh siswa, yang dikemukakan oleh Marpaung.

Berikut ini klasifikasi konsep pecahan yang digunakan oleh peneliti. Tabel 3.3 Klasifikasi Konsep Pecahan

No. Klasifikasi Konsep

Matematika No. Soal Konsep yang Digunakan

1 Pengertian sebuah pecahan 1, 2, 3, 4, 5, 6 Dalam matematika (Suwarsono, 2010), pecahan dimaknai dalam dua arti, yaitu:

 Pecahan sebagai bilangan rasional yang bukan bilangan bulat.

 Pecahan sebagai suatu simbol atau cara tertentu untuk menuliskan bilangan real yang bisa berupa pecahan biasa (

q p

), pecahan

campuran (

r q

p ), atau pecahan desimal (p,q1q2q3...). 2 Menyatakan sebuah gambar ke

dalam bentuk pecahan

(66)

dan terdapatpbagian yang diarsir. Bagian yang diarsir tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk pecahan, yaitu

q p

dengan bagian yang diarsir sebagai pembilang dan semua bagian sebagai penyebut.

3 Menyatakan bentuk pecahan ke dalam sebuah gambar

4, 12, 24

 Pecahan

q p

dapat dinyatakan dalam sebuah gambar. Sebuah gambar dibagi menjadiq bagian yang sama besar, kemudian mengarsir sebanyak

p bagian. 4 Pengertian pecahan senilai dan

menyederhanakan pecahan

7, 8, 9, 10, 11, 12, 21 

Dalam arti luas:

Pecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang bernilai sama. Menyederhanakan pecahan berarti mencari pecahan yang lebih sederhana dengan cara membagi pembilang dan penyebut dengan faktor pembagi yang sama.

 Dalam arti sempit:

Menentukan pecahan senilai dengan mengalikan atau membagi pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama. Jika diketahui pecahan

q

a,b konstanta positif bukan nol. Dalam menyederhanakan sebarang pecahan Persekutuan Terbesar (FPB) darip

danq. 5 Kaitan antara kalimat

matematika dengan simbol matematika

7, 13, 15, 16, 17, 18, 23, 27,

28

 Notasi untukpecahan senilai yaitu

“=”.

 Notasikurang dari yaitu “<”.

 Notasilebih dari yaitu “>”.

 Mengurutkan pecahansecara naik

(dalam urutan naik) artinya mengurutkan dari kecil ke besar

dengan notasi “<”.

 Mengurutkan pecahansecara turun

(dalam urutan turun) artinya mengurutkan dari besar ke kecil

dengan notasi “>”.

6 Pengertian pecahan senama dan pecahan tak senama

14, 15, 16, 17, 18, 21, 22 

(67)

 Pecahan tak senama yaitu pecahan-pecahan yang penyebutnya berbeda.

 Pecahan tak senama dapat diubah menjadi pecahan senama dengan cara mencari KPK dari penyebut pecahan-pecahan tersebut.

7 Letak pecahan dalam garis bilangan

16, 17, 19, 20, 21, 28

 Bentuk garis bilangan.

 Dalam garis bilangan semakin ke kiri nilai bilangansemakin kecil, atau semakin ke kanan nilai bilangan

semakin besar.

 Bilangan negatif letaknyadi sebelah kiri bilangan nol, sedangkan bilangan positif letaknyadi sebelah kanan

bilangan nol.

 Bilangan negatiflebih kecil dari

bilangan positif, atau bilangan positf

lebih besar dari bilangan negatif.

 Bilangan pecahan terletak di antara dua bilangan bulat.

8 Membandingkan antara dua pecahan

15, 16, 17, 18, 21, 27, 28, 29,

30

 Untuk membandingan pecahan-pecahan perlu memperhatikan besar pembilang dan penyebut dari pecahan tersebut.

 Pengertian pecahan senama dan pecahan tak senama.

 Jika pecahan senama, maka langsung membandingkan pembilangnya.

 Jika pecahan tak senama, maka diubah dulu menjadi pecahan senama.

 Notasikurang daridanlebih dari. 9 Menentukan pecahan yang

letaknya di antara dua pecahan

22, 24, 25, 26 Pecahan yang diketahui harus merupakan pecahan senama.

 Jika pecahan tak senama, maka samakan penyebut dari kedua pecahan. Kemudian, tentukan nilai pecahan yang terletak di antara kedua pecahan tersebut dengan

memperhatikan pembilangnya.

 Ubah lagi penyebutnya, jika belum diperoleh pecahan yang dimaksud dengan cara mengalikan pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama, kecuali nol.

10 Mengurutkan beberapa pecahan 23, 27, 28, 29, 30 

Pecahan yang diketahui harus merupakan pecahan senama.

 Jika pecahan tak senama, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah mengubah pecahan itu menjadi pecahan senama, kemudian melihat urutan pembilang dari pecahan senama tersebut.

 Mengurutkan pecahansecara naik

(68)

Dari tes diagnostik yang dilakukan, hasilnya akan didiagnosis terlebih dahulu untuk mengetahui kesalahan konsep apa yang dilakukan oleh siswa. Begitu juga dari hasil wawancara, hasil yang diperoleh akan ditranskrip secara rinci. Peneliti mengajak siswa untuk bersama-sama menemukan konsep yang salah dan konsep yang benar. Hasil analisis dari tes diagnostik dan wawancara ini akan digunakan untuk mencari faktor penyebab kesalahan konsep yag dilakukan siswa.

Hasil tersebut juga digunakan sebagai acuan untuk menyusun rencana pembelajaran remedial. Setelah pembelajaran remedial akan dilakukan tes remedial, kemudian hasil yang diperoleh akan dibandingkan dengan hasil dari tes diagnostik.

G. Prosedur Pengumpulan Data 1. Tahap Persiapan

- Meminta ijin untuk melakukan penelitian di sekolah, yaitu bertemu kepala sekolah.

- Menyerahkan surat ijin dari kampus ke sekolah yang bersangkutan, dilampiri proposal penelitian.

- Menemui guru yang bersangkutan untuk meminta ijin untuk melakukan observasi dan uji coba instrumen penelitian di kelas yang diampu oleh guru tersebut.

(69)

2. Tahap Observasi

Observasi dilakukan agar peneliti mampu memahami keadaan sekolah, guru, kelas, dan siswa secara menyeluruh. Observasi sekolah dilaksanakan pada bulan April-Mei, sedangkan observasi siswa di kelas dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus sebelum pengambilan data. Hal ini dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh kesan pribadi terhadap subyek yang akan diteliti.

3. Tahap Pengambilan Data

Tahap pertama yaitu tes diagnostik. Tes dilaksanakan setelah guru menyelesaikan materi ajar pecahan dengan sub pokok bahasan pengertian bilangan pecahan, pecahan senilai dan menyederhanakan pecahan, menyatakan hubungan antara dua pecahan, menentukan letak pecahan pada garis bilangan, serta menentukan pecahan yang nilainya di antara dua pecahan.

Tahap kedua yaitu wawancara. Wawancara dilaksanakan pada saat jam pelajaran matematika. Jumlah siswa yang diwawancarai sebanyak 6 orang dengan ketentuan siswa yang paling sedikit dan paling banyak melakukan kesalahan konsep. Pedoman wawancara berdasarkan atas hasil tes diagnostik yang sebelumnya telah dikerjakan. Satu per satu siswa tersebut diwawancarai untuk menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam mengerjakan soal-soal.

(70)
(71)

52 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

1. Diagnosis Kesalahan Konsep Siswa dari Tes Diagnostik

Berdasarkan hasil dari tes diagnostik yang diberikan pada siswa, diperoleh data mengenai konsepsi awal siswa tentang konsep pecahan. Kesalahan konsep yang dilakukan oleh siswa akan dideskripsikan sebagai berikut.

a. Pengertian Bilangan Pecahan

Pada sub pokok bahasan ini kesalahan konsep siswa terletak pada mengartikan sebuah pecahan dan menyatakan sebuah gambar ke dalam bentuk pecahan, serta sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari pekerjaan siswa yaitu:

Kasus pertama:

Apa yang dimaksud denganpecahan? Jawaban siswa:

S1: Suatu bilangan yang bisa dikali, dibagi, ditambah maupun dikurang.

(72)

Analisis kasus:

Siswa memiliki pengertian bahwa pecahan merupakan suatu bilangan (konsep ilmiah), tapi siswa keliru dalam mengklasifikasikan pecahan dalam bilangan. Ada siswa yang menjawab pecahan merupakan bilangan cacah (kesalahan konsep). Padahal bilangan cacah merupakan kelompok yang berbeda dengan bilangan pecahan, karena kelompok klasifikasi bilangannya lebih khusus dibandingkan kelompok bilangan pecahan. Dari kasus ini siswa masih kurang memahami konsep bilangan bulat, sehingga mengalami kesalahan saat mengartikan sebuah pecahan.

Faktor penyebab:

- Siswa kurang memahami konsep klasifikasi bilangan. - Siswa kurang memahami konsep sebuah pecahan. Kasus kedua:

Perhatikan gambar di bawah ini.

Nyatakan bentuk pecahan yang ditunjukkan oleh daerah yang diarsir. Jawaban siswa:

S1: 5 2

, di mana 2 yang diarsir dan 5 yang tidak diarsir.

S2: 5 2

, 2: pembilang pada gambar yang diarsir, 5: penyebut pada

(73)

Analisis kasus:

Dalam kasus ini siswa diminta untuk menyatakan gambar tersebut

dalam bentuk pecahan. Sebagian besar siswa menjawab 5 2

, di mana 2

adalah pembilang dan 5 adalah penyebut (konsep ilmiah). Namun siswa masih salah dalam mengartikan gambar tersebut, siswa menjawab bahwa 2 merupakan bagian yang diarsir (konsep ilmiah) dan 5 merupakan bagian yang tidak diarsir (kesalahan konsep).

Faktor penyebab:

- Siswa kurang memperhatikan hubungan antara gambar dan bentuk pecahannya.

- Siswa kurang teliti mengaitkan gambar dengan pecahan yang menyatakan gambar tersebut.

Kasus ketiga:

Nyatakan pecahan 3 2

dan 6 5

dalam bentuk gambar yang berbeda.

Jawaban siswa:

S1: 

6 5

S2: 

3 2

S3: 

Gambar

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Sebaran Soal Tes Diagnostik Berdasarkan Sub PokokBahasan.......................................................................................
Gambar 1. Daerah yang Diarsir Menyatakan Sebuah Pecahan.......................
Grafik 1.Histogram Tes Diagnostik ...........................................................
Tabel 2.1 Perbedaan antara Pengajaran Biasa dengan Pengajaran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tandakan (  ) jika pernyataan benar dan tandakan (X) jika penyataan palsu di dalam kotak bersebelahan. a) FAMA menolong petani dalam aktiviti pemasaran bagi semua jenis hasil

Dari kondisi permasalahan yang dihadapi IRT Berkah Zahran perlu diberikan penerapan teknologi perajangan sayur dengan mesin perajang, wajan penggorengan berukuran besar

Setelaha penyampaian materi, akan dilakukan pengisian kuisioner yang kedua (sebagai post test ) yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana materi-materi yang sudah

Berdasarkan hasil analisa maupun perancangan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dari uraian yang telah dijelaskan sebelumnya

Skripsi yang berjudul Pengaruh Pemainan Ular Naga terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas II pada Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di MI Ulumul Qur`an Barito Kuala,

Dari tabel chi square, dapat disimpulkan bahwa Ho diterima, ini berarti bahwa tidak ada hubungan atau pengaruh antara minat mahasiswa sampel dengan keinginan

Berbeda dengan hasil yang diperoleh peneliti pada kelas XI IPA dimana minat tidak mempengaruhi hasil belajar siswa, dalam observasi siswa yang mempunyai minat

Potensi pertanian yang dapat diserap dari adanya program aplikasi penelitian ini yaitu meningkatkan produksi melon untuk wilayah Yogyakarta dan sekitarnya yang