BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang dalam perkawinannya pasti menginginkan dapat
membangun keluarga yang harmonis, damai, bahagia, karena saling mencintai.
Sebuah keluarga harmonis akan merasakan bahwa rumah merupakan tempat
paling aman dan menyenangkan bagi anggota keluarga, di sanalah mereka
saling menyayangi, dan melindungi.
Pada kenyataannya tidak semua keluarga dapat berjalan secara
harmonis seperti yang diharapkan, dimana anggota keluarga dapat merasakan
kebahagiaan. Kondisi sebaliknya terkadang justru dirasakan yaitu
ketidakbahagiaan karena adanya perasaan tertekan, rasa takut,
ketidaknyamanan dan lain sebagainya. Adanya ketidakharmonisan yang
dirasakan dalam keluarga dapat diindikasikan bahwa terdapat masalah dalam
keluarga tersebut. Pada umumnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
merupakan salah satu penyebab utama hilangnya keharmonisan sebuah
keluarga. Kenyataan diatas tentunya menciderai rasa kemanusiaan, keadilan
sekaligus menghilangkan esensi perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu
keadilan merupakan salah satu fitrah kemanusiaan, dan setiap peradaban
manusia memiliki hak pembelaan untuk keadilan, maka setiap orang didunia
ini seharusnya menghindari kekerasan dalam bentuk apapun, karena akan
merugikan martabat kemanusiaan itu sendiri (Faqihuddin Abdul Qodir, 2008:
Menurut UU RI No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (PKDRT) Pasal 1 ayat 1 :
“Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama terhadap perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di
Indonesia dapat dilihat dari jumlah kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) yang ditangani oleh beberapa lembaga pemerintah, diantaranya
laporan dari Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana,
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A), Pusat
Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), laporan
Komisi Nasional (KOMNAS) Perempuan, serta lembaga yang ada di
masyarakat yang turut serta menangani kasus Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.
Berdasarkan data yang ada di Indonesia bahkan di seluruh dunia, istri
merupakan korban utama dalam kekerasan rumah tangga. Istri sebagai korban
kekerasan berasal dari semua golongan masyarakat yang tidak memandang dari
segi lapisan sosial, golongan pekerjaan, suku, bangsa, budaya, agama maupun
rentang usia tertimpa musibah kekerasan.
Berdasarkan data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan
diperoleh data, bahwa angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Jawa Tengah
pada tahun 2015 sebanyak 1.239 kasus, tahun 2016 sebanyak 1.200 kasus dan
tahun 2017 mencapai 1.400 kasus. Dari data tersebut terlihat ada kenaikan
yang cukup tinggi pada tahun 2017.
Menurut data di Kabupaten Banjarnegara, fenomena Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) memang menjadi pusat perhatian. Banyak kekerasan
yang terjadi dalam rumah tangga tidak banyak yang dilaporkan. Tidak
dilaporkannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak disebabkan oleh
ketidaktahuan korban atau keluarga korban untuk mengadukan ke lembaga
yang menangani adanya kasus yang demikian. Ada yang tidak tahu, malu atau
bahkan membiarkan kekerasan terjadi, karena dianggap sebagai hal yang wajar
dalam sebuah rumah tangga.
Berdasarkan penelitian pendahuluan, menurut Susianto (Kabid
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A)) dari Dinas
Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Banjarnegara pada tanggal
15 Desember 2017, memberikan keterangan mengenai Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) seperti fenomena gunung es, yaitu permukaan atau
yang dilaporkan lebih sedikit daripada yang di bawahnya atau yang tidak
dilaporkan. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dianggap hal biasa
dalam rumah tangga, sehingga dianggap memalukan dan tabu jika dilaporkan.
Anak (P2TP2A) adalah langkah awal untuk melaporkan bila terjadi tindak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di sekitar lingkungan masyarakat.
Menurut Susianto, menyatakan bahwa layanan yang diberikan Pusat
Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A)
menyediakan layanan berdasarkan kekerasan yang menimpa korban seperti
layanan hukum, kesehatan, psikologis, bimbingan rohani dan sosial,
rehabilitasi, dan integrasi. Layanan yang diberi P2TP2A melibatkan banyak
pihak seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, psikolog, LSM
keagamaan dan kemasyarakatan. Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) dalam melakukan penanganan lebih
menitikberatkan kepada mediasi antara pelaku dan korban guna menyampaikan
keinginannya, sehingga ketika keduanya (pelaku dan korban) menempuh jalan
damai sesuai kesepakatan maka dibuatkan surat pernyataan yang berisi
permintaan kedua belah pihak. Namun setelah kasus selesai terus dilakukan
pemantauan, bila dalam perjalanan waktu ada salah satu pihak yang tidak
menepati pernyataan tersebut dalam istilah hukum disebut wanprestasi, maka
dapat dipanggil kembali kedua belah pihak atau diserahkan kepada kepolisian
sebagai efek jera, khususnya bagi pelaku.
Kabid P3A menambahkan, selama menangani kasus Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) sejauh ini belum ada yang sampai ke jalur hukum,
rata-rata setelah kasus selesai mereka langsung melanjutkan untuk bercerai ke
berikut sampel data selama tahun 2017 yang kasusnya telah ditangani oleh
DPPKBP3A Kabupaten Banjarnegara dapat dilihat dalam tabel 1 di bawah ini :
Tabel 1
Jumlah Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang Terjadi di Kabupaten Banjarnegara per Bulan Tahun 2017
No. Bulan Jenis Kasus KDRT
Penelantaran Seksual Fisik Psikis
1 Januari 1 7 1 -
2 Februari - 2 1 -
3 Maret 1 4 1 4
4 April 1 2 1 5
5 Mei - 1 3 2
6 Juni 1 1 2 2
7 Juli - 1 5 3
8 Agustus - 1 1 2
9 September - - 3 4
10 Oktober - 1 2 2
11 November 1 2 1 1
12 Desember - 2 2 -
Jumlah 5 24 23 23
Sumber : Data Terolah P2TP2A 2017
Dari data di atas dapat diketahui, bahwa Kekerasan Dalam Rumah
Tangga (KDRT) selama tahun 2017 ada tujuh puluh lima kasus dari semua
jenis kekerasan yang menimpa korbannya yang terjadi di Kabupaten
Banjarnegara berdasarkan hasil penanganan terhadap korban KDRT oleh
DPPKBP3A. Jumlah KDRT terbanyak, yaitu seksual sejumlah dua puluh
empat kasus atau 32 %. KDRT fisik sebanyak dua puluh tiga kasus atau 30,66
% dan psikis juga dua puluh tiga kasus atau 30,66 %, serta yang paling kecil
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti
dan dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul : Penanganan Kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Oleh Dinas Pengendalian
Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak (DPPKBP3A) di Kabupaten Banjarnegara.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Kekerasan Dalam
Rumah Tangga (KDRT) di Banjarnegara?
2. Bagaimana penanganan kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
pada Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) di Banjarnegara?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab Kekerasan Dalam Rumah
Tangga yang terjadi di Banjarnegara khusunya.
2. Untuk mengetahui penanganan yang telah dilakukan dalam kejadian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan kajian dan memberikan
sumbangan pengetahuan mengenai konsep Kekerasan Dalam Rumah
Tangga serta perlindungan perempuan yang dilakukan oleh DPPKBP3A dan
P2TP2A di Kabupaten Banjarengara.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi korban, hasil penelitian ini dapat meberikan pengetahuan dan
pemahaman bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam upaya
memperoleh perlindungan.
b. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat membeikan informasi dan
masukan bagi pemerintah guna perbaikan program mendatang.
c. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi bahan untuk memberikan