• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN TA 2007

Kaji Ulang Kebijakan Subsidi dan Distribusi Pupuk

Oleh :

Nizwar Syafa’at

Adreng Purwoto

Iwan Setiajie Anugrah

Erma Suryani

Khairina M. Noekman

Yuni Marisa

Muhamad Suryadi

Andi Askin

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN 2007

(2)

vii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pendahuluan

(1) Konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk yang berlaku saat ini antara lain adalah (a) pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi yang lebih rendah daripada harga pasar dan pupuk bersubsidi hanya diperuntukkan untuk usahatani rakyat, (b) subsidi pupuk yang merupakan selisih antara harga pasar dengan HET dibayarkan langsung oleh pemerintah kepada produsen (pabrik) pupuk atau modus subsidi yang diterapkan oleh pemerintah adalah subsidi langsung kepada produsen (pabrik) pupuk, dan (c) sistem distribusi pupuk bersubsidi bersifat terbuka, yaitu sistem distribusi yang hanya memiliki delivery system (sistem distribusi dari produsen pupuk ke pengecer pupuk), tetapi tidak memiliki receiving system (sistem penerimaan oleh petani). (2) Kelemahan yang terdapat dalam konstruksi dasar kebijakan subsidi pupuk yang

berlaku saat ini mendorong terjadinya langka pasok dan lonjak harga, sehingga HET yang berlaku seringkali menjadi tidak efektif. Kondisi ini membuat pemerintah, DPR maupun masyarakat tidak puas terhadap kebijakan subsidi pupuk yang berlaku saat ini sehingga ada wacana untuk mengganti modus subsidi dari subsidi yang dibayarkan langsung kepada produsen (pabrik) pupuk menjadi subsidi yang dibayarkan langsung kepada petani dalam bentuk kupon. Disamping itu ada wacana juga untuk mengganti sistem distribusi pupuk bersubsidi dari bersifat terbuka menjadi bersifat tertutup.

(3 Dalam rangka merespon wacana tersebut diatas penelitian ini bertujuan: (1) Melakukan review tentang evolusi kebijakan modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi, (2) Melakukan evaluasi modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini, dan (3) Menyusun rekomendasi modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi ke depan.

Metoda Penelitian

(4) Evaluasi terhadap modus subsidi akan dilakukan dengan cara menggali opini dari berbagai pihak seperti aparat pemerintah yang berhubungan dengan sektor pertanian dari berbagai jenjang, pelaku distribusi pupuk maupun pengguna pupuk. Sementara itu evaluasi terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi akan dilakukan dengan cara menilai terpenuhi tidaknya prinsip 6 (enam) tepat, yaitu tepat jenis, kualitas, jumlah, harga, waktu, dan tempat dalam distribusi pupuk bersubsidi mulai dari tingkat produsen pupuk, distributor, pengecer hingga ke tingkat petani.

(5) Karena pengguna terbesar pupuk bersubsidi adalah sub sektor tanaman pangan khususnya padi, maka propinsi yang dipilih sebagai lokasi penelitian adalah daerah sentra produksi padi di pulau bersangkutan. Berdasarkan kriteria ini provinsi yang dipilih adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Pemilihan kabupaten, kecamatan maupun desa lokasi penelitian di setiap provinsi terpilih di dasarkan pada kriteria yang sama.

(6) Dalam penelitian ini akan digunakan baik data primer maupun data sekunder. Ada 9 (sembilan) jenis responden yang merupakan sumber data primer, yaitu (1) produsen pupuk, (2) distributor, (3) pengecer resmi, (4) kelompok tani, (5) petani padi, (6) Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tingkat propinsi, (7)

(3)

viii

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura tingkat kabupaten, (8) Kepala Cabang Dinas (KCD), dan (9) PPL. Data sekunder akan dikumpulkan dari sejumlah instansi pemerintah yang terkait dengan kebijaksanaan subsidi pupuk.

(7) Data kuantitas dan harga input-output usahatani padi maupun data tentang kinerja prinsip 6 (enam) tepat dalam distribusi pupuk bersubsidi di tingkat petani yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data pada musim tanam 2006/2007 (Oktober-Maret). Sementara itu data realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di tingkat produsen, distributor serta pengecer yang akan dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data bulanan setidaknya-tidaknya selama periode waktu Januari 2006 sampai dengan April 2007. Demikian pula data rencana kebutuhan pupuk bersubsidi berdasarkan Surat Keputusan Gubernur/Bupati maupun data kebutuhan riil pupuk bersubsidi khusus untuk pertanaman padi setidak-tidaknya adalah data selama periode waktu tersebut diatas.

(8) Review tentang evolusi kebijakan modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi akan dilakukan secara deskriptif. Evaluasi modus subsidi dan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini juga akan dilakukan secara deskriptif dengan mempergunakan tabulasi.

Hasil dan Pembahasan

Review Tentang Evolusi Kebijakan Modus Subsidi dan Sistem Distribusi Pupuk (9) Hasil review tentang evolusi kebijakan modus subsidi menunjukkan bahwa sejak

masa orde baru hingga masa reformasi sekarang ini modus subsidi yang diterapkan pemerintah berupa subsidi yang dibayarkan langsung kepada produsen (pabrik) pupuk. Walaupun dalam review tersebut tidak diperoleh penjelasan tentang alasan diberlakukannya modus subsidi tersebut, namun diduga alasannya adalah karena secara teoritis pengelolaan modus subsidi tersebut relatif mudah dan potensi kekacauan (chaos) yang ditimbulkannya relatif kecil.

(10) Hasil review tentang evolusi kebijakan sistem distribusi pupuk bersubsidi menunjukkan bahwa selama masa orde baru sistem distribusi pupuk bersubsidi yang digunakan pemerintah adalah sistem distribusi tertutup, sedangkan selama masa reformasi sistem distribusi pupuk bersubsidi yang digunakan pemerintah adalah sistem distribusi terbuka. Pemerintah pada masa orde baru memberlakukan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang bersifat tertutup karena pada masa itu pembelian pupuk bersubsidi oleh petani/kelompok tani kepada pengecer/kios dilakukan dengan mengajukan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) dimana RDKK itu sendiri dibiayai dengan kredit usahatani (KUT) yang tingkat bunganya disubsidi oleh pemerintah. Pemerintah pada masa reformasi tidak mampu menyediakan fasilitas kredit seperti KUT sehingga tidak mungkin memberlakukan sistem distribusi pupuk bersubsidi yang bersifat tertutup.

Evaluasi Terhadap Modus Subsidi dan Sistem Distribusi

(11) Opini dari aparat pemerintah, pelaku distribusi pupuk bersubsidi, dan petani terhadap wacana untuk mengganti modus subsidi dari subsidi yang dibayarkan langsung kepada produsen (pabrik) pupuk menjadi subsidi yang dibayarkan langsung kepada petani dalam bentuk kupon menunjukkan bahwa wacana tersebut secara umum kurang memperoleh respon positip. Menurut mereka, terlepas dari sisi positipnya seperti dapat mengendalikan penggunaan pupuk

(4)

ix

oleh petani yang cenderung overdosis, subsidi yang dibayarkan langsung kepada petani dalam bentuk kupon berpotensi besar menimbulkan kekacauan

(chaos) sebagaimana yang pernah terjadi dalam pelaksanaan program Bantuan

Langsung Tunai (BLT). Faktor yang mereka identifikasi akan menjadi pemicu timbulnya kekacauan (chaos) tersebut adalah sulitnya menentukan kriteria yang tepat bagi petani yang berhak menerima kupon.

(12) Hasil evaluasi terhadap distribusi pupuk bersubsidi di tingkat produsen dan pelaku distribusi (distributor dan pengecer) di propinsi-propinsi lokasi penelitian menunjukkan bahwa dari prinsip 6 (enam) tepat, yaitu tepat kualitas, jenis, waktu, tempat, harga, dan jumlah, yang umumnya tidak terpenuhi adalah prinsip tepat jumlah. Hal ini diindikasikan oleh realisasi penyaluran per bulan umumnya lebih rendah daripada rencana kebutuhan per bulan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur atau Bupati maupun lebih rendah daripada kebutuhan riil per bulan khusus untuk pertanaman padi meskipun total realisasi penyaluran selama setahun relatif sama dengan total rencana kebutuhan maupun total kebutuhan riil. Kondisi ini menyebabkan realisasi penyaluran pupuk umumnya tidak sinkron dengan pola tanam yang dilakukan petani.

(13) Hasil evaluasi terhadap distribusi pupuk bersubsidi di tingkat petani di propinsi-propinsi lokasi penelitian menunjukkan bahwa prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat kualitas, jenis, waktu, tempat, harga, dan jumlah, umumnya terpenuhi. Disamping itu dapat ditunjukkan juga bahwa sebagian besar responden petani di propinsi-propinsi lokasi penelitian menyatakan puas terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini dengan alasan utama pupuk mudah diperoleh pada saat dibutuhkan.

Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan Kesimpulan

(14) Selama ini (sejak asa orde baru hingga masa reformasi sekarang ini) modus subsidi yang diterapkan pemerintah berupa subsidi yang dibayarkan langsung kepada produsen (pabrik) pupuk. Hal ini didasarkan atas hasil review tentang evolusi kebijakan modus subsidi.

(15) Selama masa orde baru sistem distribusi pupuk bersubsidi yang digunakan pemerintah adalah sistem distribusi tertutup, sedangkan selama masa reformasi sistem distribusi pupuk bersubsidi yang digunakan pemerintah adalah sistem distribusi terbuka. Hal ini didasarkan atas hasil review mengenai evolusi kebijakan sistem distribusi pupuk bersubsidi.

(16) Wacana untuk mengganti modus subsidi dari subsidi yang dibayarkan langsung kepada produsen (pabrik) pupuk menjadi subsidi yang dibayarkan langsung kepada petani dalam bentuk kupon secara umum kurang memperoleh respon positip. Hal ini didasarkan atas opini dari aparat pemerintah, pelaku distribusi pupuk bersubsidi, dan petani terhadap wacana tersebut. Menurut mereka, segi negatipnya lebih besar daripada segi positipnya terutama potensi kekacauan (chaos) yang akan ditimbulkannya.

(17) Dalam distribusi pupuk bersubsidi di tingkat produsen dan pelaku distribusi (distributor dan pengecer) di propinsi-propinsi lokasi penelitian dapat disebutkan bahwa dari prinsip 6 (enam) tepat, yaitu tepat kualitas, jenis, waktu, tempat, harga, dan jumlah, yang umumnya tidak terpenuhi adalah prinsip tepat jumlah. (18) Dalam distribusi pupuk bersubsidi di tingkat petani di propinsi-propinsi lokasi

penelitian dapat disebutkan bahwa prinsip 6 (enam) tepat, yaitu tepat kualitas, jenis, waktu, tempat, harga, dan jumlah, umumnya terpenuhi. Disamping itu

(5)

x

dapat disebutkan juga bahwa sebagian besar responden petani di propinsi-propinsi lokasi penelitian menyatakan puas terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku saat ini dengan alasan utama pupuk mudah diperoleh pada saat dibutuhkan.

Implikasi kebijakan

(19) Modus subsidi - berupa subsidi yang langsung dibayarkan kepada produsen (pabrik) pupuk – yang berlaku saat ini masih perlu dipertahankan. Hal ini didasarkan atas 2 (dua) pertimbangan utama. Pertama, modus subsidi tersebut pengelolaannya relatif mudah dan potensi kekacauan (chaos) yang ditimbulkannya relatif kecil. Kedua, modus subsidi berupa subsidi yang dibayarkan langsung kepada petani dalam bentuk kupon berpotensi besar menimbulkan kekacauan (chaos) sebagaimana yang pernah terjadi dalam pelaksanaan program Bantuan Tunai Langsung (BLT). Namun apabila pemerintah akan merealisasikan subsidi yang dibayarkan langsung kepada petani dalam bentuk kupon menjadi kebijakan maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah melakukan uji coba terlebih dahulu di beberapa wiilayah guna mengevaluasi sisi positip dan negatipnya.

(20) Sistem distribusi pupuk bersubsidi bersifat terbuka yang berlaku saat ini masih perlu dipertahankan. Hal ini didasarkan atas 3 (tiga) pertimbangan utama. Pertama, hasil evaluasi terhadap distribusi pupuk bersubsidi di tingkat produsen dan pelaku distribusi (distributor dan pengecer) di propinsi-propinsi lokasi penelitian menunjukkan bahwa dari prinsip 6 (enam) tepat yang tidak terpenuhi hanyalah prinsip tepat jumlah. Ini pun hanya berkaitan dengan ketidaksesuaian antara sebaran bulanan realisasi penyaluran dengan sebaran bulanan rencana kebutuhan/kebutuhan riil, sedangkan total realisasi penyaluran selama setahun relatif sama dengan total rencana kebutuhan/kebutuhan riil. Kedua, hasil evaluasi terhadap distribusi pupuk bersubsidi di tingkat petani di propinsi-propinsi lokasi penelitian menunjukkan bahwa prinsip 6 (enam) tepat umumnya terpenuhi. Ketiga, sebagian besar responden petani di propinsi-propinsi lokasi penelitian menyatakan puas terhadap sistem distribusi pupuk bersubsidi yang berlaku dengan alasan utama pupuk bersubsidi mudah diperoleh pada waktu dibutuhkan. Sementara itu agar langka pasok dan lonjak harga pupuk bersubsidi dapat lebih dikendalikan maka langkah-langkah berikut perlu mendapat perhatian. Pertama, peranan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten perlu lebih didayagunakan dengan cara antara lain menambah anggaran operasional lembaga tersebut. Kedua, penegakan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 77 Tahun 2005 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi Sebagai Barang Dalam Pengawasan perlu lebih diintensifkan. Ketiga, penyaluran pupuk per bulannya oleh produsen pupuk harus memperhatikan pola tanam yang dilakukan oleh petani sehingga realisasi penyaluran pupuk dengan rencana kebutuhan/kebutuhan riilnya dapat sinkron.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam halaman awal buku ini menceritakan mengenai cerita rakyat yang berasal dari Kabupaten Pacitan Jawa Timur, yang membahas asal-usul nama Pacitan, Ki Ageng Buwono

II. Dasar Teori Kapasitor adalah dua buah penghantar (konduktor) yang sejajar dan diberikan muatan yang sama tetapi berlawanan jenis.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan dari penelitian mengenai pengaruh perputaran

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan statistik inferensial yaitu statistik non parametrik melalui uji wilcoxon signed rangks test menyatakan

Payback period analysis adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur seberapa cepat investasi dapat terkumpul kembali, nilai dari payback period didapat dengan

Nilai masukan (setpoint) yang digunakan pada sistem aero pendulum berupa posisi sudut, sedangkan pengendali yang digunakan adalah pengendali logika Gambar 2 Blok

Aroma minyak atsiri ternyata dapat menyembuhkan stress dan akhir-akhir ini banyak digunakan dalam pengobatan berupa terapi yang dikenal sebagai aroma terapi.. Pemanfaatan

Peneltian ini adalah penelitian kuantitatf yang menggunakan data primer: 1) Pendapatan (Y) adalah jumlah pertambahan kas yang diperoleh pengusaha UMKM berbasis Kuliner di