• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efesus 1: Pdt. Andi Halim, S.Th.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efesus 1: Pdt. Andi Halim, S.Th."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Efesus 1:15-23

Pdt. Andi Halim, S.Th.

Ayat 15-16 menuliskan bahwa Paulus tidak berhenti bersyukur dan berdoa. Inilah ciri orang yang sudah percaya dalam Kristus. Namun karena distorsi dosa maka mengucap syukur dan berdoanya kita sudah tidak terarah sesuai maksud Tuhan sendiri. Kita biasanya bersyukur karena dapat pacar, lulus ujian, dan lain-lain, pokoknya segala sesuatu yang membuat kita berhasil, punya anak, rumah baru, sembuh dari penyakit, untung besar dan sebagainya. Apa salahnya bersyukur karena itu? Kalau itu terdistorsi dosa lalu harusnya bersyukur karena apa?

Coba kita lihat rasul Paulus, ia bersyukur karena melihat iman jemaat Efesus yang bertumbuh dalam Yesus. Ia tidak bersyukur karena dagangannya laris, makin kaya  dan lain-lain. Ini iman “tingkat tinggi.” Pernahkah kita bersyukur melihat pertumbuhan iman orang lain? Kenapa iman “tingkat tinggi”? Karena umumnya kita bersyukur atas kepentingan diri kita sendiri, bukan orang lain. Bagaimana kita bisa bersyukur kalau kita tidak pernah menuntun dan membimbing iman orang lain? Paulus bisa bersyukur karena ia pernah di Efesus dan melayani di sana maka saat ia melihat pertumbuhan iman jemaat di sana ia bersyukur. Ini bernilai rohani, bukan sekedar masalah materi dan fisik.

Bukan hanya itu saja ia juga bersyukur atas kasih jemaat Efesus terhadap semua orang kudus. Ternyata pertumbuhan mereka pun tidak egois. Orang kudus adalah mereka yang percaya dalam Yesus Kristus. Mereka bukan berpikir tentang diri dan kepentingan diri sendiri tetapi juga mengasihi sesama orang beriman. Paulus memiliki rasa syukur semacam ini karena ia juga adalah orang yang suka membagi berkat rohani kepada orang lain. Ia memiliki mata rohani yang melihat pertumbuhan iman yang sangat penting dalam pekerjaan pelayanan Tuhan.

Sebetulnya ini juga sangat sederhana, bukan “tingkat tinggi.” Hal semacam ini akan dimiliki orang yang bertobat, yang berbalik arah seratus delapan puluh derajat. Ia telah dilahirbarukan dan tercelik matanya sehingga mampu melihat nilai-nilai rohani yang melampaui hal-hal materi

(2)

dan jasmani. Arah hidupnya telah diubah dari kebinasaan kepada kehidupan, dari egosentris, berpusat pada diri sendiri, menjadi theosentris, berpusat pada Allah. Harus ada ciri perubahan arah ini pada orang yang bertobat.

Dulu sebelum bertobat saya punya cita-cita jadi orang kaya, karena waktu kecil saya pernah hidup melarat, mau beli es krim saja tidak punya uang. Akhirnya saya sekolah sampai kuliah mau kerja yang bisa kaya yang gajinya tinggi, kerja di perusahaan asing. Tahun 1978 saya bertobat, maka seluruh arah hidup saya berubah, bagi saya kekayaan bukan lagi menjadi tujuan hidup tapi bagaimana hidup saya boleh dipakai bagi kemuliaan nama-Nya.

Dulu saya tidak ingin jadi pendeta, hanya ingin jadi orang awam yang bisa menjadi berkat, yang penting saya bisa melayani entah di mahasiswa atau di mana-mana. Tapi saya juga tidak

menganut paham perfeksionis yang mengajarkan bahwa siapa yang di dalam Kristus tidak ada lagi dosa, kekurangan dan cacat cela, ini ajaran yang menyesatkan.

Awal menjadi orang Kristen saya memang perfeksionis. Tapi saya diajar dan dididik Tuhan dan belajar theologi yang benar sehingga saya tahu bahwa mereka yang bertobat masih punya banyak dosa dan kelemahan dan belum sempurna, bahkan kadang kita tidak menyadari hal itu. Setelah bertobat bukankah kita masih berdosa? Saya bukan mau membenarkan dosa. Adanya kelemahan tidak menjadi alasan agar arah hidup kita tidak berubah. Hidup bagi Kristus dan kemuliaan Allah tetap memiliki kekurangan. Alkitab memberi contoh Salomo, Daud, Musa, dan lain-lain yang juga ada kelemahan dan kekurangan tetapi arah hidupnya sudah berubah, tidak lagi untuk diri sendiri tapi bagi kemuliaan Allah. Saya diproses dan diperbaharui dari hari ke hari meskipun tetap tidak sempurna. Spirit, fokus dan arah hidup berubah jadi berpusat kepada Allah. Ini bukan buat orang yang imannya tinggi tetapi untuk setiap orang yang berubah. Ia terus mau diisi nilai-nilai rohani dalam dirinya.

Tuhan mengatakan manusia bukan hidup dari roti saja tetapi juga dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Jadi kita hidup bukan dari materi saja tetapi juga dari hal bernilai rohani. Ia juga mengatakan agar kita mencari dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya.

Ayat 17 menyatakan bahwa kita perlu bertumbuh dan memahami nilai rohani yang benar. Inilah doa Paulus agar jemaat dapat mengenal Allah dengan benar. Pengenalan akan Allah adalah sumber dari hikmat (bdk. Amsal 1:7). Setelah bertobat kalau mau bertumbuh maka fokus hidup kita adalah mau mengenal Allah. Orang yang bilang dia sudah kenal Allah berarti belum kenal Allah. Orang yang makin dekat dan makin mengenal Allah maka makin sadar

(3)

ketidakterbatasan-Nya yang tidak bisa dijangkau oleh dirinya yang terbatas. Makin mengenal Allah membuat kita makin haus dan makin ingin mengenal Allah. Yang mengenal Allah yang benar melalui Firman akan memperoleh mata air yang terus mengalir dan tidak habis-habisnya. Saya mengajar doktrin Allah sudah 24 tahun di STRIS tetapi setiap tahun selalu mendapatkan hal yang baru dan tidak pernah bosan-bosannya, selalu ada hikmat, wawasan, dan pengertian baru dari Allah yang maha tidak terbatas. Jadi orang yang kalau sudah belajar di STRIS merasa sudah tahu semua dan tidak mau belajar lagi maka ia sudah mandek dan tidak bertumbuh lagi. Pengenalan akan Allah adalah hal yang sangat penting. Inilah kerinduan rasul Paulus sendiri (Fil.3:10). Orang yang sudah bertobat dan mengenal Allah seperti Paulus masih mau terus mengenal-Nya. Yoh.17:3 menyatakan bahwa definisi hidup yang kekal adalah pengenalan akan Allah yang benar dan mengenal Yesus Kristus, dan itu tidak pernah selesai seumur hidup. Siapakah yang kita rindu ingin kenal seumur hidup kita? Hosea 6:6 menyatakan, “Aku menyukai kasih setia, dan bukan korban sembelihan, dan menyukai pengenalan akan Allah, lebih dari pada korban-korban bakaran.” Maka orang yang sudah percaya dan bertobat perlu mengenal Allah

Ada keseimbangan antara kasih karunia Allah dan tanggung jawab manusia. Ada orang yang mungkin bilang karena dia belum mendapat kasih karunia maka dia tidak bisa mengenal Allah. Ef.1:3 mengatakan bahwa semua harta kekayaan surgawi sudah dicurahkan bagi orang

percaya. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk malas dan tidak mau belajar Firman. Kalau sudah bertobat maka fokus kita harusnya adalah pengenalan akan Allah. Orang yang bertobat dan rindu kenal Allah pasti rajin baca Kitab Suci. Kalau malas? Harus paksa diri karena daging kita cenderung malas. Firman Tuhan mengatakan bahwa roh itu penurut tapi daging lemah. Maka kita harus ikuti pimpinan Roh Kudus. Manusia berdosa memang harus ada pemaksaan meskipun hal itu tidak enak tapi hasilnya baik. Kita sekolah makin naik kelas makin sulit. Sudah bayar tapi makin “disiksa” tapi itu untuk kebaikan kita. Belajar Alkitab juga demikian: entah secara pribadi maupun kelompok. Tapi hati-hati, yang belajar tidak dijamin benar. Saksi

Yehovah, Mormon, kharismatik, dan theologi sukses juga belajar tapi makin lama makin sesat. Maka dengarlah kotbah dan bacalah buku-buku rohani yang bermutu.

Orang yang mengenal Tuhan bukan yang nganggur diam dan nggak ada kerjaan tapi selalu rindu hidupnya dipakai oleh Tuhan. Sejak saya bertobat sampai hari ini tidak ada kata

menganggur bagi Tuhan. Hutang makin banyak, makin banyak yang bisa dikerjakan. Ada orang yang mengatakan aku kok nganggur dan nggak ada dikerjakan ya? Ini tidak mungkin terjadi pada orang yang mau belajar dan bertumbuh.

Ayat 18 adalah doa Paulus agar mata rohani jemaat menjadi terang. Kadang mata rohani kita dibutakan oleh hawa nafsu kedagingan sehingga ia tidak bisa melihat nilai rohani, apa harapan dari panggilan Tuhan. Ada orang yang merasa saya Kristen kok gini-gini aja, kurang berkat dari Tuhan. Ini bagaikan anak konglomerat yang kerjaannya cari puntung rokok. Maksudnya

(4)

panggilan Allah adalah sesuatu kekayaan dan kemuliaan bagi Saudara dan saya yang dipanggil dan diberi kasih karunia oleh Allah. Kalau kita dipanggil presiden mau diberi penghargaan seperti apa rasanya? Mata rohani kita perlu melihat hidup yang luar biasa kayanya di dalam Tuhan.

Orang yang punya pengalaman yang begitu luar biasa akan cerita ke mana-mana

pengalamannya. Misalnya orang yang kanker mau mati didoakan sembuh. Tapi orang yang mendengar biasanya merasa ah gitu aja apa hebatnya? Kira-kira seperti itulah keluarbiasaan Allah yang diceritakan rasul Paulus yang kita mungkin rasakan biasa-biasa saja. “….kemuliaan bagian warisan yang akan diterima orang-orang kudus” ini terjemahan bahasa aslinya.

Orang yang gila hal spektakuler selalu gila dengan hal-hal dengan ukuran duniawi. Ini juga ciri-ciri dari banyak ajaran bidat. Selain itu ajaran bidat juga banyak berpusat pada “aku.” Kristus miskin supaya aku kaya…..

Ayat 19-21 justru menyatakan bahwa kuasa Allah bukan dinyatakan melalui kita bisa punya kemampuan hebat tapi dari bangkitnya Kristus dan didudukkan-Nya dia di sebelah kanan Allah. Kuasa Allah bukan tertuju pada kita tetapi pada Kristus yang patut dimuliakan. Ini jauh lebih tinggi dari segala bentuk pemerintahan baik di dunia ini maupun di dunia akan datang. Kuasa Allah bukan supaya saya yang hidup enak, sembuh penyakit, bisnis ok, sukses dan makin kaya tetapi supaya Kristus makin dimuliakan atas segala-galanya.

Ayat 22-23 menunjukkan supremasi Kristus sebagai Kepala gereja dan kita adalah anggota tubuh-Nya. Bukan Kepala yang melayani tubuh tetapi tubuh yang memuliakan Kepala. Maka fokus orang percaya adalah memuliakan Allah. Mungkin kita ada dosa, kesulitan, penyakit yang mengancam nyawa, kegoncangan, yang membuat kita bertanya mengapa hal ini terjadi dalam hidupku. Tapi kalau kita ingat kembali kekayaan yang luar biasa yang Tuhan anugerahkan dalam hidup Saudara dan saya maka hal ini seharusnya tidak menggoncangkan kita karena kekayaan surgawi melampaui semua itu.

Apapun yang dapat membuat kita goncang tidak menggoyahkan imanku dalam Kristus. Aku boleh sakit, menderita bahkan mati tapi dosaku telah dihapus oleh darah Tuhan yang mahal. Saya sering merenungkan kenapa orang yang luar biasa seperti Calvin harus mati dan bukannya hidup terus agar bisa dipakai Tuhan? Semua orang memang harus mati, tetapi selama masih hidup apakah aku mengutamakan Kristus, memuliakan nama-Nya dan

(5)

mati tidak akan menyesal karena arah, cara pandang dan fokus hidupnya sudah jelas. Biarlah kemuliaan hanya bagi nama Tuhan. Amin.

(Ringkasan ini belum diperiksa oleh Pengkhotbah – Transkrip: BA.)

Referensi

Dokumen terkait

Karena kalau kita menyadari bahwa Tuhan selalu hadir dalam hidup kita, maka tentunya kita tidak akan melakukan sesuatu yang sekiranya tidak mendapat perkenan dari Dia,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi IBA terhadap induksi akar adventif tanaman sambung nyawa menggunakan eksplan daun dalam

Hasil analisis didapatkan karir adalah faktor yang paling mempenga- ruhi kinerja perawat sebesar 30 kali lebih tinggi dibandingkan dengan karir yang kurang baik

 Identifikasi entitas data yang dibutuhkan  Membuat entitas data baru berdasarkan kebutuhan  Melakukan integrasi aplikasi untuk penggunaan data  Melakukan penambahan modul

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2017) menunjukkan bahwa transaksi perusahaan afiliasi berpengaruh positif terhadap tarif pajak efektif.. Penelitian yang

Kekayaan yang kita peroleh dengan benar adalah berkat Tuhan, maka kita tak boleh egosentris, tidak mementingkan diri sendiri dan tidak tamak, karena egosentrisme

Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa penggantian biaya cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Pencatatan