• Tidak ada hasil yang ditemukan

CASE REPORT: CLOSED FRACTURE 1/3 PROXIMAL OF THE LEFT FEMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CASE REPORT: CLOSED FRACTURE 1/3 PROXIMAL OF THE LEFT FEMUR"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

CASE REPORT: CLOSED FRACTURE 1/3 PROXIMAL OF THE LEFT FEMUR

I. Identitas Pasien Nama : Tn. A Umur : 33 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki

RM : 729547

Tgl Masuk : 16 Oktober 2015

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Nyeri pada paha kiri Anamnesis Terpimpin :

Dialami 12 jam sebelum masuk ke RS. Wahidin Sudirohusodo karena kecelakaan lalu lintas

Mekanisme trauma :

Pasien dalam pengaruh alkohol mengendarai sepeda motor kemudian menabrak sebuah mobil dari belakang. Pasien kemudian tidak mengetahui dengan jelas mekanisme kejadiannya.

Riwayat pingsan tidak ada. Riwayat mual dan muntah tidak ada.

Riwayat pasien dirawat di RS AKADEMIS, kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo.

III. Pemeriksaan Fisik a. Primary Survey

Airway : Paten, tidak terdapat sumbatan jalan nafas.

Breathing : Pernafasan 24x/menit, tipe torakoabdominal, pengembangan dada simetris.

Circulation : Nadi 84x/menit, reguler, kuat angkat. Tekanan darah 110/70mmHg.

Disability : GCS 15 (Eye response 4, Motoric response 6, Verbal response 5). Pupil isokor, 3mm ODS, RC +/+.Ɵ

Environment: Temperatur 36,7oC.(Axilla)

b. Secondary Survey (Regio Femur Sinistra)

Look : Tampak deformitas, edema. Tidak tampak hematom Tidak tampak luka terbuka.

Feel : Nyeri tekan ada.

(2)

Gerak aktif dan pasif hip joint tidak dapat dievaluasi karena nyeri.

NVD : Sensibilitas baik, pulsasi arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis teraba, CRT(Capillary Refill Time) < 2 detik.

Leg length Discrepancy

IV. FOTO KLINIS Aspek anterior Aspek lateral Aspek medial Right Left ALL 90cm 87cm TLL 82cm 79cm LLD 3 cm

(3)

V. GAMBARAN RADIOLOGI Foto Pelvis AP

Kesan: tidak tampak kelainan

pada foto pelvis ini.

Foto femur Sinistra AP + Lateral

(4)

VI. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan Hasil Nilai normal

WBC 9,7 4,00-10,0 RBC 4,05 4,00-6,00 HGB 11,9 12,0-16,0 HCT 38 37,0-48,0 PLT 185 150-400 CT 8” 4-10 BT 2’30” 1-7

HbsAg Non Reactive Non Reactive

VII. RESUME

Laki-laki, 33 tahun, masuk Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo dengan keluhan nyeri pada paha kiri yang dialami 12 jam sebelum masuk Rumah Sakit karena kecelakaan lalu lintas. Mekanisme trauma : Pasien dalam pengaruh alkohol mengendarai sepeda motor kemudian menabrak sebuah mobil dari belakang. Pasien kemudian tidak mengetahui dengan jelas mekanisme kejadian.

Dari pemeriksaan fisis, didapatkan: pada inspeksi di paha kiri tampak deformitas ada, edema ada. Pada palpasi paha kiri didapatkan nyeri tekan(+).

Dari pemeriksaan radiologi, ditemukan adanya fracture oblique 1/3 proximal os femur sinistra.

VIII. DIAGNOSIS

Closed fracture 1/3 proximal of left femur

IX. PENATALAKSANAAN

 IVFD Ringer Lactate 20 tetes per menit

 Analgesik

 Apply skin traksi left lower limb, loads 3kg.

 Rencana ORIF

DISKUSI: FRAKTUR FEMUR

(5)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan(sendi) dan lempeng epifisis. Ini akibat dari adanya retakan, akibat terjatuh atau pecahnya lapisan kortex sehingga tulang terenggang baik secara komplet dan ada pergeseran dari fragmen tulang. Jika kulit diatas fraktur masih utuh maka disebut fraktur tertutup, jika kulit terhubung dengan dunia luar maka disebut fraktur terbuka, hati-hati terhadap kontaminasi dan infeksi.1

Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung. Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.1,2,3

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Unit Pelaksana Teknis Terpadu Imunoendokrinologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia pada tahun 2006 di Indonesia dari 1.690 kasus kecelakaan lalulintas, 249 kasus atau 14,7% nya mengalami fraktur femur. Fraktur femur mempunyai pengaruh dengan bertambahnya usia. Pada orang-orang tua, patah tulang pinggul intrakapsular sering disebabkan oleh trauma yang tidak berat (energi ringan), seperti akibat terpeleset. Akan tetapi, pada orang-orang muda, patah tulang pinggul intrakapsular biasanya disebabkan oleh trauma yang hebat (energi besar), dan seringkali disertai oleh cedera pada daerah yang lainnya serta meningkatkan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis dan nonunion. Walaupun penatalaksanaan di bidang orthopaedi dan geriatri telah berkembang, akan tetapi mortalitas dalam satu tahun pasca trauma masih tetap tinggi, berkisar antara 10 sampai 20 persen. Sehingga keinginan untuk mengembangkan penanganan fraktur ini masih tetap tinggi. Reduksi anatomis dini, kompresi fraktur dan fiksasi internal yang kaku digunakan untuk membantu meningkatkan proses penyembuhan fraktur, akan tetapi jika suplai darah ke kaput femur tidak dikontrol dengan baik, dapat menyebabkan peningkatan kemungkinan terjadinya avaskular nekrosis.1,4

II. ANATOMI

Satu-satunya tulang yang terdapat pada paha adalah tulang femur, juga merupakan tulang terpanjang dalam tubuh manusia. Tulang femur memiliki fitur karakteristik yang sebagai berikut:5

(6)

1. Femoral Head berartikulasi dengan acetabulum dari tulang pinggul pada sendi panggul. Ia memanjang dari femur dan berbentuk bulat, halus dan ditutupi dengan kartilago artikular. Konfigurasi ini memberikan gerakan ke-berbagai arah. Kepala femur ini mengarah ke medial, ke atas dan ke depan acetabulum. Fovea

adalah depresi pusat di kepala femur yang terpasang oleh ligamentum teres. 2. Femoral Neck membentuk sudut 120°-135° dengan diafisis femur.

3. Femoral Shaft merupakan batang tulang femur. Pada ujung atasnya, terdapat

greater trochanter dan pada posteromedial terdapat lesser trochanter.

Throcanteric line yang kasar pada anterior dan throcanteric crest halus pada posterior membatasi pertemuan antara batang dan leher femur. Linea aspera

adalah puncak terlihat berjalan secara longitudinal di sepanjang permukaan posterior femur dan berpecah di bagian bawah ke dalam supracondylar line. Garis suprakondilar medial berakhir pada adductor tubecle.

4. Pada ujung bawah femur terdiri dari femoral condyle medial dan lateral. Struktur ini merupakan permukaan artikular untuk artikulasi dengan tibia pada sendi lutut. Lateral condyle lebih menonjol daripada medial. Hal ini untuk mencegah perpindahan patella ke arah lateral. Kedua condyle ini dipisahkan posterior oleh

intercondylar notch yang dalam. Aspek anterior ujung femur yang halus ini berartikulasi dengan permukaan posterior patela.

Daerah femur dibagi menjadi tiga kompartemen, anterior, medial dan posterior:4

a) Anterior: terdiri dari otot-otot yang berfungsi sebagai fleksor pinggul dan ekstensor lutut seperti sartorius, iliacus, psoas, pectineus dan quadriceps

(7)

femoris. Arteri utama dalam kompartemen ini adalah femoral artery, dan saraf yang ditemukan dalam kompartemen ini adalah femoral nerve.

b) Medial: terdiri dari otot-otot yang

berfungsi sebagai adduktor

panggul seperti otot gracilis, adductor

longus, adductor brevis,

adductor magnus dan otot

obturator eksternus.

Arteri dalam kompartemen

ini adalah deep femoral artery

sedangkan saraf yang ditemukan

dalam kompartemen

ini adalah obturator

nerve.

c) Posterior: terdiri dari otot hamstring yang berfungsi untuk fleksi lutut dan ekstensi pinggul. Mereka termasuk: biceps femoris, semitendinosus, semimembranosus dan hamstring part of adductor magnus. Saraf yang ditemukan dalam kompartemen ini adalah sciatic nerve.

(8)

Gambar Kompartemen dari femur

(a) Anterior compartment; (b) medial compartment; (c) Posterior compartment; 5 III. MEKANISME TERJADINYA FRAKTUR

Fraktur dapat disebabkan dari kecelakaan, stress yang berulang maupun gangguan pada tulang (fraktur patologis). (1,2,3,6,7)

1. Fraktur yang disebabkan karena kecelakaan

Pada umumnya fraktur disebabkan oleh kekuatan yang berlebihan yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung.

 Langsung

o Energi tinggi: kecelakaan kendaraan bermotor

 Sebagian besar berupa fraktur transversal, comminuted, displaced fractures.

 Angka kejadian kerusakan terhadap jaringan sangat tinggi. o Penetrasi: luka tembakan

 Pola luka bervariasi.

 Pada senjata genggam dengan kecepatan rendah tidak dapat menyebabkan gangguan pada tulang maupun kerusakan jaringan seperti yang disebabkan oleh energy tinggi (kecelakaan bermotor) atau kecepatan tinggi (senjata tembak dan senjata mematikan lainnya). o Bending: three- or four-point (ski boot injuries)

 Obliq yang pendek maupun fraktur transversal dapat timbul, dengan kemungkinan menghasilkan potongan butterfly.

(9)

 Pola comminuted dan segmental sangat berhubungan dengan kerekatan janringan disekitarnya.

 Kemungkinan terjadinya kompartemen sindrom harus diperhatikan Tidak langsung

o Mekanisme terpelintir

 Terputarnya kaki dan terjatuh dari ketinggian rendah merupakan

penyebab utama.

 Spiral, tidak ada pergeseran pada bagian fraktur yang memiliki

hubungan yang sedikit terhadap kerusakan jaringan sekitar.

o Fraktur Stres

 Pada pelatihan militer, jenis kecelakaan ini sangat sering timbul pada

sambungan antara metafisis dan diafisis, ditandai dengan bagian sklerotik pada kortex postero medial.

 Pada penari balet, fraktur ini biasanya muncul pada 1/3 tengah, yang

biasanya tersembunyi akibat penggunaan yang berlebihan.

 Temuan radiologi dapat tertunda sampai beberapa minggu.

2. Fraktur karena stres berulang:

Fraktur jenis ini muncul pada tulang yang normal yang menanggung berat secara berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlet, penari dan anggota militer yang selalu melakukan latihan. Beban yang berat akan menimbulkan deformitas yang menginisiasi proses normal dari remodeling tulang, gabungan dari proses reabsropsi tulang dan pembentukan tulang baru sesuai dengan hukum Wolff’s. Ketika terpajan oleh stress serta proses deformasi yang berulang dan memanjang, reabsorpsi timbul lebih cepat daripada penggantian, sehingga meninggalkan daerah yang kosong dan menyebabkan fraktur. Masalah yang sama timbul pada orang yang sedang dalam pengobatan sehingga mengganggu keseimbangan proses reabsorpsi dan penggantian tulang baru.

3. Fraktur Patologi:

Fraktur dapat terjadi dengan stres yang normal jika tulang melemah akibat perubahan pada strukturnya (contohnya pada osteoporosis, osteogenesis imperfekta

(10)

atau Paget’s disease) atau sebuah lesi litik (contohnya kista pada tulang atau sebuah metastasis).

Gambar . Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan mekanisme penyebab: (a) pola spiral (terputar); (b) pola obliq pendek (kompresi); (c) potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola transversal (tertekan). Pola spiral dan beberapa obliq (panjang) seringkali terjadi akibat kecelakaan energi

rendah secara tidak langsung; pola tertarik dan transversal disebabkan kecelakaan energy tinggi secara langsung. 1

IV. TIPE FRAKTUR FEMUR5,6,7,8 a. Fraktur collum femur :

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :

1. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

(11)

Gambar intracapsul dan ekstrakapsul fraktur femur b. Fraktur subtrochanter femur :

Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor c. Fraktur batang femur (dewasa)

Fraktur batang femur dapat diklasifikasikan berdasarkan pada konfigurasi fraktur tersebut. Seperti terlihat pada gambar di bawah, fraktur batang femur bisa dibagi kepada bentuk fraktur melintang, spiral, kominutif, atau segmental.4

Gambar Fraktur batang femur d. Fraktur supracondyler femur :

(12)

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

Gambar Klasifikasi fraktur supracondyler femur

A. Fraktur tidak bergeser C&D. Fraktur bergeser B. Fraktur impaksi E. Fraktur komunitif

e. Fraktur intercondyler femur :

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

f. Fraktur condyler femur :

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

V. DIAGNOSIS6,8,9,10 Riwayat penyakit

Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.

(13)

a) Look (Inspeksi) : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka

b) Feel (Palpasi): Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan pembedahan

c) Movement (lingkup gerak) : Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.

d) NVD (Neuro Vaskular Distal) : Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan motoris serta gradasi kelainan neurologis yaitu neuropraksia, aksonotmesis atau neurotmesis. Kelainan saraf yang didapatkan harus dicatat dengan baik karena dapat menimbulkan masalah asuransi dan tuntutan (klaim) penderita serta merupakan patokan untuk pengobatan selanjutnya. Pulsasi dari arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior serta pemeriksaan CRT(Capillary Refill Time)

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Pemeriksaan Radiologi (Foto x-ray) yang harus dilakukan pada fraktur femur adalah foto AP dan lateral dari femur, sendi hip dan lutut harus nampak pada foto tersebut. Ditambah dengan foto pelvis proyeksi AP.3

Seorang ahli bedah sebaiknya melihat ciri - ciri foto radiologi AP dan lateral seperti berikut: 3

- Lokasi dan morfologi fraktur harus ditentukan.

- Adanya garis fraktur sekunder: garis ini dapat berubah selama operasi. - Adanya fraktur komminitive: hal ini menandakan cedera- energi tinggi.

- Jarak fragmen tulang yang telah berubah dari lokasi normalnya: pergeseran fragmen yang luas menunjukkan bahwa jaringan lunak yang terikat telah rusak dan fragmen mungkin avaskular.

- Defek osseus: hal ini menunjukkan adanya tulang yang hilang.

- Garis fraktur dapat meluas ke proksimal hingga ke lutut atau ke distal hingga ke pergelangan kaki.

- Keadaan tulang: Apakah ada bukti adanya osteopenia, metastasis, atau fraktur sebelumnya?

(14)

- Gas dalam jaringan: hal ini biasanya akibat sekunder dari fraktur terbuka tetapi juga dapat menandakan adanya gas gangren, necrotizing fasciitis, atau infeksi anaerob lainnya.

Pemeriksaan X-ray adalah hal yang wajib. Harus diingat rule of twos: 1

- Two views - Setidaknya dibutuhkan dua posisi (anteroposterior dan lateral) yang harus diambil.

- Two joints – Pada lengan bawah atau tungkai bawah, satu tulang dapat fraktur dan mengalami angulasi. Angulasi tidak mungkin terjadi kecuali tulang lainnya juga rusak, atau sendi dislokasi. Keduanya, sendi atas dan bawah fraktur harus diambil pada film x-ray.

- Two limbs - Pada anak-anak, adanya epifisis yang imatur dapat membingungkan dengan diagnosis fraktur; foto x-ray dari ekstremitas yang tidak terluka diperlukan untuk perbandingan.

- Two injuries – Cedera yang parah sering menyebabkan cedera pada lebih dari satu level. Jadi, pada fraktur calcaneum atau femur penting dilakukan foto x-ray pelvis dan spine.

- Two occasions - Beberapa fraktur yang sangat sulit untuk dideteksi segera setelah cedera, tapi pemeriksaan x-ray yang lain satu atau dua minggu kemudian dapat menunjukkan adanya lesi. Contoh umum adalah undisplaced fraktur ujung distal klavikula, scaphoid, neck femur dan maleolus lateralis dan juga fraktur stress dan cedera fiseal yang tidak berpindah dimanapun terjadi.

Computed tomography dan magnetic resonance imaging (MRI) biasanya tidak diperlukan. Technetium scan tulang dan MRI dapat berguna dalam mendiagnosis stress fraktur sebelum cederanya menjadi jelas pada foto polos. Angiografi diindikasikan jika dicurigai terdapat cedera arteri.3

VII. PENATALAKSANAAN

Dari semua penanganan kecelakaan, atasi syok merupakan langkah awal dan fraktur dibidai sebelum dipindahkan. Bidai fraktur dengan metode Thomas-type splint untuk mengurangi perdarahan dan rasa nyeri. Berikan antibiotik dan analgetik intravena.1

Prinsip-prinsip tindakan/penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi:9

(15)

Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan posisi anatomis normal. Sasarannya adalah untuk memperbaiki fragmen-fragmen fraktur pada posisi anatomik normalnya. Metode untuk reduksi adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mengalami penyembuhan.

Metode reduksi :

1. Reduksi tertutup, pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan “Manipulasi dan Traksi manual”. Sebelum reduksi dan imobilisasi, pasien harus dimintakan persetujuan tindakan, analgetik sesuai ketentuan dan bila diperlukan diberi anestesia. Ektremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan menstabilkan ektremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.

2. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

3. Reduksi terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, palt, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

b. Imobilisasi

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Sasarannya adalah mempertahankan reduksi di tempatnya sampai terjadi penyembuhan. Metode untuk mempertahankan imobilisasi adalah dengan alat-alat

(16)

“eksternal” (bebat, brace, case, pen dalam plester, fiksator eksterna, traksi, balutan) dan alat-alat “internal” (nail, lempeng, sekrup, kawat, batang, dll).

c. Rehabilitasi

Sasarannya meningkatkan kembali fungsi dan kekuatan normal pada bagian yang sakit. Untuk mempertahankan dan memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi adalah peninggian untuk meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri, latihan isometrik dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktifitas hidup sehari-hari, dan melakukan aktifitas kembali secara bertahap dapat memperbaiki kemandirian fungsi. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai batasan terapeutik.

Pengobatan yang dapat diberikan pada fraktur batang femur:10 1. Terapi Konservatif

 Bed Rest

Bed rest merupakan salah satu jenis metode pengobatan, baik secara umum ataupun hanya lokal dengan mengistirahatkan anggota gerak/tulang belakang dengan cara-cara tertentu.

 Pemberian alat bantu

Alat bantu ortopedi dapat terbuat dari kayu, aluminium atau gips, berupa bidai, gips korset, korset badan, ortosis (brace), tongkat atau alat jalan lainnya. Pemberian alat bantu bertujuan untuk mengistirahatkan bagian tubuh yang mengalami gangguan, untuk mengurangi beban tubuh, membanu untuk berjalan, untuk stabilisasi sendi atau utuk mencegah deformitas yang ada bertambah berat.

Alat bantu ortopedi yang diberikan bisa bersifat sementara dengn menggunakan bidai, gips pada badan (gips korset), bisa juga untuk pemakaian jangka waktu lama/permanen misalnya pemberian ortosis, protesa, tongkat atau pemberian alat jalan lainnya untuk menyangga bagian-bagian dari anggota tubuh/anggota gerak yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan pada penderita. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.Traksi tulang berimbang dengan bagian Pearson pada sendi lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif dan segmental.Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah terjadi union fraktur secara klinis.

(17)

 Pemberian obat-obatan

Pemberian obat-obatan dalam bidang ortopedi meliputi: a. Obat-obat anti-bakteri

b. Obat-obat anti inflamasi c. Analgetik dan sedatif d. Vitamin

e. Injeksi lokal. 2. Terapi Operatif9,10

a. Pemasangan plate dan screw terutama pada fraktur proksimal dan distal femur.

b. Mempergunakan k-nail, AO-nail, atau jenis-jenis lain baik dengan operasi tertutup ataupun terbuka.

c. Fiksasi eksterna terutama pada fraktur segmental, fraktur komunitif. Infected pseudoartrosis atau fraktur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak yang hebat.

Indikasi ORIF :9,10

o Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis tinggi o Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup

o Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan

o Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi VIII. KOMPLIKASI 3

Komplikasi yang dapat terjadi ada 2 jenis, yaitu komplikasi dini dan komplikasi lanjut. Yang termasuk komplikasi dini adalah syok, emboli lemak, trauma pembuluh darah besar, trauma saraf, tromboemboli, dan infeksi. Sedangkan yang termasuk kompliksai lanjut adalah delayed union, non union, malunion, kaku sendi otot, dan refraktur. 3,11

Early :

 Lokal :

Vaskuler : compartement syndrome, trauma vaskuler Neurologis : lesi medulla spinalis atau saraf perifer

 Sistemik : emboli lemak, emboli paru

 Crush syndrome

Late :

 Malunion : Bila tulang sembuh dengan fungsi anatomis abnormal (angulasi, perpendekan, atau rotasi) dalam waktu yang normal

(18)

 Nonunion : Fraktur yang tidak menyambung dalam 20 minggu

IX. PROGNOSIS

Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis yang menakjubkan. Tidak seperti jaringan lainnya, tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa jaringan parut. Pengertian tentang reaksi tulang yang hidup dan periosteum pada penyembuhan fraktur mulai terjadi segera setelah tulang mengalami kerusakan apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai smapai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis yang penting seperti imobilisasi fragmen tulang secara fisik sangat penting dalam penyembuhan, selain faktor biologis yang juga merupakan suatu faktor yang sangat esensial dalam penyembuhan fraktur.10

DAFTAR PUSTAKA

1. Nalyagam S. Principles of Fractures. In: Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 687-693.

2. Bucholz, Robert W.; Heckman, James D. Fractures of The Femur. In: Court-Brown, Charles M. Rockwood & Green's Fractures in Adults, 7th Edition. UK: Lippincott Williams & Wilkins. 2006. p. 1868-76.

3. Koval, Kenneth J.; Zuckerman, Joseph D. Handbook of Fractures, 4th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2006.p. 464-75.

4. Harry J. Griffiths, M.D. Basic Bone Radiology. Associate Proffesor of Radiology and Orthopedics. The University of Rochester Medical Center Roschester, New York. 1997. Page 23 - 29

5. Thompson, J. Netter’s Concise Orthopaedic Anatomy, 2nd Ed. Elsevier Saunders,

2010. Hal: 251, 266-268.

6. Mostofi SB. Fracture Classification in Clinical Practice. London: Springer. 2006. 59-60.

(19)

7. Miller MD, Thompson SR, Hart JA. Review of Orthopaedics 6th Edition. Philadelphia; Saunder Elsevier. 2012. p. 315-6.

8. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Thighbone (femur) fracture.[online]. 2008 [cited 2011 March 3]; Available from: URL: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm? topic=a00364

9. Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Penerbit PT Yarsif Watampone, Jakarta, 2009. Hal 82-85, 92-94, 355-361, 364

10. Apley GA, Solomon L. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Edisi ke-7. Jakarta, 1995. Widya Medika;

11.Nalyagam S. Injury of The Knee and Leg. In: Solomon L. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures. Ninth edition. UK: 2010. p. 901-3.

Gambar

Foto femur Sinistra AP + Lateral
Gambar  Kompartemen dari femur
Gambar . Beberapa pola fraktur dapat dijadikan sebagai patokan mekanisme penyebab: (a) pola spiral (terputar); (b) pola obliq pendek (kompresi); (c) potongan segitiga ‘butterfly’ (tertarik) dan (d) pola transversal (tertekan)
Gambar  intracapsul dan ekstrakapsul fraktur femur b. Fraktur subtrochanter femur :
+2

Referensi

Dokumen terkait