STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI
PADA KAYU TERAP (
ARTOCARPUS ODORATISSIMUS
)
ASAL KALIMANTAN SELATAN
TRISTIANA DWI NURDHITA SARI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI PENELITIAN DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Reaksi pada Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) Asal Kalimantan Selatan” adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Tristiana Dwi Nurdhita Sari
ABSTRAK
TRISTIANA DWI NURDHITA SARI. Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Reaksi pada Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) Asal Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI.
Kayu adalah hasil dari metabolisme pohon. Kayu dapat bervariasi antar spesies, antar pohon pada spesies yang sama dan juga dalam satu batang pohon. Selain faktor genetik, faktor lain yang mempengaruhi variasi tersebut adalah kondisi pertumbuhan dan tingkat kedewasaan sel-selnya. Variasi kayu dalam sebatang pohon akan meningkat dikarenakan oleh adanya cacat alami seperti kayu reaksi, yang dapat mempengaruhi keseluruhan karakteristik dan kualitas kayu. Mengingat penelitian tentang kayu reaksi pada kayu tropis sangat terbatas, penelitian ini bertujuan untuk menentukan struktur anatomi, morpologi serat dan beberapa sifat fisis kayu reaksi dari kayu terap (Artocarpus odoratissimus), yang hasilnya akan dibandingkan dengan sifat sejenis yang terdapat di bagian kayu
opposite-nya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu tarik dan kayu opposite
hanya berbeda dalam hal sudut mikrofibril (microfibril angle/MFA) dan kerapatan kayu. Dibandingkan dengan yang terdapat di bagian kayu opposite-nya, MFA di bagian kayu tarik 14.83% lebih besar, sedangkan kerapatan kayunya 10.42% lebih besar. Dibandingkan kayu normal, maka panjang serat kayu tarik lebih pendek namun MFA, kerapatan dan BJ kayunya lebih besar.
Kata kunci: kayu tarik, kayu opposite, Artocarpus odoratissimus, MFA, panjang serat
ABSTRACT
TRISTIANA DWI NURDHITA SARI. Anatomical Structure and Physical Properties of Reaction Wood on Terap (Artocarpus Odoratissimus) from South Kalimantan. Supervised by IMAM WAHYUDI
Wood is a product of tree metabolism. It varies among species, between trees of similar species and also within a single stem. Besides genetic factor, another factor that affecting these variabilities is growing condition and maturation level of the cells. Wood variation within a single stem of the tree will be increased dues to the existence of natural defect such as reaction wood, which can affect the entire characteristics and quality of the wood. Since study of reaction wood in tropical plantation wood species is very limited, this research aims to determine anatomical structure, fiber morphology and some physical properties of tension wood of terap (A. odoratissimus). The results are then compared to those of the opposite wood. The result shows that only MFA and wood density are varied between tension- and opposite woods. MFA of the tension wood are 14.83% greater than that of opposite wood, while wood density is 10.42% greater than that of the opposite wood. Compared to those of normal wood, fiber length of tension wood is shorther, but their MFA, specific gravity and wood density are bigger. Keywords: tension wood, opposite wood, Artocarpus odoratissimus, MFA, fiber length
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
STRUKTUR ANATOMI DAN SIFAT FISIS KAYU REAKSI
PADA KAYU TERAP (
ARTOCARPUS ODORATISSIMUS
)
ASAL KALIMANTAN SELATAN
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2013
Judul Skripsi : Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Reaksi pada Kayu Terap (Artocarpus odoratissiumus) Asal Kalimantan Selatan
Nama : Tristiana Dwi Nurdhita Sari
NIM : E24090005
Disetujui oleh
Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS Pembimbing
Diketahui oleh:
Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MScF Ketua Departemen
Judul Skripsi: Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Reaksi pada Kayu Terap
(Artocarpus odoratissiumus) Asal Kalimantan Selatan Nama Tristiana Dwi Nurdhita Sari
NlM E24090005 Disetujui oleh Tanggal Lulus: . ... V ' ., .--..._ _ _.:....~ ·:~~· 11
2 0 DEC
?
1
13
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Oktober 2013 adalah “Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Reaksi pada Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) Asal Kalimantan Selatan”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Imam Wahyudi, MS selaku dosen pembimbing, Dr. Ir. Bahruni, MS selaku dosen penguji, Dr. Ir. Trisna Priadi, M.Eng, Sc selaku ketua siding, serta Esti Prihatini, SSi. yang telah banyak memberi saran. Penulis juga berterima kasih kepada Dra Sri Rullyati, MSc beserta staf Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Pusat Penelitian Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan (Pustekolah), Bogor yang telah membantu selama pelaksaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir Sutrisno, MMT (ayah), Ani Nursanti (ibu), Tristyawan (kakak), Djayus Djauhari, Ady Pratama, Maya Andara, Fita Muftikhatus, Sarah Augustina, Arry Resti, Ade Ayu, Diza, Citra, Diza, Chika, Hendri serta seluruh teman Fahutan 46 lainnya atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 2Waktu dan Tempat 2
Bahan dan Alat 2
Metode Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Identifikasi Jenis Kayu Terap (A. odoratissimus) 7 Karakteristik Anatomi Kayu Terap (A. odoratissimus) 8 Ciri Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Tarik 8 Ciri Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Opposite 10
Panjang Serat 10
Sudut Mikrofibril (MFA) 12
Kadar Air 12
Kerapatan Kayu 13
Berat Jenis 14
Kemungkinan Penggunaan Kayu Secara Efektif dan Efisien 15
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 19
DAFTAR TABEL
1 Rata-rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat
dan beberapa sifat fisis kayu 15
DAFTAR GAMBAR
1 Pola pemotongan contoh uji 3
2 Bagian-bagian serat yang diukur 5
3 Penyusunan sayatan di atas gelas objek 5
4 Pohon, daun dan buah terap (A. odoratissiumus) 7
5 Penampang melintang kayu Terap (A. odoratissimus) 8
6 Foto makroskopis bagian kayu tarik 9
7 Pengamatan mikroskopis bagian kayu tarik 9
8 Tampilan makroskopis bidang lintang bagian kayu opposite 10
9 Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite 10
10 Perbandingan panjang serat di bagian kayu tarik dan kayu opposite 11
11 Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan kayu opposite 12
12 Perbandingan KA kayu antara bagian tarik dan bagian opposite 13
13 Perbandingan kerapatan kayu di bagian kayu tarik dan kayu opposite 14
14 Perbandingan BJ kayu di bagian kayu tarik dan kayu opposite 14
DAFTAR LAMPIRAN
1
Ciri Mikroskopis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) 20 2 Sifat Fisis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu Terap(Artocarpus odoratissimus) 21 3 Analisis Keragaman Sifat Fisis dari Kayu Terap (Artocarpus
odoratissimus) 22
4 Nilai Dimensi Serat Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu
Terap (Artocarpus odoratissimus) 23
5 Nilai Turunan Dimensi Serat Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite
dari Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) 23
6 Kriteria Penilaian Kualitas Serat Kualitas Serat 24 7 Analisis Keragaman Panjang Serat dari Kayu Terap (Artocarpus
odoratissimus) 24
8 Sudut Mikrofibril Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu
Terap (Artocarpus odoratissmus) 24
9 Analisis Keragaman Sudut Mikrofibril dari Kayu Terap (Artocarpus
PENDAHULUAN
Latar BelakangIndonesia memiliki sekitar 4000 jenis flora yang meliputi 785 genus dan 106 famili. Dari 4000 jenis tersebut, 400 diantaranya dapat dianggap penting karena berpotensi sebagai pohon penghasil kayu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari bahan baku bangunan dan perumahan, kayu lapis dan papan lamina, meubel dan furniture, jembatan, bantalan rel kereta api, pulp dan kertas hingga sebagai kayu bakar dan energi (Martawijaya 1981). Selama ini kayu berkualitas banyak didatangkan dari hutan alam yang ada seperti di Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Aceh, Riau, Sumatera Selatan dan Papua. Dan baru sekitar 20 tahun terakhir, kayu yang beredar di pasar juga termasuk jenis kayu yang berasal dari hutan tanaman, kebun atau pun dari hutan rakyat karena berkurangnya produktifitas hutan alam yang ada.
Setiap jenis pohon akan menghasilkan kayu dengan sifat yang bervariasi. Variabilitas sifat kayu tidak hanya bergantung pada jenis pohon, namun juga bergantung pada kondisi lingkungan dan bahkan letak kayu dalam satu batang pohon karena kayu merupakan hasil metabolisme pohon. Variabilitas yang ada perlu diperhatikan karena berpengaruh pada proses pengolahan dan tujuan penggunaannya. Menurut Nicholas (1973), masing-masing kayu mempunyai ciri khas yang unik. Oleh karena itu penggunaan setiap jenis kayu harus didasari oleh sifat-sifat yang ada. Untuk dapat menentukan tujuan penggunaan suatu jenis secara tepat, pengetahuan akan sifat-sifat kayu menjadi mutlak.
Salah satu variabilitas kayu bergantung pada cacat alami yang ada. Cacat alami yang mungkin terdapat di dalam sebatang pohon selain mata kayu adalah kayu reaksi (reaction wood), yang disebut kayu tekan (compression wood) pada jenis konifer dan kayu tarik (tension wood) pada jenis kayu daun lebar. Adanya kayu reaksi ini sedikit banyak akan mempengaruhi sifat dan mutu kayu secara keseluruhan.
Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), kayu tarik adalah massa kayu yang terbentuk pada sisi atas atau sisi tarikan batang atau cabang yang miring sebagai reaksi untuk mengembalikan posisi batang atau cabang ke posisi semula (tegak). Sifat kayu tarik sangat berbeda dibandingkan sifat sejenis pada kayu normal maupun kayu opposite-nya, baik dalam hal fisik maupun struktur anatomi sel-sel penyusunnya. Kayu tarik cenderung menghasilkan permukaan kayu yang tidak rata saat digergaji atau diketam. Selama pengeringan, sortimen yang memiliki kayu tarik cenderung untuk collapse. Penyusutan arah longitudinal pada kayu tarik juga tidak normal karena dapat mencapai lebih dari 5%, lebih tinggi dari nilai penyusutan longitudinal pada bagian kayu normal.
Mengingat penelitian struktur anatomi dan sifat fisis kayu tarik belum banyak dilakukan, maka dilakukanlah penelitian ini dengan memfokuskan pada salah satu jenis pohon yang potensial untuk dikembangkan yaitu terap (Artocarpus odoratissimus). Pohon yang banyak ditemukan di Kalimantan Selatan dan di seluruh nusantara ini selama ini hanya dimanfaatkan buahnya saja.
2
Mengingat potensi dan kegunaan kayu ini yang semakin populer, penelitian tentang sifat-sifat kayu ini secara menyeluruh perlu segera dilakukan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara khusus ditujukan untuk mempelajari karakteristik struktur anatomi, kualitas serat dan beberapa sifat fisis bagian kayu tarik dan kayu
opposite pada kayu terap (A. odoratissimus) yang berasal dari Kalimantan Selatan dan membandingkannya dengan sifat yang sama yang terdapat di bagian kayu normalnya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam penentuan tujuan pemanfaatan dan pengolahan yang lebih optimal. Informasi ilmiah terkait struktur anatomi, kualitas serat dan sifat fisis bagian kayu reaksi yang tersedia akan berkontribusi langsung dalam kegiatan promosi pemanfaatan kayu dan juga dalam hal pengembangan proses serta teknologi pengolahannya lebih lanjut.
METODE
Waktu dan TempatPenelitian ini dilakukan di Laboratorium Sifat Dasar Kayu, Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu DHH Fakultas Kehutanan IPB dan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan Pustekolah Gunung Batu Bogor mulai Mei sampai Oktober 2013.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah bagian kayu tarik dan kayu opposite
dari sebatang pohon terap asal Kalimantan Selatan yang berupa disk setebal 5 cm (Gambar 1). Umur pohon tidak diketahui dengan pasti namun diameter batang setinggi dadanya sekitar 19 cm. Bahan lainnya adalah alkohol 10%, 30%, 50%, 70% dan alkohol absolut, safranin, gliserin, ethilen, iodine, potassium iodide, larutan Schulze, asam nitrat (HNO3), KClO3, toluene, karboxylol, serta aquades.
Peralatan yang digunakan ini terdiri dari mikrotom datar, waterbath, mikroskop, timbangan, oven, penusuk kayu, gelas obyek, gelas penutup, tabung reaksi, gelas ukur, cawan petri, tabung Erlenmeyer, pipet, wadah bekas film, kuas, masker, sarung tangan, kertas lakmus, cutter, loupe dan kamera.
3
Gambar 1 Pola pemotongan contoh uji
Keterangan: A) contoh uji kerapatan, berat jenis, dan MFA; B) contoh uji dimensi serat; C) bagian kayu opposite; dan D) bagian kayu tarik
Metode Penelitian 1. Persiapan contoh uji
Untuk keperluan pengamatan makroskopis dibuat potongan dengan ukuran 5 cm x 2 cm x 2 cm, sedangkan untuk pembuatan sediaan maserasi, sediaan mikrotom dan uji sifat fisis dibuat contoh uji berukuran 5 cm x 1 cm x 1 cm.
2. Pengamatan ciri makroskopis
Ciri makroskopis yang diamati meliputi warna, corak, tekstur, arah serat, kilap, kesan raba, bau dan kekerasan. Pengamatan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Warna
Pengamatan warna dilakukan dengan pengambilan dokumentasi warna kayu pada penampang tangensialnya. Permukaan kayu dihaluskan terlebih dahulu kemudian dibasahkan agar terlihat segar. Untuk warna kayu bagian teras dan gubalnya juga diamati warna pada penampang lintangnya.
b. Corak
Pengamatan corak dilakukan berdasarkan keberadaan lingkaran tumbuh di penampang lintang atau jelas tidaknya perbedaan antara kayu awal dan kayu akhir di penampang tangensial atau radial.
c. Tekstur
Pengamatan tekstur kayu dilakukan secara kuantitatif dengan membaginya kedalam beberapa kategori yaitu halus, sedang dan kasar berdasarkan ukuran diameter tangensial pori (Wheeler et al. 2008).
d. Arah serat
Penentuan arah serat dengan mengamati arah orientasi longitudinal sel-sel dominan penyusun kayu terhadap sumbu batang.
4
e. Kilap
Suatu jenis kayu dapat dikatakan mengkilap jika permukaannya memantulkan cahaya. Permukaan kayu ada yang kusam, agak mengkilap dan ada pula yang sangat mengkilap tanpa dipolitur.
f. Kesan raba.
Kesan raba dinilai licin atau kesat dengan cara menggosok-gosokkan jari ke permukaan kayu. Kayu yang mempunyai tekstur halus serta berat jenis tinggi pada umumnya menimbulkan kesan raba yang licin. Kesan licin dapat pula bertambah jika kayunya mengandung minyak atau lemak. g. Bau
Pada umumnya kayu memiliki bau tertentu terlebih lagi saat kayu masih dalam keadaan segar. Akan tetapi kebanyakan bau pada kayu sukar diterangkan. Hanya beberapa diantaranya yang mempunyai bau yang mudah dikenal.
h. Kekerasan.
Dinilai sangat lunak, lunak, agak lunak, agak keras, keras dan sangat keras. Penentuan jenis kekerasan dengan cara menyayat contoh pada arah tegak lurus serat. Jika semakin keras maka kayu semakin sukar untuk disayat. Bekas sayatannya pun mengkilap.
i. Persentase kayu tarik
Persentase kayu tarik dihitung dengan metode dot grid yaitu menggunakan kertas millimeter blok. Persentase kayu tarik dihitung dengan rumus: Bagian Kayu (%) = (Luas bagian kayu/Luas total permukaan) x 100% 3. Pembuatan sediaan maserasi dan pengukuran
Sediaan maserasi dibuat dengan menggunakan metode Schulze yang dimodifikasi. Ukuran contoh uji yang digunakan yaitu sebesar batang korek api dari seluruh riap tumbuh yang ada. Pertama-tama contoh uji dimasukkan ke dalam tabung reaksi secara terpisah lalu ditambahkan larutan asam nitrat dan KClO3 hingga contoh uji terendam. Tabung selanjutnya dipanaskan dalam
waterbath pada suhu ± 60ºC selama 6-8 jam atau sampai contoh uji tersebut lunak dan berubah menjadi pucat. Sampel kemudian dicuci dengan air hingga bebas asam dan direndam dalam safranin 2% selama 6-8 jam. Setelah zat warna dibuang, dilakukan dehidrasi bertingkat dalam alkohol 10%, 30%, 50%, 70%, 90% dan alkohol absolut masing-masing selama 5-10 menit. Setelah selesai didehidrasi, serat-serat terpilih dipindahkan ke kaca preparat
Sel yang diamati adalah pembuluh dan serat (sel serabut). Dimensi sel pembuluh yang diukur meliputi panjang dan diameternya, sedangkan dimensi serat meliputi panjang dan diameter serat serta diameter lumen (Gambar 2). Tebal dinding serat merupakan setengah dari selisih antara diameter serat dan diameter lumennya. Jumlah sel pembuluh yang diukur sebanyak 15 sampel, sedangkan jumlah serat sebanyak 30 sampel. Panjang serat, panjang pembuluh dan diameter pembuluh diukur menggunakan perbesaran empat kali, sedangkan diameter serat dan diameter lumen menggunakan perbesaran 10-20 kali.
5
Gambar 2 Bagian-bagian serat yang diukur
Keterangan: a = panjang serat, b = diameter serat, dan c = diameter lumen
4. Pengamatan struktur anatomi
Pengamatan struktur anatomi kayu dilakukan pada masing-masing contoh uji. Terdapat tiga tahapan dalam proses tersebut, yaitu:
a. Pembuatan sediaan mikrotom
Contoh uji yang berukuran (1.5 x 1.5 x 1.5) cm dilunakkan dengan cara direndam dalam aquades selama 2 malam, lalu direndam dalam larutan alkohol dan gliserin dengan perbandingan 1:1 selama 2-3 hari. Setelah lunak, contoh uji disayat dengan rotary mikrotom untuk menghasilkan sayatan dengan tebal 15-25 µm pada 3 penampang yaitu lintang (X), radial (R), dan tangensial (T). Hasil sayatan terbaik dicuci dengan akuades untuk menghilangkan gliserin lalu direndam dalam safranin selama 1 jam untuk pewarnaan. Kemudian sayatan tersebut dicuci kembali dengan akuades hingga bersih, lalu didehidrasi bertingkat dengan alkohol 30%, 50%, 70%, 90% dan absolut masing-masing selama 5-10 menit. Sayatan selanjutnya dibeningkan dengan direndam beberapa saat secara berturut-turut dalam karboxylol dan tuluen. Lalu sayatan direkat dengan entelan di atas gelas obyek, ditutup dengan gelas penutup, dan diberi label (Gambar 3). Pengamatan siap untuk dilakukan.
Gambar 3 Penyusunan sayatan di atas gelas objek
Keterangan: X = Penampang lintang, R = penampang radial, T = penampang tangensial
Ciri-ciri mikroskopis yang diamati meliputi ciri-ciri yang dianjurkan oleh International Association of Wood Anatomist (Wheeler et al. 1989) sebagai berikut:
(1) Pori (sel pembuluh)
Pada penampang lintang yang diamati adalah pengelompokan, penggabungan, pola penyebaran, diameter dan jumlah sel per mm²,
6
sedangkan pada penampang radial dan tangensialnya meliputi tipe bidang peforasi dan tipe noktah antar pembuluh.
(2) Jari-jari
Pada penampang lintang yang diamati adalah ukuran (seri) dan frekuensi jari-jari, di penampang radial komposisinya, sedangkan di penampang tangensial adalah lebar dan tinggi jari-jari.
(3) Parenkim aksial
Pengamatan tipe sel parenkim aksial dilakukan dengan bantuan mikroskop mikrofoto untuk mempertegas hasil pengamatan makroskopis.
5. Pengujian sifat fisis
Sifat fisis kayu yang diukur terdiri dari kadar air, kerapatan dan berat jenis. Pengukuran sifat fisis kayu dilakukan dengan metode gravimetris.
a. Kadar air (KA)
Contoh uji yang digunakan berukuran 5 cm x 1 cm x 1 cm. Kayu yang telah dikondisikan kemudian ditimbang berat awalnya (BA) lalu dikeringkan di dalam oven bersuhu (103 ± 2)ºC hingga beratnya konstan dan ditimbang kembali (BKT). Kadar air dihitung dengan persamaan:
b. Berat jenis (BJ)
Contoh uji yang digunakan juga berukuran 5 cm x 1 cm 1 cm dalam kondisi kering udara. Karena sampel uji sudah dalam kondisi kering udara, maka nilai BJ kayu ditetapkan sebagai perbandingan antara BKT dengan volume kering udaranya. Volume kayu diukur dengan menggunakan metode Archimedes, sedangkan BKTnya diperoleh setelah contoh uji dikeringkan dalam oven (103±2)ºC hingga beratnya konstan. Nilai BJ kayu dihitung dengan persamaan:
c. Kerapatan
Kerapatan kayu diperoleh dari perbandingan antara berat kayu dengan volumenya pada kondisi kering udara. Nilai kerapatan kayu ditentukan dengan persamaan:
6. Pengukuran Microfibril Angle (MFA) a. Pembuatan sayatan
Contoh uji yang digunakan dalam pengukuran sudut mikrofibril (MFA) berupa sayatan tipis dari bidang tangensial dengan tebal 20-30µm. Pembuatan sayatan menggunakan rotary mikrotom. Sayatan terbaik direndam dengan larutan Schulze selama 15 menit untuk melarutkan lignin yang tersisa. Kemudian sayatan dicuci bersih dengan aquades untuk menghilangkan larutan Schulze yang tersisa. Setelah itu sayatan didehidrasi bertingkat menggunakan alkohol mulai dari konsentrasi 50%,
7 60%, 70%, 80%, 90%, dan absolut. Sayatan ditetesi campuran iodine dan
potassium iodide untuk menghilangkan sisa lignin, lalu sayatan ditetesi dengan asam nitrat 50% untuk menghasilkan cristal iodine sehingga sayatan sampel tersebut dapat diamati menggunakan mikroskop dengan jelas.
b. Pengukuran MFA
Pengukuran sudut mikrofibril dilakukan melalui foto masing-masing sayatan, dan dilakukan menggunakan alat bantu berupa softwareImage-J. 7. Pengolahan Data
Data yang bersifat kualitatif disajikan secara deskripsi, sedangkan yang bersifat kuantitatif dihitung nilai rata dan standar deviasinya. Nilai rata-rata panjang serat dan nilai turunan dimensi serat yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan standar kualitas serat untuk bahan baku pulp dan kertas yang disusun oleh Rachman dan Siagian (1976). Untuk mengetahui pengaruh perbedaan lokasi contoh uji (bagian dekat empulur, teras, peralihan dan gubal) dilakukan uji beda nyata t-student pada selang kepercayaan 95%, yang kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi JenisIdentifikasi jenis dilakukan menggunakan pustaka yang ada. Diketahui bahwa terap (Gambar 4) adalah pohon yang termasuk dalam marga Artocarpus. Buahnya menyerupai buah nangka yang berukuran kecil, dengan bau wangi yang kuat, seperti dicerminkan oleh nama ilmiahnya Artocarpus odoratissimus. Pohon terap berumah satu (monoecious). Tingginya dapat mencapai 25 m, sedangkan batangnya dapat mencapai diameter 40 cm dengan kulit batang berwarna keabu-abuan. Asal-usulnya diperkirakan dari bagian utara Borneo, tempat ditemukan jenis liarnya di alam. Pohon ini terutama ditanam karena buahnya, yang dapat dimakan dalam keadaan segar atau diolah sebagai kue. Terap dapat tumbuh di daerah dekat pantai hingga pada ketinggian sekitar 1000 m dpl. Pohon ini menyenangi tanah liat berpasir dengan curah hujan cukup tinggi dan merata (Verheij dan Coronel (eds.) 1997).
Gambar 4 Pohon, daun dan buah terap (A. odoratissiumus) Sumber: Wikipedia (2013)
8
Karakteristik Anatomi
Setiap jenis kayu memiliki ciri khasnya masing-masing. Sifat-sifat kayu tersebut diperlukan untuk menentukan penggunaan setiap jenis kayu. Struktur anatomi kayu merupakan parameter untuk mengidentifikasi kayu, yang dapat diamati melalui pengamatan makroskopis dan pengamatan mikroskopis. Menurut Tsoumis (1991), ciri makroskopis kayu adalah ciri kayu yang dapat terlihat jelas tanpa harus menggunakan mikroskop, sedangkan ciri mikroskopis adalah ciri yang tidak dapat diamati hanya dengan mata telanjang tetapi harus menggunakan bantuan mikroskop.
Contoh uji yang diamati dalam pengamatan struktur anatomi pada penelitian ini adalah bagian kayu tarik dan kayu opposite-nya. Kayu tarik adalah kayu reaksi pada kayu daun lebar yang dapat terjadi karena reaksi pohon terhadap rangsangan dari luar. Pembentukan kayu tarik adalah karena kemiringan pohon. Jika dibandingkan dengan kayu normal, kayu tarik memiliki kadar selulosa yang lebih tinggi, sedangkan kadar ligninnya lebih rendah (Haygreen dan Bowyer 1989). Kayu tarik umumnya memiliki serat yang lebih pendek dan dinding serat yang lebih tebal (Haroen dan Fahmi 2006).
Kayu opposite merupakan bagian kayu yang berada berseberangan dari kayu tarik. Menurut Tsoumis (1976), ketebalan dinding sel kayu tarik lebih tebal dibanding dengan kayu opposite. Diameter lumen kayu opposite cenderung berkurang ke arah kayu tarik. Kandungan lignin pada kayu opposite lebih besar jika dibandingkan dengan kayu tarik (Nugraheni 2008).
Ciri Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Tarik
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa bagian kayu tarik mencapai 49.62% (Gambar 5). Hal ini menandakan bahwa batang pohon kayu tersebut memiliki kemiringan kurang dari 10º (Pandit 2007). Menurut Haygreen (1982), besarnya persentase kayu reaksi yang terbentuk berhubungan langsung dengan sudut kemiringan batang. Gaya dari berbagai pengaruh lingkungan yang dapat menyebabkan batang pohon tumbuh menyimpang dari keadaan normal diantaranya pengaruh angin, adanya gaya berat, cahaya, ketidakseimbangan tajuk akibat serangan hama dan kerusakan oleh ulah manusia.
9 Pengamatan ciri makroskopis bagian kayu tarik (Gambar 6) menunjukkan bahwa kayu tersebut berwarna pale yellow (5Y 8/2, berdasarkan pada Munsell soil color chart), bertilosis, mengkilap dan licin, bertekstur halus, berserat lurus, memiliki bau dan rasa yang khas, lunak dan permukaannya cenderung berserabut.
Gambar 6 Foto makroskopis bagian kayu tarik Keterangan: A) Bidang Lintang (2,5x) ; B) Bidang Tangensial
Hasil pengamatan ciri mikroskopis bagian kayu tarik (Gambar 7) adalah sebagai berikut: Lingkar tumbuh: jelas. Pembuluh: porositas tata baur, dominan soliter meski terdapat yang berganda radial 2-3 sel, diameter rata-rata 112.59±7.76 µm, frekuensi 14.13±2.12 sel per mm², panjang rata-rata 260.32±15.52 µm, bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang seling poligonal, berukuran 4.41±0.59 µm, tidak berumbai, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh dan dijumpai pula yang berhalaman sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut. Serat: berceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, terdapat serat bersekat, tebal dindingnya 3.45±0.95 µm, sedangkan rata-rata panjangnya 1212.06±193.86 µm. Parenkim: aksial paratrakeal vaskisentris hingga aliform dan apotrakeal tersebar dalam kelompok dengan panjang untai 3-7 sel per untai. Jari-jari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran, heteroseluler dengan 1-2 jalur sel tegak, tinggi rata-rata 350±43,14 µm, frekuensi 5,1 sel per mm. Inklusi mineral: kristal prismatik dalam sel baring jari-jari kayu.
Gambar 7 Pengamatan mikroskopis bagian kayu tarik
Keterangan: A) Bidang Lintang (50x); B) Bidang Radial (50x); C) Bidang Tangensial (50x)
C B
A
10
Ciri Makroskopis dan Mikroskopis Bagian Kayu Opposite
Pengamatan ciri makroskopis pada bagian kayu opposite (Gambar 8) menunjukkan bahwa kayu juga berwarna pale yellow (5Y 8/2 menurut Munsell soil color chart), bertilosis, permukaannya mengkilap dan licin, bertekstur halus, berserat lurus, tidak memiliki bau dan rasa yang khas serta lunak.
Gambar 8 Tampilan makroskopis bidang lintang bagian kayu opposite Pengamatan ciri mikroskopisnya (Gambar 9) memperlihatkan bahwa: Lingkar tumbuh: jelas Pembuluh: porositas tata baur, dominan soliter meski dijumpai juga yang berganda radial 2-3 sel, diameter rata-rata 111.65±10.54 µm, frekuensi 14.53±1.39 sel per mm², panjang rata-rata 314.28±22.82 µm, bundar, bidang perforasi sederhana, ceruk antar pembuluh selang-seling poligonal, berukuran 4.89±0.72 µm, percerukan pembuluh dengan jari-jari berhalaman jelas; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh dan dijumpai pula yang berhalaman sempit sampai sederhana; ceruk bundar atau bersudut. Serat: jaringan serat dasarnya dengan ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil, dijumpai serat bersekat, tebal dinding serat 3.25±0.33 µm, panjang rata-rata 1192.22±191.25 µm. Parenkim: aksial paratrakeal vaskisentrik hingga aliform dan apotrakeal tersebar dalam kelompok dengan 3-7 sel per untai. Jari-jari: lebar 1-6 seri, 2 ukuran, heteroseluler dengan 1-2 jalur sel tegak, tinggi rata-rata 320±26.78 µm, frekuensi 4,4 sel per mm. Inklusi mineral: kristal prismatik dalam sel baring jari-jari kayu.
Gambar 9 Pengamatan mikroskopis bagian kayu opposite
Keterangan: A) Bidang Lintang (50x); B) Bidang Radial (50x); C) Bidang Tangensial (50x)
Secara umum dapat dikatakan bahwa kayu tarik dan kayu opposite
memiliki struktur anatomi yang hampir sama, kecuali dalam hal ukuran sel-sel penyusunnya.
11 Panjang Serat
Panjang serat berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat fisik kertas seperti kekuatan dan kekakuan. Hasil penelitian Pasaribu dan Silitonga (1974) dan Sofyan et al. (1993) menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai panjang serat maka semakin tinggi pula kekuatan sobek dan daya tenunnya. Menurut IAWA (2008), panjang serat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu pendek (≤ 900µm), sedang (900-1600µm) dan panjang (≥ 1600µm). Rata-rata panjang serat pada bagian kayu tarik sebesar 1192.36 µm, sedangkan pada bagian kayu opposite-nya 1212.06 µm. Hal ini menunjukkan bahwa panjang serat pada kayu tarik dan kayu opposite
berada dalam golongan sedang.
Gambar 10 menunjukkan bahwa panjang serat baik dari bagian kayu tarik maupun kayu opposite cenderung meningkat dari empulur ke arah kulit. Serat terpendek terdapat pada bagian batang yang dekat dengan empulur. Hal ini disebabkan karena frekuensi pembelahan sel pada bagian kayu yang dekat dengan empulur lebih tinggi. Frekuensi pembelahan yang lebih tinggi akan menghasilkan panjang serat yang lebih pendek karena antara pembelahan sel dan panjang serat yang dihasilkan memiliki hubungan negatif. Semakin ke arah kulit frekuensi pembelahan cenderung berkurang (Pandit dan Kurniawan 2008).
Menurut Andara (komunikasi pribadi), rata-rata panjang serat bagian kayu normal pada kayu terap adalah 1198.30 µm. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa serat di bagian kayu tarik lebih pendek daripada serat di bagian kayu normalnya, sedangkan serat di bagian kayu oppositenya lebih panjang. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lokasi contoh uji dalam batang tidak berpengaruh nyata terhadap panjang serat. Menurut Husien et al. (2009), perbedaan dimensi serat dalam satu batang pohon disebabkan oleh faktor-faktor pertumbuhan pohon tersebut. Tempat tumbuh, jenis tanah, topografi dan bentuk tajuk pohon yang berbeda akan mempengaruhi panjang serat karena berkontribusi pada perubahan sifat genetisnya.
12
Sudut Mikrofibril (MFA)
Sudut mikrofibril (MFA) dalam ilmu kayu mengacu pada sudut antara arah mikrofibril selulosa dengan arah sumbu sel (Tabet dan Aziz 2010). MFA pada lapisan S2 dinding sel merupakan salah satu penentu utama dari sifat mekanis kayu solid (Cave & Walker 1994; Ilic 2001 dalam Tabet 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata MFA pada bagian kayu tarik sebesar 24.24º, sedangkan pada bagian kayu opposite-nya 21.11º. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa MFA cenderung berkurang dari empulur ke arah kulit, baik di bagian kayu tarik maupun kayu opposite (Gambar 11). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Stuart & Evans (1994) yang menyatakan bahwa nilai MFA berkurang dari empulur ke arah kulit dan secara konsisten lebih kecil pada kayu akhir dibandingkan kayu awal. Menurut Barnett & Jeronimidis (2003), MFA pada riap tumbuh yang sama akan menurun seiring dengan naiknya ketinggian dan secara signifikan dipengaruhi oleh umur fisiologis.
Menurut Andara (komunikasi pribadi), bagian kayu normal kayu terap memiliki nilai MFA sebesar 20.16º. Dengan demikian maka MFA di bagian kayu tarik dan opposite lebih besar daripada MFA di bagian kayu normalnya. Ini menandakan bahwa bagian kayu tarik maupun bagian kayu opposite kurang stabil dibandingkan bagian kayu normalnya. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lokasi contoh uji dalam batang tidak berpengaruh nyata terhadap nilai MFA.
Gambar 11 Sudut mikrofibril di bagian kayu tarik dan kayu opposite Kadar Air
Kadar air (KA) kayu merupakan banyaknya air yang terdapat dalam kayu yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanurnya. Hasil penelitian (Gambar 12) menunjukkan bahwa rata-rata KA kayu di bagian kayu tarik sebesar 12.55%, sedangkan di bagian kayu opposite 12.34%. KA kayu di bagian kayu tarik 1.7% lebih besar dibandingkan dengan KA kayu di bagian opposite-nya.
13 Menurut Andara (komunikasi pribadai), rata-rata KA kayu di bagian normalnya sebesar 12.79%. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lokasi contoh uji dalam batang tidak berpengaruh nyata terhadap nilai KA kayu.
Gambar 12 Perbandingan KA kayu antara bagian tarik dan bagian opposite
Kerapatan Kayu
Kerapatan kayu merupakan perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya pada kondisi yang sama, yang dinyatakan dalam kg/m³ atau g/cm³. Kerapatan kayu didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat lain, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu (Bowyer et al. 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kerapatan pada bagian kayu tarik sebesar 0.53 g/cm³, sedangkan pada bagian kayu opposite-nya 0.48 g/cm³. Dengan demikian maka kerapatan kayu di bagian kayu tarik lebih besar 10.41% dibandingkan dengan kerapatan kayu di bagian kayu opposite-nya. Gambar 13 menunjukkan bahwa kerapatan kayu cenderung meningkat dari empulur ke arah kulit baik baik pada bagian kayu tarik maupun kayu opposite. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bowyer et al. (2003) dimana kerapatan kayu akan bertambah dari empulur ke arah kulit kemudian akan mencapai tingkat yang kira-kira konstan.
Menurut Andara (komunikasi pribadi), kerapatan kayu di bagian kayu normal pada kayu terap sebesar 0.35 g/cm³. Dengan demikian maka kerapatan kayu di bagian kayu tarik dan opposite lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan kayu bagian normalnya. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lokasi contoh uji dalam batang tidak berpengaruh nyata pada nilai kerapatan kayu. Menurut Bowyer et al. (2003), adanya variasi kerapatan kayu suatu jenis bergantung pada umur pohon, letak kayu dalam batang, kondisi tempat tumbuh termasuk ketinggian tempat tumbuh pohon tersebut.
14
Gambar 13 Perbandingan kerapatan kayu di bagian kayu tarik dan kayu opposite Berat Jenis
Berat jenis (BJ) kayu adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air. BJ juga disebut kerapatan relatif (Tsoumis 1991). Simpson et al. (1999) mengemukakan bahwa BJ kayu adalah rasio antara kerapatan kayu dengan kerapatan air pada suhu 4.4ºC, dimana kerapatan air pada kondisi tersebut adalah 1 g/cm³.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai BJ kayu di bagian kayu tarik sebesar 0.49, sedangkan di bagian kayu opposite-nya 0.46. Hal ini menunjukkan bahwa BJ kayu bagian kayu tarik lebih besar 6.5% dibandingkan dengan BJ kayu di bagian kayu opposite-nya. Gambar 14 menunjukkan bahwa BJ kayu cenderung meningkat dari empulur ke arah kulit. Hal ini berhubungan dengan nilai kerapatannya. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin tinggi pula BJ kayu-nya. Selain kerapatan kayu, BJ kayu juga merupakan faktor penentu kekuatan suatu kayu (Nuralexa 2009).
Gambar 14 Perbandingan BJ kayu di bagian kayu tarik dan kayu opposite Menurut Andara (komunikasi pribadi), BJ kayu terap di bagian kayu normal sebesar 0.31. Ini menunjukkan bahwa BJ kayu terap di bagian kayu tarik dan kayu opposite lebih tinggi dibandingkan BJ kayu di bagian normalnya. Hasil analisis keragaman pada selang kepercayaan 95% menunjukkan bahwa lokasi
15 contoh uji dalam batang tidak berpengaruh nyata terhadap nilai BJ kayu. Pandit & Kurniawan (2008) mengatakan bahwa variasi BJ kayu dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain umur pohon, tempat tumbuh, posisi kayu dalam batang dan kecepatan pertumbuhan pohon.
Kemungkinan Penggunaan Kayu Terap
Tabel 1 memuat rekapitulasi sifat kayu terap yang diteliti termasuk nilai (scoring)-nya. Dari segi mutu seratnya diketahui bahwa kayu terap menghasilkan nilai total 350 yang masuk ke dalam Kelas Mutu II. Hal ini menunjukkan bahwa kayu terap cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas. Hal ini didukung oleh nilai bilangan Runklenya yang tergolong baik (golongan II) sehingga diprediksi akan menghasilkan pulp dengan daya tenun, ketahan tarik dan ketahanan retak yang baik.
Tabel 1 Rata-rata dimensi, nilai turunan dan kelas mutu serat serta kelas kuat dan beberapa sifat fisis kayu
Kriteria
Bagian Kayu
Tarik Opposite
Rata-rata Nilai Rata-rata Nilai
Panjang serat 1192.36 50 1212.06 50 Runkel ratio 0.45 50 0.37 50 Felting power 51.91 50 54.04 50 Muhlsteph ratio 29.44 100 29.55 100 Flexibility ratio 0.7 50 0.7 50 Coefisien of rigidity 0.15 50 0.15 50 Total Nilai 350 350 Kelas Mutu II II
Warna Terang Terang
Corak Dekoratif Dekoratif
Berat Jenis 0.49 0.46
Kelas Kuat III III
Saat ini kayu pulp didominasi oleh sengon (Falcataria moluccana, dulu bernama Paraserianthes falcataria), mangium (Acacia mangium), akasia (A. crassicarpa) dan eukaliptus (Eucalyptus pellita dan E. urophylla) (Rimbawanto 2008). Selain cepat tumbuh, kualitas seratnya yang tinggi (Kelas Mutu II dengan nilai total 300 untuk mangium, akasia dan eukaliptus serta Kelas Mutu II dengan nilai total 250 untuk sengon) menyebabkan kayu-kayu tersebut digunakan sebagai bahan baku pulp dan kertas (Yahya 2003). Dengan nilai total yang lebih baik (350), maka kayu terap sangat berpotensi dijadikan bahan baku alternatif pengganti mangium dan sengon.
Berdasarkan nilai BJ kayu, baik bagian tarik mau pun opposite-nya, maka kayu terap masuk ke dalam Kelas Kuat III. Hal ini menunjukkan bahwa kayu
16
terap cocok untuk dijadikan bahan konstruksi ringan-sedang. Beberapa contoh kayu perdagangan yang termasuk dalam Kelas Kuat III adalah meranti merah, mahoni dan sungkai (Pandit 2002). Oleh karena itu kayu terap dapat dijadikan alternatif sebagai pengganti kayu-kayu tersebut baik untuk dijadikan vinir, daun dan kerangka pintu dan jendela, peti mati, bahan perabot rumah tangga, barang kerajinan dan perpatungan, komponen alat musik, dinding dekoratif mau pun kabinet. Dengan corak dan warnanya yang terang, kayu terap juga berpotensi sebagai bahan baku industri mebel dan furnitur.
SIMPULAN DAN SARAN
SimpulanBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kayu tarik dan kayu
opposite kayu terap memiliki perbedaan signifikan dalam hal MFA dan kerapatan kayu. Secara umum MFA di bagian kayu tarik 14.83% lebih besar dari MFA bagian opposite-nya, sedangkan kerapatan kayunya lebih besar 10.42% dibanding kerapatan kayu di bagian oppositenya. Dibandingkan dengan bagian kayu normalnya, serat kayu di bagian kayu tarik lebih pendek, sedangkan MFA, BJ dan kerapatan kayu lebih besar.
Serat kayu terap yang diteliti masuk dalam Kelas Mutu II dengan nilai total yang lebih tinggi dibandingkan nilai total kayu mangium maupun sengon sehingga berpeluang untuk dijadikan bahan baku pulp dan kertas.
Dengan Kelas Kuat III dan cukup bercorak, maka kayu terap dapat juga digunakan sebagai bahan baku konstruksi ringan-sedang serta mebel dan furnitur sebagai subsitusi atau komplemen bagi kayu meranti, mahoni maupun sungkai.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang sifat mekanis dan sifat kimia kayu terap untuk menjamin kegunaan kayu secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Barnett JR, G Jeronimidis. 2003. Wood Quality and Its Biological Basis, Blackwell Publishing (Australia) dan CRC Press (Canada). Pp. 8-9.
Bowyer JL, R Shmulsky, JG Haygreen. 2003. Forest Products and Wood Science: An Introduction. Edisi 4. USA: Iowa State Press A Blackwell Publishing Company.
Haroen WK, D Fahmi. 2006. Sifat Kayu Tarik, Teras dan Gubal Acacia mangium
terhadap Karakteristik Pulp. BS. Vol 41(1): 1-7
Haygreen JG, JL Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science: An Introduction. USA: Iowa State University Press, Ames.
17 Haygreen JG, JL. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu: Suatu Pengantar. Sutjipta AH, penerjemah; Soenardi Prawirohatmodjo, editor. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.
Husien N, AB Santoso, Reonaldus. 2009. Struktur Mikroskopis Akar dan Cabang Kayu Bakau (Rhizopora apiculata Blume.). Prosiding Simposium Nasional I Forum Teknologi Hasil Hutan (FTHH). Bogor. Hlm. 510-520.
Martawijaya A, I Kartasujana, K Kadir, SA Prawira. 1981. Atlas Kayu Indoensia. Jilid I. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Nicholas DD. 1973. Kemunduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencegahannya dengan Perlakuan-Perlakuan Pengawetan. Jilid I. New York: Airlangga University Press.
Nugraheni N. 2008. Keragaman Komponen Kimia dan Dimensi Serat Kayu Reaksi Melinjo (Gnetum gnemon Linn) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nuralexa FD. 2009. Karakteristik Sifat Anatomi dan Fisis Small Diameter Log
Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) dan Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pandit IKN, H Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu sebagai Bahan Baku. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Pandit IKN. 2007. Ultrastruktur Kayu Reaksi pada Damar (Agathis loranthifolia Salisb.) dan Sengon (Paraserianthes falcataria (L.Nielsen) [disertasi]. Bogor (ID) : InstitutPertanian Bogor.
Pandit IKN, D Kurniawan. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Pasaribu RA, T Silitonga. 1974. Pulp Campuran Kayu Daun Lebar dan Bambu. Laporan No. 35. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Direktorat Jenderal Kehutanan. Departemen Pertanian. Bogor.
Rimbawanto A. 2008. Pemuliaan Tanaman dan Ketahanan Penyakit pada Sengon. Makalah Workshop Penanggulangan Serangan Karat Puru pada Tanaman Sengon. Yogyakarta. Hlm. 1-5
Simpson W, A ten Wolde. 1999. Physical Properties and Moisture Relations of Wood. Wood Handbook. Wood as An Engineering Material. Forest Products Laboratory General Technical Report FDL-GTR-113. USDA Forest Science. Forest Products Laboratory. USA.
Sofyan K, DS Nawawi, T Priadi. 1993. Sifat Pulp Jenis-jenis Kayu Cepat Tumbuh. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Stuart SA, R Evans. 1994. X-ray diffraction estimation of the microfibril angle variation in eucalypt in crement cores. Research Report. The CRC for Hardwood Fibre & Paper Science.
18
Tabet TA. 2010. Estimation of the Cellulose Microfibril Angle in Acacia mangium Wood using Small Angle X-Ray Scattering. Journal of Agricultural Science. Vol 2(4).
Tsoumis G. 1976. Kayu Sebagai Bahan Baku. Proyek Penterjemahan Literatur Kehutanan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood. New York: Van Nostrand Reinhold.
Verheij EWM, RE Coronel (Eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-Buahan yang Dapat Dimakan. PROSEA-Gramedia. Jakarta. ISBN 979-511-672-2.
Wheeler EA, P Baas, PC Gasson. 1989. IAWA List of Microscopic Features for Hardwood Identification. Volume 10. USA: IAWA Bull. Hlm 219-332.
Yahya R. 2003. Kualitas Pulp Kertas Batang Kayu Sengon Paraserianths falcataria L. Nielsen. Makalah dipresentasikan pada Seminar Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) VI. 1-2 Agustus 2003. Bukit Tinggi.
19
20
Lampiran 1 Ciri Mikroskopis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus)
No Karakteristik Anatomi Bagian Kayu Opposite Tarik 1 Lingkaran
Tumbuh: Jelas Jelas
2 Sel Pembuluh:
Tata baur Tata baur a Porositas
b Sebaran / Susunan Pola diagonal atau radial Pola diagonal atau radial c Pengelompokkan Terdapat pembuluh berganda
radial 2-3 namun lebih dominan pembuluh soliter dan dijumpai pembuluh gerombol biasa
Terdapat pembuluh berganda radial 2-3 namun lebih dominan pembuluh soliter
d Bentuk pembuluh soliter
Bundar Bundar
e Bidang perforasi Sederhana Sederhana f Susunan ceruk antar
pembuluh
Selang seling poligonal Selang seling poligonal
g Ukuran ceruk antar pembuluh (µm) 4.89 ± 0.72 µm 4.41 ± 0.59 µm h Ceruk berumbai - -i Ceruk pada persilangan pembuluh dengan jari-jari
dengan halaman yang jelas ; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh dijumpai pula dengan halaman yang sempit sampai sederhana ; ceruk bundar atau bersudut
dengan halaman yang jelas ; serupa dalam ukuran dan bentuk dengan ceruk antar pembuluh dijumpai pula dengan halaman yang sempit sampai sederhana ; ceruk bundar atau bersudut
j Penebalan ulir - -k Diameter pembuluh 111.65 ± 10.54 µm 112.59 ± 7.76 µm l Frekuensi pembuluh per mm² 14.53 ± 1.39 per mm² 14.13 ± 2.12 per mm² m Rata-rata panjang pembuluh (µm) 314.28 ± 22.82 µm 260.32 ± 15.52 µm n Tilosis dan endapan
dalam pembuluh
tilosis umum tilosis umum o Kayu tanpa
pembuluh
-
-p Elemen trakeida tak berlubang
-21
3 Serat:
a Jaringan serat dasar Ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil
Ceruk sederhana sampai berhalaman sangat kecil b Serat bersekat Serat bersekat dijumpai Serat bersekat dijumpai
c Penebalan ulir -
-d Tebal dinding serat Tipis sampai tebal Tipis sampai tebal (3.25 ± 0.33 µm) (3.45 ± 0.95 µm) e Rata-rata panjang
serat (µm)
1192.22 ± 191.25 µm 1212.06 ± 193.86 µm
4 Parenkim:
Tersebar dalam kelompok Tersebar dalam kelompok a Apotrakeal
b Paratrakel Vaskisentrik Vaskisentrik
c Marjinal / Pita -
-d Panjang untai sel parenkim
3-7 sel per untai 3-7 sel per untai
5 Jari-jari:
a Lebar 1 seri, 3 seri, 6 seri 1 seri, 3 seri, 6 seri b Macam / ukuran 3 ukuran 3 ukuran
c Jari-jari agregat -
-d Tinggi (µm) 320 ± 26.78 µm 350 ± 13.7 µm e Komposisi Sel baring lebih dominan
dibanding sel tegak
Sel baring lebih dominan dibanding sel tegak f Sel seludang dan sel
ubin
-
-g Sel jari-jari berperforasi
-
-h Frekuensi per mm 4.4 sel 5.1 sel
6 Inklusi Mineral:
a Sel minyak - -
b Saluran interseluler -
-c Kristal prismatik Dalam sel baring Dalam sel baring Lampiran 2 Sifat Fisis Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu Terap
(Artocarpus odoratissimus)
Bagian Bagian dalam
Batang
Rata-rata
Kerapatan (g/cm³) Kadar Air (%) Berat Jenis
Opposite Teras 0.39 12.28 0.35 Peralihan 0.47 12.07 0.47 Gubal 0.57 12.66 0.57 Tarik Teras 0.48 12.5 0.42 Peralihan 0.48 12.76 0.43 Gubal 0.62 12.4 0.62
22
Lampiran 3 Analisis Keragaman Sifat Fisis dari Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) Kerapatan Variable 1 Variable 2 Mean 0,526666667 0,476666667 Variance 0,006533333 0,008133333 Observations 3 3 Pearson Correlation 0,89625816 Hypothesized Mean Difference 0
df 2 t Stat 2,165063509 P(T<=t) one-tail 0,081390821 t Critical one-tail 2,91998558 P(T<=t) two-tail 0,162781642 t Critical two-tail 4,30265273 Kadar air Variable 1 Variable 2 Mean 12,55333333 12,33666667 Variance 0,034533333 0,089433333 Observations 3 3 Pearson Correlation -0,914702002 Hypothesized Mean Difference 0
df 2 t Stat 0,790043673 P(T<=t) one-tail 0,256148628 t Critical one-tail 2,91998558 P(T<=t) two-tail 0,512297256 t Critical two-tail 4,30265273 Berat Jenis Variable 1 Variable 2 Mean 0,49 0,463333333 Variance 0,0127 0,012133333 Observations 3 3 Pearson Correlation 0,861969408 Hypothesized Mean Difference 0
df 2 t Stat 0,788263423 P(T<=t) one-tail 0,256567752 t Critical one-tail 2,91998558 P(T<=t) two-tail 0,513135504 t Critical two-tail 4,30265273
23 Lampiran 4 Nilai Dimensi Serat Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus)
Bagian Bagian dalam Batang Nilai Panjang Serat (µm) Diameter Serat (µm) Diameter Lumen (µm) Tebal Dinding (µm) Tar ik Teras Rata-rata 1023.333 24.375 17.708 3.333 Standar deviasi 149.146 4.296 4.52 0.793 Peralihan Rata-rata 1238.571 25.937 18.854 3.542 Standar deviasi 172.865 5.514 5.945 1.08 Gubal Rata-rata 1374.286 22.917 15.937 3.489 Standar deviasi 259.578 5.822 5.213 0.978 O pposi te Teras Rata-rata 1034.762 25.312 19.062 3.125 Standar deviasi 123.501 5.341 5.341 0 Peralihan Rata-rata 1199.524 19.792 13.542 3,125 Standar deviasi 194.523 5.464 5.464 0 Gubal Rata-rata 1342.381 28.542 20.833 3.489 Standar deviasi 255.723 9.4 8.59 0.978
Lampiran 5 Nilai Turunan Dimensi Serat Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite
dari Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus)
Bagian dalam Batang Nilai Runkel Ratio Daya Tenun Muhlsteph Ratio Coef of Rigidity Flexibility Ratio Kayu Tarik: Teras Rata-rata 0.41 43.39 28.18 0.14 0.72 Standar Deviasi 0.19 10.17 7.78 0.04 0.08 Peralihan Rata-rata 0.45 49.75 28.59 0.14 0.71 Standar Deviasi 0.35 12.09 10.83 0.05 0.11 Gubal Rata-rata 0.48 62.6 31.56 0.16 0.68 Standar Deviasi 0.17 14.95 7.74 0.04 0.08 Kayu Opposite: Teras Rata-rata 0.36 42.73 25.86 0.13 0.74 Standar Deviasi 0,12 10.88 5.83 0.03 0.06 Peralihan Rata-rata 0.55 65.99 34.12 0.17 0.66 Standar Deviasi 0.25 24.57 9.64 0.05 0.09 Gubal Rata-rata 0.49 53.41 28.67 0.14 0.71 Standar Deviasi 0.21 24.27 9.44 0.05 0.09
24
Lampiran 6 Kriteria Penilaian Kualitas Serat Kualitas Serat
Kriteria Kelas I Kelas II Kelas III
Syarat Nilai Syarat Nilai Syarat Nilai
Panjang serat (µm) >2000 100 1000-2000 50 <1000 25 Runkle ratio <0.25 100 0.25-0.50 50 0.50-1.0 25 Daya Tenun >90 100 50-90 50 <0.50 25 Muhlsteph ratio <30 100 30-60 50 60-80 25 Flexibility Ratio >0.80 100 0.50-0.80 50 <0.50 25 Coeff. of rigidity <0.10 100 0.10-0.15 50 >0.15 25 SCORING 450-600 225-449 <225
Lampiran 7 Analisis Keragaman Panjang Serat dari Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) Variable 1 Variable 2 Mean 1212,063333 1192,222333 Variance 31318,99435 23697,34804 Observations 3 3 Pearson Correlation 0,996042556 Hypothesized Mean Difference 0 df 2 t Stat 1,258120546 P(T<=t) one-tail 0,167664376 t Critical one-tail 2,91998558 P(T<=t) two-tail 0,335328752 t Critical two-tail 4,30265273
Lampiran 8 Sudut Mikrofibril Bagian Kayu Tarik dan Kayu Opposite dari Kayu Terap (Artocarpus odoratissmus)
Bagian Nilai Sudut Mikrofibril (º)
1 2 3
Tarik Rata-rata 31.29 22.97 18.45
Standar deviasi 5.94 9.09 4.24
Opposite Rata-rata 26.95 20.07 16.3
25 Lampiran 9 Analisis Keragaman Sudut Mikrofibril dari Kayu Terap (Artocarpus
odoratissimus) Variable 1 Variable 2 Mean 24,23666667 21,10666667 Variance 42,41973333 29,16163333 Observations 3 3 Pearson Correlation 0,999997566 Hypothesized Mean Difference 0 df 2 t Stat 4,871042245 P(T<=t) one-tail 0,019827943 t Critical one-tail 2,91998558 P(T<=t) two-tail 0,039655885 t Critical two-tail 4,30265273
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 25 Desember 1991, sebagai putri kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Ir Sutrisno, MMT dan Ani Nursanti. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAI Al-Azhar Kelapa Gading, Jakarta kemudian di tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis masuk di Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menempuh pendidikan di Departemen Hasil Hutan, penulis mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang, seperti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) Jalur Gunung Sawal-Pangandaran pada tahun 2011, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Halimun Salak dan PGT Sindangwangi pada tahun 2012, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Pindodeli Paper Product, Karawang pada tahun 2013.
Penulis juga aktif dalam berorganisasi. Penulis pernah menjadi anggota Divisi Kelompok Minat Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2010, anggota Divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2011.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Struktur Anatomi dan Sifat Fisis Kayu Reaksi pada Kayu Terap (Artocarpus odoratissimus) Asal Kalimantan Selatan” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS.