• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

27

4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet

Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian besar protein yaitu glukoprotein (Riehl et al 1991). Lapisan glukoprotein ini yang menyebabkan telur saling merekat dengan telur lainnya dan merekat pada substrat, sehingga telur akan menumpuk disatu tempat dan mengakibatkan distribusi oksigen untuk proses perkembangan sel telur menjadi tidak merata sehingga akhirnya telur akan mengalami kematian (Woynarovich 1980). Lapisan ini dapat dikikis oleh senyawa tanin karena tanin mempunyai kemampuan mengikat dan mengendapkan seyawa protein yang disebabkan oleh adanya sejumlah kelompok ikatan fungsional yang akan berinteraksi secara kuat dengan molekul protein yang selanjutnya akan menghasilkan ikatan silang yang besar dan kompleks yaitu tanin-protein (Zakes 2005).

Tanin mempunyai berat molekul yang sangat besar yaitu 0,5-3 kDa. Tanin larut dalam air dan memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari warna terang sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang khas tergantung sumbernya (Ahadi 2003). Teh merupakan bahan yang telah dikenal oleh banyak orang dari dahulu hingga sekarang mempunyai banyak manfaat. Hal ini karena di dalam teh terkandung senyawa flavonoid yang mudah berikatan dengan senyawa lain, flavonoid tersebut adalah tanin (Deaville et al. 2010). Berdasarkan uji proksimat yang telah dilakukan, tanin yang terkandung dalam teh bahan uji sekitar 8,38%. Menurut Woynarovich (1980) kadar tanin yang efektif untuk mengurangi daya rekat telur ikan cyprinidae

adalah sebesar 0,6 gr/L atau setara dengan kandungan tanin 60%, sehingga dalam satu gram teh bahan uji kandungan taninnya masih jauh dari kandungan tanin efektif untuk mengurangi daya rekat.

(2)

Hasil pengamatan mengenai penurunan daya rekat telur ikan komet menunjukkan bahwa nilai daya rekat telur menurun sejalan dengan bertambahnya jumlah konsentrasi larutan teh yang diberikan, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7 dan Lampiran 4. Seiring dengan peningkatan konsentrasi teh yang di berikan, kandungan tanin yang terdapat dalam perlakuan juga meningkat sehingga menghasilkan daya rekat yang rendah dan sebaliknya semakin rendah konsentrasi teh yang diberikan maka semakin rendah pula kadar tanin yang terdapat dalam perlakuan sehingga menghasilkan daya rekat yang tinggi. Perlakuan A atau konsentrasi teh 0 gr/L tidak terkandung kadar tanin. Pada perlakuan B yaitu konsentrasi teh 4 gr/L terdapat kandungan tanin sebanyak 0,3352 gr (=4 x 0,0838) atau 33,52%. Nilai kandungan tanin pada perlakuan B (33,52%) masih belum efektif untuk mengurangi daya rekat telur ikan karena nilai efektif untuk mengurangi daya rekat telur ikan adalah sebesar 60% (Woynarovich 1989).

Pada perlakuan C (6 gr/L) terkandung tanin sebanyak 0,5028 gr (= 6 x 0,0838) atau 52,3%. Kadar ini juga masih dibawah nilai efektif tanin untuk mengurangi daya rekat telur ikan. Pada perlakuan D (8 gr/L) terdapat kandungan tanin sebanyak 0,6704 gr (= 8 x 0,0838) atau setara dengan 67%, kadar tanin pada perlakuan D paling efektif untuk mengurangi daya rekat telur ikan karena terdapat kandungan tanin paling tinggi diantara semua perlakuan.

Pada perlakuan konsentrasi larutan teh 0 gr atau tanpa penambahan teh yaitu perlakuan A, telur yang terbuahi saling menempel satu sama lain dan menempel pada saringan wadah penetasan. Hal ini karena lapisan perekat telur yang merupakan senyawa glukoprotein tidak terurai sama sekali oleh tanin yang terkandung didalam larutan teh.

Telur ikan komet yang terdapat pada perlakuan B (4 gr/L) memberikan nilai daya rekat yang rendah dan bila dibandingkan dengan perlakuan A terdapat perbedaan yang nyata dengan jarak nilai daya rekat yang berbeda jauh. Perbedan tersebut terjadi karena pada perlakuan B telah terjadi penguraian lapisan perekat oleh senyawa-senyawa yang terdapat pada larutan teh terutama senyawa tanin yang mempunyai fungsi mengikat protein dan merubahnya menjadi senyawa komplek tanin protein. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mustofa (2009) bahwa

(3)

tanin dapat mengikat protein dan mengedapkannya sehingga telur yang terbungkus oleh lapisan perekat glukoprotein akan hilang daya rekatnya.

Keterangan: Nilai tiap perlakuan yang diikuti huruf kecil yang tidak sama memberikan pengaruh yang berbeda nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf nyata 5% Gambar 7 . Nilai Daya Rekat Telur Ikan Komet Terhadap Konsentrasi Teh

Daya rekat telur ikan pada perlakuan C, yaitu perendaman telur ikan komet pada larutan teh konsentrasi 6 gr/L, berbeda nyata dengan perlakuan B, namun perbedaan nilai daya rekat tersebut tidak terlalu jauh. Di dalam kedua perlakuan tersebut terdapat tanin yang mengikat senyawa glukoprotein yang bersifat merekat menjadi senyawa komplek tanin protein yang bersifat tidak merekat. Namun kadar tanin pada perlakuan C lebih tinggi dibandingkan perlakuan B, sehingga pada perlakuan C lebih banyak lapisan glukoprotein yang terikat oleh tanin. Perendaman telur ikan komet pada konstentrasi larutan teh 8 gr/L atau pada perlakuan D, nilai daya rekatnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan C. Hal ini mungkin karena laju pengikisan telah mengalami penurunan. Senyawa lain yang terdapat pada teh adalah polifenol. Polifenol merupakan turunan senyawa fenolik yang mudah larut dalam air dan berfungsi sebagai antimikroba. Mekanisme kerja senyawa fenolik adalah mendenaturasi protein pada mikroba dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dindng sel. Menurut analisis proksimat, kandungan polifenol yang terdapat pada bahan uji adalah 28,47%, sehingga dalam 1 gr teh bahan uji terdapat kandungan polifenol sebanyak 0,28 gr. Semakin bertambahnya

96,38 [a] 40,62 [b] 19,66 [c] 13,22 [c] 0 33,52 50,28 67,04 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 A (0) B (4) C (6) D (8) (% )

Perlakuan (Konsentrasi Larutan Teh (gr/L)) Daya Rekat

Daya Rekat (%)

(4)

konsentrasi larutan teh yang terdapat pada perlakuan maka semakin tinggi pula kandungan polifenol yang terdapat pada larutan tersebut.

Pada perlakuan A terdapat kandungan polifenol sebesar 0%, hal ini karena perlakuan A tidak ditambahkan larutan teh. Pada perlakuan B (4 gr/L) terdapat kandungan polifenol sebanyak 1,14% atau setara dengan 1,14gr, pada perlakuan C (6gr/L) dan D (8gr/L) senyawa polifenol yang terkandung didalamnya yaitu sebesar 1,71% dan 2,28% atau setara dengan 1,71 gr dan 2,28 gr. Perlakuan D merupakan perlakuan yang paling tinggi kadar polifenolnya sehingga merupakan perlakuan terbaik untuk mengurangi aktivitas bakteri.

4.2 Derajat Pembuahan Telur Ikan Komet

Proses pembuahan terjadi diluar tubuh ikan komet ketika sperma dan sel telur bergabung membentuk zigot. Telur yang terbuahi akan berwarna bening dan transparan sedangkan telur yang tidak terbuahi akan hilang kecerahannya, berwarna putih. Perhitungan jumlah telur yang dibuahi untuk mengetahui nilai rata-rata derajat pembuahan dilakukan selang satu jam setelah pencampuran sperma dengan sel telur (Artesia 2010).

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa nilai derajat pembuahan telur ikan komet meningkat sejalan dengan bertambahnya konsentrasi larutan teh yang diberikan hal ini dapat dilihat pada Gambar 8 dan Lampiran 5. Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukan bahwa perlakuan C dan perlakuan D tidak berbeda nyata, sedangkan perlakuan A, B dan C saling berbeda nyata satu dan yang lainnya.

Perlakuan A yaitu perendaman telur ikan pada konsentrasi larutan teh 0 gr/L menunjukan nilai derajat pembuahan yang rendah, hal ini disebabkan oleh adanya daya rekat yang menyebabkan terkonsentrasinya telur di satu tempat dalam wadah penelitian sehingga persaingan oksigen antar calon individu untuk proses pembelahan sel tinggi. Pada perlakuan B (konsentrasi larutan teh 4 gr/L) nilai derajat pembuahan berbeda nyata dengan perlakuan A, hal ini disebabkan oleh sudah hilangnya lapisan perekat yang menyebabkan kesempatan sel untuk melakukan pembelahan dan perkembangan tidak terganggu oleh kurangnya

(5)

asupan oksigen. Pada perlakuan C, nilai derajat pembuahannya berbeda nyata dengan perlakuan B, dikarenakan pada perlakuan C semakin banyak jumlah telur yang terlepas satu sama lainnya. Pada perlakuan D, nilai derajat pembuahannya mengalami penurunan dan nilainya tidak berbeda nyata dengan perlakuan C, diduga karena pada perlakuan D konsentrasi senyawa tanin yang terdapat pada larutan tersebut mampu mengikat protein sampai pada lapisan chorion dan menggangu aktifitas pembentukan zigot.

Berdasarkan Woynarovich (1980) batas tanin yang efektif untuk mengurangi daya rekat telur ikan adalah 6gr/L dengan lama perendaman 4 menit, bila melebihi batas tersebut, aktifitas tanin dalam mereduksi protein bisa mencapai pada lapisan chorion sehingga lapisan chorion mudah pecah dan menyebabkan larva lahir prematur. Menrut asumsi penulis, aktivitas tanin dapat memicu proses ezim chorionase untuk melunakan lapisan chorion, hal ini dimungkinkan karena enzim chorionase lebih aktif pada pH rendah dan karena tanin bersifat asam, maka tanin dapat membantu enzim chorionase untuk mempercepat proses pelunakan chorion.

Keterangan: Nilai tiap perlakuan yang diikuti huruf kecil yang tidak sama memberikan pengaruh yang berbeda nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf nyata 5% Gambar 8. Nilai Derajat Pembuahan Telur Ikan Komet Terhadap Konsentrasi

LarutanTeh 50,36 [a] 69,77 [b] 78,09[c] 77,81 [c] 0 33,52 50,28 67,04 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 A (0) B (4) C (6) D (8) (% )

Perlakuan (Konsentrasi Larutan Teh (gr/L)) Derajat Pembuahan

Derajat Pembuahan (%) Kandungan Tanin (%)

(6)

4.3 Derajat Penetasan Telur Ikan Komet

Untuk mengetahui jumlah telur yang menetas dan menentukan rata-rata nilai derajat penetasan, pengamatan dimulai pada jam ke-24 setelah pencampuran sperma dengan telur. Telur dikatakan menetas bila terlihat adanya pergerakan ekor dan diikuti pergerakan dari seluruh tubuh.

Pada perlakuan C didapat derajat penetasan tertinggi yaitu sebesar 77,60%. hal ini dikarenakan daya rekat telur menurun akibat kandungan tanin yang meningkat, menyebabkan banyak telur yang dibuahi sehingga menghasilkan angka penetasan telur tertinggi. Nilai penetasan tersebut juga lebih tinggi dibanding dengan penetasan secara alami (68,3%) (Aulia 2010) Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sayer et al. (1991), bahwa derajat pembuahan yang tinggi akan diikuti oleh derajat penetasan yang tinggi, kecuali ada faktor lingkungan yang mempengaruhi seperti suhu dan DO.

Hasil analisis ragam menunjukan bahwa nilai derajat penetasan meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi larutan teh yang diberikan pada setiap perlakuan, hal ini dapat dilihat pada Gambar 9 dan Lampiran 6. Berdasarkan hasil uji Duncan menunjukan bahwa perlakuan A (konsentrasi teh 0 gr/L) memberikan perbedaan yang nyata dengan perlakuan B (4 gr/L), C (6 gr/L) dan D (8 gr/L). Perlakuan B berbeda nyata dengan perlakuan C tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan D. Pada perlakuan C nilai derajat penetasannya berbeda nyata dengan perlakuan D.

Pada tabel terlihat bahwa perendaman telur pada larutan teh konsentrasi 0 gr/L (Perlakuan A) didapat hasil derajat penetasan paling rendah karena perkembangan telur terganggu oleh kurangnya asupan oksigen untuk metabolisme dan penghasil energi pemecahan dinding sel telur. Pada perlakuan B (4 gr/L) karena daya rekat telur sudah hilang sehingga telur saling tidak menempel maka pasokan oksigen disekitar telur sudah cukup untuk melakukan proses metabolisme sehingga dihasilkan energi yang digunakan untuk memecahkan cangkang telur secara mekanik yaitu diawali dengan ekor yang keluar cangkang terlebih dahulu.

Pada perlakuan C (6 gr/L) nilai derajat penetasan lebih tinggi dari pada perlakuan B (4 gr/L) dan menurut hasil Uji Duncan menunjukan perbedaan yang

(7)

nyata. Hal ini disebabkan pada perlakuan C telur yang tersebar dan mendapat asupan oksigen yang cukup untuk proses penetasan lebih banyak jumlahnya. Pada perlakuan D (8 gr/L) derajat penetasannya berbeda nyata dengan derajat penetasan perlakuan C dan nilai derajat penetasan pada perlakuan D lebih rendah bila dibandingkan perlakuan C. Hal ini karena senyawa tanin pada perlakuan D aktifitas pengikisannya terjadi pada lapisan selanjutnya yang menyebabkan cangkang telur mudah pecah bila ada pergerakan ekor yang lemah sekalipun dan menyebabkan larva keluar prematur kemudian mati. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sayer (1991) bahwa bila pengikisan terjadi pada lapisan cangkang telur akan menyebabkan larva ikan lahir prematur. Pada lampiran 7 disajikan hasil uji kadar tanin dari teh kering perlakuan.

Keterangan: Nilai tiap perlakuan yang diikuti huruf kecil yang tidak sama memberikan pengaruh yang berbeda nyata menurut uji berganda Duncan pada taraf nyata 5% Gambar 9. Nilai Rata-rata Derajat Penetasan Telur Ikan Komet Terhadap

Konsentrasi Larutan Teh

Di dalam hipotesis berdasarkan uji pendahuluan disebutkan bahwa konsentrasi larutan teh yang terbaik adalah 4 gr/L karena telah mampu mengurangi daya rekat telur ikan komet menjadi 49.14% dan menghasilkan derajat penetasan sampai 73,56%, tetapi data hasil penelitian utama menunjukan bahwa konsentrasi terbaik adalah 6 gr/L dengan menghasilkan nilai daya rekat sebesar 19,66% dan nilai derajat penetasan sebesar 77,60%. Hal ini disebabkan

50,21 a] 67,35[b] 77,60[c] 69,84[b] 0 33,52 50,28 67,04 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 A (0) B (4) C (6) D (8) (% )

Perlakuan (Konsentrasi Larutan Teh (gr/L)) Derajat Penetasan

Derajat Penetasan (%)

(8)

pada penelitian pendahuluan konsentrasi larutan teh 6gr/L tidak menjadi perlakuan, karena yang digunakan adalah 1gr/L, 2gr/L, 4gr/L, dan 8 gr/L. Sehingga saat konsentrasi 6gr/L menjadi perlakuan di penelitian utama, konsentrasi 6 gr/L menjadi nilai tertinggi.

4.3 Kualitas Air

Selama penelitian berlangsung dengan pemakaian water heater sebagai pengatur suhu dan aerator untuk penyuplai oksigen, kisaran kualitas air dapat di pertahankan supaya berada pada keadaan yang optimum atau terkontrol (tabel 3) dan memenuhi persyaratan untuk pembenihan komet. Kirasan suhu selama penelitian adalah 27o C – 28o C, dan kandungan oksigen terlarutnya sebesar 4,51- 4,63 mg/L.

Tabel 3. Kualitas Air Rata-Rata Selama Penelitian

PERLAKUAN SUHU (°C) DO (mg/L) A 27 4,63 B 28 4,51 C 28 4,56 D 28 4,58 Optimum 25-32 >3-5

Sumber Daelami, 2002 Alabaster, 1982

Keadaan tersebut memenuhi kriteria kesesuaian untuk pemeliharan benih komet. Hal ini sesuai pernyataan Daelami (2002) yang menyebutkan bahwa suhu yang cocok untuk budidaya ikan air tawar adalah 25o C - 32o C dan menurut Alabaster (1982) oksigen terlarut yang baik pada perairan adaslah > 3-5 mg/L.

Gambar

Gambar 7 . Nilai Daya Rekat Telur Ikan Komet Terhadap Konsentrasi Teh  Daya  rekat  telur  ikan  pada  perlakuan  C,  yaitu  perendaman  telur  ikan  komet  pada  larutan  teh  konsentrasi  6  gr/L,  berbeda  nyata  dengan  perlakuan  B,  namun  perbedaan
Gambar  8.  Nilai  Derajat  Pembuahan  Telur  Ikan  Komet  Terhadap  Konsentrasi  LarutanTeh 50,36 [a]  69,77 [b]  78,09[c]  77,81 [c] 0 33,52 50,28  67,04 0,0010,0020,0030,0040,0050,0060,0070,0080,0090,00A (0)B (4)C (6)D (8)(%)
Gambar  9.  Nilai  Rata-rata  Derajat  Penetasan  Telur  Ikan  Komet  Terhadap  Konsentrasi Larutan Teh
Tabel 3. Kualitas Air Rata-Rata Selama Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis diatas, dapat diketahui bahwa perlakuan lama perendaman dalam larutan PEG 6000 selama 6 jam memberikan nilai tertinggi terhadap viabilitas

Berdasarkan hasil analisa data mengenai kadar logam berat timbal (Pb) pada kerang bulu ( Anadara antiquata ) setelah perendaman dalam larutan buah jeruk nipis

Pada hari ke-10 setelah penginfeksian, benih lele pada semua perlakuan perendaman larutan filtrat simplisia kulit buah manggis mengalami penyembuhan luka pada tubuh

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai fekunditas, derajat pembuahan telur (FR), dan derajat penetasan telur (HR) pada ikan koi yang dipijahkan dengan

Perendaman larva ikan betok dengan konsentrasi larutan hormon tiroksin dan lama waktu perendaman yang berbeda dapat meningkatkan laju penyerapan kuning telur sehingga

Berdasarkan hasil analisis variansi (ANAVA) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman dalam larutan CaCl 2 terhadap susut

Walaupun secara statistik konsentrasi tembaga di air dan ikan pada tahap depurasi di akuarium asal ikan KJA tidak memiliki perbedaan yang signifikan, akan tetapi konsentrasi

Perendaman larva ikan betok dengan konsentrasi larutan hormon tiroksin dan lama waktu perendaman yang berbeda dapat meningkatkan laju penyerapan kuning telur sehingga