• Tidak ada hasil yang ditemukan

MULTIKULTUR: MEMBANGUN KECERDASAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN IPS - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MULTIKULTUR: MEMBANGUN KECERDASAN SOSIAL DALAM PEMBELAJARAN IPS - Test Repository"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

penguatan pendidikan ips di tengah

isu-isu gLobal

(3)

penguatan PENDIDIKAN IPS

di tengah isu-isu global

Copyright@2018, Ersis Warmansyah Abbas

Hak Cipta dilindungi undang-undang

Setting/Layout : Ersis Warmansyah Abbas

Desain Sampul : Ersis Warmansyah Abbas

Pemeriksa Aksara : Risna Warnidah

Cetakan Pertama : Mei 2018

Diterbitkan Atas Kemitraan:

Diterbitkan oleh:

Program Studi Pendidikan IPS

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin

dan

Perkumpulan Program Studi Pendidikan IPS Indonesia

(APRIPSI)

ISBN: 978-602-51669-1-4

(4)

Ketua Penyunting:

Ersis Warmansyah Abbas

Anggota Penyunting:

Bambang Subiyakto . Heri Susanto . Mutiani . Syaharuddin

penguatan pendidikan ips di tengah

isu-isu gLobal

Prosiding Seminar

2018

(5)

Sanksi Pelanggaran Pasal 72:

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu bulan dan/atau dengan paling sedikit Rp1.000.000.00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/ atau dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(6)

SAMBUTAN KETUA UMUM APRIPSI

Saya menyambut gembira terbitnya Prosiding Penguatan Pendidikan IPS di Tengah Isu-Isu Glo-bal sebagai kumpulan makalah Seminar Nasional Pendidikan IPS, 20 April 2018, di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin. Seminar Nasional Pendidikan IPS tersebut dalam rangka Musyawarah Nasional (Munas I) Perkumpulan Program Studi Pendidikan IPS Indonesia (APRIPSI), 20-22 April 2018. Kegembiraan tersebut tentunya kegembiraan Insan-Insan Program Studi Pendidikan IPS Indonesia yang mana pada Munas I APRIPSI menorehkan sukses melaksanakan Munas I sukses melaksanakan Seminar Nasional Pendidikan IPS.

Kegembiraan tersebut tentunya semakin menjadi ketika panitia Seminar Nasional Penguatan Pendidikan IPS di Tengah Isu-Isu Global berhasil menerbitkan prosiding yang menurut Ketua Pelaksananya,Ersis Warmansyah Abbas, dipersembahkan kepada Insan-Insan Pendidikan IPS Indonesia sekaligus sebagai penghormatan atas terbentuknya APRIPSI dan terpilihnya saya sebagai Ketua Umum APRIPSI. Seminggu sebelum Munas dan seminar, di UPI Bandung, kami mendiskusikan hal terkait dengan besukan, sekalipun kita baru akan mendirikan organisasi, tetapi harus bermuatan akademis. Pak Ersis mengutarakan kondisi obyektif bahwa kita baru memulai dan karena itu mohon paper jangan dululah diberlakukan ketat dalam usungan membangun kebersamaan.

Sebagai Ketua Umum APRIPSI terpilih untuk pertama kali pada Munas I APRIPSI di ULM Banjarmasin, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, terutama Program Studi Pendidikan IPS ULM yang bersedia menjadi penyelenggara Munas I dan Seminar Nasional Pendidikan IPS. Sesungguhnya sejak dari awal teman-teman di ULM merencanakan Seminar Internasional Pendidikan IPS yang pemakalahnya diserahkan sepenuhnya kepada inisiator APRIPSI. Hanya saja, karena satu dan lain hal, dua minggu menjelang pelaksanaan seminar, calon pemakalah dari mancanegara belum memberikan kepastian sehingga disepakati mengadakan seminar nasional. Terlepas dari kekurangan di sana-sini, apa-apa yang kita inisiasikan di ULM Banjarmasin semogalah menjadi langkah awal baik untuk kita tingkatkan pada berbagai aktivitas APRIPSI di masa depan.

Sebagai Ketua Umum APRIPSI saya mengucapkan terima kasih khusus kepada Ketua Program Studi Pendidikan IPS ULM dan jajarannya, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) ULM, Rektor ULM, dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu sehingga Munas I APRIPSI dan Seminar Nasional Pendidikan IPS terlaksana dalam kesuksesan. Terima kasih juga kepada semua teman-teman yang datang ke Banjarmasin dalam bingkai optimistis membangun kebersamaan,

membangun “wadah” Insan-Insan Pendidikan IPS Indonesia. Kekuatan kita adalah kebersamaan, dengan kebersamaan kita kuat.

(7)

Demikian sambutan ringkas saya dalam semangat ayunan langkah kebersamaan dalam membangun dan mengembangkan secara konstruktif Pendidikan IPS Indonesia. APRIPSI yang kita bangun bersama-sama dengan semangat kemuliaan ini semogalah menjadi wadah bermanfaat adanya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Bandung, 17 April 2018

Ketua Umum APRIPSI

Prof. Dr. Nana Supriatna, M.Ed.

(8)

PENGANTAR KETUA PENYUNTING

Prosiding Penguatan Pendidikan IPS di Tengah Isu-Isu Global merupakan kumpulan paper yang disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan IPS dengan judul yang sama, Kamis, 20 April 2018. Seminar Nasional Pendidikan IPS dilaksanakan dalam sambungan Musyawarah Nasional (Munas I) Perkumpulan Program Studi Pendidikan IPS Indonesia (APRIPSI), 20-22 April 2018. Sesungguhnya prosiding ini disiapkan sebelum Seminar dan Musyawarah Nasional dimaksud, sekalipun demikian, karena banyaknya permintaan bahwa penerimaan paper mohon diberi kelonggaran, panitia pelaksana mengakomodasi permintaan tersebut yang berakibat penerbitan prosiding setelah seminar.

Sebagai Ketua Pelaksana Seminar dan Munas APRIPSI di Banjarmasin, saya menyadari, mulai dari ide, pelaksanaan, sampai pengakhiran, berbagai kendala menyertai. Sekalipun demikian, segala halangan dan rintangan dapat diatasi, sebab panitia bertekad, sebagai penyelenggara sekaligus dijadikan sebagai medan pembelajaran. Karena itulah, panitia tidak risau apalagi “takut” melaksanakannya. Bahkan, pelaksanaannya dengan riang gembira.

Sukses pelaksanaan tentu saja berkat kerja semua pihak, baik penggagas Perkumpulan Pro-gram Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Indonesia, yang menjadikan perkumpulan dengan penamaan APRIPSI, Rektor ULM, Dekan FKIP ULM dan jajarannya, serta pihak lainnya yang berkontribusi. Untuk semua itu, panitia mengucapkan terima kasih dan penghargaan.

Pertama-tama, terutama dalam kaitan prosiding, panitia mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada para penulis yang mengirim paper dan kemudian menyajikannya yang membangkitkan berbagai tanggapan dalam kerangka memonitor permasalahan Pendidikan IPS dalam semangat penguatannya guna merespon isu-isu global. Setidaknya, pemikiran yang berkembang diuji di lapangan (Pendidkan IPS) untuk didiskusikan pada seminar berikutnya. Karena itu penghargaan tertinggi diberikan kepada pengirim paper. Bisa jadi, paper yang menjadi prosiding ini bukanlah paper terbaik, tetapi jangan pernah meremehkan nilai kontribusinya. Insya Allah, perbincangan hal-ikhwal Pendidikan IPS akan semakin menggairahkan di masa mendatang, namun tiada hal tanpa awal. Prosiding ini menempati peran awalnya.

Terima kasih dan penghargaan sepadan diberikan kepada anggota Tim Penyunting yang tanpa kerja keras mereka tidaklah mungkin prosiding ini menjadi. Bahwa prosiding berkekurangan di sana-sini tentu tidak menafikan kebermaknaan prosiding secara keseluruhan. Hal pastinya, prosiding ini telah menjadi yang tentu saja, sesuai harapan, semogalah kemanfaatan menjadi kandungannya. Bekerja dalam dayungan kontribusi dalam kebersamaan untuk kebersamaan adalah satu diantara sekian nilai-nilai hebat

powerful Pendidikan IPS.

(9)

Akhirnya, semogalah prosiding ini menjadi kontribusi bagi penguatan Pendidikan IPS, tidak hanya dalam merespon isu-isu global, melainkan dalam upaya mengembangkan dan penguatan Pendidikan IPS, baik dalam kerangka teoritik maupun aplikatif. Disadari, ranah kokoh pengembangan keilmuan Pendidikan IPS dalam tataran konseptual-teoritik dalam paduan aplikatif. Semogalah Pendidikan IPS berkembang dan menguat dalam kontribusinya bagi kehebatan bangsa.

Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Banjarmasin, 17 April 2018

Ketua Panitia Seminar dan Musyawarah Nasional I Program Pendidikan IPS Indonesia

Ketua Program Studi Pendidikan IPS FKIP ULM

Dr. Drs. Ersis Warmansyah Abbas, BA, M.Pd.

(10)

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KETUA UMUM APRIPSI ... v

PENGANTAR KETUA PENYUNTING ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I MAKALAH UTAMA ...1

Paradigma Revitalisasi Pendidikan Ilmu Sosial dalam Perspektif Global (Kajian Epistemologik dan Paradigmatik Membangun Pendidikan Guru IPS di Indonesia) Suwarma Al Muchtar ...3

Pencerdasan Masyarakat Konsumen dalam Menghadapi Isu Global Melalui Pembelajaran IPS Nana Supriatna ...13

Revolusi Industri 4.0 dan Implikasinya pada Pendidikan IPS Bunyamin Maftuh ... 21

BAB II PENDIDIKAN IPS ...27

Ilmu Pengetahuan Sosial: Tujuan Serta Keberadaannya Arief Hidayat dan Januar Barkah ...29

Membangun Kemandirian Siswa Melalui Pendidikan Karakter (Building Student Independence Through Character Education) Eka Susanti ... 39

Menggagas dan Mengimprovisasi Kurikulum Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

(11)

Sukamto dan Nurul Ratnawati ...49

BAB III PEMBELAJARAN IPS ...55

Penerapan Supervisi Akademik Model Cooperative Professional Development

Sebagai Upaya Meningkatkan Kreativitas

Agus Huda ... 57

Pemahaman Kajian Social Studies melalui Praktikum IPS Terpadu (Model Kajian IPS

Terpadu di Jurusan Pendidikan IPS FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Andri Noor Ardiansyah ...67

Penguatan Pendekatan Saintifik dalam Kurikulum 2013 Melalui Model Pembelajaran IPS

Berbasis Portofolio

Arnie Fajar ...73

Urgensi Pengembangan Sikap Toleransi Pada Pembelajaran IPS :

Refleksi Dari Kehidupan Masyarakat Parigi Moutong Dan Poso

Asep Mahpudz dan Muhamad Ali Jennah ... 83

Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Leaning untuk Meningkatkan Minat

Berwirausaha dan Hasil Belajar Pada Mahasiswa Tadris IPS IAIN Tulung Agung

Pada Pata Kuliah Dasar-Dasar Kewirausahaan

Choiru Umatin, Hendra Pratama dan Anggoro Putranto ... 97

Membangun Guru IPS yang Berkarakter Melalui Penerapan Strategi Pembelajaran

Abad Ke-21

Dadang Sundawa dan Yayah Rahyasih ... 105

Pengaruh Self Efficacy Terhadap Work Engagement Guru Sekolah Menengah Pertama

(12)

di DKI Jakarta

Dian Alfia Purwandari ... 113

Pengaruh Perilaku Siswa Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Kelas XI IPS

SMA KORPRI Banjarmasin

Erma Aisyah, Eliani Dharmanata dan Melly Agustina Permatasari ... 119

Strategi Pembelajaran Untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial

di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK)

Huriah Rachmah, Jajang Hendar Hendrawan dan Rudy Gunawan ... 127

Pengembangan Model Pembelajaran IPS Melalui Pemberdayaan Masyarakat

Sebagai Sumber Belajar Dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013

Pada SMP/MTs. di Kabupaten Buleleng

I Wayan Kertih ... 137

Membangun Kecerdasan Ruang Melalui Media Puzzle Berbasis Sygic

Pada Pembelajaran IPS Kelas VIII A SMPN 1 Cimalaka

Irena Novarlia ... 145

Penerapan Model Role Playing Pada Mata Kuliah Pengantar Sosiologi : Studi Kasus

Mahasiswa S1 TIPS STAIN Pamekasan

Itaanis Tianah dan Siti Azizah ... 153

Model Penerapan Sikap Anti Korupsi di Perguruan Tinggi Menurut Peraturan

Perundang-Undangan Berbasis Company’s Anti Corruption System

Martini ... 159

Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran IPS

(13)

Melly Agustina Permatasari ... 169

Strategi Pembinaan Nilai-Nilai Nasionalisme Pada Siswa di SMA KORPRI Banjarmasin

Muhammad Ridhani Hidayat, Rabiatul Adawiyah dan Mariatul Kiftiah ... 179

Dampak Game Online Terhadap Motivasi Belajar Siswa Pada Mata Kuliah

Pelajaran IPS Terpadu di SMP Negeri 6 Banjarmasin

Muhammad Sofia Azhar, Deasy Arisanty dan Sidharta Adyatma ... 185

Pengembangan Media Pembelajaran IPS Terpadu Kontekstual Berbasis Flipbook

Neni Wahyuningtyas dan Nurul Ratnawati ... 195

Minat Siswa Mengikuti Pendidikan Keterampilan Tata Boga di MAN 2 Model Banjarmasin

Nida Aulia, Wahyu dan Sigit Ruswinarsih ... 203

Persepsi Siswa Tentang Penggunaan Media Pembelajaran Berbasis Komputer

dan Metode Pembelajaran Kooperatif Model Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap

Hasil Belajar Mata Pelajaran IPS di MTsN Tulungagung

Nur Isroatul Khusna, Ummu Sholihah dan Bagus Setiawan ... 213

Pengaruh Pemanfaatan Dana Bantuan Siswa Miskin (BSM) Terhadap Motivasi Belajar Siswa

di SMP Negeri 17 Banjarmasin

Rahmiyati ... 225

Multikultur: Membangun Kecerdasan Sosial dalam Pembelajaran IPS

Rasimin ... 235

Model Evidence-Based Learning (EBL) dalam Pembelajaran IPS

Rudy Gunawan dan Huriah Rachmah ... 243

Menumbuhkan Karakter Cinta Lingkungan dalam Pembelajaran IPS

(14)

di Sekolah Dasar Melalui Outdoor Study

Sri Ira Suharwati dan Akhmad Munaya Rahman ... 253

Upaya Guru Dalam Membentuk Karakter Siswa SD No 15 Bunga Pasang I

Kecamatan IV Jurai Kabupaten Pesisir Selatan

Sri Rahayu, Harisnawati dan Yanti Sri Wahyuni ... 261

Lingkungan Geografis Sebagai Sumber dan Media Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Sukma Perdana Prasetya ... 267

BAB IV PEMBELAJARAN IPS BERBASIS KEARIFAN LOKAL ... 275

Peran Pendidikan Dalam Menanamkan Nilai-Nilai Seni Budaya Tradisi Manghadapi

Tantangan Global

Agusti Efi Marthala ... 277

Tingkat Kemiskinan Penduduk di Kecamatan Cempaka Kota Banjarbaru

Ahmad Noor Suprayogie, Eva Alfiati dan Sidharta Adyatma ... 283

Gambaran Wanita Pengrajin Lidi di Desa Dalisodo Kecamatan Wagir Kabupaten Malang

Alfiana Yuli Efiyanti ... 291

Pengaruh Kajian Etos Kerja Etnis, Pendapatan Terhadap Motivasi Orang Tua

Menyekolahkan Anak di Kecamatan Jagoi Babang Kabupaten Bengkayang

Perbatasan Negara Indonesia dan Negara Malaysia

Aminuyati, Herkulana, Khosmas dan Simon Ahie ... 299

Transformasi Nilai Budaya Masyarakat Desa Melalui Internet di Desa Purwosari 1

Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala

(15)

Andri Yuli Putranti ... 313

Belajar dari Kondisi Sosial Perempuan Nelayan Miskin Purus

Azmi Fitrisia ... 321

Potensi Lahan Rawa Sebagai Sumber Penghidupan Masyarakat Lok Baintan

Deasy Arisanty ... 329

Pembelajaran Sejarah Berbasis Sejarah Lokal di Madrasah Aliyah Negeri 3 Banjarmasin

Elly Rahmah, Ersis Warmansyah Abbas dan Syaharuddin ... 335

Kehidupan Sungai Masyarakat Kelurahan Kuin Kota Banjarmasin

Ersis Warmansyah Abbas... 357

Bihman Villa: Dari Pejuang Ke Birokrat (1922-1976)

Indah Susanti ... 361

Etnopedagogi: Internaliasi Nilai-Nilai Kepemimpinan Sunda Melalui Pembelajaran IPS

Jajang Hendar Hendrawan... 367

Perekonomian Buruh Industri Karet PT. Darma Kalimantan Jaya Desa Haruyan

Kecamatan Haruyan Hulu Sungai Tengah Tahun 2010-2014

Muhammad Ferdy Ariadie ... 379

Martapura Football Club (2009-2014)

Muhammad Nasih ... 385

Perkembangan Kegiatan Keagamaan Islam di Masjid Jami Sungai Jingah

Kota Banjarmasin (2000-2014)

Muhammad Rizky Syahbandi ... 393

Pengembangan Bahan Ajar IPS Berbasis Budaya dan Kearifan Lokal Masyarakat

(16)

Pandalungan di Kabupaten Jember Untuk Siswa SMP/Mts.

Musyarofah dan Anindya Fajarini ... 399

Studi Tentang Perkawinan Campuran Antara Suku Batak Dengan Suku Dayak Ngaju

di Kota Palangkaraya

Nurmaya Sihotang ... 413

Peluang Bonus Demografi Untuk Penghidupan Berkelanjutan di Kabupaten Semarang

Provinsi Jawa Tengah

Puji Hardati, Dewi Liesnoor Setyowati dan Thriwaty Arsal ... 419

Pengenalan Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran IPS

di Tingkat SMP

Ratna Puspitasari ... 427

Pengembangan Media Pembelajaran Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal Pada SLTA

Dalam Kota Banjarmasin

Rizali Hadi dan Mahmudah Hasanah ... 441

Evaluasi Kesesuaian Lahan Padi Sawah di Kecamatan Marabahan

Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan

Syarifuddin, Deasy Arisanty, dan Sidharta Adyatma ... 447

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Aliran Sungai Kaligarang

Thriwaty Arsal, Dewi Liesnoor Setyawati dan Puji Hardati ... 459

Pelestarian Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Kampung Adat Cireundeu Dalam Menjaga

Ketahanan Pangan Sebagai Sumber Pembelajaran IPS

Triani Widyanti dan Tetep ... 463

(17)

Kepercayaan Terhadap Benang Hitam Pada Masyarakat di Desa Karias

Dalam Kecamatan Banjang Kabupaten Hulu Sungai Utara

Widadhiyati ... 469

PENYUNTING ... 477

(18)

MULTIKULTUR: MEMBANGUN KECERDASAN SOSIAL

DALAM PEMBELAJARAN IPS

Rasimin

rasimin75@gmail.com

ABSTRAK

Multikultur merupakan realitas sosial yang dihadapi seluruh bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Keragaman masyarakat seringkali menimbulkan berbagai persoalan sosial yang disebabkan karena adanya pandangan masyarakat yang bersifat eksklusif. Untuk itu diperlukan pandangan masyarakat yang inklusif-pluralis dan multikultural-humanis. Pandangan tersebut dikenal dengan istilah karakter multikultural. Perwujudan karakter multikultural ditempuh melalui pendidikan IPS dengan melahirkan kecerdasan sosial. Keterampilan dasar dalam kecerdasan sosial, yaitu: (1) mengorganisasikan kelompok di lingkungan sosial, (2) merundingkan pemecahan masalah, bila kelompok bersikukuh mempertahankan pendapatnya,

** menjalin hubungan, hubungan sosial terus dijalin, dan (4) Melakukan analisis hubungan sosial, memahami pribadi orang lain. Untuk mewujudkan kecerdasan sosial dengan pendidikan IPS. Kata kunci: multikultur, kecerdasan sosial dan pembelajaran IPS.

I. PENDAHULUAN

Multikultur merupakan persoalan serius yang dihadapi seluruh bangsa di dunia. Multikultur adalah gambaran dari masyarakat yang terdiri dari keberagaman suku, agama, ras, bahasa, dan budaya yang berbeda. Keragaman menunjukkan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen, dan bahkan tidak dapat disamakan. Multikultur terdapat pengakuan atas martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan masing-masing yang unik, dimana setiap individu merasa dihargai sekaligus bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya, yang dalam perspektif ke-Indonesiaan dikenal dengan multikultural.

Multikultural adalah acuan bagi terwujudnya masyarakat multikultural, adanya pengakuan perbedaan dalam kesederajatan baik secara individu maupun kelompok. Dalam multikultural, suatu masyarakat mempunyai kebudayaan yang berlaku umum untuk anggota-anggotanya. Dengan demikian,

Dipresentasikan pada Seminar Nasional Pendidikan IPS, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, 20 April 2018.

Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga

(19)

multikultural diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang damai dan harmonis meskipun terdiri dari beraneka ragam latar belakang kebudayaan.

Kesadaran adanya keberagaman dikenal sebagai kesadaran multikultural. Kesadaran ini penting menjadi sikap apresiasi dan dielaborasi secara positif dalam pada masyarakat Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk memahami multikultural di Indonesia sering disamakan dengan istilah pluralis, namun pada dasarnya memiliki substansi makna yang berbeda. Multikultural adalah sebuah relasi pluralitas yang di dalamnya terdapat ada perjuangan eksistensial bagi pengakuan, persamaan, kesetaraan, dan keadilan.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan warisan tradisi harmonisasi dan toleransi warga negara. Namun implementasinya Bhinneka Tunggal Ika mengalami pergeseran paradigma bahwa dijadikan bingkai politik untuk kepentingan tertentu. Impelementasi Bhinneka Tunggal Ika bukan ditujukan untuk persatuan bangsa, namun lebih menumbuhkan eksklusifisme dan kecemburuan sosial. Kondisi tersebut pada akhirnya menjadi awal proses munculnya benturan potensi yang rawan terjadinya benturan, konflik, dan perpecahan yang kurang disadari sebagian besar rakyat Indonesia (Jalal dan Supriadi, 2001: 39, Budianta, 2003: 89, Baidhawy, 2005: 112).

Konflik yang terjadi mengindikasikan masyarakat Indonesia belum memiliki wawasan multikultural yang ada. Kondisi ini perlu adanya pemahaman tentang pentingnya saling menghargai antar berbagai suku, ras, golongan, adat istiadat, dan agama. Multikultural menyadarkan warga negara, bahwa Indonesia adalah bangsa dengan beragam budaya, adat istiadat, dan agama (Asyari, 2004: 5, Mahfud, 2009: 27). Multikultural mengandung gerakan sosio-intelektual yang menekankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip perbedaan dan pentingnya penghargaan terhadap budaya yang berbeda.

II. BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI FILOSOFI MULTIKULTURAL

Indonesia merupakan negara dan bangsa yang dikenal memiliki suku, budaya, adat-istiadat, bahasa, dan agama yang beraneka ragam. Bhinneka Tunggal Ika dijadikan semboyan oleh bangsa ini untuk mewadahi perbedaan suku, budaya, adat istiadat, agama, dan perbedaan-perbedaan lainnya yang terdapat dalam masyarakat bangsa ini. Kemajemukan dan keragaman yang ada di Indonesia merupakan sesuatu hal yang sulit ditemukan di kawasan dunia yang lain (Tilaar, 2004: 115). Kondisi ini menunjukan betapa beragamnya budaya bangsa ini.

Bhinneka Tunggal Ika merupakan warisan tradisi tentang harmonisasi dan toleransi antarsesama warga negara. Seiring dengan perkembangannya, Bhinneka Tunggal Ika, dijadikan bingkai politik untuk kepentingan-kepentingan tertentu, terutama dimasa orde baru berkuasa. Pada masa Orde Baru spirit Bhinneka Tunggal Ika bukan ditujukan untuk persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi lebih menumbuhkan sifat eksklusifisme dan kecemburuan sosial (Jalal dan Supriadi, 2001:39). Konsep Kebhinekaan secara simbolis diakomodasi melalui sejumlah lambang kedaerahan dengan tatanan yang serba sentral dan diatur sedemikian rupa dengan mengatasnamakan persatuan dan kesatuan dengan menghiraukan perbedaan dan keragaman yang ada dalam masyarakat Indonesia (Budianta, 2003:89).

Warisan luhur yang berupa spirit Bhinneka Tunggal Ika dan dan Pancasila merupakan warisan budaya bangsa yang digali dari nilai-nilai budaya bangsa terbukti menjadi alat pemersatu bangsa

(20)

Indonesia yang handal sampai saat ini. Berbagai isu disintegrasi bangsa yang dipicu sikap intoleransi perlu adanya solusi pemecahannya secara arif dan bijaksana. Salah satunya adalah dengan melakukan revitalisasi kearifan lokal guna mengembangkan sikap toleransi dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Sukadi (2012:86) menyatakan bahwa bangsa Indonesia yang pluralistik dan sekaligus sebagai makluk monopluralistik dan monodualistik, Indonesia dalam dimensi suku, agama, ras, antar golongan, kebiasaan dan adat istiadat, bahasa daerah, kesenian, kebudayaan, dan mendiami ribuan pulau tetap menjadi satu kesatuan bangsa Indonesia dalam wadah NKRI membutuhkan pemahaman tentang karakter multikultural yang mendalam. Bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan hidup yang harmonis berbangsa dan bernegara dalam wadah ke-Indonesian tergambar dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Menurut Winataputra (2008) perlu dikembangkan budaya kewarganegaraan Indonesia yang multikultural, yang berintikan civic virtue atau kebajikan atau akhlak kewarganegaraan. Kabajikan itu sepenuhnya harus terpancar dari nilai-nilai Pancasila yang secara substantif mencakup keterlibatan aktif warga negara, hubungan kesejajaran/egaliter, saling percaya dan toleran, kehidupan yang kooperatif, solidaritas, dan semangat kemasyarakatan multikultural. Semua unsur akhlak kewarganegaraan itu diyakini akan saling memupuk dengan kehidupan civic community atau civil society atau masyarakat madani untuk Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Menurut Tjahyadi (2010), Bhinneka Tunggal Ika dapat dipahami sebagai nilai yang dinamis, dalam arti ia terbuka terhadap perbedaan, namun tetap dalam satu kerangka nasionalitas Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika jelas memuat prinsip ko-eksistensi yang hidup dan berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat. Nasionalisme yang layak kita bangun adalah nasionalisme Bhinneka Tunggal Ika, yaitu nasionalisme yang berpijak pada faktualitas historis.

Lembaga pendidikan di Indonesia memiliki beban yang berat dalam menghadapi pelemahan nilai dan orientasi kebangsaan seperti masalah cinta tanah air, ikatan kebangsaan, solidaritas kebangsaan, jati diri bangsa, dan lebih luas lagi dalam membela martabat dan kedaulatan bangsa di tengah berbagai ekspansi nilai-nilai luar yang memperlemah kebangsaan (Nashir, 2013: 5). Berkaitan dengan tugas pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, Swasono (2012: 5-6) memiliki konsepsi dan makna budaya dan bukan konsepsi biologis-genetika semata. Dalam konsepsi seperti ini mencerdaskan kehidupan bangsa bukan hanya bermakna mencerdaskan otak intelektual bangsa, tetapi juga harus melawan keterbelakangan sosial. Dengan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti berupaya meningkatkan kualitas: ketakwaan, literasi sains, literasi sosial, seni dan budaya, keberadaban, kesadaran sejarah, geografi dan spasial, ideologi, persatuan, kebersamaan dan gotong royong (kerakyatan), solidaritas, penguasaan iptek, kedaulatan, kemandirian, martabat, kesetaraan, modernisasi, keberanian dan kejujuran, dan humanisme.

III. MULTIKULTURAL DALAM PENDIDIKAN IPS

Multikultural mengandung makna pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam komunitasnya dengan kebudayaan masing-masing yang unik, dimana setiap individu merasa dihargai sekaligus bertanggung jawab untuk hidup bersama komunitasnya. Pengingkaran suatu masyarakat

(21)

terhadap kebutuhan pengakuan merupakan akar segala ketimpangan kehidupan (Mahfud, 2006; 75). Untuk menghindari ketimpangan kehidupan perlu adanya kesadaran multikultural.

Pendidikan merupakan wahana paling tepat untuk membangun kesadaran multikultural. Dalam tataran ideal, pendidikan berperan bagi terciptanya fundamen kehidupan yang terbebas dari kooptasi negara. Multikultural belum sepenuhnya dipahami oleh segenap warga masyarakat sebagai sesuatu yang

given, takdir Tuhan, dan bukan faktor bentukan manusia. Masyarakat majemuk belum tentu dapat dinyatakan sebagai masyarakat multikultural, karena bisa saja di dalamnya terdapat hubungan antar kekuatan budaya tidak simetris yang selalu hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi.

Dalam masyarakat majemuk, mereka yang tergolong sebagai minoritas biasanya rentan mengalami diskriminasi. Ada yang didiskriminasi secara legal dan formal. Ada yang didiskriminasi secara sosial dan budaya dalam bentuk kebijakan pemerintah nasional dan pemerintah setempat seperti yang terjadi di Indonesia dewasa ini. Perjuangan hak-hak minoritas hanya mungkin berhasil jika masyarakat majemuk Indonesia memiliki kesadaran bersama dan memperjuangkan untuk diubah menjadi masyarakat multikultural. Karena dalam masyarakat multikultural itulah, hak-hak untuk berbeda diakui dan dihargai.

Pendidikan multikultural merupakan respons terhadap perkembangan keragaman populasi sekolah, sebagaimana tuntutan persamaan hak bagi setiap kelompok. Dalam dimensi lain, pendidikan multikultural merupakan pengembangan kurikulum dan aktivitas pendidikan untuk memasuki berbagai pandangan, sejarah, prestasi dan perhatian terhadap orang-orang non Eropa (Budiman, 2007: 13). Sedangkan secara luas, pendidikan multikultural itu mencakup seluruh proses pendidikan tanpa ada pembedaan antar kelompok-kelompok seperti gender, etnik, ras, budaya, strata sosial dan agama.

Mengenai fokus pendidikan multikultural, Baidhawy (2005: 25-26) mengungkapkan bahwa dalam program pendidikan multikultural, fokus tidak lagi diarahkan semata-mata kepada kelompok rasial, agama dan kultural dominan atau mainstream. Fokus seperti ini pernah menjadi tekanan pada pendidikan interkultural yang menekankan peningkatan pemahaman dan toleransi individu-individu yang berasal dari kelompok minoritas terhadap budaya mainstream yang dominan, yang pada akhirnya menyebabkan orang-orang dari kelompok minoritas terintegrasi ke dalam masyarakat mainstream. Pendidikan multikultural sebenarnya merupakan sikap peduli dan mau mengerti (difference), atau politics of recognition (politik pengakuan terhadap kelompok minoritas).

Pendidikan multikultural tidak hanya sebatas merayakan keragaman, namun juga diarahkan sebagai advokasi untuk menciptakan masyarakat yang toleran dan hidup dalam tatanan sosial yang berkadilan. Sebuah masyarakat yang tanpa dominasi, diskriminasi dan ketidakadilan lainnya. Pendidikan multikultural didesain berdasarkan pembangunan konsensus, penghargaan, dan penguatan pluralis-kultural ke dalam masyarakat yang rasial (Naim & Sauqi, 2008: 29). Dari definisi ini, dipahami bahwa pendidikan multikultural menekankan pentingnya penghormatan dan penghargaan harkat dan martabat manusia dengan perlakuan yang sama. Hal ini berimplikasi pada cita-cita luhur manusia untuk membangun kehidupan yang harmonis, aman, dan berkeadilan sosial.

Dengan memperhatikan definisi tersebut, dapat diperoleh tiga karakteristik pendidikan multikultural, yaitu: (1) berprinsip pada demokrasi, kesetaraan, dan keadilan; (2) berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan, dan kedamaian; dan (3) mengembangkan sikap mengakui, menerima, dan menghargai keragaman budaya. Pendidikan multikultural dapat kita rumuskan sebagai studi tentang

(22)

keanekaragaman kultural, hak asasi manusia dan pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka demi membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan tentram. Pendidikan multikultural berarti mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya. Dalam pendidikan multikultural dapat diidentifikasikan perkembangan sikap seseorang dalam kaitannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain dalam masyarakat lokal sampai kepada masyarakat dunia global.

Pendidikan IPS merupakan pendidikan yang bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Tujuan tersebut menurut Maryani (2011: 12) dapat dirinci sebagai berikut: (1) Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) Memiliki kemampuan berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; dan (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, kerjasama, dan kompetisi dalam masyarakat majemuk, baik tingkat lokal, nasional dan global.

Sumaatmadja (2002) mengungkapkan bahwa tujuan ilmu pengetahuan sosial adalah mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan sosial yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa kehidupan masyarakatnya. Secara historis istilah ilmu pengetahuan sosial di Indonesia muncul sejak di berlakukannya Kurikulum 1975 yang merupakan pembaharuan Kurikulum 1968 di sekolah. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan mata pelajaran di sekolah yang didesain atas dasar fenomena, masalah dan realitas sosial dengan pendekatan interdisiplinner yang melibatkan berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora seperti kewarganegaraan, sejarah, geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, dan pendidikan.

Dengan pendekatan tersebut ilmu pengetahuan sosial dapat dikatakan sebagai studi mengenai perpaduan antara ilmu-ilmu sosial dan humaniora untuk melahirkan pelaku-pelaku sosial yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam pemecahan masalah-masalah sosial. Kajian untuk memahami masalah sosial dan melakukan upaya pemecahannya menyangkut peristiwa, seperangkat fakta, konsep dan generalisasi yang berkaitan dengan isu-isu aktual, gejala dan masalah-masalah atau realitas sosial serta potensi daerah.

Berdasarkan kesepakatan Forum Komunikasi Pimpinan FPIPS (1991), IPS merupakan seleksi dan adaptasi bahan dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah-pedagogis dan psikologis untuk kepentingan pendidikan. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS dijelaskan bahwa IPS merupakan bahan kajian yang wajib dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah, yang memuat geografi, sejarah, ekonomi, kesehatan dan lainnya untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan berpikir kritis peserta didik.

Tujuan utama Pendidikan IPS adalah untuk membekali peserta didik dalam meningkatkan kemampuan kepekaan terhadap masalah sosial di masyarakat dan mampu memberikan solusi untuk mengatasinya. Dengan demikian peserta didik harus memiliki kemampuan dasar tentang nilai-nilai

(23)

pendidikan IPS pada dirinya, sehingga dapat memberikan solusi terbaik terhadap permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat (Soemantri, 2001:48).

Berdasarkan tujuan IPS di atas, terkait dengan pendidikan multikultural, maka jelas bahwa pendidikan IPS dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan multikultural.

IV. MEMBANGUN KECERDASAN SOSIAL

Pendidikan IPS merupakan mata pelajaran komprehensif yang menjadi instrumen dalam memecahkan masalah-masalah sosio-kebangsaan di Indonesia. Kondisi ini sejalan dengan pembelajaran IPS, yaitu membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik agar (1) menjadi warga negara dan warga dunia yang baik, (2) mengembangkan pemahaman pengetahuan dasar kemasyarakatan, (3) mengembangkan kemampuan berpikir kritis dengan penuh kearifan dan keterampilan inkuiri untuk dapat memahami, menyikapi, dan mengambil langkah-langkah untuk ikut memecahkan masalah sosial kebangsaan, (4) membangun komitmen terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan menghargai serta ikut mengembangkan nilai-nilai luhur daan budaya Indonesia, dan (5) mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berkerja sama dalam kehidupan masyarakat yang majemuk, baik lokal, regional, maupun internasional (Sumaatmadja, 2002: 20; Hermanto, 2012: 4).

Pembelajaran IPS diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan harmonis antar manusia dengan manusia lain dan kelompoknya. Menurut Hasan (2010: 1) hakikat ilmu pengetahuan sosial adalah studi integratif tentang kehidupan manusia dalam berbagai dimensi ruang dan waktu dengan aktivitasnya. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana guna mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan IPS merupakan usaha sadar dan terencana bertujuan mengembangkan nilai-nilai toleransi agar dapat hidup harmonis di tengah masyarakat.

Yang menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan multikultural, yaitu: (1) Kesadaran nilai penting keragaman budaya perlu adanya peningkatan kesadaran bahwa semua peserta didik memiliki karakteristik khusus karena usia, agama, gender, kelas sosial, etnis, ras, atau karakteristik budaya tertentu yang melekat pada diri masing-masing. Perbedaan yang ada itu merupakan keniscayaan atau kepastian dan harus diterima secara wajar. Pendidikan multikultural memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis kegiatan pendidikan sebagai bagian integral dari kebudayaan universal. Di dalamnya akan dibahas kebudayaan yang teraktualisasi secara internasional, regional, dan lokal sepanjang sejarah kemanusiaan (Bank, 1993, Ainul, 2005).

Kegiatan pendidikan sebagai interaksi sosio-kultural pedagogis di Indonesia bukan hanya dilakukan oleh suku bangsa Indonesia, tetapi juga berbagai negara. Dalam pendidikan multikultural akan diungkap pula aktivitas pedagogis masa lalu, masa kini dan masa depan di berbagai belahan dunia dengan fokus kebudayaan Indonesia; (2) Gerakan pembaharuan pendidikan. Ide penting lain dalam pendidikan multikultural adalah bahwa sebagian mahasiswa karena karakteristik tersebut di atas, ternyata

(24)

ada yang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk belajar di sekolah favorit tertentu, sedangkan mahasiswa dengan karakteristik budaya yang berbeda tidak memiliki kesempatan itu. Beberapa karakteristik institusional dari sekolah secara sistematis menolak kelompok mahasiswa untuk mendapatkan kesempatan pendidikan yang sama, walaupun itu dilakukan secara halus. Dalam arti, dibungkus dalam bentuk aturan yang hanya bisa dipenuhi oleh golongan tertentu dan tidak bisa dipenuhi oleh golongan yang lain. Pendidikan multikultural bisa muncul berbentuk bidang studi, program, dan praktek yang direncanakan lembaga pendidikan untuk merespon tuntutan, kebutuhan, dan aspirasi berbagai kelompok; dan (3) Proses pendidikan. Pendidikan multikultural merupakan proses pendidikan yang tujuannya tidak akan pernah terealisasikan secara penuh. Pendidikan multikultural harus dipandang sebagai suatu proses yang terus menerus, dan bukan sesuatu yang langsung bisa tercapai. Tujuan utama pendidikan multikultural untuk memperbaiki prestasi secara utuh, bukan sekedar meningkatkan skor (Tilaar, 2004; Sutarno, 2007; Sunarto, 2004).

Kecerdasan adalah sifat pikiran yang mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan, memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa, dan belajar. Kecerdasan berkaitan dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh individu. Kecerdasan dapat diukur dengan menggunakan alat psikometri yang biasa disebut sebagai tes IQ. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa IQ merupakan usia mental yang dimiliki manusia berdasarkan perbandingan usia. Dalam beberapa kasus, kecerdasan bisa termasuk kreativitas, kepribadian, watak, pengetahuan, atau kebijaksanaan. Namun, para psikolog mendefinisikan bahwa kecerdasan biasanya merujuk pada kemampuan atau kapasitas mental berpikir.

Kecerdasan sosial adalah kemampuan dalam mencapai kematangan pada kesadaran berpikir dan bertindak untuk menjalankan peran manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalin hubungan dengan lingkungan atau kelompok masyarakat. Jenis kecerdasan ini sangatlah penting dalam menunjang kehidupan bermasyarakat, karena sukses tidaklah identik dengan kemampuan Inteleketual Quetiont (IQ), namun ada peran kecerdasan sosial juga. Kecerdasan berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Hal ini yang mendasari kecerdasan sosial. Kecerdasan sosial merupakan suatu keterampilan individu dalam berinteraksi dengan orang lain. Goleman (1995) menambahkan bahwa kecerdasan sosial adalah kemampuan untuk memahami dan mengatur orang untuk bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Kecerdasan sosial merupakan sosialisasi, yaitu sebagai proses belajar yang membimbing seseorang ke arah perkembangan kepribadian sosial, karena merupakan ukuran kemampuan diri seseorang dalam pergaulan di masyarakat dan kemampuan berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekitarnya. Safaria (2005), Abdullah (2001) mengungkapkan kecerdasan sosial diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi dan mempertahankan relasi sosial.

Keterampilan dasar yang dikembangkan dalam kecerdasan sosial, yaitu: (1) Mengorganisasikan kelompok artinya setiap pribadi adalah pemimpin, sebagai seorang pemimpin dibutuhkan kemampuan dalam mengorganisasi, minimal dalam sebuah kelompok kecil di lingkungan sosialnya, atau paling tidak dalam lingkungan keluarganya; (2) Merundingkan pemecahan masalah, bila ada dua orang atau kelompok yang bersikukuh untuk mempertahankan pendapatnya masing-masing yang paling benar, maka dibutuhkan seorang mediator yang baik agar masalah dapat terselesaikan; (3) Menjalin hubungan, untuk menumbuhkan kecerdasan sosial yang baik, diperlukan penanaman pentingnya sebuah hubungan yang

(25)

sehat dengan orang lain yakni hubungan sosial yang baik terus dijalin tanpa melihat apakah kita butuh atau tidak; dan (4) Menganalisis sosial, kecerdasan ini sangat penting agar seseorang mempunyai kemampuan bisa memahami pribadi orang lain sehingga mudah pula menjalin sebuah hubungan yang baik.

V. SIMPULAN

Karakter multikultural lebih efektif meningkatkan kecerdasan sosial dalam pembelajaran IPS baik dalam proses maupun hasil pembelajaran yang meliputi kompetensi aspek pengetahuan, sikap, keterampilan, dan partisipasi. Efektivitas proses meliputi peningkatan proses pembelajaran dalam hal menganalisis berbagai fakta, mengeksplorasi isu, pemetaan masalah, kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, mengembangkan rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan mengembangkan keterampilan sosial. Keterampilan dasar yang dikembangkan dalam meningkatkan kecerdasan sosial, yaitu mengorganisasikan kelompok, merundingkan pemecahan masalah, menjalin hubungan, dan menganalisis sosial. Untuk mewujudkan keterampilan dasar kecerdasan sosial pada masyarakat multikultur dilakukan dengan pendidikan IPS. Karena tujuan pendidikan IPS adalah untuk membekali peserta didik dalam meningkatkan kemampuan kepekaan terhadap masalah sosial dan mampu memberikan solusinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. 2001. Pengajaran Kalam dan Teologi dalam Era Kemajemukan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ainul, Yaqin. 2005. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pilar Media.

Azra, Azyumardi. 2002. “Membangun Kembali Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika: Menuju Masyarakat Multikultural” dipresentasikan dalam Simposium International Journal Antropologi Indonesia Ke-3, di Universitas Udayana, Denpasar Bali, 16-19 Juli Tahun 2002.

Baidhawi, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta: Erlangga.

Bank, A. James. 1981. Multiethnic Education Theory and Practice. Boston: Allyn an Bacon. Inc.

Banks, J.A. 1991. Multicultural Education: Its Effects on Studies’ Racial and Gender Role Attitude In Handbook

of Research on Sociel Teachng and Learning. New York: MacMillan.

Budianta, Melani. 2003. Multikulturalisme dan Pendidikan Multikulural: Mencari Akar Kultural Civil Society

di Indonesia. Jakarta: INCIS.

(26)

Budimansyah, Dasim & Suryadi Karim. 2008. PKn dan Masyarakat Multikultural. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Dikti. 2004. Strategi Pendidikan Tinggi Jangka Panjang 2003-2010 Mewujudkan Perguruan Tinggi Berkualitas. Jakarta: Depdiknas.

Hamalik, Oemar. 1995. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Akasara.

Hasan, Hamid S. 2000.Multikulturalisme Untuk Penyempurnaan Kurikulum Nasional, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan.

Hidalgo, Francisco. 1988. Multicultural Education Landscape for Reform in the Twently-First Century. New York: Pergamon.

Mahfud, Choirul. 2010. Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Musadad, Akhmad Ali. 2013. Manajemen Pelatihan IPS Berbasis Multikultural. Disertasi. Universitas Negeri Semarang.

Sukardi. 2008. Evaluasi Pendidikan prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi Aksara.

Sukmadinata, NS. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Kesuma Karya.

Sumartana, dkk. 2001. Pluralisme, Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformsi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional dan Penjelasannya. Jogjakarta: Media Wacana.

Wiriatmadja, Rochiati. 2002. Pendidikan Sejarah di Indonesia: Perspektif Lokal, Nasional dan Global.

Bandung: Historika Utama Press.

Criswardani Suryawati, 2005. Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional.

.http://www.jmpk-online.net/Volume 8/Vol 08 No 03 2005.pdf. Diakses tanggal 11 Mei 2015).

Erwan Agus Purwanto, 2007. Mengkaji Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Untuk pembuatan Kebijakan Anti Kemiskinan di Indonesia. Vol 10 Nomor 3, 30 Halaman.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Unisbank Semarang, 2008. Studi Pemetaan Kemiskinan Di Kota Semarang. Vol 1 No.2, 5 Halaman.

Muttaqien, A. 2006. Menuju Indonesia Sejahtera : Upaya Konkret Pengentasan Kemiskinan. Jakarta :

(27)

Khanata, Pustaka LP3ES Indonesia.

Nunung Nurwati. 2008. Kemiskinan: Model Pengukuran Permasalahan dan Alternatif Kebijakan [Online]. Vol 10 No.1, 11 Halaman. Tersedia: http://jurnal.unpad.ac.id/kependudukan/article/download/ doc1/2434

Sutikno, dkk. 2009. Pemilihan Program Pengentasan Kemiskinan Melalui Pengembangan Model Pemberdayaan Masyarakat dengan Pendekatan Sistem. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol.11 No.1

Tri Wahyu Rejekiningsih. 2011. Identifikasi Faktor Penyebab Kemiskinan di Kota Semarang dari Dimensi Kultural. Volume 12 Nomor 1, 17 Halaman.

Referensi

Dokumen terkait

Program aplikasi penentuan rute terdekat ini tujuannya yaitu memberikan alternatif pada pengendara untuk menentukan berapa lama jarak dan waktu yang diperlukan

Oleh karena itu, penelitian ini akan lebih difokuskan untuk menghitung seberapa besar pengaruh pendapatan ( income ) dan pengeluaran ( latte factor ) terhadap daya tahan

Tujuan penelitian berbasis PTK ini untuk memperoleh data tentang menggunakan metode demonstrasi terhadap peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan

Terdapat 3 proses yang menjalankan sistem, input edit Mhs yaitu proses yang mengolah data mahasiswa dari nilai, aktifitas dan lain lain yang terkait dengan

bahwa berdasarkan Pasal 71 ayat (7) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan

Para investor dan calon investor yang hendak melakukan investasi sebaiknya melihat dan menganalisis terlebih dahulu dalam memilih perusahaan dengan mempertimbangkan rasio

Pengamatan terhadap anatomi stomata menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan yang diberikan terhadap indeks stomata, lebar dan panjang stomata, walaupun