• Tidak ada hasil yang ditemukan

Janetha Gunti Sekaruni Suhadak Amirudin Jauhari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Janetha Gunti Sekaruni Suhadak Amirudin Jauhari Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

1 PENGARUH BEDA PERMANEN DAN BEDA TEMPORER ANTARA

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN DENGAN KETENTUAN PERPAJAKAN TERHADAP LABA FISKAL SEBELUM PAJAK

(STUDI PADA PERUSAHAAN DAGANG YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TAHUN 2011-2014)

Janetha Gunti Sekaruni Suhadak Amirudin Jauhari

Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

Malang

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

This research is aimed to identify the simultaneous influences of permanent differences and temporary differences variables between the accounting standard (SAK) and taxation regulations to the fiscal profits before tax, indicate the partial influences of each permanent differences and temporary differences variable between the SAK and taxation regulations, as well as which variable having the most dominant influences towards fiscal profits before tax. Population in this research is 108 trading companies registered at Indonesia's Stock Exchange year 2011 - 2014. Samples are taken by the purposive sampling technique, comprising 28 companies. Then, the data obtained were analyzed using the double linier regression analysis. The analysis' results shows that simultaneously and parsially, variable of permanent differences and temporary differences have a positive and significant influence to the fiscal profit before tax. The most dominant variable is the variable of permanent differences because this variable has the highest beta coefficient in value of 0,552. The determination coefficient value (R2) is 0,518 or 51,8 %. This means

that the fiscal profit before tax is influenced by 51,8% of independent variable of permanent differences and temporary differences, while the rest, that is 48,2%, is influenced by other factors beyond this research.

Keywords: Permanent Differences, Temporary Differences, Fiscal Profit Before Tax

ABSTRAK

Penelitian tentang Pengaruh Beda Permanen dan Beda Temporer antara Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan Ketentuan Perpajakan terhadap Laba Fiskal Sebelum Pajak bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh secara simultan variabel beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan, mengetahui pengaruh secara parsial masing-masing variabel beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan, serta variabel mana yang paling dominan berpengaruh terhadap laba fiskal sebelum pajak. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan dagang yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2014 yang berjumlah 108

perusahaan. Pengambilan sampel perusahaan dilakukan dengan menggunakan purposive sampling,

dengan sampel sebanyak 28 perusahaan. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial variabel beda permanen dan beda temporer berpengaruh signifikan positif terhadap laba fiskal sebelum pajak. Variabel yang paling dominan adalah variabel beda permanen karena variabel ini memiliki koefisien beta

tertinggi sebesar 0,552. Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,518 atau 51,8%. Artinya bahwa laba fiskal

sebelum pajak dipengaruhi oleh 51,8% variabel independen beda permanen dan beda temporer, sedangkan sisanya yaitu 48,2% dipengaruhi oleh faktor lain diluar pembahasan ini.

Kata Kunci: Beda Permanen, Beda Temporer, Laba Fiskal Sebelum Pajak

PENDAHULUAN

Sistem perpajakan Indonesia yang

menganut self assessment system memaksa wajib

pajak sebagai orang atau badan yang wajib

membayar pajak untuk menghitung,

memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan pajak sendiri (Sultoni, 2013). Menguji kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak merupakan

(2)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

2

Penerapan sistem tersebut dibantu oleh adanya ketentuan-ketentuan perpajakan yang harus ditaati oleh setiap wajib pajak.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam Pasal 28 ayat (1) menyebutkan bahwa wajib pajak orang pribadi maupun badan yang melakukan kegiatan usaha wajib melakukan pembukuan. Pembukuan dibuat untuk menentukan pajak terutang yang harus dibayar oleh setiap perusahaan. Laporan

keuangan merupakan hasil akhir dari

pembukuan. Laporan keuangan merupakan laporan yang berisi informasi keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) digunakan untuk menyusun laporan keuangan secara komersial, sedangkan ketentuan perpajakan dalam hal ini adalah Undang-undang perpajakan digunakan untuk menyusun laporan keuangan fiskal oleh perusahaan di Indonesia.

Tidak sejalannya prinsip akuntansi yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan (SAK) dengan ketentuan perpajakan yang digunakan untuk menentukan laba kena pajak atau penghasilan kena pajak mengakibatkan perusahaan harus melakukan koreksi fiskal.

Rekonsiliasi fiskal merupakan proses

penyesuaian laporan laba/rugi fiskal dengan peraturan perundang-undangan perpajakan di Indonesia untuk memperoleh laba/rugi fiskal yang merupakan dasar perhitungan PPh untuk satu tahun tertentu (Supriyanto, 2011:132).

Penyebab perbedaan laporan keuangan

komersial dengan laporan keuangan fiskal

meliputi perbedaan prinsip akuntansi,

perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya (Resmi, 2009:392). Perbedaan-perbedaan tersebut dikenal dengan beda permanen (beda tetap) dan beda temporer (beda waktu).

Adanya perbedaan perlakuan tersebut, baik perbedaan yang bersifat permanen maupun temporer, mewajibkan wajib pajak untuk melakukan koreksi fiskal yang terbagi menjadi koreksi fiskal positif dan negatif. Koreksi fiskal positif menambah laba, sedangkan koreksi fiskal negatif menurunkan laba. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 4 ayat (1), laba usaha merupakan suatu penghasilan dan termasuk dalam objek pajak. Semakin besar jumlah laba, maka akan semakin besar pula jumlah PPh yang harus dibayar atau PPh yang terutang dan sebaliknya. Laba fiskal sebelum pajak timbul akibat adanya koreksi fiskal karena adanya perbedaan antara prinsip akuntansi dengan

ketentuan perpajakan. Laba fiskal sebelum pajak mempresentasikan pajak yang terutang untuk tahun tertentu.

Hanlon (2005:1), Jackson (2009:1), dan Hutabarat (2013:1) telah melakukan penelitian mengenai beda permanen dan beda temporer. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa beda

permanen dan beda temporer tidak

mempengaruhi pertumbuhan laba yang artinya semakin tinggi nilai perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal yang dimiliki oleh suatu

perusahaan, maka pertumbuhan laba

perusahaan tersebut akan semakin rendah. Salah satu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa beda permanen terkait dengan perubahan pajak masa depan, sedangkan beda temporer terkait dengan laba sebelum pajak penghasilan.

Hanlon (2005:1) meneliti The Persistence

and Pricing of Earnings, Accrual and Cash Flows when Firm Have Large Book Tax Differences. Hasil

penelitiannya adalah perusahaan yangmemiliki

book tax differences (perbedaan laba akuntansi

dengan laba fiskal) yang besar baik positif maupun negatif akan cenderung mengalami persistensi laba yang lebih rendah dibandingkan

perusahaan yang memiliki book tax differences

yang kecil. Artinya perusahaan yang memiliki beda permanen dan beda temporer yang tinggi akan cenderung mengalami pertumbuhan laba yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki beda permanen dan beda temporer yang rendah. Sampel penelitian

ini adalah perusahaan industri selain

perusahaan industri keuangan yang berjumlah 4.048 perusahaan tahun 1994-2000.

Jackson (2009:1) meneliti mengenai book

tax differences and earning growth. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa perbedaan temporer

memiliki pengaruh negatif terhadap

pertumbuhan pada laba sebelum pajak dan perbedaan permanen memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan laba hanya karena perbedaan temporer memiliki pengaruh negatif terhadap beban pajak. Jackson juga memisahkan pertumbuhan laba menjadi dua komponen, yaitu laba sebelum pajak dan beban pajak. Beda permanen berpengaruh terhadap perubahan pajak masa depan, sedangkan beda temporer berpengaruh terhadap laba sebelum PPh.

Hutabarat (2013:1) meneliti pengaruh book

tax differences terhadap pertumbuhan laba. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh secara negatif terhadap pertumbuhan laba. Setiap

kenaikan nilai book tax difference sebesar 1% akan

mengurangi pertumbuhan laba perusahaan sebesar -1,63%. Artinya setiap kenaikan

(3)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

3

perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal maka akan mengurangi pertumbuhan laba dan sebaliknya apabila perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal menurun, maka akan meningkatkan pertumbuhan laba. Hutabarat menggunakan sampel sebanyak 12 perusahaan food and beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2010-2012.

Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah, maka penelitian ini diberi judul :

Pengaruh Beda Permanen dan Beda Temporer antara Standar Akuntansi Keuangan dengan Ketentuan Perpajakan terhadap Laba Fiskal Sebelum Pajak (Studi Pada Perusahaan Dagang yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014).

TINJAUAN PUSTAKA

Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal

Laporan keuangan komersial disusun berdasarkan transaksi keuangan yang terjadi di perusahaan dalam suatu periode. Transaksi

keuangan tersebut harus dicatat dan

dikelompokkan sesuai dengan pos-pos

akuntansi. Fungsi laporan keuangan komersial itu sendiri adalah untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan, apakah perusahaan memperoleh laba atau mengalami kerugian. Laba bersih komersial yang dihitung dalam

laporan keuangan komersial tidak

memperhatikan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan (Harnanto, 2013:3).

Tujuan utama dari laporan keuangan fiskal adalah untuk menyajikan informasi sebagai dasar untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. Laporan keuangan fiskal juga dipakai untuk menguji kepatuhan

wajib pajak pada saat dilakukannya

pemeriksaan ataupun penyidikan pajak. Laba bersih fiskal yang dihitung dalam laporan keuangan fiskal lebih memperhatikan ketentuan perpajakan untuk memperoleh pajak yang terutang.

Rekonsiliasi Fiskal

Perbedaan pengakuan dan perlakuan penghasilan dan/atau biaya yang mendasari

penyusunan laporan keuangan komersial

dengan peraturan perpajakan menghasilkan jumlah angka laba yang berbeda. Salah satu faktor yang membedakan antara laba secara komersial dengan laba fiskal sebelum pajak adalah dilakukannya koreksi fiskal terhadap laba secara komersial. Sebagian besar dari

perhitungan laba komersial dari semua

perusahaan, harus dilakukan koreksi fiskal karena adanya ketidaksamaan ketentuan antara SAK dengan ketentuan perpajakan.

Koreksi fiskal meliputi koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif (Muljono, 2009:146). Koreksi fiskal positif mengakibatkan laba fiskal meningkat karena koreksi fiskal positif menyebabkan pengurangan biaya dan penambahan penghasilan. Beberapa transaksi yang mengakibatkan koreksi fiskal positif diantaranya adalah biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; biaya yang tidak diperkenankan untuk mengurangi penghasilan kena pajak; biaya yang diakui lebih kecil dari laporan keuangan komersial; biaya yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak; serta biaya yang didapat dari penghasilan yang telah dikenakan PPh final (Muljono, 2009:146)

Koreksi fiskal negatif mengakibatkan laba fiskal menurun karena koreksi fiskal negatif menyebabkan pengurangan penghasilan dan

penambahan biaya. Transaski yang

mengakibatkan Koreksi fiskal negatif meliputi biaya secara fiskal diakui lebih besar seperti dalam penyusutan dan amortisasi, penghasilan yang didapat dari penghasilan yang bukan merupakan obyek pajak, dan penghasilan yang sudah dikenakan PPh final (Muljono, 2009:155). Rekonsiliasi fiskal dibuat untuk mendapatkan laba fiskal sebelum pajak sebagai dasar untuk menghitung PPh yang harus dibayarkan dan dilaporkan pada akhir tahun pajak yang disertai dengan laporan keuangan masing-masing wajib pajak.

Beda Permanen

Perbedaan Permanen (Permanent

Differences) atau beda tetap merupakan

perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara SAK dengan ketentuan perpajakan dalam hal ini adalah Undang-undang PPh yang bersifat permanen atau koreksi fiskal yang dilakukan tidak akan diperhitungkan dengan laba kena pajak tahun pajak berikutnya (Supriyanto, 2011:133). Perbedaan permanen mengakibatkan apabila suatu penghasilan atau biaya tidak dapat diakui pada suatu periode, maka penghasilan atau biaya tersebut juga tidak dapat diakui pada periode selanjutnya. Perbedaan permanen tersebut meliputi penghasilan yang telah tergolong final sesuai Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan yang dikecualikan dari obyek pajak sesuai Pasal 4 ayat (3) UU PPh, serta biaya yang

(4)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

4

tidak dapat mengurangi penghasilan bruto sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh.

Beda Temporer

Perbedaan temporer (Temporary

Differences) atau beda waktu merupakan

perbedaan pengakuan penghasilan atau biaya antara SAK dengan ketentuan perpajakan yang bersifat sementara (Supriyanto, 2011:140). Bersifat sementara artinya adalah apabila penghasilan atau biaya yang tidak dapat diakui pada suatu periode, maka penghasilan atau biaya tersebut kemungkinan dapat diakui pada periode selanjutnya. Perbedaan temporer juga dapat berupa perbedaan metode dalam SAK dan ketentuan perpajakan, diantaranya adalah perbedaan metode penyusutan dimana metode garis lurus dan saldo menurun merupakan metode yang diperbolehkan dalam ketentuan perpajakan; perbedaan metode persediaan dimana metode rata-rata dan FIFO merupakan metode persediaan yang diperbolehkan oleh ketentuan perpajakan; serta penyisihan piutang tak tertagih dimana menurut ketentuan perpajakan penyisihan piutang tak tertagih tidak diperbolehkan kecuali untuk usaha-usaha tertentu sesuai Pasal 9 ayat (1) UU PPh dan telah memenuhi syarat sesuai Pasal 6 ayat (1) UU PPh.

Laba Fiskal Sebelum Pajak

Laba kena pajak atau laba fiskal merupakan laba/rugi yang dihitung berdasarkan ketentuan perpajakan atas PPh yang terutang (Supriyanto, 2011:133). Laba fiskal sebelum pajak merupakan laba akuntansi atau laba komersial dikurangi atau ditambah dengan koreksi fiskal yang berupa koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Laba fiskal sebelum pajak tersebut merupakan dasar untuk menghitung PPh yang terutang pada akhir tahun pajak.

Hipotesis

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar 1. Model Konsep Sumber: Data Diolah (2015)

Gambar 2. Model Hipotesis Sumber: Data Diolah (2015)

H1 :Perbedaan permanen dan temporer

antara SAK dengan ketentuan perpajakan berpengaruh signifikan secara simultan terhadap laba fiskal sebelum pajak.

H2 :Perbedaan permanen antara SAK dengan

ketentuan perpajakan berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap laba fiskal sebelum pajak.

H3 :Perbedaan temporer antara SAK dengan

ketentuan perpajakan berpengaruh

signifikan secara parsial terhadap laba fiskal sebelum pajak.

METODE PENELITIAN Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian penjelasan

(explanatory research) dengan pendekatan

kuantitatif. “Explanatory research adalah

penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis” (Singaribun, 2006:5).

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui website www.idx.co.id. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan bahwa di BEI dapat memperoleh banyak

informasi secara komperhensif. Tujuan lainnya

adalah laporan keuangan yang disajikan dalam website IDX sudah di audit dan memenuhi kriteria penelitian.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah

perusahaan yang bergerak di bidang

perdagangan, yang terdaftar di BEI tahun 2011-2014 melalui website IDX. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 108 perusahaan. Adapun metode pemilihan sampel penelitian

menggunakan purposive sampling dimana sampel

penelitian ditentukan dengan pertimbangan atau kriteria tertentu (Sugiyono, 2009:85).

(5)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

5

Kriteria-kriteria perusahaan yang cocok untuk dijadikan sampel penelitian meliputi

perusahaan yang bergerak di bidang

perdagangan yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan per 31 Desember secara lengkap dari tahun 2011-2014, perusahaan dagang tersebut tidak mengalami kerugian selama tahun 2011- 2014,

perusahaan tidak sedang melakukan

kompensansi kerugian pajak akibat kerugian yang dialami selama tahun-tahun sebelumnya, Laporan keuangan menggunakan mata uang Indonesia Rupiah (IDR), serta perusahaan sampel harus memiliki kelengkapan informasi yang berhubungan dengan indikator-indikator perhitungan yang dijadikan variabel pada penelitian ini. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, perusahaan dagang yang termasuk dalam sampel penelitian adalah sejumlah 28 perusahaan.

Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan analisis regresi linier berganda. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji hipotesis F dan uji hipotesis t. Tahapan analisis data yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan software statistik SPSS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Regresi Linier Berganda

Pengolahan data menggunakan analisis regresi linier berganda telah melalui beberapa tahapan untuk mencari pengaruh variabel independen yaitu beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan terhadap variabel dependen yaitu laba fiskal sebelum pajak. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh hasil dalam tabel berikut.

Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Sumber: Data diolah (2015)

Berdasarkan hasil analisis regresi pada tabel 1 di atas diperoleh persamaan regresinya adalah: Y = 3,213 + 0,250 X1 + 0,527 X2

Berdasarkan persamaan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut:

a. Laba fiskal sebelum pajak akan

meningkat untuk setiap tambahan X1 (Beda

permanen). Apabila beda permanen

mengalami peningkatan 1 satuan, maka laba fiskal sebelum pajak akan meningkat sebesar 0,250 dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

b. Laba fiskal sebelum pajak akan

meningkat untuk setiap tambahan X2 (Beda

temporer). Apabila beda temporer

mengalami peningkatan 1 satuan, maka laba fiskal sebelum pajak akan meningkat sebesar 0,527 dengan asumsi variabel yang lainnya dianggap konstan.

Sesuai interpretasi di atas, dapat diketahui bahwa beda permanen dan beda temporer berpengaruh positif terhadap laba fiskal sebelum pajak, dengan kata lain apabila beda permanen

dan beda temporer meningkat, maka akan

diikuti peningkatan laba fiskal sebelum pajak.

Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi digunakan untuk menghitung besarnya pengaruh atau kontribusi

variabel independen terhadap variabel

dependen.

Tabel 2 Hasil Koefisien Determinasi

Sumber: Data diolah (2015)

Sesuai analisis pada tabel 2 diperoleh hasil R (koefisien determinasi) sebesar 0,518. Artinya bahwa 51,8% variabel laba fiskal sebelum pajak akan dipengaruhi oleh variabel independennya, yaitu beda permanen (X1) dan beda temporer (X2), sedangkan sisanya 48,2% variabel laba fiskal sebelum pajak akan dipengaruhi oleh variabel-variabel yang lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Selain koefisien determinasi juga didapat koefisien korelasi yang menunjukkan besarnya

hubungan antara variabel independen yaitu

beda permanen dan beda temporer dengan

variabel laba fiskal sebelum pajak, nilai R (koefisien korelasi) tersebut sebesar 0,720. Nilai korelasi ini menunjukkan bahwa hubungan

antara variabel independen yaitu beda

permanen (X1) dan beda temporer (X2) dengan

laba fiskal sebelum pajak termasuk dalam kategori kuat karena berada pada selang 0,6 – 0,8. Hubungan antara variabel independen yaitu

beda permanen (X1) dan beda temporer (X2)

dengan laba fiskal sebelum pajak bersifat positif, artinya jika variabel independen semakin

Coefficientsa 3.213 .726 4.425 .000 .250 .079 .250 3.153 .002 .527 .076 .552 6.945 .000 (Cons tant) X1 X2 Model 1 B Std. Error Uns tandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig. Dependent Variable: Y a. Model Summaryb .720a .518 .509 .66588 1.808 Model 1 R R Square Adjus ted R Square Std. Error of the Es tim ate

Durbin-Watson

Predictors : (Cons tant), X2, X1 a.

Dependent Variable: Y b.

(6)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

6

ditingkatkan maka laba fiskal sebelum pajak juga akan mengalami peningkatan.

Pengujian Hipotesis 1. Pengujian Hipotesis F

Pengujian hipotesis F digunakan untuk mengetahui apakah hasil dari analisis regresi signifikan atau tidak, dengan kata lain model yang diduga tepat/sesuai atau tidak dan mempunyai pengaruh secara bersama-sama.

Tabel 3 Hasil Uji Hipotesis F

Sumber: Data diolah (2015)

Berdasarkan tabel 3 nilai F hitung sebesar 58,543 sedangkan nilai F tabel dalam tabel F adalah sebesar 3,08. Setelah itu, dapat dilihat pula nilai sig. F sebesar 0,000, karena nilai signifikansi F (0,000) < α = 0,05 maka model analisis regresi adalah signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel dependen (laba fiskal sebelum pajak) dapat dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel independen (beda permanen (X1) dan beda temporer (X2)).

2. Pengujian Hipotesis t

t test digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Hasil uji hipotesis t dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 diperoleh hasil sebagai berikut:

a. t test antara X1 (beda permanen) dengan

Y (laba fiskal sebelum pajak)

menunjukkan t hitung sebesar 3,153 dan t tabel sebesar 1,98197 serta sig. t hitung

= 0,002. Berdasarkan hasil nilai

signifikansi t (0,002) < α = 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka

pengaruh X1 (beda permanen) terhadap

laba fiskal sebelum pajak adalah signifikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa laba fiskal sebelum pajak dapat dipengaruhi secara signifikan oleh beda permanen atau dengan meningkatkan beda permanen maka laba fiskal

sebelum pajak akan mengalami

peningkatan secara nyata.

b. t test antara X2 (beda temporer) dengan

Y (laba fiskal sebelum pajak)

menunjukkan t hitung sebesar 6,945 dan t tabel sebesar 1,98197 serta sig. t hitung

= 0,000. Berdasarkan hasil nilai

signifikansi t (0,000) < α = 0.05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka

pengaruh X2 (beda temporer) terhadap

laba fiskal sebelum pajak adalah signifikan pada alpha 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa laba fiskal sebelum pajak dapat dipengaruhi secara signifikan oleh beda temporer atau dengan meningkatkan beda temporer maka laba fiskal sebelum pajak akan mengalami peningkatan secara nyata.

Pembahasan

1. Pengaruh Beda Permanen dan Beda

Temporer antara SAK dengan Ketentuan Perpajakan terhadap Laba Fiskal Sebelum Pajak

Berdasarkan hasil uji F yang telah

dilakukan pada variabel independen

terhadap variabel dependennya, diketahui bahwa Fhitung > Ftabel (58,543 > 3,08) dan nilai sig. < α (0,000 < 0,05). Hal ini mengartikan bahwa beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan berpengaruh secara positif dan signifikan secara simultan atau bersama-sama terhadap laba fiskal sebelum

pajak. Artinya semakin besar beda

permanen dan beda temporer itu sendiri, maka semakin besar pula jumlah laba fiskal sebelum pajak yang akan meningkatkan pajak terutang pada perusahaan tersebut.

Beda permanen dan beda temporer secara simultan dapat meningkatkan laba fiskal sebelum pajak, apabila penghasilan atau biaya yang merupakan beda permanen

dan temporer tersebut menimbulkan

koreksi positif yang mengakibatkan

peningkatan laba. Suatu perusahaan

melakukan pengeluaran biaya untuk sanksi

administrasi perpajakan, maka biaya

tersebut harus di koreksi fiskal positif. Di sisi lain, perusahaan juga mencatat adanya perbedaan perhitungan biaya penyusutan yang menghasilkan pengakuan biaya penyusutan menurut wajib pajak lebih besar dibandingkan dengan perhitungan pajak, maka atas biaya penyusutan tersebut di koreksi fiskal positif.

Hasil penelitian ini tidak mendukung

hasil penelitian Hanlon (2005) dan

Wijayanti (2006). Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa pengaruh beda

permanen dan beda temporer baik positif

maupun negatif akan cenderung

mengalami persistensi laba yang lebih ANOVAb 51.915 2 25.958 58.543 .000a 48.330 109 .443 100.245 111 Regress ion Res idual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors : (Cons tant), X2, X1 a.

Dependent Variable: Y b.

(7)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

7

rendah. Apabila beda permanen dan beda temporer menurunkan laba, maka akan menurunkan pajak terutang yang harus dibayar oleh perusahaan.

2. Pengaruh Beda Permanen antara SAK

dengan Ketentuan Perpajakan terhadap Laba Fiskal Sebelum Pajak

Berdasarkan hasil uji t, variabel beda permanen antara SAK dengan ketentuan perpajakan berpengaruh secara positif dan signifikan secara parsial terhadap laba fiskal sebelum pajak. Hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu thitung > ttabel (3,153 > 1,98197) serta nilai sig. < α (0,002 < 0,05). Artinya semakin besar jumlah beda permanen antara SAK dengan ketentuan perpajakan maka laba fiskal sebelum pajak juga semakin besar.

Contoh perbedaan pengakuan

penghasilan atau biaya yang bersifat permanen yang dapat meningkatkan laba fiskal sebelum pajak adalah biaya pajak penghasilan. Sesuai dengan pasal 9 ayat (1)

UU PPh, biaya pajak penghasilan

merupakan biaya yang tidak dapat mengurangi penghasilan bruto, dengan kata lain biaya pajak penghasilan tersebut harus di koreksi positif. Koreksi positif artinya meningkatkan penghasilan dan mengurangi biaya yang mengakibatkan peningkatan laba fiskal sebelum pajak.

Hasil penelitian tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jackson

(2009), bahwa perbedaan permanen

memiliki pengaruh positif terhadap

pertumbuhan laba. Jackson juga

menemukan bahwa beda permanen terkait pada perubahan pajak masa depan. Perubahan pajak masa depan ditentukan oleh penghasilan kena pajak atau laba fiskal sebelum pajak yang telah dilakukan rekonsiliasi fiskal dengan beda permanen.

3. Pengaruh Beda Temporer antara SAK

dengan Ketentuan Perpajakan terhadap Laba Fiskal Sebelum Pajak

Berdasarkan hasil uji t pada variabel beda temporer, variabel beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan berpengaruh secara positif dan signifikan secara parsial terhadap laba fiskal sebelum pajak. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa thitung > ttabel (6,945 > 1,98197) serta nilai sig. < α (0,000 < 0,05), artinya semakin besar jumlah beda temporer antara SAK dengan ketentuan

perpajakan maka semakin besar pula laba

fiskal sebelum pajak. Sesuai hasil

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari kedua variabel independen tersebut yang paling dominan pengaruhnya terhadap laba fiskal sebelum pajak adalah beda temporer karena memiliki nilai koefisien beta dan t hitung paling besar. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Jackson (2009) dengan hasil bahwa beda temporer terkait dengan laba sebelum pajak penghasilan (penghasilan kena pajak).

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama, beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan berpengaruh signifikan positif secara simultan terhadap laba fiskal sebelum pajak. Hasil analisis regresi linier berganda yang menunjukkan signifikan tersebut memperlihatkan bahwa besar kecilnya jumlah laba fiskal sebelum pajak dipengaruhi oleh beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan

perpajakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa

semakin besar laba fiskal sebelum pajak yang

diperoleh oleh perusahaan yang diukur melalui beda permanen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan, maka semakin besar pajak terutang yang harus dibayar oleh perusahan. Kesimpulannya, pengujian terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa adanya pengaruh secara bersama-sama (simultan) variabel independen yaitu beda permamen dan beda temporer antara SAK dengan ketentuan perpajakan terhadap variabel dependen yaitu laba fiskal sebelum pajak dapat diterima. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian terdahulu.

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis kedua, beda permanen antara SAK dengan ketentuan perpajakan berpengaruh signifikan secara parsial terhadap laba fiskal sebelum pajak. Nilai t hitung antara variabel beda permanen dengan variabel laba fiskal sebelum pajak adalah positif, sehingga pengaruh beda permanen terhadap laba fiskal sebelum pajak berbanding lurus. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar beda permanen antara SAK dengan ketentuan perpajakan, maka jumlah laba fiskal sebelum pajak juga akan semakin besar. Apabila jumlah laba fiskal sebelum pajak meningkat maka akan diikuti dengan meningkatnya pajak terutang yang harus dibayar oleh perusahaan. Hasil pengujian hipotesis kedua dapat diterima dan mendukung penelitian terdahulu.

(8)

Jurnal Administrasi Bisnis - Perpajakan (JAB)|Vol. 5 No. 2 2015| perpajakan.studentjournal.ub.ac.id

8

Berdasarkan hasil uji t pada pengujian hipotesis ketiga, didapatkan bahwa beda temporer antara SAK dengan laba fiskal sebelum pajak berpengaruh signifikan positif secara parsial terhadap laba fiskal sebelum pajak. Apabila jumlah beda temporer meningkat maka akan diikuti dengan meningkatnya laba fiskal sebelum pajak dan pajak terutang. Variabel beda temporer mempunyai nilai t hitung dan koefisien beta yang paling besar, sehingga variabel beda temporer mempunyai pengaruh yang paling kuat dibandingkan dengan variabel yang lainnya, maka variabel beda temporer mempunyai pengaruh yang dominan terhadap laba fiskal sebelum pajak. Pengujian hipotesis

ketiga dapat diterima dan mendukung

penelitian terdahulu.

Saran

1. Disarankan pihak perusahaan dapat lebih

memperhatikan variabel beda temporer, karena variabel beda temporer mempunyai

pengaruh yang dominan dalam

mempengaruhi laba fiskal sebelum pajak yang digunakan untuk menghitung pajak yang terutang.

2. Disarankan pihak fiskus juga lebih

memperhatikan variabel-variabel yang

digunakan untuk mengukur laba fiskal sebelum pajak, yang dalam penelitian ini adalah beda permanen dan beda temporer dalam melakukan pemeriksaan pajak dalam menentukan pajak yang terutang.

3. Mengingat variabel independen dalam

penelitian ini merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi laba fiskal

sebelum pajak disarankan hasil penelitian ini

dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti

selanjutnya untuk mengembangkan

penelitian ini dengan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang merupakan variabel lain diluar variabel yang sudah masuk dalam penelitian ini seperti laba komersial.

DAFTAR PUSTAKA

Hanlon, Michelle. 2005. The Persistence and Pricing of Earnings, Accruals, and Cash Flows When Firms Have Large Book- Tax

Differences. The Accounting Review, 80 (1)

137 166

Harnanto. 2013. Akuntansi Perpajakan.

Yogyakarta: BPFE Yogyakarta

Hutabarat, Loesiana Maulina. 2013. Pengaruh

Book Tax Differences terhadap Pertumbuhan

Laba. Skripsi: Gorontalo, Universitas

Negeri Gorontalo

Jackson, Mark. 2009. Book-Tax Differences and

Earnings Growth. Disertasi: Eugene,

Amerika Serikat, University of Oregon

Muljono, Djoko. 2009. Akuntansi Pajak.

Yogyakarta: CV ANDI OFFSET

Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 16

Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Resmi, Siti. 2009. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat

Singaribun, Masri. 2006. Metode Penelitian Survey,

Edisi Revisi. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan

Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sultoni. 2013. “PMK 16/PMK.03/2013 Makin Meneguhkan DJP”, diakses pada tanggal

01 Agustus 2015 dari http://pajak.go.id

Supriyanto, Edi. 2011. Akuntansi Perpajakan.

Gambar

Gambar 1. Model Konsep  Sumber: Data Diolah (2015)

Referensi

Dokumen terkait

membayar pajak kendaraan bermotor karena kesadaran dalam diri wajib pajak khususnya mengenai Pajak Kendaraan Bermotor merupakan partisipasi dari masyarakat untuk

penerimaan kas tersebut, maka perlu dilakukannya perancangan sistem informasi akuntansi penjualan dan penerimaan kas yang baik, sehingga adanya sistem informasi akuntansi,

Hasil uji simultan menunjukkan bahwa inflasi, tingkat suku bunga SBI, pendapatan per kapita dan ekspor memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai tukar Rupiah dan

Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya rekonsiliasi antara laporan laba/rugi sebelum pajak menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan laporan laba/rugi sebelum pajak

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti tertarik untuk mengambil judul “Analisis Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Risk Profile, Good

Resiko kredit yang kecil tersebut bisa saja dicover oleh modal bank yang ada, Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendyka (2014) dan

kebangkrutan pada tahun 2009 dan menjadi kategori sehat pada tahun 2010-2011 yang berarti perusahaan berhasil memperbaiki atau meningkatkan kinerja keuangan menjadi

1) Investor yang tertarik untuk melakukan investasi di Bursa Efek khususnya pada saham, disarankan untuk melakukan diversifikasi saham dengan membentuk portofolio optimal