KONFLIK SOSIAL PADA MASYARAKAT MELAYU PATANI DI THAILAND SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat Guna memperoleh gelar sarjana
Oleh : Naslan Wadeng NPM : 1331040017
Program studi :Pemikiran Politik Islam
FAKULTAS USULUDDIN DAN STUDI AGAMA
ABSTRAK
KONFLIK SOSIAL PADA MASYARAKAT MELAYU PATANI DI THAILAND SELATAN
Oleh: NaslanWadeng
Upaya-upaya modernisasi dan pembaruan-pembaruan administrative untuk menyatukan negara yang telah dimulai di bawah raja-raja yang terdahulu kehilangan momentumnya. Negara kembali terancam desintegrasi sebagai akibat adanya konflik-konflik kekuasaan di pusat dan persaingan etnis di daedah-daerah. Dan pada waktu itu juga pemerintahan mengupayakan asimilasi kebudayaan melayu Patani hingga menjadi kebuyaan melayu Patani berkurang. Maka etnis Melayu mempertahankan indentitas mereka dengan berbagai cara sehingga ada perlawanan etnis Melayu dengan pemerintah Thailand dalam mempertahankan indentitas mereka
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Latar belakang dan Penyelesaian konflik sosial pada masyarakat Melayu Patani di Thailand Selatan, dalam aspek sosial politik, ekonomi, budaya, dan agama. Penelitian ini menggunakan tehnik pengumpulan data dengan melakukan Obvervasi, Wawancara, dan Dokumentasi melalui responden mahasiswa 15 orang, guru-guru 5 orang, dan pemerintahan lokal 5 orang. Kesemua objek penelitian ini merupakan masyarakat Melayu Patani dan wakil dari pemerintahan local kemudian data-data yang berhasil dikumpulkan, lalu di analisa dengan metode analisa kualitatif.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa, konflik sosial pada Masyarakat Melayu Patani di Thailand Selatan dilator belakangi di antara lain sebagai berikut: 1. Kehilangan kekuasaan kerajaan Islam Mealayu Patani dan kehilangan system kerajaan Melayu Patani yang menjadi bagian dari pemerintahan Thailand; 2. Dalam bidang ekonomi terjadi ketidak adilan dalam pembagian hasil bumi demi kesejahteraan masyarakat Melayu Patani; 3. Dalam bidang budaya, tidak member ruang dan kesempatan untuk berkembangnya keragaman, bahasa Melayu, dan kehidupan sosial keagamaan dengan system asimilasi sejak pemerintah pardana menteri Thailand .Ketiga factor tersebut merupakan latar belakang utama menjadi konflik Thailand selatan.Adapun Penyekesaian/solusi konflik sosial di Thailand Selatan adalah sebagai berikut:1. Pemerintahan Thailand member hak memerintah Wilayah bagi orang MelayuPatani, kerajaan Thailand yang ke-5 memberi hak bagi orang Melayu memerintah Wilayah-wilayah yang di bagi oleh pemerintahan Thailand, dengan kekuasaan terbatas; 2. Membuka kesempatan untuk perkerjaan,
MOTTO
Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah
kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Dialah yang Maha
mendengar lagi Maha mengetahui. .1* (QS Al Anfal : 61)
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan
janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika
kamu dahulu (masaJahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara;
dan kamu telah berada di tepijurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu
daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar
kamu mendapat petunjuk..2**(QS Ali Imran :103)
1
* Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Imam Jalaluddin As-Suyuti, TafsirJalalain, (bandung, 2016), h.696.
2
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini penulis persembah kanpada orang-orang yang selalu
terselesaikannya karya ini, di antaranya:
1. Kepada kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Samsyuddin yang selalu
memberikan motivasi yang sangat besar untuk menggapai
keberhasilanku dan dengan sabar melimpahi aku dengan do‟a dan
kasih sayang.
2. Bapak dan ibu Dosen yang telah mendidik dan memberika nbimbingan
dan menyelesaikan perkuliahan dan skripsi.
3. Kepada teman-temanku di jurusan PPI angkatan 2013, yang selalu
memberikan keceriaan dan semangat untuk meraih kesuksesan.
4. Sahabat-sahabat tercinta dari Persatuan Mahasiswa Melayu Patani di
Indonesia (PMMPI), yang selalu memberikan semangat dan terima
kasih atas setiap jasa baik kalian.
RIWAYAT HIDUP
Naslan bin Samsyuddin, dilahirkan di Patani Thailand, pada Tanggal 23
November 1994, anak yang pertama dari tiga saudara, dari pasangan Bapak
Samsyuddin dan Mashitoh.
Jenis Pendidikan Penulis adalah:
1. Sekolah Tadika, di kecamatan pulagung, Wilayah Patani Tahun 1998.
2. Sekolah Dasar pulagung patani, mulaidari 2001-2007
3. Madrasah As-saqafah Al-islamiah Agung mulai dari 2008-2011.
KATA PENGANTAR
بِـسْ بِ رَّلا بِ مَ سْ رَّلا بِ بِـــــــــــــــــــسْ بِ
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat AIlah SWT yang telah
melimpahkan karunia berupa ilmu pengetahuan, kesehatan, dan petunjuk,
sehinggas kripsi yang berjudul“ konflik sosial pada Masyarakat Melayu Patani Di
Thailand Selatan” dapat di selesaikan dengan baik. Shalawat serta salam di
sampaikan kepada nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan pengikutnya yang
setia.
Skripsi ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan studi
program strata satu (S-1), pada Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Raden
Intan Lampung, guna memperoleh gelar Sarjana Ushuluddin dan Studi dalam
jurusan Pemikiran Politik Islam. Atas bantuan semua pihak dalam proses
penyelesaian skripsi ini taklupa dihaturkan terima kasih sedalam-dalamnya
kepada :
1. Prof. Dr. H. Moh. Mukti, M.Ag.,selaku Rektor UIN Raden Intan Lampung;
2. Dr. H. ArsyadSobby Kesuma, Lc., M. Ag., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Amaga serta para Wakil Dekan di lingkungan Fakultas Ushuluddin
dan Studi Agama UIN Raden Intan Lampung;
3. Dr. Nadirsah Hawari, MA selaku ketua Jurusan Pemikiran Politik Islam dan
IbuTin Amalia Fitri,M.Si. selaku sekretaris jurusan Pemikiran Politik Islam
4. Drs. Effendi M. Hum, selaku pembimbing I, dan Tin Amalia Fitri,M.Si. selaku
pembimbing II, yang telah menyediakan waktu dan pikirannya untuk
memberikan bimbingan dan arahan bagi tersusunnya skripsi ini;
5. Para dosen serta para staf karyawan Fakultas Usbuluddin dan Studi Agama
UIN Raden Intan Lampung yang telah membimbing dan membantu peneliti
selama mengikuti Perkuliahan;
6. Bapak, Ibu, dan Adik serta teman-teman dekat, yang senantiasa mendo‟akan,
membantu, serta memberikan dukungan dalam upaya menyelesaikan skripsi
ini;
7. Sahabat-sahabat mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama Angkatan
2013.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian dan tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Hal itu, tidak lain disebabkan karena keterbatasan kemampuan
yang dimiliki. Demikian yang penulis dapat sampaikan diharapkan betapapun
kecilnya karya tulis (hasil penelitian) ini dapat menjadi sumbangan yang cukup
berarti dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 24 Februari 2018 Peneliti,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
ABSTRAK ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
RIWAYAT HIDUP ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
BAB I. PENDAHULUAN A. Penegasan Judul ... 1
B. Alasan Memilih Judul ... 2
C. Latar Belakang Masalah ... 2
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan dan Kegunaan Penilitian … ... 6
F. Tinjauan Pustaka ... 6
G. Metode Penelitian... 7
BAB II. MENGENAL BERAGAM KONFLIK SOSIAL DAN PENYELESAINYA A. Konflik Sosial ... 12
a. Pengertian Konflik Sosial ... 12
b. Macam-macam Konflik ... 14
c. Faktor Penyebab Konflik ... 17
B. Solusi/Penyelesaian Konflik Sosial ... 24
1.Pengertian Pnyelesaian konflik sosial ... 24
2. macam-macam penyelesaian konflik sosial ... 25
BAB III. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Geografi Patani... 32
B. Demografi Patani ... 34
C. Sekilas Sejarah Kerajaan Islam Melayu Patani ... 54
D. Sekilas Sejarah Konflik Soaial di Thailand Selatan ... 58
BAB IV. ANALISA LATAR BELAKANG KONFLIK DAN PENYELESAIANNYA A. Latar belakang konflik ... 65
2. Konflik bidang ekonomi, Ketidak keadilan dalam
pembagian hasil bumi. ... 72 3. Konflik bidang budaya, Tidak memberi keruangan
keragaman. ... 74
B. Penyelesaian/Solusi. ... 77
1. Bidang politik, Pemerintahan Thailand memberi
hakmemerintah Wilayah bagi Orang Melayu Patani. ... 79 2. Bidang ekonomi, membuka kesempatan untuk
perkerjaan... 83 3. Bidang Budaya, kebebasan dalam berbudaya... 85
C. Harapan masyarakat Melayu Patani di Masa Depan. ... 87 BAB V. PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul
Untuk menghindari kesalahpahaman pembaca dalam memahami skripsi ini,
maka secara singkat terlebih dahulu penulis akan menguraikan dan menjelaskan
istilah-istilah dari judul skripsi “Konflik Sosial pada Masyarakat Melayu Patani di Thailand Selatan”
Konflik Sosialdapat diartikan sebagai pertentangan kepentingan oleh pihak
yang berbeda,3 yaitu merupakan Konflik antara etnis Melayu Patani dengan
Pemerintahan Thailand
Masyarakat MelayuPatani adalahMasyarakat adalah suatu kelompok
manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang
sama-sama ditaati dalam lingkungannya.4yang tinggal di Patani. Patani adalah
patani yang dimaksudkan dalam buku ini bukanlah Wilayah atau “Changwad
pattani” sebagaimana yang wujud dalam peta negara Thai (Thailand) sekarang
tetapi adalah merujuk kepada sebuah negeri yang sepandannya adalah lebih luas;
iaitu meliputi Wilayah-wilayah Narathiwat, Yala dan sebahagian dari songkhla
(daerah-daerah sebayor dan tibor).5Yaitu Masyarakat yang kebangsaan melayu
patani yang tinggal di Thailand Selatan sekarang.
Thailand Selatan adalah merupakan sejumlah kawasan di Thailand yang
berbatasan dengan Semenanjung Malaysia. Tempat ini terdiri dari 14 wilayah
3
Rusdiana, M.M. “Manajemen Konflik” (CV Pustaka Setia 2015) h. 129 4
Abu Ahmadi,Ilmu Sosial Dasar,(PT Asdi Mahasatya,Jakarta,2009), h. 96-97. 5
yang diantaranya adalah Wilayah Narathiwat, Wilayah Pattani, Wilayah
Yala, Wilayah Songkhla dan Wilayah Satun. Mayoritas penduduknya adalah
orang Melayu dan beragama Islam meskipun Thailand diperintah oleh
kerajaan Buddha.6 YaituWilayah-wilayah yang kebangsaan Melayu Patani
Berdasarkan Penjelasan istilah-istilah judul di atas maka definisi
judul“Konflik Sosial pada Masyarakat Melayu Patanidi Thailand Selatan”adalah
tentang latar belakang dan penyelesaian konflik sosial yang terjadi antara
Pemerintahan Thailand dan etnis Melayu Patani.
B. Alasan Memilih judul
Ada beberapa alasan mengapa penulis tertarik dan memilik judul ini:
1. Alasan objektif
Penulis ingin mengetahui mengapa konflik sosial antara Masyarakat
Melayu patani dengan Pemerintahan Thailand sampai saat ini masih
yerjadi meskipun konflik sudah terjadi cukup lama.
2. Alasan subyektif
Judul yang diangkat ada relevansinya dengan jurusan penulis yaitu
Pemikiran Politik Islam.
C. Latar belakang Masalah
Setiap masyarakat memiliki perbedaan di berbagai bidang, baik di segi
pemikiran dan pendapat, terutama bagi masyarakat demokrasi, yang sangat
menghargai perbedaan sebagai landasan utama. Oleh karena itu harus memahami,
6
dan menerima antara satu sama lain, baik di segi pemikiran, agama, budaya, dan
kepercayaan.
Masyarakat Melayu di tiga provinsi Selatan Thai (dikenali juga sebagai
masyarakat Melayu Patani) merupakan salah satu kelompak minoritas di negara
Thai, tetapi merupakan kelompak mayoritas di tiga wilayah selatan Thai.Mereka
ini merupakan orang Melayu dari segi kebudayaan, adat istiadat dan juga rupa
paras.7
Sejak tahun 1785 M Patani terkenal dengan bumi jajahan Thailand, dan
diresmikan pada tahun 1902 Msebagai bagian dari Negara Thailand, selama 117
tahun (1785-1902) Thailand menggunakan berbagai politik atau cara untuk
melemahkan Negara Patani,menurut Organisasi Human Rights Watch, selama
kurun waktu itu banyak warga muslim yang diculik disiksa dan dibunuh tanpa
alasan, selama berpuluh-puluh dekaderakyat Patani berada didalam
tekanan/tindasan Thailand, dan tidak memiliki kebebasan untuk mengamalkan
budaya, Agama dan sebagainya.
Tekanan dan penindasan itu mendorong rakyat Patani berusaha keras
untuk melepaskan diri dari jajahan Thailand yang selama ini merenggut
kemerdekaan mereka.Tujuan utama rakyat Patani adalah untuk mempertahankan
wilayah atau daerah mereka yang telah dikuasai oleh kerajaan Thailand selama
berabad-abad lamanya, sekaligus untuk mempertahankan nilai-nilai Agama,
7“Bahasa Melayu Patani di Tiga Wilayah Selatan Thai”
budaya dan nilai-nilai keislaman yang selama ini mereka anut.Rakyat Patani
menjadikan perjuangan mereka sebagai jihad karena jihad merupakan kewajiban
bagi umat Islam apalagi terhadap kepentingan agama.
Sejak 1906, sesuai dengan perjanjian Inggris-Siam,Thailand secara resmi
mengambil alih negara-negara di Melayu Utara: Pattani, Narathiwat, Songkhla,
satun dan Yala, yang kemudian menjadi provinsi di Thailand. Sementara Negara
di Melayu utara yang lain: Kedah, Kelantan, Perlis dan Terangganu oleh Inggris
dimasukkan sebagai bagian dari Malaysia.
Sejak penyatuan kelima Negara di wilayah Melayu Utara ke dalam bagian
dari Thailand, terjadi benturan budaya antara Muslim Melayu dan Budhis
Thailand.Pada awal pemerintahan Thailand yang dikuasai oleh tentara Jenderal
Luang Pibunsonkram, (1938-1944) MarshalSarit Thanarat, (1958-1963) dan para
Jendral lainnya, kebijakan nasionalisme budaya Thailand menjadi kebijakan
utama. Thaisasi upaya penggunaan budaya dan bahasa Thai secara kuat di seluruh
Thailand, termasuk Wilayah Selatan, membuat benturan budaya yang keras, yang
menimbulkan resistensi sangat kuat bagi Muslim Melayu di Thailand Selatan.
Dua peristiwa yang mengenaskan pada tahun 2004 sangat menarik perhatian
semua pihak baik di Thailand maupun di luar Thailand.
Upaya-upaya modernisasi dan pembaruan-pembaruan administratif untuk
menyatukan negara yang telah dimulai di bawah raja-raja yang terdahulu
kehilangan momentumnya.Negara kembali terancam desintegrasi sebagai akibat
daedah-daerah.8Dan pada waktu itu juga pemerintah mengupayakan asimilasi kebudayaan
melayu patani hingga menjadi kebuyaan melayupatani berkurang.Maka etnis
melayu mempertahankan indentitas mereka dengan berbagai cara sehingga ada
perlawanan itnis melayu dengan pemerintah Thailand dalam mempertahankan
indentitas mereka
Maka sampai sekarang perlawanan etnis melayu patani terhadap
pemerintahan Thailand masih terus terjadi, menyebabkan kondisi tidak aman
dalam aktivitas keseharian masyarakat Melayu Patani di Thailand Selatan.Setiap
terjadi konflik senjata antara tentera dan masyarakat Melayu Patani di Thailand
Selatan, yang terjadi kurban dalam masyarakat.Tidak selesainya konflik antara
masyarakat Melayu Patani dengan pemerintahan Thailandsampai saat ini, yang
melatar belakangi dilakukan penelitian ini.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian permasalahan tersebut di atas sehingga rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Latar belakang konflik Sosial pada Masyarakat Melayu Patani di
Thailand Selatan?
2. Bagaiamanakah penyelesaian konflik Sosial pada Masyarakat Melayu
Patani di Thailand Selatan
8
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa tujuan, antara lain :
1. Untuk mengetahui apakah Latar belakang konflik sosial pada
Masyarakat Melayu Patani di Thailand Selatan.
2. Untuk bagaimanakah penyelesaian konflik sosial pada Masyarakat
Melayu Patani di Thailand Selatan.
Sedangkan kegunaan penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis hasil dari penelitian ini untuk menambah khazanah
keilmuan terkait bidang Politik khususnya tentang penyelesaian konftik.
2. Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam upaya mencari solusi yang terbaik guna mengatasi
konflik politik yang terjadi di wilayah Thailand Selatan.
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauaan pustaka dilakukan, idealnya agar peneliti mengtahui hal-hal apa
yang telah diteliti dan belum diteliti sehingga tidak terjadi duplikasi
penelitian. Ada beberapa hasilpenelitian yang peneliti tertemukan, terkait
dengan penelitian ini, yaitu sebagai beriku:
1. Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
PEMERINTAHAN PERDANA MENTERI THAKSIN SHINAWATRA
DALAM MEYELESAIKAN KONFLIK MINORITAS MUSLIM DI
THAILAND SELATAN” yang ditulis oleh Muhammad Fikri Sama-ae,
fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, unversitas muhammadiyah Jakarta
Pemerintahan Perdana Menteri Thasin Shinawatra dalam upaya
penyelesaian konflik di Thaland Selatan, penelitian ini yang sama tentang
konflik di Thailand Selatan maka yang berbedanya Kebijakan
Pemerintahan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra.
2. Skripsi yang berjudul “ KONFLIK ANTARA MASYARAKAT
DENGAN PEMERINTAH (STUDI KASUS PADA EKSPLORASI
TAMBANG DI KECAMATAN LAMBU KABUPATEN BIMA NUSA
TENGGARA BARAT) yang ditulis oleh Sahlan Fakutas Ilmu sosial dan
Politik, Universitas Hasanuddin Makassar 2015 . Skripsi ini menfokuskan
kajiannya Eksplorasi tamban, penelitian ini yang sama tentang konflik
maka yang berbedanya Pada Eksplorasi Tambang Di Kecamatan Lambu
Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat.
Penelitian diatas berbeda dengan apa yang sedang penulis teliti saat
ini dalamhal ini berfokuskan kaliannya latar belakang dan penyelesaian
konflik sosial pada masyarakat Melayu Patani.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian a. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan (field research)
yaitu “suatu penelitian yang langsung dilakukan dilapangan atau pada
responden”.9
Penelitian ini merujuk kepada masyarakat Melayu
patani.Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data yang
9
berhubungan dengan konflik sosial pada masyarakat melayu patani di
Thailand Selatan.
b. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni suatu penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan secara objektif dari objek penelitian.10Secara
sederhana dapat dikatakan bahwa deskriptif eksploratif riset yang
mengklarifikasikan data yang bersifat kualitatif. Penelitian ini
dimaksudkan untuk menerangkan dan menggambarkan objek latar
belakang dan penyelesaian konflik .
H. Sumber data
Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder.
a. Data primer
Data yang diperoleh dari sumber utama penelitian, yaitu hasil wawancara
dengan responden, sumber data primer penelitian adalah Masyarakat
Melayu Patani yang paham tentang konflik antara Masyarakat melayu
Patani dan pemerintah Thailand yaitu Mahasiswa Patani 15 orang,
Guru-guru 5 orang, dan bagian dari pemerintah yaitu pemerintahan lokal 5
orang, dan penelitian menggunakan teknik sampling daerah digunakan
untuk menentukan sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data
sangat banyak luas, misal penduduk dari suatu Negara, propinsi atau
kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan
10
sumbar data, maka pengambil sampelnya berdasarkan daerah popilasi
yang telah ditetapkan.11
b. Data sekunder
Data sekunder penelitian ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan
Konflik Sosial.
I. Metode pengumpulan data
1. Metode interview
Percakapan dengan maksud tertentu.Percakapan dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.12Metode ini
dilakukan sebagai metode utama untuk mengumpulkan informasi
mengenai konflik sosial pada Masyarakat Melayu Patani.Peneliti
mengunakan Model wawancara tidak langsung misalnya melalui
telefon, chating, dan email (wawancara tertulis).13
2. Metode observasi
Pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur - unsur
yang tampak dalam suatu gejala atau gejala pada objek penelitian.Unsur
unsur yang tampak itu disebut data atau informasi yang harus diamati dan
11
Sugiyono, Metode Penelitan Pendidikan Pendekatan Kuanlitatif, kualitatif, dan R&D, (Alfabeta, Bandung, 2015),h.121
12
Lexy J. Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, Remadja karya (Bandung: 1989), Cet. 1. h. 148
13
Vafi Saefulah, Teknik Wawancara Jurlistik,
dicatat secara benar dan lengkap.14Metode ini untuk memperoleh data dan
mencatat mengenai konflik sosial pada Masyarakat Melayu Patani di
Thailand Selatan. Metode ini juga dapat bermanfaat untuk menjelaskan
data yang objektif dari data yang dikemukakan oleh para responden
melalui interview, dengan demikian data yang diperoleh benar merupakan
data yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Metode Dokumentasi
Metode Dokumentasi adalah”pengumpulan data melalui peninggalan
tertulis, terutama berupa arsip-arsip juga termasuk buku-buku tentang
pendapat , teori, dalil atau hukum - hukum dan sebagainya yang
berhubungan dengan masalah penyelidikan”.15
Metode dokumentasi
dijadikan sebagai metode pelengkap.Data yang digali adalah data yang
berkenaan dengan konflik sosial pada masyarakat melayu patani.
J. Metode analisis data
Data yang diperoleh dilapangan dianalisis dengan menggunakan teknik
analisis kualitatif yaitu :”Digambarkan dengan kata kata atau kalimat, dipisahkan
menurut kategori untuk diambil suatu kesimpulan .”Dalam menarik kesimpulan
akhir penulis menggunakan metode berfikir induktif.Berfikir induktif yaitu
“berangkat dari fakta fakta yang khusus, peristiwa - peristiwa yang konkrit”
kemudian ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.
14
Hadari Nawawi,Instrumen Penelitian Sosial, (Yogyakarta, Gajah Mada University 1995), h. 74.
15
Teknik analisis yang digunakan deskriptif analisis, mencari gambaran
yang sistematis, faktual dan aktual mengenai fakta-fakta yang berkaitan dengan
BAB II
MENGENAL BERAGAM KONFLIK SOSIAL DAN SOLUSINYA A. Konflik Sosial
1. Pengertian Konflik Sosial
Pangalaman umun, yang diperkuat oleh kesaksian sejarah
menunjukan bahwa relasi sosial yang ditandai dengan kompetisi yang tidak
terkendali dapat berkembang menjadi penentangan dan jika penentangan ini
menegang tajam akan memunculkan konflik. Kata konflik berasal dari bahasa
Latin, confligere, yang berarti pertarungan. Dalam pengertian sosiologis,
konflik dapat dipahami sebagai suatu “proses sosial” di mana dua orang atau
dua kelompok orang berusaha menyinkirkan pihak lain dengan cara
menhancurkan atau membuatnya tidak berdaya.16
Istilah “konflik” secara etimologis berasal dari bahasa Latin con yang
berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan.Di ssatu sisi,
“konflik” dalam kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan,
pendapat, dan lain-lainyang paling tidak melibatkan dua pihak atau lebih. Di
sisi lain, William Chang meragukan bahawa akar konflik ada pada ketidak
kepuasan batin, kecemburuan, iri hati, kebencian, masalah perut, masalah
tanah, masalah tempat tinggal, masalah pekerjaan, masalah uang dan masalah
kekuasaan. Chang mengajukan pendapatnya bahwa selain unsur-unsur di atas,
emosi manusia sesaat pun dapat memicu terjadinya konflik sosial.
16
Dalm International Encyclopaedia of The Social Sciences Vol. 3(hlm.
236-241) diuraikan mengenai pengertian konflik dari aspek antropologi, yakni
suatu gejala pertentangan yang ditimbulkan sebagai akibat dari persaingan
antara paling tidak dua pihak; di mana tiap-tiap pihak dapat berupa
perorangan, keluarga, kelompok kekerabatan, satu komunitas, atau
mungkinsatu lapisan kelas sosialpendukung ideologi tertentu, satu organisasi
politik, satu suku bangsa, atau satu pemeluk agama tertentu. Demikian
pihak-pihak yang dapat terlibat dalam konflik meliputi banyak macam bentuk dan
ukurannya.Selain itu, padat pula dipahami bahwa pengertian konflik secara
antropologis tersebut tidak berdiri sendiri, malainkan secara bersama-sama
dengan pengertian konflik menurut aspek-aspek lain yang semuanya itu turut
ambil bagian dalam memunculkan konflik sosial dalam kehidupan kolektif
manusia (Chang, 2001).17
Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok
satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan ( misalnya: pertentangan
pendapat, kepentingan, atau pertentangan antarindividu ).
3. Perselisihan akibat kebutuhan, dorongan, keinginan, atau tuntutun
yang pertentangan.
4. Perseteruan.18
17
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosialogi Politik,(Prenadamedia Group-Jakarta,2013), h.54
18
Konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau
suatu interaksi yang bersifat antagonis (berlawanan, bertentangan atau
berseberanagan).19
2. Macam-macam konflik
Mengelompokkan konflik, penyebab konflik, dan reaksi terhadap konflik
kedalam kategori tertentu bukanlah pekerjaan yang mudah. Setelah
mempelajari bab ini, anda dapat memhamai kategori berikut ini: konflik diri,
konflik antarindividu, konflik dalam kelompok dan konflik antarkelompok.
1. Konflik diri adalah ganguan emosi yang terjadi dalam diriseseorang
karena dituntut menyelesaikan suatu pekerjaan atau memenuhi suatu
harapan, sementara pengalaman, minat, tujuan, dan tata nilainya tidak
sanggup memenuhinya. Hal ini menjadi beban baginya. Konflik ini pun
bisa terjadi apabila mengalaman, minat, tujuan, atau tata nilai pribadinya
bertentangan satu sama lain. Konflik diri mencerminkan perbedaan antara
apa yang anda katakan, inginkan, dan apa yang anada lakukan untuk
mewujudkan keinginan itu. Konflik diri menhambat kehudupan
sehari-hari dan bahkan dapat mengakibatkan orang kehilangan akal sehingga
tidak tahu harus mengerja apa.
Pada tahap paling ringan, konflik diri menimbulkan pusing kepada
dan nyeri punggung.Konflik diri dapat diatasi dengan teknik mengatasi
stres yang dikenal sangat ampuh untuk mengatasi konflik jenis ini.
Konflik tahap kedua ditandai oleh stres yang sudah “parah” kalau orang
19
punya pikiran lebih baik mati daripada hidup, ia sudah berada konflik diri
tingkat ketiga.
2. Konflik antarindividu adalah konflik antara dua individu. Setiap orang
mempunyai empat kebutuhan dasar psikologis yang bisa mencetuskan
konflik bila tidak terpenuhi. Keempat kebutuhan dasar psikologis ini
adalah keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia,
keinginan untuk memegan kendali, keinginan untuk memiliki harga diri
yang tinggi, dan keinginan untuk konsisten.
Keinginan untuk dihargai dan diperlakukan sebagai manusia. Kita
semua menginginkan orang mengakui martabat kita, serta menghargai
kita dan jerih payah yang kita berikan. Itulah sebabanya penghargaan
merupakan alat motivasi yang ampuh. Kita senang sekali jika dipuji
setelah menyesaikan sesuatu perkerjaan dengan baik, dan dihargai atas
sumbangan pikiran yang kita berikan. Bila kita merasa tidak dihargai atau
dianggap dapat di perlakukan sekehendak hati orang lain, atau dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan orang lain, ini berarti keinginan kita
untuk dihargai telah di langgar. Pelanggaran itu memicu reaksi kita,
berupa rasa takut atau amarah.
Keinginan untuk memegan kendali. Memegan kendali adalah keinginan
semua orang dan beberapa orang keinginan ini besa besar sekali. Orang
yang memiliki keinginan yang sangat berlebihan untuk memegan kendali
diri anda. Ingatlah hal ini selalu bila di masa datang anda berhadapan
dengan orang yang selalu ingin mengendalikan segala sesuatu.
Keinginan untuk memiliki harga diri.Rasa harga diri yang tinggi adalah
landasan yang kokoh untuk menghadapi barbagai jenis situasi. Harga diri
dalah kunci bagi kemampuan kita untuk memberi jawaban, bukan untuk
reaksi. Memjawab suatu persoalan adalah pendekatan positif, terkendali,
dan berorientasi memecahkan masalah. Reaksi adalah langkah negatif,
dan sering kali tidak tepat, penuh emosi, dan tanpa pikir panjang.
(Misalnya, pasein yang mengikuti perintah dokter vs. pasien yang rewel
bila disuruh minum obat.)
Keinginan untuk konsisten. Bila anda mengambil sikap tegas mengenai
suatu masalah dan tidak mengubah pendirian anda lagi, akan salah.
Keinginan untuk konsisten bersama dengan keinginan untuk benar demi
menyelamatkan muka, menjadi faktor penting dalam setiap konflik.
3. Konflik dalam kelompok adalah konflik yang terjadi antara individu
dalam suatu kelompok ( tim, departemen, perusahaan, dsb.), sedangkan
konflik antarkelompok melibatkan lebih dari satu kelompok (beberapa
tim, departemen, organisasi, dsb.). Aspek kelompok menambah kerumitan
konflik. Setiap orang tidak hanya harus mengatasi konflik dalam dirinya
dan konflik antara dia dengan orang lain, tetapi juga harus berhadapan
dengan keseluruhan interaksi dengan semua pelaku yang terlibat. Konflik
besar karena politik, desas-desus, dan hasutan. Persoalan yang bartambah
banyak ini menciptakan lapisan kerumitan baru bagi setiap konflik.
4. Konflik antarkelompok adalah yang paling rumit dan serius bagi
perusahaan. Setiap kali konflik bertambah panas dan menyembar di antara
kelompok. desas-desus dan gunjingan akan membawa kekacauanyang
akhirnya merusak anda dan perusahaan.20
3. Faktor penyebab konflik
Faktor penyebab konflik adalah teori konflik sosial
berkesenimbungan (protected social confliet/PSC). Teori ini
dikembangkan oleh edward azar (1990) yang merujuk kepada
kondisi-kondisi tertentu yang mendorong timbulnya permusuhan antar
kelompok komunal berupa kebencian rasial, etnik, kultur atau agama
yang berlangsung lama dan seringkali mencuat dalam bentuk aksi-aksi
kekerasan aporadis.21
Menurut Azar ada empat variabel yang menjadi pra-kondisi
timbulnya konflik sosial yang berkempanjangan (Protacted sosial
conflict / PSC), yakni : (1) muatan komunal (Communal cintent), (2)
kebutuhan dasar manusia (Humon Needs), (3) peran negara/pemerintah
(Governmonce and the states’ Role), (4) keterkaitan internasional
(International Linkages). Masing-masing faktor di atas dapat
dijelaskan secara berikut:
20
Deborah Hutauruk, Daniel P. Purba, Margaretha H. Eddy,Kiat Mengenai Konflik,Translation Copyright 2006, h.12-17.
21
1. Muatan komunal (Communal Content)
Muatan komunal, menurut Azar, merupakan faktor yang palimg
dominan dalam mendorong munculnya konflik sosial yang
berkepanjangan.Ia menegas bahwa elemen yang paling signifikan dari
faktor-faktor yang mengaruh kepada penbentukan PSC adalah
masyarakat yang memiliki komposisi „multi-komunal‟
Masyarakat multi-komunal, baik yang terbentuk sebagai hasil dari
kebijakan kolonial atau kompetisi historis, sering mengakibatkan
dominasi satu atau gabungan kelompok komunal yang tidak baik
responsif terhadap kelompok komunal yang lain. Kondisi semacam ini
dapat menhambat proses pembangunan, bangsa, merusak tatanan
sosial dan akhirnyamelahirkan fragmentasi dan konflik sosial yang
berlarut-larut solusi untuk mendamaikan konflik macam ini menurut
Azar, adalah dengan menegalakan intergrasi atau kerja sama sosial.22
2. Kebutuhan Dasar Manusia (Human Needs)
Kebutuhan Dasar manusia (Human Needs) menupakan variabel kedua
yang dapat mengubah kondisi-kondisi yang semula tidak berpotensi
konflik. Kebutuhan ontologis yang paling jelas individu atau
kelompok adalah kelangsungan hidup yang bergantung pada kepuasan
atas kebutuhan –kebutuhan dasar. Dalam kelangkaan dunia fisik,
kebutuhan dasar ini jarang terbagi secara adil atau merata.Sementara
satu kelompok/individu dapat menikmati kebutuhan tersebut secara
22
berlimpah, kelompok/individu yang lainnya justru sebaliknya.Keluhan
akibat kekurangan kebutuhan biasanya diiekpresikan secara
kolektif.Kegagalan pihak berwenang dalam merespons keluhan
tersebut menimbulkan ceruk konflik sosial yang berlarut-larut.
Azar juga mengingatkan bahwa kebutuhan pembangunan tidak
selalu harus berupa fisik dan juga tidak terpenuhi kebutuhan materi
tersebut tidak selalu mengarah langsung ke konflik.Kuncinya adalah
sejauh mana kelompok minoritas mengakses pasar atau lembaga
politik atau memperoleh pengakuan eksistensi komunal.
3. Peran pemerinyah dan negara
Peran pemerintah dan negara merupakan variabel, yang menurut Azar,
dapat menimbulkan konflik yang berpanjangan.Salah satu peran
negara, demikian Azar menegaskan, adalah memastikan bahwa semua
kelompok komunal di bawah yurisdiksinya mampu memenuhi
kebutuhan dasar mereka. Ia mencatat bahwa di negara-negara yang
mengalami konflik sosial berkempanjangan, kekuasaan politik
cenderung didominasi oleh satu kelompok identitas yang
memgunakan sumber daya untuk mempertahankan kekuasaannya ini,
atas kelompok yang lain. Untuk memapankan kekuasaannya ini,
kelompok yang berkuasa akan berupaya meredam seminimal mungkin
partisipasi kelompok minoritas.23
23
Berdasar catatannya ini Azar kemudian menyimpulkan bahwa,
krisis semacam itu akan memperburuk situasi kompetitif atau konflik
yang sudah ada sebelumnya dan mengurangi kemampuan Negara
untuk memenuhi kebutuhan dasar serta menyebabkan berkembangnya
krisis secara lebih lanjut. Dengan kata lain, tipologi rejim dan tingkat
legitimasi menjadi variabel penghubung yang sangat penting antara
kebutuhan dengan konflik sosial yang berkempanjangan
4. Keterkaitan dengan dunia Internasional
Variabel ke empat ini tidak ada hubungannya dengan peran
pemerintah/negara dalam memberi akses kepada kelompok-kelompok
komunal untuk memenuhi kebutuhan dasar, keamanan atau
pengakuan, tetapi sejauh mana kebijakan internal ditentukan oleh
hubungan internasional.24
Azar membagi hubungan internasional kedua bentuk yang berbeda,
yakni ketergantungan ekonomi dan hubung klien. Negara-negara yang
secara ekonomi tergantung pada sistem ekonomi Internasional, pada
gilirannya akan menjadi lemah karena kebijakan pembangunan
ekonominya ditentukan pengaruh luar. Ketergantungan inilah yang
sering menjadi penolakan akses bagi kebutuhan kelompok-kelompok
komunal menjadi makin parah, mendistorsi sistem politik dan
ekonomi dalam negeri. Hal yang sama terjadi dalam hubungan klient
dimana masalah keamanan suatu negara dijamin dengan imbalan
24
kesetian. Kondisi semacam ini berpotensi mengaggu tanggung jawab
utama mereka, karena loyalitas klient akanmengorbankan otonomi dan
kemerdekaan, atau berhubungan dengan kebutuhan masyarakat
sendiri, demi megejar kebijakan dalam dan luar negeri.
Selaian dari empat variabel yang menjadi pra-kondisi timbulnya
konflik sosial berkepanjangan (PSC) ada lagi suatu komponen lain
yang berperan dalam mengaktifkan potensi konflik yang tersembunyi
yang oleh Azar diberi nama dinamika proses (process dynamics,)
Dalam dinamika proses ini ada tiga faktor kunci yang mendorong
akselerasi konflik, yaitu :
a. Strategi-strategi dan Aksi Komunal
Variabel ini mengacu pada potensi „pemicu‟ yang mengatifkan
konflik laten yang kemudian meningkat menjadi konflik yang lebih
luas dan mungkin disertai kekerasan. Azar merangkum proses ini
sebagai beikut : pada awalnya, meski tidak selalu demikian, suatu
pemicu dapat berupa peristiwa sepele, misalnya : penghinaan
seseorang yang memiliki ikatan komunal yang kuat. Tapi masalah
sepele itu cederung menjadi titik balik karena perlakuan terhadap
individu dipandang perlakuan kolektif. Pengakuan kolektif terhadap
keluhan perseorangan tadi secara alami akan menyebabkan protes
secara kolektif. Protif kolektif biasanya diikuti dengan oleh aksi
represif atau penekanan.Pada saat ketegangan meningkat,
konstituen mereka, tidak hanya untuk peristiwa itu saja tetapi juga
untuk berbagai isu-isu lain yang melibatkan keamanan komunal, akses
dan keamanan kebutuhan dasar (misalnya isu kemiskinan dan
ketidaksdilan politik).
Berkembangnya insiden tersebut ke isu lain selanjutnya
meningkatkan momentom untuk mengorganisir dan memobilisasi
sumbar daya. Pada saat tingkat organisasi komunal dan memobilisasi
menjadi lebih besar, kelompok komunal lalu berusaha untuk
merumuskan strategi dan taktik yang lebih beragam, yang mungkin
melibatkan penbangkangan sipil, perang geliya atau gerakan
seperatif.Sejauh mana peningkatan ini menjadi sebagian dipengaruhi
oleh kemampuan kelompok komunal untuk secara efektif
mengorganisir dan mengembangkan kepemimpinan yang serta
kecenderungan mereka untuk mengumpulkan dukungan di luar
batas-batas nasional yang pada gilirannya mengakibatkan konflik bersifat
regional.
b. Strategi dan Tindakan Negara
Azar mencatat bahwa dalam kebanyakan kasus, respon negara
terhadap keluhan komunal, terutama yang memiliki struktur
pemerintah yang lemah, biasanya berupa represi koersif atau kooptasi
instrukmental untuk menyembunyikan tanda luar kelemahan atau
kekalahan.Dalam banyak kasus, respon militan atau keras merupakan
komunal. Strategi keras tersebut mengundang tangapan yang samadari
kelompok-kelompok militan yang ditekan. Kooptasi bisa berfunsi
untuk mengurangi keluhan komunal, tetapi biasanya dianggap sebagai
manuver taktis untuk memecah oposisi dan mengalihkan
perhatiannya.Kegagalan strategi kooptasi lebih lanjut membenarkan
pilihan represif koersif, yang mengarah ke spiral atas bentrokan
kekerasan.
c. Makanisme konflik yang melekat
Persepsi dan motivasi di balik perilaku negara dan aktor-aktor
komunal timbul berdasarkan pengalaman dan rasa takut terhadap
kelompok-kelompok komunal tertentu. Dalam interaksi ini kesan
buruk cenderung dihubungkan ke pihak lain, bahkan mungkin ada
juga pemalsuan, sehingga cetra negatif secara timbul balik muncul
mengakibatkan antagonisme komunal serta memperkuat konflik sosial
yang berlarut-larut.25
Menurut Paul Conn, konflik ini disebabkan oleh dua hal yaitu
:pertama,
Kemajemukan horizontal yakni masyarakat majemuk secara
kultural seperti suku, bangsa, agama, bahasa dan rasanya dan
masyarakat majemuk secara horizontal sosial dalam arti perbedaan
perkerjaan dan profesi.Kedua,kemajuan vertikal seperti struktur
masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemiliki kekayaan,
25
pengatahuan dan kekuasaan. “Yang lebih ironis adalah kemajemukan
masyarakat secara kultural ini sangat mudah menimbulkan konflik
sebab masing-masing orang berusahamempertahankan budaya lain.
Bahkan ini bisa menimbulkan sebuah ketegangan konflik berupa
perang saudara (Civil war), separatisme dan lainnya
Berdasarkan kedua penyebab konflik di atas, ada ahli lain
menambahkan bahwa konflik itu bisa muncul dari faktor internal
maupun juga dari faktor sketrem. Faktor internal muncul dari dalam
diri orang, kelompok masyarakat, organisasi atupun negara itu sendiri
sehingga penyelesaiannya membutuhkan hal-hal yang bersifat
kekeluargaan, sedangkan faktor eksternal muncul ketika orang,
kelompok masyarakat, organisasi atau negara itu berhadapan dengan
yang lainnya sehingga proses penyelesaiannya berbelit-belit, bisa
melalui perundingan atau dialog hingga penyelesaian dengan cara
kekerasan, sebab masing-masing pihak ingin mempertahankan atau
memperebutkan sesuatu yang diinginkan.26
B. Solusi / penyelesaian
1. Pengertian penyelesaian Konflik Sosial
Penyelesaian memiliki 1 arti.Penyelesaian berasal dari kata dasar
selesai. Penyelesaian memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda
26
sehingga penyelesaian dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat,
atau semua benda dan segala yang berbedakan.27
Penyelesaian konflik secara sosiologis, dapat berbentuk proses sosial
yang bersifat menggabungkan (associative processes) serta proses sosial
yang menceraikan (dissociative processes). Proses sosial yang bersifat
asosiatif diarahkan dapa terwujudnya nilai-nilai seperti keadilan sosial,
cinta kasih, kerukunan, solidaritas. Sebaliknya proses sosial yang bersifat
disosiatif mengarah pada terciptanya nilai-nilai negatif atau asocial, seperti
kebencian, permusuhan, egoism, kesombongan, pertentangan, perpecahan
dan sebagainya, jadi, proses sosial asosiatif dapat dapat dikatakan proses
positif. Proses sosial yang disosiatif disebut proses negatif. Sehubungan
dengan hal ini, proses sosial yang asosiatif dapat digunakan sebagai usaha
menyelesaikan konflik.
2. Macam-macam penyelesaian Konflik
Gaya manajemen konflik ada lima pendekatan dalam manajemen
konflik sudah umum diterima. Tidak ada satu pendekatan pun yang efektif
untuk semua situasi. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan
kemampuan menggunakan setiap gaya sesuai situasi.
1. Kolaborasi (kerja sama) dalah gaya menangani konflik sama-sama menang.
Orang yang memilih gaya ini mencoba mengadakan pertukaran
informasi. Ada keinginan untuk melihat sedalam mungkin semua
27
perbedaan yang ada dan mencari pemecahan yang disepakati
semua pihal.Gaya ini erat kaitannya dengan metode memecahkan
persoalan dan paling efektif untuk persoalan yang kompleks.
Gaya ini mendorong orang berpikir kreatif. Salah satu
kelebihan gaya ini dalah orang berusaha mencari berbagai
alternatif. Semua pihak terdorong untuk mempertimbangkan semua
informasi dari berbagai nara sumber dan perspektif. Namun, gaya
ini tidak efektif bila pihak-pihak yang terlibat konflik tidak punya
niat untuk menyelesaikan masalah atau atau bila waktu terbatas.
Kerja sama butuh waktu. Bila diaplikasiakan dapa tahap konflik
lebih tinngi, gaya ini dapat menimbulkan kecewaan karena logika
dan pertimbangan rasional sering dikatakan oleh emosi yang terkait
dengan suatu pendirian atau sikap.
Gaya kolaborasi menyatukan langkah semua pihak pada upaya
mencari pemecahan bagi persoalan yang kompleks.gaya ini tepat
digunakan bila orang dan masalah jelas terpisah, dan biasanya
tidak efektif bila pihak-pihak yang bertikai memang ingin
bertengkar. Gaya ini dapt menjadi motivator positif dalam sesi
brainstorming atau problem-solving.Pastikan setiap orang yang
berkepentingan ikut berpartisipasi.
2. Mengikuti kemampuan orang lain atau disebut juga placating
(memuaskan), adalah gaya lain untuk mengatasi konflik. Gaya ini
diri sendiri barangkali mencerminkan rasa rendah diri orang
tersebut. Gaya ini juga dapat diguna dengan sengaja untuk
menyanjung-nyanjung orang lain, sehungga buatnya merasa lebih
tenang dalm menghadapi persoalan. Menggunakan gaya ini untuk
memuji orang lain ada manfaatnya, terutama bila posisi anda
secara positis tidak berbahaya dalm berusahaan. Gaya mengikuti
kemapuan orang lain berusaha menyembunyikan perbedaan yang
ada antara pihak-pihak terlibat sejauh mungkin dan mencari
titik-titik persamaan. Perhatian yang besar pada kepentingan orang lain
menyebabkan seseorang berusaha memuaskan kebutuhan orang
laindengan mengorbankan kepemtingan sendiri. Bila digunakan
secara efektif, gaya dapat memelihara hubungan yang baik.
Mengikuti kemampuan orang lain yang diguna secara tak sadar,
akan mendorong berpandangan tentang bahwa anda bersikap
seperti, “silakan perlakukan saya sekehendak hati anda.”
Gaya ini berguna bagi peminpin perusahaan yang tidak begitu
yakin akan posisinya atau khawatir telah berbuat kesalahan.
Dengan menggunakan gaya mengikuti kemampuan orang lain,
dia secara pasif menerima kekuasaan orang lain, mengulur
waktu untuk melihat perkembangan keadaan, dan mencari
alternatif pemecahan.
Gaya ini memberikan kekuasaan dapa orang lain. Jika
membangun kepercayaan dan rasa percaya diri dapa pihak lain.
Jika anda merasa pasti dengan posisi anda, gaya ini padat
digunakan sebagai mekanisme untuk melimpahkan wewenang.
3. Mendominasi ( menonjolkan kemampuan sendiri) adalah kebaikan dari gaya yang mengikuti kemampuan orang lain. Gaya
ini menekankan kepentingan sendiri. Pada gaya yang mengikuti
kemampuan orang lain, seseorang mengesampingankan
kepentingan sendiri. pada gaya mendominasi, kepentingan orang
lain tidak digubris sama sekali.gaya ini efektif bial keputusan perlu
segera diambil atau jika persoalan yang dihadapi tidak penting.
Gaya ini bisa reaksioner, didorong oelh keinginan menyelamatkan
diri sendiri.Ini tercermin dalam aliran filsafat yang mengatakan,
“lebih baik menembak mareka dari ditembak”. Bila suatu persoalan
penting, gaya ini akan memaksa pihak lain memusatkan perhatian
pada kebutuhan-kebutuhan yang spesifik.
Gaya dominasi bisa efektif bila ada perbedaan besar tingkat
pengetahuanyang dimiliki. Kemampuan menyajikan fakta,
pernimbangan berbagai persoalan, memberi nasihat yang jutu, dan
menggerakkan langkah nyata selama konflik, akan sangat berguna.
Namun, langkah yang nyata dimiliki sisi lain, yaitu langkah yang
salah.Salah menggunakan kekuasaan dapat menghambat sukses di
sering dikaitkan dengan sikap preman dan “taktik kekerasan”
tukang catut kekuasaan.
Gaya ini sebaiknya hanya digunakan bila sangat diperlukan. Gaya
ini berlaku selama anda memiliki hak dan kekuasaan perusahaan
yang memiliki stuktur hierarkis yang ketat cenderung menukai
gaya ini. Gaya bergaris dengan jelas siapa anak buah dan siapa
berwenang mengambil keputusan. Jika anda bekerja di perusahaan
yang menggunakan gaya untuk menghadapi bekerja dan konflik,
anda akan melihat faktor sikap pendukung “pokoknya selamat
dulu.”
4. Menhindari adalah gaya keempat dalm menangani konflik. Orang yang menggunakan gaya ini tidak memberi nilai yang tinggi pada
dirinya atau orang lain. Ini adalah gaya “jangan merusak suasana”.
Aspek negatif dari gaya ini dalah melemparkan masalah pada
orang lainatau mengesampingkan masalah. Orang menggunakan
gaya ini menarik diri dari situasi yang ada dan membiarkan orang
lain untuk menyelesaikannya.
Bila persoalan yang dihadapi tidak penting, mengulur-ulur waktu
dapat mengdinginkan suasana – suatu cara efektif mengguna gaya
menghindari. Gaya ini juga efektif dalam hal keperluan
waktu.Misalnya, ketika rapat direksi, stu mata acara rapat
Di sisi lain, gaya inibisa menjengkelkan bagi pihak lain karena
harus menunggu lama untuk mendapatkan jawaban dan tidak
banyak memberikan kepuasan, sehingga konflik cenderung akan
terus berlanjut. Gaya menghindari mengulur waktu, maka
gunakanlah dengan bijaksana. Jika anda melihat seseorang
menggunakannya, itu pertanda ia tidak yakin dan perlu waktu
untuk mempelajari situasi itu. Pastikan ada tindakan nyata bila
waktu telah tersedia.Konflik biasanya tidak lenyap seiring
berjalannya waktu.
5. kompromi adalah gaya lain untuk menangani konflik. Gaya ini digambarkan terletak di tengah-tengah diagram “lima gaya
menajemen konflik” yang sudah disebutkan di atas tadi. Nilai gaya
ini tidak tinggi dan tidak juga rendah, tergantung nilai kepentingan
orang lain atau kepentingan diri sendiri. Gaya ini berorientasi pada
jalan tengah, karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan
dan diterima. Gaya ini sangat efektif bila belah pihak sama-sama
benar, tetapi menghasil penyelesaikan keliru bila salah pihak salah.
Gaya kompromi paling efektif bila persoalan yang dihadapi
kompleks atau bila kekuasaan seimbang.Kompromi dapat dipilih
bila cara-cara lain tidak membuahkan hasil dan kedua pihak
bersedia menjelaskan pendapat masing-masing dan mencari jalan
konsesi.Semua pihak jelas harus bersedia mengorbankan sesuatu
agar penyelesaian tercapai.
Keahlian bernegosiasi dan tawar-menawar adalah penlengkap gaya
kompromi. Manfaatnya, pihak-pihak yang bersangkutan didorong
untuk membicarakan persoalan yang dihadapi dan mencapai
kesepakatan.Mempertahankan sikap netral sangat sulit. Jangan
terkejuk jika anda dituduh berpihak bila menggunakan gaya ini.
Perusahaan akan menghadapi kesulitan kalau pekerja terdiri atas
pihak yang menang dan pihak yang kalah. Karenanya, gunakan
gaya ini hanya bial kerugian kedua belah pihak dapat dapat ditekan
sekecil-kecilnya!28
28
BAB III
GAMBARAN UMUM OPJEK PENELITIAN
A. Geografis Patani (Thailand Selatan)
Jumlah penduduk Muslim di negara Thailand adalah sekitar 15 persen,
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penganut Budha yang jumlah sekitar 80
persen. Mayoritas penduduk yang Muslim ini tinggal di Selatan
Thailand,khususnya di provinsi Patani, Yala dan Narathiwat. Tiga Provinsi ini
sangat mewarnai dinamika di Thailand Selatan. Ini dikarenakan tradisi Muslim di
wilayah ini telah mengakar sejak zaman kerajaan Sri Vijaya yang menguasai
Wilayah Asia Tenggara, termasuk Thailand Selatan29
Thailand Selatan letaknya di Semenanjung Tanah Melayu, yang dahulu
dikenal dalam sejarah sebagai Semenanjung Emas. Kawasan Selatan yang
berbentuk semenanjung itu terletak diantara garis lintang dan garisan bujur.
Bentuk buminya adalah bujur memanjang yang panjangnya dari Utara ke Selatan
sejauh 600 km. Lebarnya pula, di kawasan yang paling luas ialah 250 km dan
yang paling sempit 64 km. Keluasan bumi di Selatan ialah 70.715.15 km persegi
yaitu 13.78 % daripada keseluruhan bumi di Thailand
Patani merupakan salah satu provinsi (changwatd) di Selatan Thailand,
Provinsi provinsi yang bertetangga (dari arah selatan tenggara searah jarum jam
adalah Narathiwat (Menara), Yala (Jala) dan Songkhla (Senggora).Masyarakat
Melayu setempat menyebut provinsi mereka.Patani Darussalam atau Patani Raya.
29
Patani terletak di Semenanjung Melayu dengan pantai Teluk Thailand di
sebelah utara. Di bagian selatan terdapat gunung-gunung dan atraksi turisme
seperti taman negara Budo-Sungai Padi yang yang berada di perbatasan provinsi
Yala (Jala), dan Narathiwat (Menara). Di sini juga terdapat beberapa tumbuhan
yang agak unik seperti palma Bangsoon dan rotan Takathong. Di kawasan
perbatasan dengan Songkhla dan Yala pula terdapat sebuah taman rimba yang
terkenal dengan gunung terjunnya, Namtok Sai Khao.30
Patani adalah salah satu Negeri terletak di dunia Melayu. Kini dibawah
kekuasaan pemerintah Thailand atau dikenal dengan panggilan empat propinsi dan
lima kabupaten selatan. Patani‟ mempunyai keluasan tanah sebanyak 16,495 km
persegi, mengikut pecehan kawasan provinsi-provinsi sebagai berikut:
Tabel 1.1 letak geografis
Provinsi Keluasan
Pattani 1,940
Yala 4,521
Naratiwat 4,475
Satul 2,479
Pattani Barat (sebagian
Songgora) Tiba, Cenak,
Sabayoi, Nawi, Sadawa
3,080
Total 16,495 km persergi
30Wikipedia, “Provinsi Patani”,
Kebiadaban tentara Thailand terhadap umat Bangsa Melayu di Patani
sebenarnya telah mengakar sejak berdirinya negeri gajah putih itu.Ini tidak hanya
menyangkut soal ketegangan budaya tetapi juga soal ketegangan
berbangsa.Bangsa Thai yang mayoritas beragama Buddha kelihatannya belum
menerima orang Patani sebagai masyarakat sebangsa.
Secara geografis Patani diklaim sebagai wilayah kerajaan Thai tetapi
sebaliknya secara demografis dan kultural Patani selalu dilihat sebagai bangsa lain
yang kehadirannya dianggap mengganggu keutuhan bangsa itu, akibatnya mereka
didiskriminasi karena berbeda ras berbeda etnis, dengan demikian juga beda
kultur. Perbedaan itu, yang membuat pemerintah Thai bersikap diskriminatif
bahkan cenderung diekpresikan dengan tindak kekerasan baik yang terbatas
maupun massa.31
B. Demografi Patani (Thailand Selatan)
Patanian terdiri dari banyak etnis meliputi beberapa warga penduduk
bangsa. Dahulu Negeri Patani dapat menjadi masyarakat multikultural dengan
terdiri dari Melayu Muslim, Melayu Buddha, Cina Muslim, Cina Buddha, Thai
Muslim, Thai Buddha dan lain-lain yang mempunyai mayoritas penduduk melayu
muslim beragama Islam.
Patani merupakan salah satu daripada empat provinsi Thailand yang
mempunyai mayoritas penduduk beragama Islam 90% Thai Buddha 7%, Thai
Cina 3% .
31
Gambar1.4 : Demografi
Berdasar data pusat statistik Kerakyatan 2012, bahwa jumlah penduduk di
Patani seramai 2,659,958 orang. Mayoritas 90% adalahetnis Melayu Muslim, dan
beberapa Suku Bangsa lain sepertisiam, Cina, Arab, Afganistan, India. Berikut
adalah pecahan penduduk mengikut Provinsi.
Tabel 1.2
Provinsi Jumlah Penduduk
Beragama Islam
Patani 671,615 88%
Narathiwat 757,397 82%
Stul 305,879 74%
Patani Barat (Sebagian Songgora) tiba-Canak-Sabaya-Nawi, Sadawa
424,253 75%
Total 2,659,958 90%
a. Aspek politik
kehidupan minoritas Muslim di Thailand. Secara geografis, umat Muslim di
Thailand bertempat di empat wilayah selatan Thailand yaitu; Patani, Yala,
Narathiwat dan Satun.
Dalam tatanan sosial, muslimin Thailand mendapatkan julukan yang
kurang enak untuk didengar.Yaitu khaek yang berarti orang luar, pendatang atau
tamu.Meskipun pada mulanya khaek merupakan term untuk makro-etnis bagi
orang selain Thai tapi lama kelamaan term tersebut dipakai pemerintah untuk
mendeskripsikan kaum melayu-muslim diselatan Thailand.
Hingga istilah Thai-Islam dibuat pada 1940-an. Akan tetapi istilah ini
menimblkan kontradiksi karena istilah “Thai” merupakan sinonim dari kata
“Budha” sedangkan “Islam” identik dengan kaum muslim melayu pada waktu itu.
Jadi bagaimana mungkin seseorang menjadi budha dan muslim pada satu waktu?
Maka dari itu kaum muslim melayu lebih suka dipanggil Malay-Islam,
Dari problem rasial seperti di atas, timbullah pengelompokan kaum
Pertama, assimilated group.Atau golongan yang terasimilasi atau berbaur dengan kaum mayoritas yaitu agama masyarakat Thai-Budha pada segala bidang tatanan
kehidupan hanya saja tidak sampai pada masalah keagamaan.
Kedua, unassimilated group.Atau golongan yang tidak berbaur namun menyendiri di Thailand bagian selatan. Yang masih menunjukkan kultur
melayu-Islam pada nama, bahasa dan adat. Golongan ini bertempat tinggal di daerah Yala,
Narathiwat dan Pattani.Kecuali daerah Satun yang sudah terasimilasi dengan
kelompok mayoritas Thai.
Dalam kaca mata historis, kehidpan sosio-politik kaum muslim Thailand
selatan khususnya di patani bisa dibagi menjadi tiga fase.
kerajaan melayu Pattani, Menurut A.Teeuw dan Wyatt kerajaan ini berdiri sendiri tanpa aturan dari kerajaan Siam atau Thailand. Fase ini dimulai sekitar
abad ke-14.dimana kerajaan melayu patani telah dibentuk,
“A.Teeuw dan Wyatt berpendapat bahawa Patani telah ditubuhkan sekitar
pertengahan abad ke-14 dan ke-15. Pendapat mereka berasaskan kepada tulisan
Tomes Pires dan lawatan Laksamana Cheng Ho ke rantau ini dalam tahun
1404-1433 T.M. (Teeuw & Wyatt 1970,3). Mengikut Hikayat Patani pula, Kerajaan
Melayu Patani berasal dari kerajaan Melayu yang berpusat di Kota Mahligai yang
diperintah oleh Phya Tu Kerab Mahayana (Teeuw & Wyatt 1970,68).”
Kehidupan Pattani di semenanjung Siam yang strategis menjadi tujuan pedagang
ramai dan sibuk.Sehingga dalam waktu yang singkat patani telah menjadi kerajaan
yang kuat dan ramai dari segi ekonomi maupun politik.Hubungan patani dengan
luar negeri yang baik menjadikannya selamat dari penjajahan negara Siam,
Portugis dan Belanda.
Islam masuk di kerajaan Melayu-Pattani sekitar abad ke-13. Keadaan yang seperti
ini menjadikan kerjaan melayu patani menjadi tuuan para pedagang pedagang
muslim maupun non muslim dari belahan bumi barat dan menancapkan ajaran
agama Islam pada sekitar abad ke-13.
Beberapa bagian dimana kerajaan melayu Pattani mendapatkan hak
otonomi dari kerajaan Siam sebelum tahun 1808 M. Dan lambat laun mendapat
pengaruh dari Sukhotai. Penjelasan struktur melayu patani di bawah kekuasan
Dari tabel di atas terlihat jelas bahwa muslim Pattani menjadi minoritas
yang sepenuhnya diatur dibawah kekuasaan Thailand. Hingga pada akhirnya
muslim Thailand yang berada di wilayah selatan Thailand dibagi dalam empat
propinsi, Patani, Yala, Narathiwat dan Patuni.
Dimana masuknya pengaruh pengaruh barat pada awal abad ke-19 telah
merubah Siam menjadi modern pada berbagai bidang, ekonomi, politik dan
pendidikan, hal serupa telah memberi pengaruh pada generasi muda muslim
Thailand selatan yang selama ini dalam kekuasaan Thailand dan menumbuhkan Pre-1808 Patani was an autonomous state and gradually came under Sukhothai
influence as a vassal state and under Ayutthaya control as a tributary
state.
1808 Bangkok ruled and divided Patani into 7 muang [states]: (1) Patani (2)
Nongchik (3)Yaring (4) Raman (5) Yala (6) Saiburi (7) Rangae
1832
1838
Revolts in the “Seven States”
1901 Bangkok under Rama V launched a central administration of the
provinces and issued the “Regulations Concerning the Administration of the Area of the Seven Provinces” which aimed at increasing centralized
Thai control over the area.
1902 Raja of Patani, Abdul Kadir, led a rebellion against the Thai Reform.
1906 The “Seven States” were made into a Circle[monthon] Patani
1909 The Anglo-Siamese Agreement established the present border between
Thailand and Malaysia.
1932 Revolution overthrew the monarchy
1933 Abolished the Circle system; re-organization of the southernmost area
into (1) Pattani Province (2) Yala Province (3) Narathiwat Province and
semangat nasionalisme dalam diri mereka untuk menjadi merdeka dan berdiri
sendiri dari kekangan Thailand.
Dimulailah perjuangan untuk menuntut kemerdekaan bagi wilayah muslim
Thailand pattani dan empat wilayah lainnya di Thailand selatan. Kesempatan
untuk merdeka semakin terbuka lebar ketika terjadi terjadi perang pasifik dengan
Thailand dan Jepang melawan Britain dan Amerika.Setelah kekalahan Britain di
melayu dan kekalahan Amerika di Hawai, pada 21 Disember 1941, Pibul
Songgram berpihak kepada Jepang. Sebagai imbalan, Jepang berjanji akan
menyerahkan wilayah melayu utara, Kelantan, Kedah, Trengganu dan Perlis
Kepada Thailand.
Pada 25 januari 1941, Thailand mengobarkan perang melawan Britain,
akan tetapi berbeda dengan Amerika yang membiarkan kedua negara tersebut
bertikai. Hal ini dimanfaatkan oleh Pattani dan wilayah muslim Thailand selatan
untuk memanfaatkan Britain membantu mereka merdeka dari belenggu Thailand
dan dipimpin oleh tengku Muhyidin.
Akan tetapi Britain mempunyai kehendak lain dibalik perseteruannya dengan
Thailand sehingga tengku Muhyidin sadar bahwasanya dirinya telah menajadi
mangsa percaturan politik Britain-Thailand.
Kegagalan tengku Muhyidin dalam membebaskan wilayah selatan Thailand telah
menggalakkan ulama muslim untuk turun berjuang di wilayah terbuka. Akan
tetapi mereka sadar bahwa keadaan politik yang ada menjadikan mereka sulit
mengakui kedaulatan Thailand pada 1 janurai 1941. Hal ini menyisakan satu
solusi bagi umat muslim di Thailand selatan, yaitu menuntut otonomi penuh bagi
empat wilayah Thailand selatan dari penguasa thailand.
Kegagalan merebut kemerdekaan bagi wilalyah muslim di Thailand
selatan telah memunculkan gerakan gerakan baru yang lebih besar. Pada tahun
1950 dan seterusnya hubungan melayu muslim Thailand selatan dengan penguasa
Thailand diliputi ketidakpercayaan, kecurigaan dan kesalah pahaman yang
berlarut larut. Hal itu dikarenakan ketidak setujuan komunitas muslim pada aturan
aturan dan proses asimilasiyang dilakukan oleh pemerintah Thailand kepada
komunitas muslim,
Pada tahun 1970, diberlakukan operasi pembersihan gerakan
anti-pemerintah diwilayah muslim Thailand selatan. Keadaan menekan tersebut
menimbulkan reaksi keras dari komunitas muslim dengan bermunculannya
gerakan pemberontakan dan pembebasan wilayah muslim Thailand selatan;
Barisan Nasional Pembebasan Pattani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional (BRN),
Bertubuhan perpaduan Pembebasan Pattani (PPPP) atau PULO. Yang menjadi
motor pergerakan pembebasan muslim Pattani dan