• Tidak ada hasil yang ditemukan

Battery Energy Storage System (BESS) untuk Memperbaiki Kestabilan Frekuensi pada Multi-Area Automatic Generation Control (AGC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Battery Energy Storage System (BESS) untuk Memperbaiki Kestabilan Frekuensi pada Multi-Area Automatic Generation Control (AGC)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Battery Energy Storage System

(BESS) untuk

Memperbaiki Kestabilan Frekuensi pada Multi-Area

Automatic Generation Control

(AGC)

1

st

Tirta Jayadiharja

Program Studi Teknik Elektro Universitas Pertamina

Jakarta, Indonesia [email protected]

2

nd

Muhammad Abdillah

Program Studi Teknik Elektro Universitas Pertamina

Jakarta, Indonesia [email protected]

3

rd

R. Harry Arjadi

Pusat Penelitian Teknologi Pengujian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Tangerang Selatan, Indonesia harry [email protected]

abstrak—Penelitian ini menyajikan sistem lima area Automatic Generation Control (AGC) dari sistem termal yang sama dan saling terhubung. Memberikan perhatian pada sistem multi-area yang berbeda adalah alasan penelitian tentang sistem lima area, disebabkan sebagian besar penelitian multi-area AGC berkaitan dengan sistem dua area thermal yang sama. Sis-tem AGC digunakan karena menawarkan peredaman fluktuasi frekuensi yang lebih baik saat beban sistem berubah secara terus-menerus. Namun peredaman fluktuasi oleh AGC belum cukup untuk memperbaiki kestabilan frekuensi pada sistem lima area. Maka digunakan Battery Energy Storage System (BESS) untuk meredam fluktuasi frekuensi lebih baik. Nyatanya menggunakan sistem AGC-BESS masih belum cukup untuk meredam fluktuasi frekuensi, karena sistem belum dapat memenuhi standar operasi frekuensi. Upaya lain dilakukan penerapan Proportional Integral Derivative (PID) pada BESS. PID dipilih karena bekerja dengan baik pada struktur yang sederhana dan mudah dipahami, maka pada hasil penelitian mendapatkan respons sistem AGC-BESS-PID dapat memenuhi standar operasi frekuensi.

Kata kunci—Multi-Area Automatic Generation Control, Battery Energy Storage System, Proportional Integral Derivative

ISTILAH

a Parameter sinkronisasi area

B Karakteristik respon frekuensi area

D Parameter derivative

F Frekuensi sistem lima area AGC

I Parameter Integral

KBESS Koefisien BESS

Kg Koefisien steam governor

Ki Parameter kontrol integral sistem lima area AGC

Kp Koefisien beban

Kt Koefisien steam turbine

L Beban pada area

N Koefisien filter

P Parameter proportional

R Regulasi kecepatan governor

T Koefisien sinkronisasi

TC-De Waktu penundaan perintah Tconv Waktu konverter

Tg Time constant steam governor

TM-De Waktu penundaan pengukuran

Tp Time constant beban

Tt Time constant steam turbine I. PENDAHULUAN

Di zaman modern, permintaan menyimpang dari keadaan normal dengan jumlah kecil yang tidak dapat di prediksi. Oleh karena itu, sistem dapat mengalami penyimpangan nom-inal frekuensi yang dapat menghasilkan efek yang tidak di-inginkan. Thermal Generating Unit (TGU) perlu terus menerus memasok tenaga listrik dengan kebutuhan yang semakin meningkat. Berkat Automatic Generation Control (AGC) dapat memainkan peran kunci untuk menjaga osilasi frekuensi dan daya tie-line karena perubahan beban yang tidak dapat di prediksi. Faktanya, parameter pengontrol AGC memiliki pen-garuh yang signifikan terhadap kinerja kontrol Area Control Error (ACE), yaitu mengukur keseimbangan pembangkitan dengan permintaan listrik, dan kepatuhan kontrak antara area kontrol. hal ini disebut sebagai kontrol sekunder dan mem-butuhkan setiap area kontrol untuk memenuhi permintaannya sendiri, sebagai hasilnya dapat mempertahankan frekuensi nominal dalam sistem [1]. Tujuan utama dari makalah ini adalah membantu menyelesaikan masalah frekuensi untuk multi-area, lima area AGC interkoneksi TGU sistem non-reheat[2].

Tugas dasar dari sistem tenaga adalah untuk menjaga ke-seimbangan antara permintaan daya dan pembangkit listrik, untuk menyediakan tenaga listrik berkualitas tinggi yang da-pat diandalkan kepada pengguna [3]. Penelitian sebelumnya menyatakan untuk meningkatkan kinerja dinamis AGC, daya aktif sumber dengan respons cepat seperti Battery Energy Storage System (BESS) diharapkan sebagai penanggulangan yang paling efektif [4], [5]. Terdapat buku yang menjelaskan sistem penyimpanan energi baterai dapat digunakan untuk mengatasi beberapa tantangan yang terkait dengan integrasi jaringan energi dalam skala besar [6]. Namun, kurang mem-perhatikan metode desain pengontrol BESS.

Penelitian ini menggunakan kontrol Proporsional Integral Derivative(PID) pada BESS, diharapkan BESS dengan sistem

(2)

Tabel I

PARAMETERKUALITASFREKUENSI PADAAREASINKRON DARI

ENTSO-E [10]

CE GB IRE NE

Nominal Frequency 50 Hz 50 Hz 50 Hz 50 Hz Standard Frequency Range ±50 ±200 ±200 ±100

mHz mHz mHz mHz

Maximum Instantaneous ±800 ±800 ±1000 ±1000 Frequency Deviation mHz mHz mHz mHz Maximum Steady State ±200 ±500 ±500 ±500

Frequency Deviation mHz mHz mHz mHz Time to Recover Frequency 15 min 1 min 1 min 15 min

kontrol PID memiliki respons yang lebih baik dari pada tanpa kontrol. Kontrol PID dipilih dengan latar belakang penggunaan yang mudah. Hal tersebut telah dibuktikan pada penelitian sebelumnya, desain dan implementasi yang sederhana pada conventional linear control(P, PI, PD, dan PID) [7]. Faktanya kontrol PID digunakan oleh banyak industri karena bekerja dengan baik pada struktur yang sederhana dan mudah dipa-hami [8]. Penelitian mengenai kontrol PID yang diimplemen-tasikan pada sistem penyimpanan energi untuk permasalahan Load Frequency Control (LFC), mendapatkan hasil respons sistem yang kuat dalam peredaman frekuensi [9].

Pada penelitian ini mengusulkan simulasi sistem lima area AGC yang akan dilakukan menggunakan software MATLAB. Pada kondisi pembangkit listrik termal AGC interkoneksi lima area mengalami perubahan beban listrik dengan gangguan dinamik, yang berakibat pada peningkatan fluktuasi frekuensi. Maka dilakukan peredam fluktuasi frekuensi daya oleh BESS, dengan penambahan PID yang digunakan sebagai sistem kon-trol BESS untuk memperbaiki kestabilan frekuensi lebih baik dan cepat. Pada kondisi lain, penambahan BESS membu-tuhkan biaya untuk pembelian BESS, pemasangan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk menghemat pengeluaran pemasangan BESS, dilakukan penelitian pemasangan satu BESS pada sistem lima area AGC, berdasarkan letak area pe-masangan BESS yang mendapat respons peredaman fluktuasi frekuensi terbaik. Namun setiap wilayah memiliki standar op-erasi frekuensi yang berbeda, bukan tidak mungkin penamba-han satu BESS yang dapat meredam fluktuasi frekuensi, belum memenuhi standar operasi frekuensi pada wilayah tersebut karena fluktuasi frekuensi masih harus diredam. Maka untuk memenuhi standar operasi frekuensi yang belum terpenuhi oleh penambahan satu BESS, dilakukan penelitian jumlah pemasangan BESS untuk meredam fluktuasi frekuensi lebih baik dari satu BESS.

II. PERANCANGAN

Pada sistem tenaga listrik, frekuensi adalah variabel yang terus berubah karena dipengaruhi oleh pembangkit dan beban. Frekuensi selalu dijaga dalam batas yang diizinkan untuk memenuhi kestabilan operasi sistem tenaga. Operator sistem yang berbeda telah menetapkan standar operasi frekuensi yang berbeda untuk kondisi normal dan abnormal.

Standar operasi frekuensi yang ditetapkan oleh European Network of Transmission System Operators for

Electric-ity (ENTSO-E) ditunjukan pada Tabel I. Terdapat empat wilayah sinkron di Eropa. Pada wilayah Great Britain (GB) adalah membentuk area sinkron sendiri. Pada wilayah Con-tinental Europe (CE) adalah area Austria, Bulgaria, Bel-gium, Bosnia, Herzegovina, Republik Ceko, Croatia, Denmark bagian barat, France, Germany, Greece, Hungary, Luxem-bourg, Italia, Macedonia, Netherlands, Montenegro, Poland, Romania, Portugal, Slovakia, Serbia, Spanyol, Slovenia, dan Swiss. Pada Inter-Nordic System (NE) adalah jaringan trans-misi di Norwegia, Swedia, Denmark bagian timur, dan Finlan-dia. Pada All-Island Irish System (IRE) adalah area Republik Irlandia dan tidak termasuk Irlandia bagian utara.

A. Lima-Area AGC

Penelitian ini menggunakan sistem multi-area AGC. skema AGC berguna saat beban sistem berubah secara terus-menerus, oleh karena itu pembangkitan disesuaikan secara otomatis untuk memulihkan frekuensi [11]. Sistem lima area pada penelitian ini menunjuk Gambar 1, disebabkan sebagian besar penelitian di bidang AGC berkaitan dengan sistem dua area thermal yang sama dan tidak banyak perhatian yang diberikan pada sistem multi-area AGC yang berbeda [12]. Pada Gam-bar 2, perancangan sistem lima area AGC dimodelkan dari referensi [13].

Transfer functiondari governor menunjuk (1). Gg(s) =

Kg Tgs + 1

(1) Sedangkan transfer function dari turbin non-reheat pada (2), pada (3) adalah transfer function untuk rotating mass & load.

Gt(s) = Kt Tts + 1 (2) Gp(s) = Kp Tps + 1 (3) Sistem lima area mendapatkan persamaan penyimpangan frekuensi pada (4) sampai (8).

∆f1(s) = [ Kp Tps + 1 ][∆Pm(s) − ∆PL(s) − ∆PTL1(s) (4) ∆f2(s) = [ Kp Tps + 1 ][∆Pm(s) − ∆PL(s) − ∆PTL2(s) (5) ∆f3(s) = [ Kp Tps + 1 ][∆Pm(s) − ∆PL(s) − ∆PTL3(s) (6) ∆f4(s) = [ Kp Tps + 1 ][∆Pm(s) − ∆PL(s) − ∆PTL4(s) (7) ∆f5(s) = [ Kp Tps + 1 ][∆Pm(s) − ∆PL(s) − ∆PTL5(s) (8) Sedangkan persamaan penyimpangan daya tie-line menun-juk (9) sampai (13).

(3)

Gambar 1. Model Interkoneksi Lima Area Sistem Pembangkit Termal Non-Reheat

Gambar 2. Sistem Pembangkit Termal Non-Reheat

∆PTL1(s) = 2πT s ∆f1(s) − ∆f2(s) + 2πT s ∆f1(s) −∆f3(s) + 2πT s ∆f1(s) − ∆f4(s) + 2πT s ∆f1(s) − ∆f5(s) (9) ∆PTL2(s) = 2πT s ∆f2(s) − ∆f1(s) + 2πT s ∆f2(s) −∆f3(s) + 2πT s ∆f2(s) − ∆f4(s) + 2πT s ∆f2(s) − ∆f5(s) (10) ∆PTL3(s) = 2πT s ∆f3(s) − ∆f1(s) + 2πT s ∆f3(s) −∆f2(s) + 2πT s ∆f3(s) − ∆f4(s) + 2πT s ∆f3(s) − ∆f5(s) (11) ∆PTL4(s) = 2πT s ∆f4(s) − ∆f1(s) + 2πT s ∆f4(s) −∆f2(s) + 2πT s ∆f4(s) − ∆f3(s) + 2πT s ∆f4(s) − ∆f5(s) (12) ∆PTL5(s) = 2πT s ∆f5(s) − ∆f1(s) + 2πT s ∆f5(s) −∆f2(s) + 2πT s ∆f5(s) − ∆f3(s) + 2πT s ∆f5(s) − ∆f4(s) (13) B. BESS berbasis PID

Kinerja perangkat penyimpanan energi dapat ditentukan oleh energi yang dihasilkan dan kepadatan energinya. Peng-gunaan penyimpanan energi dapat dibedakan berdasarkan tempat dan durasi penggunaan, sebagaimana ditentukan oleh teknologi yang digunakan. Teknologi baterai untuk perangkat penyimpanan energi dapat dibedakan berdasarkan kepadatan energi, efisiensi pengisian dan pengosongan (round trip),

(4)

Tabel II

FASILITASPENYIMPANANENERGI DIDUNIANYATA DANAPLIKASINYA

[14]

Nama/Lokasi Rating Aplikasi

BES/Australia 30 MW/8 MWh Fast frequency response BES/USA 8 MW/2 MWh Frequency regulation BES/Germany 8.5 MW/8.5 MWh Frequency control, spinning

reserve

BES/Puerto Rico 20 MW/14 MWh Frequency control, spinning reserve

BES/Japan 34 MW/244.8 MWh Wind power fluctuation mitigation BES/USA 10 MW/40 MWh Spinning reserve, load

leveling BES/Ireland 2 MW/12 MWh Wind power fluctuation

mitigation SCES/China 3 MW/17.2 kWh Voltage sag mitigation SCES/Spain 4 MW/5.6 kWh Frequency stability

FES/USA 20 MW Frequency regulation, power quality FES/Japan 235 MVA High power supply to

nuclear fusion furnace SMES/Japan 10 MW System stability, power

quality

Gambar 3. Model BESS

masa pakai, dan ramah lingkungan perangkat. Salah satu elemen kinerja terpenting dari perangkat penyimpanan energi adalah masa pakainya, faktor ini memiliki pengaruh terbesar dalam meninjau efisiensi ekonomi. Pertimbangan utama lain-nya adalah ramah lingkungan, dengan kata lain sejauh mana perangkat tidak berbahaya bagi lingkungan dan dapat di daur ulang.

BESS telah terbukti secara teknis mampu memberikan reg-ulasi frekuensi. Faktanya, waktu respons BESS (dalam detik) jauh lebih cepat daripada pembangkit listrik konvensional (biasanya 3–5 detik). Oleh karena itu, kebijakan energi harus mencerminkan kemampuan teknis dari berbagai jenis aset termasuk BESS untuk digunakan dalam pengaturan frekuensi [6]. Beberapa contoh proyek (BESS), Supercapacitor Energy Storage (SCES), Flywheel Energy Storage (FES), dan Super-conducting Magnetic Energy Storage (SMES) di dunia nyata dan aplikasinya menunjukkan pada Tabel II. Proyek yang disebutkan tidak dimaksudkan untuk pengaturan frekuensi. Faktanya, proyek BESS di Jepang dan Irlandia dirancang untuk mengurangi fluktuasi pembangkit listrik tenaga angin [14].

Pada model BESS menunjuk Gambar 3. Hal utama yang penting adalah mempertimbangkan penundaan pengukuran, penundaan perintah, dan penundaan konverter dalam model [15]. Persamaan BESS menunjuk (14).

Gambar 4. Respons Fluktuasi Frekuensi Sistem Lima Area AGC

GBESS(s) =

KBESS Tconvs + 1

(14)

Kontrol PID konvensional ditambahkan pada BESS yang menunjuk (15), digunakan meminimalkan ketidaksesuaian daya aktif pada sistem penyimpanan energi.

Kontrol P ID = P (1 + I1 s + D

N

1 + N1s) (15) Penentuan parameter PID tersebut dilakukan dengan be-berapa tahap, tahap pertama adalah dilakukan penentuan parameter P untuk menurunkan osilasi maksimum, namun menghasilkan osilasi yang berlanjut. Pada kondisi sistem lima area AGC dengan penambahan BESS, nilai undershoot lebih besar dari nilai overshoot. Oleh karena itu pada kondisi setelah ditambahkan parameter P, nilai undershoot lebih besar dari nilai overshoot. Tahap kedua adalah dilakukan penu-runan nilai undershoot oleh parameter I, dengan menyebabkan meningkatnya nilai overshoot. Penambahan parameter PI telah menghasilkan peredaman fluktuasi yang baik, ditandai den-gan nilai overshoot dan undershoot lebih kecil dari target operasi frekuensi, namun memiliki osilasi yang berkepan-jangan dan melebihi target time to recover frequency. Oleh karena itu, tahap terakhir adalah penambahan parameter D untuk meredam osilasi berkelanjutan. Jika dilihat pada respons yang dihasilkan setiap parameter PID, parameter D men-dapat respons yang terbaik karena men-dapat meredam fluktuasi tanpa menghasilkan dampak. Namun dikarenakan parameter D tidak bisa berdiri sendiri, melainkan harus dipasangkan oleh P. Hal tersebut juga berpengaruh pada parameter I, yaitu harus dipasangkan dengan parameter P. Sebelumnya sudah didapatkan pengaruh parameter PI dapat memenuhi batas overshootdan undershoot, namun tidak dapat memenuhi time to recover frequency. Sedangkan pada penggunaan parameter PD mendapat hasil sebaliknya, yaitu dapat memenuhi time to recover frequency dan tidak dapat memenuhi target nilai undershoot. Oleh karena hal tersebut parameter PID digunakan untuk memenuhi target operasi frekuensi.

(5)

Gambar 5. Perbandingan Respons Peletakan BESS pada Fluktuasi Frekuensi Terbesar

Gambar 6. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 1

III. HASILSIMULASI

Penelitian ini dilakukan perbaikan kestabilan frekuensi pada sistem multi-area AGC, yaitu sistem lima area AGC termal non-reheat. Perbaikan dilakukan dengan mengacu standar op-erasi frekuensi yang telah ditetapkan oleh ENTSO-E. Terdapat empat standar operasi dengan dua perbedaan nilai maximum steady state frequency deviation, yaitu pada standar GB, IRE, dan NE bekerja pada ±500 mHz. Sedangkan standar CE memiliki nilai yang lebih kecil, yaitu memiliki nilai maximum steady state frequency deviation ±200 mHz. oleh karena itu, tagret perbaikan kestabilan frekuensi adalah mendapat nilai maximum steady state frequency deviation ±200 mHz atau ±0,004 p.u.

Sistem lima area AGC mendapatkan area 1, sebagai area yang mendapatkan fluktuasi frekuensi terbesar dibanding area lain, menunjuk pada Gambar 4. Pemasangan BESS untuk memperbaiki kestabilan frekuensi, pada area yang memiliki fluktuasi frekuensi terbesar, yaitu pada area 1 yang menunjuk Gambar 5. Hal tersebut terbukti dengan penurunan nilai fluk-tuasi frekuensi setelah menggunakan BESS dan dibandingkan ketika sebelum menggunakan BESS, Pemasangan BESS area 1 dapat menurunkan overshoot fluktuasi frekuensi maksi-mum terbanyak dari area lain, menurunkan overshoot fluk-tuasi frekuensi maksimum sebesar 20,565 % dan 2,014 % pada nilai undershoot. Sedangkan untuk pemasangan BESS di area 5 mendapatkan respons terburuk dalam memperbaiki

Gambar 7. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 2

Gambar 8. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 3

kestabilan frekuensi sistem lima area AGC, menunjukkan fluktuasi frekuensi maksimum mengalami peningkatan setelah pemasangan BESS, peningkatan overshoot fluktuasi sebesar 0,296 % dan undershoot fluktuasi sebesar 1,007 %.

Berdasarkan data yang telah didapatkan, pemasangan 1 area BESS menyebabkan sistem mendapatkan nilai overshoot terbesar 2.669e-3 p.u (50,133 Hz). Sedangkan nilai under-shoot terbesar adalah 1,070e-2 p.u atau frekuensi menjadi 49,465 Hz. Menunjuk Gambar 6, pemasangan 5 area BESS mendapat respons lebih baik dari 1 area dalam peredaman fluktuasi frekuensi, nilai overshoot maksimum frekuensi yang didapatkan adalah 50,134 Hz (2,687e-3 p.u) dan nilai under-shoot maksimum frekuensi sebesar 49,467 Hz (1,065e-2 p.u). Walaupun perbedaan respons pemasangan 1 area BESS dengan 5 area sangat kecil, dapat disimpulkan semakin banyak BESS yang digunakan akan mendapatkan respons yang lebih baik pada peredaman fluktuasi frekuensi.

Pemasangan 5 area BESS menyebabkan sistem beroperasi pada rentang frekuensi 49,467 Hz sampai 50,134 Hz, men-dapat nilai kriteria kinerja Integral of Squared Error (ISE) sebesar 0,269. Hal tersebut menunjukkan peredaman under-shoot fluktuasi frekuensi terbesar harus dilakukan lebih baik, karena belum mencapai target yang diharapkan, semakin kecil nilai kriteria kinerja ISE maka dapat menghilangkan fluktu-asi dengan nilai peak yang besar. Maka untuk mendapatkan peredaman lebih baik digunakan kontrol PID untuk mengatur

(6)

Gambar 9. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 4

Gambar 10. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 5

BESS. Menunjuk Gambar 6 sampai Gambar 10, sistem lima area AGC dengan 5 area BESS PID mendapat respons lebih baik dari BESS tanpa kontrol, ditandai dengan tercapainya target perbaikan dan memenuhi standar operasi frekuensi GB, IRE, NE, dan CE. Penggunaan 5 area BESS PID mendapatkan nilai kriteria kinerja ISE sebesar 0,021, menyebabkan sistem beroperasi pada rentang frekuensi 50,078 Hz sampai 49,857 Hz.

Setiap wilayah memiliki standar operasi frekuensi yang berbeda, pada wilayah yang menggunakan standar operasi frekuensi GB, IRE, dan NE, yaitu nilai maximum steady state frequency deviation sebesar ±500 mHz. Pemasangan 2 area BESS PID pada sistem lima area AGC dapat memenuhi stan-dar operasi tersebut, dikarenakan sistem bekerja pada rentang frekuensi 49,531 Hz sampai 50,080 Hz.

IV. KESIMPULAN

Penelitian ini melakukan perbaikan kestabilan frekuensi pada AGC untuk multi-area non-reheat thermal power, meng-gunakan BESS dan kontrol PID. Penggunaan BESS pada multi-area AGC dapat menghaluskan dan sedikit meredam gelombang osilasi frekuensi. Penggunaan BESS dengan kon-trol PID dapat meredam fluktuasi frekuensi lebih baik, terbukti nilai kriteria kinerja ISE yang didapatkan BESS PID lebih kecil dari BESS tanpa kontrol. Pemasangan BESS disarankan pada area yang memiliki fluktuasi frekuensi terbesar, dikare-nakan dapat mengurangi fluktuasi frekuensi pada sistem

multi-area. Semakin banyak jumlah area yang terpasang BESS maka dapat meredam fluktuasi frekuensi lebih baik.

LAMPIRAN

Power rating: Area 1=2000 MW, Area 2=4000

MW, Area 3=8000 MW, Area 4=10000 MW, Area

5=12000 MW; B1=B2=B3=B4=B5=16 p.u. MW/Hz; Ki1=Ki2=Ki3=Ki4=Ki5=0,3; a12=-0,5, a13=-0,25, a14=-0,2, a15=-0,167, a23=-0,5, a24=-0,4, a25=-0,333, a34=-0,8, a35=-0,667, a45=-0,833; R1= 0,04 Hz/p.u. MW, R2= 0,033 Hz/p.u. MW, R3= 0,028 Hz/p.u. MW, R4= 0,025 Hz/p.u. MW, R5= 0,022 Hz/p.u. MW; T=0,544; Tt=0,3 s; Tg=0,8 s; Tp=20 s; Kp= 1 Hz/p.u. MW; Kg= 1 Hz/p.u. MW; Kt= 1 Hz/p.u. MW; KBESS= 1; Tconv= 0,1 s; TC-De= 0,01 s; TM-De= 0,1 s; P=10; I=4; D=5; N=100; F=50 Hz; L=0,2 p.u.

UCAPANTERIMAKASIH

Penelitian ini didukung oleh Program Studi Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pertamina, Indonesia dan Pusat Penelitian Teknologi Pengujian, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indonesia.

REFERENSI

[1] R. K. Suhu, S. Panda and S. Padhan, “Hybrid Firefly Algorithm and Pattern Search Technique for Automatic Generation Control of Multi Area Power Systems,” Int. J. Elec. Power & Energy Syst., vol. 64, pp. 9-23, 2015.

[2] A. Dhamanda and A. Bhardwaj, “Multi Area AGC Problem of T.G.U Solved Through GA (Using Tuning of PID) Controller,” International Journal of Advanced Science and Technology, vol. 9, p. 207. [3] X. Liu, X. Zhan and D. Quian, “Load Frequency Control Considering

Generation Rate Constraints,” in World Congress on Intelligent Control and Automation, Jinan, 2010.

[4] P. Xie, J. Zhu and P. Xuan, “Optimal Controller Design for AGC with Battery Energy Storage Using Bacteria Foraging Algorithm,” 2017 IEEE Power & Energy Society General Meeting, p. 1, 2017.

[5] D. Kottick, M. Blau and D. Edelstein, “Battery Energy Storage for Frequency Regulation in an Island Power System,” IEEE Trans. Energy Convers., vol. 8, pp. 455-459, 1993.

[6] D. K. Kim, Handbook on Battery Energy Storage System, Asian Development Bank, 2018.

[7] R. Ganesan, S. Ramesh and S. Anbarasi, “A New Literature Review of Automatic Generation Control in Deregulated Environment,” Inter-national Journal of Scientific & Technology Research, vol. 8, no. 12, 2019.

[8] K. H. Ang, G. C. Y. Chong and Y. Li, “PID Control System Analy-sis, Design, and Technology,” IEEE Transactions on Control Systems Technology, vol. 4, pp. 559-576, 2005.

[9] J. P. Lee and H. G. Kim, “Application of FESS Controller for Load Frequency Control,” Journal of International Conference on Electrical Machines and Systems, vol. 2, 2013.

[10] NAG, “Final Report Phase 1, Frequency Quality,” 2015. [11] H. Saadat, Power System Analysis, Mc GrawHill, 2004.

[12] L. C. Saikia, J. Nanda and S. Mishra, “Performance Comparison of Several Classical Controllers in AGC for Multi-Area Interconnected Thermal System,” Electrical Power and Energy System, pp. 394-401, 2011.

[13] S. Padhy, S. Panda and S. Mahapatra, “A Modified GWO Technique Based Cascade PI-PD Controller for AGC of Power Systems in Presence of Plug in Electric Vehicles,” Engineering Science and Technology, an International Journal, vol. 20, pp. 427-442, 2017.

[14] U. Akram, M. Nadarajah, R. Shah and F. Milano, “A Review on Rapid Responsive Energy Storage Technologies for Frequency Regulation in Modern Power Systems,” Renewable and Sustainable Energy Reviews, vol. 120, 2020.

(7)

[15] M. Babaei, A. Abazari and S. M. Muyeen, “Coordination between Demand Response Programming and Learning-Based FOPID Controller for Alleviation of Frequency Excursion of Hybrid Microgrid,” Energies, vol. 13, p. 442, 2020.

[16] S. Ekka, “Automatic Load Frequency Control of Multi Area Power Systems,” National Institute of Technology Rourkela, 2014.

[17] H. Bevrani and T. Hiyama, Intelligent Automatic Generation Control, Taylor & Francis Group, 2011.

[18] A. Datta, M.-T. Ho and S. P. Bhattacharyya, Structure and Synthesis of PID Controllers, Springer, 1999.

[19] R. K. Sahu, S. Panda, U. K. Rout and D. K. Sahoo, “Teaching Learning Based Optimization Algorithm for Automatic Generation Control of Power System Using 2-DOF PID Controller,” Electrical Power and Energy Systems, vol. 77, pp. 287-301, 2016.

[20] R. K. Suhu, S. Panda and S. Padhan, “Optimal Gravitational Search Algorithm for Automatic Generation Control of Interconnected Power Systems,” Ain Shams Engineering Journal, vol. 5, no. 3, pp. 721-733, 2014.

[21] C. E. and W. V. D. Berg, Business Models in Energy Storage: Energy Storage Can Bring Utilities Back into the Game, Roland Berger Focus, 2017.

[22] Energy Storage System Technology and Business Model, 2017: Korea Battery Industry Association.

[23] R. G. and J. Julve, “Second-Life Batteries As Flexible Storage For Renewable Energy,” German Renewable Energy Federation, 2016. [24] G. D. F., S. A. and B. G. O., Energy Storage in Power Systems, Wiley,

2016.

[25] J. Quevedo and T. Escobet, “Digital Control: Past, Present and Future of PID Control,” Proc. IFAC Workshop, pp. 5-7, 2000.

[26] “Getting the best out of PID in machine control,” Proc. Dig. Inst. Elect. Eng. PG16 Colloquium, vol. 96, p. 287, 1996.

[27] W. S. Levine, “PID Control,” The Control Handbook, pp. 198-209, 1996. [28] L. Wang, T. B. J. D. and W. R. Cluett, “New Frequency-Domain Design Method for PID Controllers,” Proc. Inst. Elect. Eng. D-Control, vol. 142, p. 265–271, 1995.

Gambar

Gambar 1. Model Interkoneksi Lima Area Sistem Pembangkit Termal Non-Reheat
Gambar 3. Model BESS
Gambar 7. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 2
Gambar 9. Respons Fluktuasi Frekuensi BESS PID pada Area 4

Referensi

Dokumen terkait