BAB IV
ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum GPIB
GPIB singkatan dari GEREJA PROTESTAN di
INDONESIA bagian BARAT. GPIB Merupakan
sebuah Organisasi non-profit yang mempunyai
ruang lingkup pelayanan yang cukup besar, mulai
dari Sumatera hingga Sulawesi. Pelayanan yang
diberikan merupakan bagian dari visi dan misi
Gereja ini, agar senantiasa dapat membangun
sebuah bangunan utuh, yang dapat dijadikan
tempat bagi jemaat yang merupakan bagian dari
masyarakat dalam bentuk spiritual secara khusus.
GPIB memiliki struktur organisasi terpusat atau
yang disebut sinodal berarti segala bentuk
kegiatan dan pengambilan keputusan berasal dari
pusat dan dimusyawarahkan bersama dari seluruh
anggota Majelis Sinode. Majelis Sinode sendiri
dibentuk dan dipilih secara langsung oleh
perwakilan jemaat, dalam hal ini pendeta-pendeta
yang telah dipilih dan membentuk sebuah tatanan
kepemimpinan berdasarkan Sistem Organisasi
Gerejawi yaitu Tata Gereja GPIB dan PKKUG.
Kepemimpinan yang telah terbentuk berlangsung
sesuai dengan periode pemilihan yaitu perlima
tahun sekali, dengan itu maka masa jabatan
Majelis Sinode berlangsung selama lima tahun.
GPIB adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan
Indonesia) yang dulunya bernama “Indische Kerk”.
GPIB didirikan pada 31 Oktober 1948 yang pada
waktu itu bernama “De Protestantse Kerk in Westelijk
Indonesie” berdasarkan Tata-Gereja dan
Peraturan-Gereja yang dipersembahkan oleh Proto-Sinode
kepada Badan Pekerja Am (Algemene Moderamen)
Gereja Protestan Indonesia.
Pada saat ini, GPIB memiliki 24 Musyawarah
Pelayanan, yakni: Mupel Sumatera Utara-Aceh
(Sumut Aceh), Mupel Sumbaridar (Sumatera Barat –
Riau Daratan), Mupel Kepri (Kepulauan Riau), Mupel
Sumsel-Jambi (Sumatera Selatan – Jambi), Mupel
Babel (Bangka Belitung), Mupel Lampung, Mupel
Jakarta Pusat, Mupel Jakarta Utara, Mupel Jakarta
Barat, Mupel Jakarta Timur, Mupel Jakarta Selatan,
Mupel Bekasi, Mupel Banten, Mupel Jawa Barat I,
Mupel Jawa Barat II, Mupel Jatengyo (Jawa Tengah –
Yogyakarta), Mupel Jatim (Jawa Timur), Mupel Bali –
NTB (Bali – Nusa Tenggara Barat), Mupel Kalbar
(Kalimantan Barat), Mupel Kaltengsel (Kalimantan
Tengah – Kalimantan Selatan), Mupel Kaltim I, Mupel
Kaltim II, Mupel Kaltim III dan Mupel Sulselra
(Sulawesi Selatan – Sulawesi Tenggara). Jumlah
keseluruhan dari jemaat GPIB adalah kurang lebih
270 jemaat.
Pimpinan GPIB berada di tangan Majelis
Sinode yang dibantu oleh Dewan-dewan Pelayanan
Kategorial, yaitu Dewan Pelayanan Anak, Dewan
Teruna, Dewan Pemuda, Dewan Wanita, Dewan
Persekutuan Kaum Bapak dan dua Departemen,
yaitu
Departemen
Litbang
(Penelitian
dan
Pengembangan) dan Departemen Pelkes (Pelayanan
dan Kesaksian). Selain itu GPIB mempunyai
sejumlah yayasan untuk melaksanakan berbagai
program pelayanannya. GPIB merupakan salah satu
Gereja Protestan terbesar di Indonesia, dengan
anggota-anggotanya yang banyak berasal dari
Indonesia Timur. Namun dalam perkembangannya,
anggota-anggota Gereja ini sangat berbaur dan dapat
dikatakan hampir setiap suku bangsa di Indonesia
terwakili
di
Gereja
ini.
Program-program
pelayanannya mencakup pendidikan, pelayanan
kesehatan dan pembangunan ekonomi gereja secara
khusus dalam masyarakat desa. GPIB juga aktif di
dalam dialog antar-iman dengan umat beragama
lainnya dan kegiatan penerbitan untuk kebutuhan
internal dan eksternal. Kantor Sinode GPIB terletak
di Jl. Medan Merdeka Timur 10, DKI Jakarta. GPIB
adalah anggota dari GPI, Persekutuan Gereja-gereja
di Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA),
Aliansi Gereja-gereja Reformasi se-Dunia (WARC),
dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).
4.2. Pengelolaan Aset oleh Majelis Sinode
Bagaimana Majelis Sinode kemudian mengelola
aset gereja sesuai dengan tatanan yang digunakan
oleh majelis sinode adalah dibagi menjadi dua bagian
yaitu; ruang lingkup penbendaharaan GPIB dan
sumber penerimaan GPIB.
4.2.1. Ruang Lingkup Perbendaharaan GPIB
Perbendaharaan GPIB (Jemaat/Sinode)
diartikan secara khusus sebagai Milik dan
Anugerah
Tuhan
untuk
menunjang
pelaksanaan Panggilan dan Pengutusan Gereja
secara tepat sasaran (Effective) dan tepat
guna (efisien). Tepat sasaran artinya setiap
laporan kerja memiliki sasaran yang jelas dan
memiliki laporan pertangungjawaban yang
sesuai dengan acuan yang telah ditentukan.
Demikian
dengan
tepat
guna
bahwa
diupayakan setiap pengeluaran aset dapat
dikontrol dan dapat digunakan sesuai dengan
kebutuhan. Perbendaharaan GPIB meliputi :
Penatalayanan Anggaran, Pengelolaan dan
Pencatatan Pembukuan (Dokumen) serta
pengawasan yang disusun dan dilaksanakan
berdasarkan keputusan bersama dan dalam
sebuah proses sidang atau penetapan yang
dilaksanakan tiga kali mulai dari tahap
keputusan tingkat jemaat lalu ke mupel dan
berakhir pada sidang sinode tahunan. Sesuai
dengan pendapat Suharto (2008) bahwa ada
empat fungsi dalam sebuah organisasi yang
wajib
dilakukan
yaitu;
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan
dan
pengawasan. Dalam pengelolaannya GPIB
memakai
sistem
Terpusat,
Terpadu
(Berimbang) dan Terbuka. Seperti dikatakan
oleh Bpk. Robby, salah satu anggota majelis
sinode yang cungkup senior yaitu;
“GPIB
membangun
sebuah
organisasi dengan proses yang
panjang
dan
penuh
dengan
tantangan. GPIB sebagai organisasi
memang belum memakai sistem
akuntansi yang sesuai di dalam
pembuatan
laporan
keuangan
namun, GPIB memiliki aturan
main
sendiri
dimana
harus
terpusat artinya setiap keputusan
berasal dari keputusan sidang
pejabat GPIB dalam hal ini Majelis
Sinode, sesuai dengan Tata Gereja
pelaksanaannya artinya terpadu
atau memiliki sistem dan selalu
diberikan laporannya kepada setiap
Gereja dan jemaat”.
Penetapan kepemilikan untuk aset GPIB pun
ditentukan secara sistem yang berlaku yaitu
setiap aset bergerak dan tidak bergerak
adalah atas nama GPIB. Aset tidak bergerak
seperti tanah, bangunan (bangunan gereja
dan bangunan pastori atau rumah dinas
pendeta), kendaraan operasional gereja (motor
dan mobil), perlengkapan beribadah dan
yayasan-yayasan pendidikan yang dimiliki
GPIB dicatat secara lengkap dan atas nama
GPIB. Demikian juga dengan aset bergerak
yang kemudian disimpan di Bank, juga atas
nama GPIB. Sesuai dengan pernyataan Bpk.
Wayong yang merupakan bendahara Majelis
Sinode;
“Semua aset diberikan nama
kepemilikan yang sama, yaitu atas
nama GPIB oleh karena memang
GPIB
yang
mengelola
dan
mengawasi harta milik GPIB sesuai
dengan peraturan Gereja pasal 13.
Saya secara pribadi memahami hal
ini sangat baik adanya oleh karena
banyak aset GPIB yang lepas begitu
saja ketika tidak diberikan atas
nama dan banyak aset gereja yang
kemudian diakui secara tiba-tiba
oleh
pihak-pihak
yang
tidak
bertanggungjawab oleh sebab itu
GPIB harus mencatat secara detail
dan jelas semua aset gereja tanpa
terkecuali dan selama ini, hal ini
telah dilaksanakan oleh GPIB
dengan baik”.
Secara
khusus
bagi
pengawasan
dan
pemeriksaan
terhadap
pengelolahan
perbendaharaan GPIB dilakukan oleh sebuah
lembaga yang telah dibentuk oleh pimpinan
sinode GPIB yaitu BPPJ (Badan Pengawas
Perbendaharaan Jemaat). Pengawasan dan
pemeriksaan aset GPIB dilakukan secara
berkala yaitu setiap empat bulan sekali
(kwartalan). Lembaga BPPJ ini secara penuh
bertanggungjawab didalam mengawasi setiap
aktifitas yang dilakukan oleh anggota sinode
dalam setiap hal yang berkaitan dengan aset
gereja serta menentukan layak atau tidak
layaknya
aset
gereja
tersebut
dalam
penggunaannya. Oleh sebab itu setiap gereja
mulai dari daerah hingga kepusat (mupel
setempat) wajib memberikan laporan keuangan
secara rinci terhadap BPPJ sebelum membuat
laporan rencana kerja tahunan yang kemudian
berujung kepada pengeluaran untuk rencana
kerja tersebut.
4.2.2. Sumber Penerimaan GPIB
Dalam pelaksanaan pelayanan dan
kegiatan sinodal, sumber penerimaan GPIB
secara umum berasal dari persembahan
jemaat setiap minggu atau bulan. Jenis
penerimaan antara lain; Persembahan Wajib:
Persepuluhan,
Persembahan
Khusus:
Persembahan Syukur, Persembahan Sukarela:
Persembahaan dalam Ibadah-ibadah, Bantuan
Perorangan / Pemerintah yang tidak terikat,
Hasil investasi dan Penerimaan Lain (sesuai
ketentuan GPIB & perundang – undangan yang
berlaku). Sistem penatalayan GPIB kembali lagi
menggunakan Tata Gereja sebagai acuan
pengembangan dan pengelolaan. Tata Gereja
yang dipakai ialah Tata Dasar Gereja Bab IV,
Pasal 11 : 1-3. Sumber penerimaan GPIB
berasal dari jemaat dan untuk pelayaan
jemaat.
Setiap persembahan yang diberikan
jemaat secara rutin ataupun tidak rutin,
dipergunakan sebaik mungkin untuk setiap
pelayanan jemaat dalam program kerja dan
juga untuk memberikan gaji pendeta &
pegawai serta biaya pemeliharaan aset tidak
bergerak
&
operasional”.
Dalam
pemahamannya,
Gereja
memberikan
pengembalaan dan pelayanan kepada jemaat
dan jemaat meresponnya dengan memberikan
pesembahan rutin, persembahan tidak rutin
dan persembahan ucapan syukur kepada
gereja. Secara organisasi, gereja kemudian
mengelola persembahan ini dalam setiap
pelaksanaan kegiatan grejawi dan dalam
pelayanan secara khusus kepada jemaat yang
membutuhkan
(diakonia
dan
marturia).
Demikian pula diberikan contoh laporan
keuangan secara sederhana yang digunakan
oleh GPIB di dalam penyusunan laporan
penerimaan GPIB.
TABEL 4.1
TABEL ILUSTRASI LAPORAN PENERIMAAN GPIB (PERBULAN)
Jenis Penerimaan Minggu I Minggu II Minggu III Minggu IV Total
Dikirim ke Majelis Sinode Sepersepuluh dari Penerimaan Ibadah - Ibadah Minggu 1,000,000 1,200,000 900,000 1,400,000 4,500,000 450,000 Ibadah PELKAT 600,000 700,000 400,000 650,000 2,350,000 235,000 Ibadah Rumah Tangga / Sektor 300,000 350,000 275,000 400,000 1,325,000 132,500 Ibadah Pengucapkan Syukur 800,000 700,000 400,000 900,000 2,800,000 280,000 Total Kolekte 2,700,000 2,950,000 1,975,000 3,350,000 10,975,000 1,097,500
LANJUTAN TABEL ILUSTRASI LAPORAN PENERIMAAN GPIB (PERBULAN)
Sumber : Laporan sederhana ini berdasarkan penerimaan setiap jemaat (wilayah gereja) yang kemudian dilaporkan secara berkala kepada Majelis Sinode dan diambil dari dokumen Gereja GPIB.
Keterangan : Peneliti sudah berusaha untuk mendapatkan data akurat namun, yang dapat diperoleh hanya data ilustrasi.
Persembahan Syukur Pernikahan - 400,000 100,000 500,000 50,000 Persembahan Syukur Perkawinan - - 400,000 400,000 40,000 Persembahan Syukur Saluran 200,000 - 200,000 20,000 Total Persembahan Syukur 600,000 600,000 100,000 800,000 2,100,000 210,000 Persepuluhan 4,000,000 3,000,000 1,000,000 2,500,000 10,500,000 1,050,000 Total 7,300,000 6,550,000 3,075,000 6,650,000 23,575,000 2,357,500
4.3. Kesesuaian Pengelolaan Aset dengan Tata Gereja GPIB dan Prinsip-prinsip Tata Kelola Aset
Kesesuaian pengeloolan aset oleh majelis sinode dengan tata gereja yang digunakan dalam pengelolaan dibagi berdasarkan tiga hal yaitu; Aspek perbendaharaan GPIB, Administrasi keuangan GPIB dan Tata kelola keuangan GPIB.
4.3.1. Aspek Perbendaharaan GPIB
Aspek perbendaharaan GPIB meliputi beberapa hal yang saling berkaitan dan saling mendukung di dalam pengelolaan dan pengawasan aset GPIB. antara lain; yang pertama Tata Gereja yang merupakan sebuah sistem atau legalitas organisasi yang bersisi tentang semua tata aturan atau tata kelola dalam setiap kegiatan dalam organisasi. Dalam bagian ini akan dijelaskan bagaimana accountability (akuntabilitas) perbendaharaan GPIB. Akuntability yang dimaksud adalah sesuai dengan salah satu dari prinsip tata kelola keuangan yang perlu dilakukan di dalam sebuah organisasi, yaitu bagaimana GPIB dapat menjelaskan bagaimana menggunakan sumber dayanya dan apa yang telah di capai sebagai pertanggungjawaban kepada pemangku kepentingan dan penerima manfaat. Dalam hal ini, perbendaharaan gereja dalam Tata Gereja GPIB dibagi berdasarkan fungsinya yaitu;
TABEL 4.2
TATA GEREJA DALAM PERBENDAHARAAN GPIB
TATA GEREJA FUNGSI
Tata Dasar Bab IV Pasal 17 Perbendaharaan. Bab IV Pasal 18 Pengawasan dan Pemeriksaam Perbendaharaan GPIB. Peraturan
Pokok I Pasal 13 : 1 – 2 Perbendaharaan GPIB dilingkup Jemaat. Pasal 14 : 1-2 Badan Pengawas dan Pemeriksaan Perbendaharaan GPIB dilingkup Jemaat /BPPJ.
Peraturan
Pokok III Pasal 13 : 1-3 Harta Milik & Pengelolahan. Pasal 14 : 1-3 Badan Pemeriksaan Perbendaharaan Gereja / BPPJ.
Peraturan
Nomer 6 Pasal 1-11 Perbendaharaan GPIB. Peraturan
Nomer 7 Pasal 1 – 12 Badan Pemeriksa Perbendaharaan di GPIB. Sumber: Tata Gereja GPIB.
Segala bentuk kegiatan yang menyangkut dengan perbendaharaan Gereja GPIB harus sesuai dengan kelima pokok dasar Tata Gereja GPIB sesuai dengan kata Bpk Wayong yang merupakan Bendahara 2 dalam Majelis Sinode yaitu;
“... Otaknya GPIB ya.. ada diTata Gereja. Semua kegiatan organisasi kan harus memiliki sistemnya masing-masing. Demikian juga dengan GPIB, GPIB memiliki Tata Gereja yang harus dilihat terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu, baik itu dalam hal pemeliharaan, pengawasan atau bahkan dalam pengalihan aset GPIB. Legalitas GPIB sebagai organisasi pun berada pada Tata Gereja ini. Tanpa Tata Gereja maka GPIB akan kewalahan dalam pengelolaan seluruh asetnya”.
Hal kedua dalam aspek perbendaharaan GPIB ialah Program dan Anggaran Keuangan. Dalam bagian ini setiap anggota majelis jemaat di dalam setiap tugasnya (komisi kerja) wajib melakukan program kerja yang dilaksanakan setiap tahunnya, yang disesuaikan dengan visi misi GPIB secara umum dan juga berdasarkan tema tahunan GPIB secara khusus. Seperti dikatakan oleh ibu marlen selaku sekretaris 1 Sinode GPIB yaitu;
“GPIB selalu buat program kerja yang disesuaikan dengan tema gereja. Karna setiap tahun, jemaat membutuhkan kebutuhan yang berbeda-beda dan perlu untuk diperhatikan. Dengan itu, pelayanan gereja harus benar-benar masuk kedalam “hati” jemaat agar jemaat dan gereja dapat berkembangan dan bertumbuh bersama di dalam pelayanan”.
GPIB senantiasa membuat dan melakukan program kerja kepada setiap pelayanannya yang kemudian didukung dengan penganggaran keuangan sebagai penunjang kinerja program kerja tersebut. Tujuan dari adanya penganggaran keuangan adalah sebagai pedoman kerja dan arahan untuk mencapai sesuatu kegiatan, sebagai alat pengendali atau alat kontrol dan untuk mengkoordinasikan disemua fungsi. Prinsip penyusunan program atau rencana kerja dan anggaran keuangan dibuat secara musyawarah yaitu “SMART”. Menurut Bpk.Wayong;
“SMART adalah singkatan dari Spesific, Measurable, Achievable, Reliable, dan Time. Walaupun sistem pebuatan laporan keuangan GPIB masih menggunakan sistem tradisional, namun kami berupaya membuat penganggaran atau pun bahkan laporan keuangan dalam laporan pertanggungjawaban dengan sebaik mungkin”.
Spesific berarti Focus dan Detail dalam kegiatan yang akan dilaksanakan, Measuareble berarti Dapat dikur, Achievable ialah apa yang akan dan dapat dicapai, Realiable artinya dibuat secara realitis berdasar data dan Time ialah sebuah kegiatan tersebut memiliki suatu sasaran waktu. Anggaran Keuangan GPBI dikelompokkan menjadi anggaran penerimaan dan pengeluaran sebagai berikut; Anggaran rutin, Anggaran Non Rutin / Program dan Anggaran / Proyek. Sedangkan Penataan anggaran didasarkan kepada Sinode
yaitu pada persidangan Sinode Tahunan/Persidangan Sinode dan di dalam Jemaat yaitu Sidang Majelis Jemaat. Periode program / rencana kerja tahunan : 1 april tahun berjalan sampai dengan 31 Maret tahun berikutnya.
4.3.2. Administrasi Keuangan GPIB
Pengelolaan Keuangan GPIB selalu berdasarkan anggaran penerimaan dan pengeluaran yang disetujuhi (SMJ/PST/PS). Yaitu disetujui dari Sidang Majelis Jemaat dalam lingkup gereja jemaat lalu kemudian diputuskan kembali pada Persidangan Sinode Tahunan (pusat) untuk persetujuan akhir. Sistem Pembukuan digunakan adalah Transaksi yang kemudian didokumenkan, pembuatan daftar perhitungan penerimaan & pengeluaran di Buku Kas Harian (Kas, Bank dan Memorandum) yang kemudian dilanjutkan kedalam buku besar (jurnal / ledger). Setiap minggu Bendahara bersama kasir / Kepala Biro keuangan melakukan pengecekan saldo menurut buku bank rekening iuran dan kas kasir. Sistem administrasi keuangan GPIB masih sangat sederhana seperti yang dikatakan oleh Bpk. Robby;
“Susunan keuangan GPIB baik penerimaan dan pengeluaran memang masih sederhana, tapi yang penting kan sudah dijalankan secara konsisten sesuai dengan sistem yang ada didalam gereja (Tata Gereja GPIB), dibuat secara transparasi karna dibahas secara terbuka di dalam PST (persidangan sinode tahunan), dan senantiasa menjaga kepercayaan jemaat yang telah mempercayai pengelolaan harta milik gereja yang berasal dari jemaat kepada majelis sinode.”
Menjaga kepercayaan jemaat bukanlah hal yang mudah dan harus senantiasa di jaga dan dipertahakan. Hal ini sepaham dengan yang dikatakan Bpk. Robby;
“Gereja adalah sebuah organisasi yang bertema melayani berdasarkan Alkitab dan Tata Gereja yang terkadang tidak sepemahaman. Namun disisi lain, masih saja ada beberapa orang yang ingin melayani hanya untuk kepentingan pribadi tanpa memikirkan jemaatnya, yang sangat sensitif ketika berhubungan dengan uang. Oleh sebab itu, hal sensitif ini harus kita perhatikan dengan senantiasa menjaga kepercayaan jemaat.”
GPIB memiliki alur administrasi keuangan yang berjalan sesuai dengan penerimaan dan pengeluaran rutin sepanjang minggu, bulan hingga tahun. Mulai dari penerimaan rutin yang berasal dari persembahan rutin ibadah keluarga (hari rabu) dan ibadah pelkat. Kemudian di catat (dokumenkan) oleh bendahara / pelkat / panitia / kasir yang kemudian dimasukkan kedalam bank dan diwartakan secara transparansi kepada jemaat melalui warta gereja (warta jemaat). Dan alur administrasi keuangan untuk rencana kerja yang telah dilaksanakan pun memiliki alur administrasi yang sama seperti penerimaan persembahan yaitu setelah dua minggu program kerja telah terlaksana, panitia pelaksana harus memberikan LPJ (Laporan Pertanggung Jawaban) program kerja tersebut. Jikalau memiliki sisa uang program pun harus dikembalikan beserta laporan atau dokumen LPJ lalu kemudian diwartakan di dalam warta jemaat secara terbuka agar jemaat dapat memahaminya dengan jelas. Berikut tabel laporan keuangan GPIB secara sederhana terlampir
sesuai dengan apa yang digunakan GPIB yang diwartakan sesuai dengan kurun waktu yang ditentukan, dalam warta jemaat;
TABEL 4.3 LAPORAN KEUANGAN
Sumber: Dokumen Gereja GPIB yang dibuat sesuai dengan penetapan Tata kelola penbendaharaan keuangan Gereja GPIB.
Jenis laporan dilaksanakan atau dibuat sesuai dengan kurun waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan setiap laporan kerja atau program kerja dilaksanakan sesuai dengan persetujuan sidang majelis jemaat dan persidangan sinode tahunan. Harta milik bergerak dan tidak bergerak dicatat atau di dokumenkan secara jelas agar pendataan harta milik atau aset gereja jelas tecatat. Setiap jemaat cabang wajib memberikan laporan keuangan qwartalan dan daftar aset yang dimiliki secara jelas dan detail kepada Majelis Sinode atau jemaat induk. Laporan ini berguna bagi pusat dalam pendataan harta milik bergerak atau tidak bergerak.
4.3.3. Tata Kelola Keuangan GPIB
Jenis Laporan Waktu Keterangan Penerimaan &
Pengeluaran +
Saldo Minggu Warta Jemaat Penerimaan & Pengeluaran versus Anggaran Saldo Qwartalan Tahunan • BPPG/BPPJ +PST/SMJ • BPPG/BPPJ + PST/PS/SMJ • Laporan Jemaat ke MS Harta Milik bergerak dan tidak bergerak Semester + Tahunan • BPPG/BPPJ + PST/PS/SMJ
Harta Milik GPIB berupa harta bergerak dan tidak bergerak, dinyatakan dalam sertifikat kepemilikan atas nama GPIB sesuai perundang – undangan yang berlaku. Sistem dalam pengelolaan aset telah disusun dan telah dipaparkan secara jelas dalam tata gereja sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan harta milik (aset bergerak dan tidak bergerak). Penyimpanan Sertifikat kepemilikan harta tidak bergerak, baik pengelolaan MS/MJ dan Yayasan yang didirikan GPIB, harus dilakukan / disimpan di Majelis Sinode. Pengajuan rencana pengalihan harta milik GPIB berupa harta tidak bergerak diputuskan dalam persidangan Sinode Tahunan.
Untuk pemeliharaan aset merupakan hak setiap jemaat cabang untuk kemudian membuat program kerja yaitu berupa panitia pelaksanaan pemeliharaan gedung atau tanah milik gereja yang kemudian dilaporkan kepada Majelis Sinode Pusat untuk dapat memberikan surat keputusan persetujuan pemeliharaan aset gereja tersebut. Sesuai seperti yang dikatakan bendahara 2 yaitu Bpk. Wayong;
“Karna GPIB merupakan sebuah organisasi non-profit yang bersifat Presbyterian Sinodalatau terpusat, maka laporan rutin harus ada dari gereja jemaat cabang dan harta milik gereja harus atas nama Majelis Sinode sesuai dengan Pasal 13 dari Tata Gereja. Kalau tidak, bisa saja banyak aset yang hilang dan diakui oleh orang lain dan yang repot yah kita Majelis Sinode”.
Pada intinya, setiap aktifitas yang berhubungan dengan tata kelola keuangan GPIB didasarkan pada Tata Gereja yang berlaku dan diputuskan di dalam Sidang Majelis Sinode setiap tahunannya. Pengelola yaitu Majelis Sinode mengelola harta milik gereja dengan
sebaik mungkin sesuai dengan sistem yang berlaku serta dapat membuat kebijakan atau keputusan yang di ambil dalam musyawarah pada saat persidangan sinode. Dari pemahaman ini, peneliti kemudian mencoba membuat alur pemikiran secara menyeluruh mengenai perbendaharaan GPIB berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian, sebagai berikut;
GAMBAR 4.1
ALUR PEMIKIRAN PERBENDAHARAAN GPIB
Berdasarkan pemahaman struktur perbendaharaan GPIB diatas maka, peneliti kemudian mengaitkannya dengan tujuh prinsip manajemen keuangan yang perlu dijalankan oleh sebuah organisasi. Dalam pembahasan kali ini, peneliti akan mengaitkan struktur
TATA GEREJA (Legalitas Institusi)
PROGRAM & ANGGARAN KEUANGAN (Program & Cost
Budget)
HARTA MILIK
(ASSET)
ADMINISTRASI KEUANGAN(AKUNTANSI)
PERBENDAHARAAN GPIBperbendaharaan GPIB dengan teori yang ada dalam menganalisis, bagaimana Majelis Sinode sebagai pengelola, mengelola aset GPIB dan apakah Majelis Sinode telah mengelola aset sesuai dengan Tata Gereja GPIB.
4.4. Pembahasan
Perbendaharaan GPIB yang telah dipaparkan di atas, mulai dari ruang lingkup perbendaharaan GPIB, sumber penerimaan GPIB, aspek perbendaharaan GPIB, administrasi keuangan GPIB hingga pada tata kelola keuangan GPIB. Perbendaharaan GPIB dilaksanakan berdasarkan aturan dan acuan (Tata Gereja) yang telah ditetapkan oleh GPIB sejak pertama kali terbentuk yang kemudian dapat diperbaharui seiring dengan berjalannya waktu. Tata Gereja tidak hanya sebagai acuan dalam melaksanakan seluruh kegiatan perbendaharaan GPIB namun juga dapat menjadi pegangan bagi setiap pengelola di dalam memelihara, memulihkan atau bahkan menjual aset GPIB. Pengelola yaitu Majelis Sinode pun tidak dapat mengelola dengan tidak benar oleh karena selain harus sesuai dengan acuan yang ada, adapun pemeriksaan oleh sebuah badan pemeriksa yang dibentuk untuk senantiasa mengawasi seluruh kegiatan yang berkaitan dengan aset GPIB. Dalam pelaksanaannya, pembendaharaan aset GPIB diharapkan dapat berjalan secara tetap sasaran dan tepat guna.
Prinsip tata kelola manajemen berdasarkan GCG (Good Corporate Governance)adalah sebagai berikut; Konsistensi (Consistency), Akuntabilitas
(Accountability), Transparansi (Transparency), Pertanggungjawaban
kelola ini maka peneliti pun memberikan dua prinsip yang dianggap berkaitan dengan rumusan dari GCG dalam penerapan tata kelola yang baik dalam sebuah perusahaan atau organisasi yaitu; Pengelolaan (Stewardship) dan Integritas (Integrity). Pada dasarnya manajemen dalam perbendaharaan aset GPIB, masih menggunakan laporan keuangan yang tradisional dimana, penyusunan laporan keuangan menggunakan dokumen laporan keuangan penerimaan dan pengeluaran yang kemudian diklasifikasikan sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
Penganggaran dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan setiap periode kerjanya, penganggaran meliputi program dan anggaran keuangan yang akan dilaksanakan, lalu kemudian direalisasikan. Teori “SMART” yang diadopsi oleh pengelola yaitu Majelis Sinode merupakan sebuah upaya dalam penataan sistem kerja dan laporan keuangan menjadi lebih baik.
Prinsip tata kelola manajemen dilaksanakan semaksimal mungkin, hanya saja sistem penataan keuangan tidak dilaksanakan sesuai dengan penentuan standar akuntansi yang ditentukan atau diberikan oleh pemerintah setempat (cth; SPAK) melainkan menggunakan laporan keuangan sederhana yang dilaksanakan berdasarkan sistem yang berlaku dalam GPIB yaitu; Tata Gereja GPIB. Tata Gereja GPIB digunakan dalam setiap pengambilan keputusan dalam setiap program dan penganggaran keuangan.
Dalam Pelaksanaannya mengenai pengelolaan pembendaharaan aset GPIB dan kaitannya dengan prinsip tata kelola manajemen menurut GCG, GPIB melakukannya sebaik mungkin. Prinsip pertama yaitu; Konsistensi,
GPIB sebagai organisasi konsisten dalam melaksanakan tugasnya sebagai sebuah organisasi non-profit yang mengutamakan pelayanan jemaat secara keseluruhan, serta tetap memakai satu acuan dasar Gereja yaitu Tata Gereja GPIB sebagai pedoman peraturan dalam setiap kegiatan yang ada dalam Gereja.
Hal kedua yaitu Akuntabilitas yang telah dilakukan oleh GPIB dapat dilihat dari setiap laporan penganggaran kegiatan gereja GPIB yang dilanjutkan dalam laporan resmi keuangan secara sederhana, secara berkala dan diawasi oleh badan pengawasan keuangan gereja dan kemudian di evaluasi secara bersama untuk merumuskan penganggaran keuangan di kegiatan selanjutnya. Audit pun dlaksanakan GPIB dengan menggunakan auditor yang handal yang berasal dari luar organisasi GPIB agar dapat lebih bersifat netral. lalu kemudian dilaporkan secara Transparansi (Prinsip tata kelola ketiga) dalam setiap persidangan jemaat dan persidangan sinode dengan melibatkan seluruh pengurus dan anggota majelis jemaat dan sinode (tingkat persidangn sinode) serta diawasi oleh badan pengawas keuangan gereja.
Pemaparan laporan secara transparansi dianggap dapat memberikan laporan yang jelas, akurat dan tepat waktu kepada setiap anggota jemaat agar dapat dilihat bersama dan dapat dijalankan bersama sesuai dengan kegiatan yang ada dan sesuai acuan tata gereja GPIB. Prinsip yang keempat yaitu Pertanggungjawaban merupakan salah satu aspek dari prinsip tata kelola yang penekanannya ada pada pengelola aset (dalam hal ini Majelis Sinode). Prinsip keempat ini dijalankan GPIB dengan senantiasa mengunakan sistem yang telah dibuat oleh gereja yaitu Tata Gereja GPIB
sebagai pedoman dasar dalam setiap perencanaan, pengelolaan dan pelaksanaan dalam kegiatan gereja. Tata Gereja GPIB merupakan sebuah sistem yang jelas dirancang oleh GPIB agar dapat mencapai tujuan organisasi dengan baik dan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab.
Independensi adalah prinsip tata kelola yang dipahami oleh GPIB sebagai salah satu yang berkaitan dengan prinsip yang keempat (pertanggungjawaban) yaitu mengenai sebuah sistem yang dipakai oleh GPIB dalam pengelolaan dan pelaksanaan setiap kegiatan gereja. Oleh sebab itu, untuk memperkuat hal ini, GPIB juga memakai PPKUG sebagai dasar bagi para pengelola (majelis sinode) dalam pengambilan keputusan yang secara khusus berhubungan dengan sikap dari pengelola itu sendiri. PKKUG ini kemudian dijadikan landasan kedua setelah Tata Gereja GPIB. Independen yang dipahami oleh GPIB yaitu sebuah sistem yang dibuat sendiri oleh organisasi yang bersangkutan dengan fungsinya masing-masing dalam setiap organ organisasi yang ada dan kemudian dipakai sendiri oleh organisasi tersebut. Upaya ini dilakukan agar perusahaan atau organisasi tersebut dapat dikelola secara independen sehingga masing-masing organ tidak saling mendominasi dan tidak terpengaruh oleh pihak lain. Contohnya dalam Tata Gereja GPIB adalah, setiap pasal yang dibuat memiliki kapasitas dan tujuannya masing-masing dengan melihat beberapa aspek atau bidang yang ada dalam organisasi GPIB.
Integritas atau kepercayaan yang ada prinsip keenam, dibentuk dalam organisasi GPIB secara mendasar mulai dari pemahaman secara bersama mengenai tata peraturan gereja dalam Tata Gereja GPIB dan dalam pemilihan anggota Majelis Sinode yang dipercaya dapat mengelola aset GPIB
dengan tepat, transparansi dan penuh tanggungjawab. Prinsip terakhir yaitu Stewardship atau pengelolaan adalah hal yang utama dalam penulisan ini. Pengelolaan aset GPIB dilaksanakan secara tepat sasaran dan tepat guna. Dalam pelaksanaannya kedua hal ini berkaitan dengan upaya mengontrol setiap pengeluaran aset dan penggunaan aset dengan baik.
GPIB sebagaimana telah dipaparkan dalam analisis data yang telah ditemukan oleh peneliti, mengelompokan pengelolaan aset yaitu; ruang lingkup perbendaharaan GPIB yang dilaksanakan sesuai dengan empat fungsi organisasi yang wajib dilakukan yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Penetapan kepemilikan aset sesuai dengan nama organisasi bukan perorangan dan memiliki sebuah badan pengawasan yang senantiasa dapat mengaudit dan mengawasi setiap kegiatan dalam penganggaran dan pengeluaran keuangan gereja. Pengelolaan aset GPIB telah dijelaskan bahwa memiliki sistem secara independen yang digunakan dalam setiap pengelolaannya.
Dengan demikian, manajemen aset GPIB, menggunakan Tata Gereja GPIB sebagai dasar dari seluruh pengambilan keputusan organisasi. Tata Gereja GPIB menitik beratkan peraturan gereja yang senantiasa harus digunakan oleh pengelola, dalam hal ini Majelis Sinode dalam mengelola, memelihara bahkan menjual aset gereja GPIB. Dan dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip tata kelola manajemen, GPIB telah memaksimalkan pemahaman ini kedalam organisasi walaupun masih banyak kekurangan dikarenakan GPIB merupakan organisasi non-profit yang prioritas utamanya bukan pada aset melainkan fokus kepada pelayanan jemaat.