MENENTUKAN KEANEKARAGAMAN FAUNA TANAH DAN POLA PERSEBARANNYA MENGGUNAKAN METODE PERANGKAP JEBAG (PITFALL TRAP)
LAPORAN PRAKTIKUM
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi
yang dibimbing oleh Dr. Fatchur Rohman, M.Si. dan Dra. Hj.Hawa Tuarita, M.S.
Kelompok 1 Offering B Anggota: Astrid Amalia H.P. 130341603390 Devi Widyatama P. 130341603395 Imroatun Hasana 130341614818 Novi Wulandari 130341614786 M. Faris A. 130341614812 Wiwit Rahayu 130341603362
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI
A. Topik: Pengamatan Hewan Tanah (Epifauna) dengan Metode Pitfall Trap di Kebun Biologi FMIPA UM B. Tujuan
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Mempraktikkan salah satu cara pengambilan sampel hewan tanah 2. Mengidentifikasi jenis hewan tanah
3. Menentukan kelimpahan/ kerapatan fauna tanah 4. Menentukan nilai indeks keanekaragaman fauna tanah
5. Menentukan distribusi fauna tanah berdasarkan gradien lingkungan
6. Menentukan hubungan antara berbagai faktor abiotik tanah/ habitat dengan keanekaragaman dan distribusi fauna tanah
C. Dasar Teori
Tanah merupakan suatu sistem terbuka, artinya sewaktu-waktu tanah itu dapat menerima tambahan bahan dari luar atau kehilangan bahan-bahan yang telah dimiliki tanah. Sebagai sistem terbuka, tanah merupakan bagian dari ekosistem dimana komponen-komponen ekosistem tanah, vegetasi dan hewan saling memberi dan menerima bahan-bahan yang diperlukan (Hardjowigeno, 2007). Lingkungan tanah merupakan lingkungan yang terdiri dari gabungan antara lingkungan abiotik dan lingkungan biotik. Gabungan dari kedua lingkungan ini menghasilkan suatu wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal bagi beberapa jenis makhluk hidup, salah satunya adalah makrofauna tanah (Hardjowigeno, 2007).
Makrofauna tanah merupakan kelompok hewan- hewan besar penghuni tanah yang merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting dalam memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Dalam dekomposisi bahan organik, makrofauna tanah lebih banyak berperan dalam proses fragmentasi serta memberikan fasilitas lingkungan yang baik bagi proses dekomposisi lebih lanjut yang dilakukan oleh kelompok mikrofauna tanah serta berbagai jenis bakteri dan fungi. Peran makrofauna lainnya adalah dalam perombakan materi tumbuhan dan hewan mati, pengangkutan materi organik dari permukaan ke tanah, perbaikan struktur tanah dan proses pembentukan tanah (Irwan, 1992).
Makrofauna tanah mempunyai peran yang sangat beragam di dalam habitatnya. Pada ekosistem binaan, keberadaan dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan bagi sistem budidaya. Pada satu sisi makrofauna tanah berperan menjaga kesuburan tanah melalui perombakan bahan organik, distribusi hara, peningkatan aeresi tanah dan sebagainnya. Tetapi pada sisi lain juga dapat berperan sebagai hama berbagai jenis tanaman budidaya. Dinamika populasi berbagai jenis makrofauna tanah tergantung pada faktor lingkungan yang mendukungnya, baik berupa sumber makanan, kompetitor, predator maupun keadaan lingkungan fisika-kimia. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi aktifitas organisme tanah yaitu : iklim (curah hujan, suhu), tanah (suhu tanah, hara, kelembaban tanah, kemasaman) dan vegetasi (hutan, padang rumput) serta cahaya matahari (intensitas cahaya) (Irwan, 1992).
Berdasarkan kehadirannya, hewan tanah terbagi atas kelompok transien, temporer, periodic, dan permanen. Berdasarkan habitanya, hewan tanah ada yang digolongkan sebagai epigeon, hemiedafon, dan eudafon. Hewan epigeon hidup pada lapisan tumbuha-tumbuhan di permukaan tanah, hemiedafon pada lapisan organic tanah, dan yang eudafon hidup pada tanah lapisan mineral. Berdasarkan kegiatan makannya hewan tanah ada yang bersifat herbivore, saprova, fungifora, dan predator (Suin, 1989).
Untuk pengambilan sampel, digunakan pitfall trap atau perangkap jebak. Perangkap jebak sangat sederhana, yang mana hanya berupa bejana yang ditanam di tanah. Agar air hujan tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap diberi atap dan agar air yang mengalir di permukaan tanah tidak masuk ke dalam perangkap maka perangkap dipasang pada tanah yang datar dan agak sedikit tinggi. Jarak antar perangkap sebaliknya minimal 5 m. Pada perangkap tanpa umpan, hewan tanah yang berkeliaran di permukaan tanah akan jatuh terjebak, yaitu hewan tanah yang kebetulan menuju ke perangkap itu, sedangkan perangkap dengan umpan, hewan yang terperangkap adalah hewan yang tertarik oleh bau umpan yang diletakkan di dalam perangkap, hewan yang jatuh dalam perangkap akan terawat oleh formalin atau zat kimia lainnya yang diletakkan dalam perangkap tersebut. Organisme sebagai bioindikator kualitas tanah bersifat sensitif terhadap perubahan, mempunyai respon spesifik dan ditemukan melimpah di dalam tanah (Primack et al, 1998). Salah satu organisme tanah adalah fauna yang termasuk dalam kelompok makrofauna tanah (ukuran > 2 mm) terdiri dari milipida, isopoda,
insekta, moluska dan cacing tanah (Wood, 1989). Makrofauna tanah sangat besar peranannya dalam proses dekomposisi, aliran karbon, redistribusi unsur hara, siklus unsur hara, bioturbasi dan pembentukan struktur tanah (Anderson, 1994).
Klasifikasi beberapa fauna tanah yang ditemukan 1. Dolichoderus sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Family : Formicidae Genus : Dolichoderus Species : Dolichoderus sp. 2. Gryllidae Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Order : Orthoptera Family : Gryllidae 3. Argiope laurantia Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Arachnida Ordo : Araneae Family : Araneidae Genus : Argiope Species : A. laurantia 4. Laxta sp. Kingdom: Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Blattodea Family : Blaberidae Genus : Laxta Species :Laxta sp. 5. Oxyopes Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Arachnida Ordo : Araneae Family : Oxyopidae Genus : Oxyopes 6. Chloealtis conspersa Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Orthoptera Familie : Acrididae Genus : Chloealtis
Spesies : Chloealtis conspersa 7. Agelenopsis Kingdom: Animalia Filum : Arthropoda Class : Arachnida Ordo : Araneae Family : Agelenidae Genus : Agelenopsis 8. Tapinoma sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Tapinoma Spesies : Tapinoma sp. 9. Solenopsis sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Solenopsis Spesies : Solenopsis sp. 10. Prenolepis sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Prenolepis Spesies : Prenolepis sp.
11. Argiope mangal Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Arachnida Ordo : Araneae Family : Araneidae Genus : Argiope Species : A. mangal 12. Ponerinae sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Ponerinae Spesies : Ponerinae sp. 13. Myrmicinae sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Myrmicinae Spesies : Myrmicinae sp. 14. Brachyponera chinensis Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Hymenoptera Famili : Formicidae Genus : Brachyponera
Spesies : Brachyponera chinensis 15. Callobius sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Arachnida Ordo : Araneae Famili : Amaurobiidae Genus : Callobius Spesies : Callobius sp. 16. Allonemobius sp. Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Class : Insecta Ordo : Orthoptera Famili : Gryllidae Genus : Allonemobius Spesies : Allonemobius sp.
D. Alat dan Bahan 1. Alat:
a. Gelas aqua
b. Kayu (untuk menggali tanah) c. Botol plakon d. Mikroskop stereo e. Pinset f. Kuas g. Gelas arloji 2. Bahan: a. Rinso cair b. Air
c. Daun (untuk penutup pitfall trap) d. Alkohol
E. Langkah Kerja
Sabun cair dibagi menjadi 3
Dimasukkan kedalam 3 gelas aqua
Diencerkan dengan air sampai ketinggian 2/3
Dihomogenkan
F. Data Pengamatan Plot 1
No. Taksa Deskripsi Jumlah Gambar/sketsa 1. Dolichoderus
sp. - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen - Kaki berjumlah 6
- Kaki terdiri atas 4 ruas - Memiliki 2 antena - Antenna ± 8 ruas
1
2. Gryllidae - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Kaki berjumlah 6
- Antenna berjumlah 1 pasang - Ovipositor 1 pasang
- Kaki 4 ruas
1
3. Argiope
laurantia - Tubuh terdiri atas sephalothorax dan abdomen - Kaki terdiri atas 4 pasang
- Kaki terdiri atas 4 ruas
1 Dimasukkan gelas aqua kedalam lubang tersebut
Ujung gelas diratakan dengan tanah
Ditutup bagian atas dengan serasah daun
Ditempatkan 2 gelas lain di tempat yang tidak terlalu jauh dari gelas pertama
Ditunggu 24 jam (dicatat sebagai plot 1)
Dilakukan prosedur yang sama pada 5 plot lainnya
Setelah 24 jam diambil dan dimasukkan kedalam botol plakon yang berisi alkohol
Dilakukan identifikasi meliputi taksa, deskripsi, dan jumlah spesies
4. Laxta sp. - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen yang menyatu - Kaki terdiri atas 3 pasang - Kaki terdiri atas 4 ruas - Memiliki 1 pasang antena
2
5. Oxyopes - Tubuh terdiri atas sephalothorax dan abdomen
- Abdomen besar
- Kaki terdiri atas 4 pasang - Kaki terdiri atas 4 ruas
1
6. Chloealtis conspersa
- Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Memiliki 1 pasang antenna - Memiliki sayap
- Kaki terdiri atas 3 pasang - Kaki terdiri atas 4 ruas
1
Plot 2
No. Taksa Deskripsi Jumlah Gambar/sketsa 1. Agiopinae - Tubuh terdiri atas sephalothorax
dan abdomen
- Jumlah kaki 4 pasang - Warna tubuh kuning - Kaki terdiri atas 4 segmen
1
2. Topinoma sp. - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Kaki terdiri atas 3 pasang - Warna tubuh hitam
- Memiliki antenna 1 pasang - Kaki terdiri atas 3 segmen
3
3. Solenopsis sp. - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Kaki terdiri atas 3 pasang - Warna tubuh hitam
- Memiliki antenna 1 pasang - Kaki terdiri atas 3 segmen
1
Plot 3
No. Taksa Deskripsi Jumlah Gambar/sketsa 1. Argiope mangal - Badan terdiri atas sephalothorax
dan abdomen
- Kaki berjumlah 4 pasang pada bagian sephalothorax
- Pada mulut terdapat mandibulata dan pedipalpus
- Abdomen berbentuk lonjong - Warna tubuh hitam
- Kaki berwarna seling hitam dan kuning
- Kaki terdiri atas 4 ruas - Ukuran tubuh 5 mm
2. Ponerinae sp. - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Tubuh berwarna hitam
- Kaki berwarna kuning keemasan - Kaki terdiri atas 3 pasang
- Memiliki sepasang antenna berwarna kuning, 2 ruas - Kaki terdiri atas 5 ruas - Ukuran 1,2-2 mm
3
3. Myrmicinae sp. - Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Tubuh berwarna coklat - Kaki berjumlah 3 pasang - Kaki berwarna seling kuning
hitam
- Kaki terdiri atas 5 ruas - Memiliki sepasang antena
berwarna kuning, 2 ruas - Ukuran 3 mm
1
Plot 4
No. Taksa Deskripsi Jumlah Gambar/sketsa 1. Brachyponera
chinensis
- Tubuh terdiri atas sephal, thorax, dan abdomen
- Kaki terdiri atas 2 pasang - Memiliki 1 pasang antena
13
2. Agelenopsis - Tubuh terdiri atas sephalothorax dan abdomen
- Warna tubuh hitam kecoklatan - Warna tubuh pada kepala belang
hitam puth seperti garis - Kaki terdiri atas 4 pasang
2
Plot 5
No. Taksa Deskripsi Jumlah Gambar/sketsa 1. Callobius sp. - Tubuh terdiri atas sephalothorax
dan abdomen
- Badan berwarna kecoklatan - Abdomen berwarna putih - Memiliki pedipalpus - Memiliki 4 pasang kaki
1
sp. dan abdomen
- Memiliki 3 pasang kaki - Memiliki antenna - Memiliki sayap
Plot 6
No. Taksa Deskripsi Jumlah Gambar/sketsa 1. Topinoma sp. - Terdiri atas kepala, thorax, dan
abdomen
- Abdomen bersegmen ada 6 segmen
- Memiliki antenna - Tubuh berwarna hitam
- Sepasang mata berwarna hitam - Kaki tiga pasang
2
2. Prenolepis sp. - Terdiri atas kepala, thorax, dan abdomen
- Abdomen bersegmen - Ukuran kecil
- Memiliki antenna
- Tubuh berwarna coklat muda - Mata berwarna hitam
- Kaki tiga pasang
76
G. Analisis Data
No. Nama Spesies Jumlah No. Nama Spesies Jumlah Jumlah total seluruh spesies (N) = 112
1 Dolichoderus sp. 1 11 Prenolepis sp. 76
2 Gryllidae 1 12 Ponerinae sp. 3
3 Argiope laurantia 1 13 Myrmicinae sp. 1
4 Argiope mangal 1 14 Brachyponera chinensis 13
5 Oxyopes 1 15 Callobius sp. 1
6 Chloealtis conspersa 1 16 Allonemobius sp 1
7 Agelenopsis 2 17 Agiopinae 1 8 Topinoma sp. 5 9 Solenopsis sp. 1 10 Laxta sp. 2 1. Keanekaragaman
Pi =
H’ = -(∑ Pi ln Pi)Nama Spesies Pi Pi ln Pi Dolichoderus sp. = 0,008 -0,039 Gryllidae = 0,008 -0,039 Argiope laurantia = 0,008 -0,039 Argiope mangal = 0,008 -0,039 Oxyopes = 0,008 -0,039 Chloealtis conspersa = 0,008 -0,039 Agelenopsis = 0,017 -0,069 Topinoma sp. = 0,045 -0,139 Solenopsis sp. = 0,008 -0,039 Laxta sp. = 0,017 -0,069 Prenolepis sp. = 0,678 -0,263 Ponerinae sp. = 0,026 -0,095 Myrmicinae sp. = 0,008 -0,039 Brachyponera chinensis = 0,116 -0,249 Callobius sp. = 0,008 -0,039 Allonemobius sp = 0,008 -0,039 Agiopinae = 0,008 -0,039 ∑pi ln pi -1,313 H’ 1,313 2. Kemerataan E =
E = =
Jadi, nilai kemerataan hewan epifauna di lingkungan kebun biologi adalah 0,463 3. Kekayaan
R = =
H. Pembahasan
Hewan tanah adalah semua organisme yang hidup di tanah, baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah (Poerwowidodo, 1992). Sebagaian atau seluruh siklus hidup hewan tanah berlangsung di dalam tanah serta dapat berasosiasi dan beradaptasi dengan lingkungan tanah. Kelompok hewan tanah ini sangat banyak dan beranekaragam, mulai dari Protozoa, Rotifera, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthropoda, hingga vertebrata kecil (Suin, 2012). Hewan tanah bertanggung jawab atas penghancuran dan sintesis organik (Wallwork, 1970).
Suhardjonodan Adisoemarto (1997) dalam Husamah (2014) mengklasifikasikan hewan tanah berdasarkan ukuran tubuh menjadi 3 golongan yaitu:
1. Mikrofauna, kelompok binatang yang berukuran tubuh <0,15 mm, seperti protozoa dan stadium pradewasa beberapa kelompok lain misalnya Nematoda
2. Mesofauna, kelompok yang berukuran tubuh 0,16 mm-10,4 mm dan merupakan kelompok terbesar dibanding kedua kelompok lainnya, seperti Insecta, Arachnida, Diplopoda, Chilopoda, Nematoda, Mollusca, dan bentuk pradewasa dari beberapa binatang lainnya seperti kaki seribu dan kalajengking 3. Makrofauna, kelompok binatang yang berukuran panjang tubuh >10,5 mm, seperti Insekta,
Crustaceae, Chilopoda, Diplopoda, Mollusca, dan vertebrata kecil.
Salah satu organisme tanah adalah hewan yang termasuk dalam kelompok makrofauna terdiri dari Milipida, Isopoda, Insekta, Mollusca, dan Anellida (Wood, 1989). Sedangkan menurut Singh (1980), hewan kelompok makrofauna tanah adalah Annelida, Mollusca, Arthropoda, dan vertebrata kecil, diataranya paling banyak ditemukan hidup di tanah adalah kelompok Arthropoda, seperti Insecta, Arachnida, Diplopoda, dan Chilopoda. Fauna tanah yang ditemukan dan dilakukan pengukuran yaitu pada Argiope mangal, Ponerinae sp., dan Myrmicinae sp. Berdasarkan pengukuran tersebut ketiga kelompok fauna tersebut termasuk dalam kelompok mesofauna. Sedangkan pada fauna lainnya tidak dilakukan pengukuran tubuh sehingga tidak dapat ditentukan kelompok fauna tanah tersebut. Namun berdasarkan pendapat di atas kemungkinan fauna tanah yang ditemukan termasuk dalam kelompok mesofauna atau makrofauna.
Berdasarkan habitatnya, Husamah (2014) membedakan fauna tanah menjadi 3 golongan yaitu: 1. Endogeic, yaitu hewan yang hidup didalam tanah, pemakan hewan organik dan akar tumbuhan yang
mati serta liat (gephagus). Tipe ini disebut juga “ecosystem engineer”.
2. Epigeic, yaitu hewan yang hidup dan makan di permukaan tanah, berperan dalam penghancuran serasah dan pelepasan unsur hara tetapi tidak aktif dalam penyebaran serasah ke dalam profil tanah. 3. Anecic, yaitu hewan yang memindahkan serasah dari permukaan tanah dan aktif memakan serta
bergerak ke dalam tanah dan berlindung dari serangan predator maupun kondisi iklim yang kurang menguntungkan.
Berdasarkan klasifikasi tersebut dikarenakan metode yang dipakai adalah pitfall trap, maka hewan tanah yang ditemukan adalah hewan epifauna sehingga semua fauna tersebut termasuk Epigeic, yaitu hewan
yang hidup dan makan di permukaan tanah. Menurut Husamah (2014), tipe ini disebut “litter transformer” atau “penghancur serasah” karena berperan dalam dekomposisi in-situ melalui fragmentasi dan melumatkan fisik serasah tanpa susunan kimianya.
Kelompok organisme yang hidup di tanah membentuk suatu sistem integrasi, yang dapat disebut juga komunitas tanah (Suin, 2012). Komunitas adalah sekumpulan populasi yang berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung (Smith dan Smith, 2006). Sedangkan menurut Purnomo (2005), komunitas adalah kelompok organisme yang terdiri atas sejumlah jenis yang berbeda, yang secara bersama-sama menempati habitat atau area yang sama dan waktu secara bersama serta terjadi interaksi melalui hubungan trofik dan spasial. Komunitas sebagai organisasi kehidupan tersusun dari beberapa komponen yang masing-masing komponen memiliki dinamikanya masing-masing dan dikenal sebagai struktur komunitas (Satino, 2011). Struktur dalam komunitas sering berubah, karena sebagian besar dapat diganti dalam waktu dan ruang sehingga fungsional komunitas yang serupa dapat memiliki komposisi jenis yang berbeda. Komposisi komunitas adalah daftar jenis dan jumlah individu yang menusun komunitas di suatu tempat. Struktur komunitas memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh setiap jenis sebagai komponen penyusunnya. Menurut Schowalter (1996) dalam Husamah (2014) ada 3 pendekatan yang dapat digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas yaitu keanekaragaman jenis, interaksi jenis, dan organisasi fungsional. Yaherwandi (2010) menambahkan bahwa masing-masing pendekatan memberikan informasi yang berguna dan pemilihan pendekatan yang akan digunakan tergantung pada tujuan dan pertimbangan praktisnya. Pada metode pitfall trap ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keanekaragam jenis untuk mengetahui struktur komunitas pada lokasi pengambilan sampling yaitu di kebun Biologi FMIPA UM. Oleh karena itu, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah jenis spesies dan jumlahnya. Ada 3 parameter yang digunakan dalam praktikum ini yaitu keanekaragaman jenis, kemerataan, dan kekayaan jenis.
Berdasarkan data pengamatan pada plot 1 ditemukan 1 ekor Dolichoderus sp., 1 ekor Gryllidae, 1 ekor Argiope laurantia, 2 ekor Laxta sp., 1 ekor Oxyopes, dan 1 ekor Chloealtis conspersa. Pada plot 2 ditemukan 1 ekor Agiopinae, 3 ekor Topinoma sp., dan 1 ekor Solenopsis sp. Pada plot 3 ditemukan 1 ekor Argiope mangal, 3 ekor Ponerinae sp., dan 1 ekor Myrmicinae sp. Pada plot 4 ditemukan 13 ekor Brachyponera chinensis, dan 2 ekor Agelenopsis. Pada plot 5 ditemukan 1 ekor Callobius sp., dan 1 ekor Allonemobius sp. Dan pada plot 6 ditemukan 2 ekor Topinoma sp., dan 76 ekor Prenolepis sp.
Keanekaragan atau diversitas adalah suatu keragaman atau perbedaan diantara anggota suatu kelompok yang umumnya mengarah pada keanekaragaman jenis (Husamah, 2014). Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk mengukur stabilitas komunitas, yaitu kemampuan suatu komunitas untuk menjaga dirinya tetap stabil meskipun ada gangguan terhadap komponennya (Ardhana, 2012). Keanekaragaman jenis dapat digunakan untuk menentukan struktur komunitas. Semakin banyak jumlah jenis dengan jumlah individu yang sama atau mendekati sama, semakin tinggi tingkat heterogenitasnya. Sebaliknya jika jumlah jenis sangat sedikit dan terdapat perbedaan jumlah individu yang besar antar jenis maka semakin rendah heterogenitas suatu komunitas. Keanekaragaman jenis bukan untuk mencari kedudukan jenis dalam takson melainkan lebih ditekankan pada dasar trofik atau tingkatan fungsional organisme (Satino, 2011). Indeks keanekaragaman yang digunakan adalah Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener. Tujuan utama teori ini adalah untuk mengukur tingkat keteraturan dan ketidakteraturan dalam suatu sistem (Suin, 2012), yang didasarkan pada ketidakpastian (Leksono, 2011). Selain itu dikarenakan data dilakukan secara acak dari suatu komunitas, maka perhitungan keanekaragaman yang tepat adalah menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (Soegianto, 1994). Menurut Odum (1998), Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener dibagi menjadi 5 kategori yaitu:
1. <1 : sangat rendah 2. 1-1,9 : rendah
3. 2-2,9 : sedang 4. 3-3,9 : tinggi
5. >4 : sangat tinggi
Setelah dilakukan analisis dari data yang didapatkan, jumlah total seluruh spesies hewan epifauna yang didapatkan menggunakan metode pitfall trap ini adalah sebanyak 112 ekor. Berdasarkan klasifikasi tersebut pada kebun biologi FMIPA UM memiliki nilai Indeks Keanekaragaman sebesar 1,313. Berdasarkan indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa keragaman hewan epifauna di lingkungan kebun
biologi FMIPA UM adalah rendah. Keanekaragaman yang rendah menunjukkan dominansi suatu jenis (Leksono, 2011). Pada data pengamatan dapat diketahui bahwa terdapat dominasi oleh Prenolepis sp. yang memiliki jumlah paling banyak yaitu sekitar 76 ekor. Menurut Winarni (2005), nilai Indeks Shannon-Wiener hanya berkisar antara 1,5-3,5 dan jarang sekali mencapai 4,5. Semakin besar H’ suatu komunitas maka semakin mantap pula komunitas tersebut atau semakin tinggi kelimpahan relatifnya (Husamah, 2014). Sehubungan dengan kajian kesuburan tanah, menurut Erniyani et al. (2010) semakin tinggi indeks keragaman, semakin tinggi tingkat dekomposisi, atau proses daur hara tanah maka semakin baik tingkat kesuburan tanah. Suwondo (2002) menambahkan bahwa bila indeks keragaman hewan tanah besar (>3) berarti tingkat dekomosisi yang terjadi tinggi sebaliknya tingkat dekomposisi akan rendah jika indeks keragaman hewan tanah rendah (<1). Indeks keragaman tinggi berarti tingkat kesuburan tanah tinggi. Dengan indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat kesuburannya termasuk rendah karena mendekati 1.
Kemerataan didefinisikan sebagai tingkat sebaran individu antara jenis-jenis. Pada umumnya keanekaragaman jenis di suatu habitat tidak pernah mencapai maksimum karena equitability semua spesies jarang bisa sama (Leksono, 2011). Adapun nilai E kisaran antara 0-1 dimana nilai 1 menggambarkan suatu keadaan dimana semua jenis cukup melimpah (Fachrul, 2012). Sedangkan Krebs (1989) mengklasifikasikan nilai indeks ini menjadi 3 yaitu:
1. E<1 : kemerataan tinggi 2. 0,4<E<0,6 : kemerataan sedang 3. E<0,4 : kemerataan rendah
Berdasarkan analisis data diperoleh nilai kemerataan pada kebun biologi FMIPA UM sebesar 0,463 sehingga dapat dismpulkan bahwa nilai kemerataan pada lokasi tersebut adalah sedang. Jika ditinjau dari jumlah spesies yang ditemukan, sebagian besar jenis kurang melimpah sehingga yang ditemukan hanya sedikit. Hal tersebit bisa dilihat pada data pengamatan misalnya pada Dolichoderus sp. hanya 1 ekor, begitu juga spesies lainnya.
Hasil analisa tersebut juga dapat menentukan nilai kekayaan hewan epiauna di lingkungan kebun biologi FMIPA UM, yaitu didapatkan nilai sebesar 0,391. Jika nilai kekayaan semakin besar kemungkinan hal tersebut menunjukkan bahwa tanah semakin subur karena semakin banyak fauna yang menghancurkan serasah daun. Kekayaan/ kelimpahan dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor abiotik dan biotik.
Komunitas alami dikendalikan oleh kondisi fisik atau abiotik yaitu kelembaban, temperatur atau suhu, dan oleh beberapa mekanisme biologi. Komunitas yang terkendali secara biologi sering dipengaruhi oleh satu jenis tunggal atau satu kelompok jenis yang mendominasi lingkungan dan organisme ini biasanya disebut dominan. Dominansi komunitas yang tinggi menunjukkan keanekaragaman yang rendah (Odum, 1998). Menurut Suheriyanto (2008), didalam kondisi yang beragam satu jenis tidak dapat menjadi lebih dominan dari yang lain, sedangkan di komunitas yang kurang beragam, maka satu atau dua jenis dapat mencapai kepadatan yang lebih besar dari pada yang lain.
Suatu komunitas dapat dikenali dari keberadaan satu spesies atau lebih yang mendominasi secara biomassa atau menyumbang ciri fisik suatu spesies. Komunitas terdiri atas sekumpulan spesies yang kelimpahannya berkorelasi secara positif atau negatif dengan waktu atau tempat (Leksono, 2007). Berdasarkan pendapat tersebut, kesatuan dinamik dari hubungan fungsional saling mempengaruhi diantara populasi, dimana anggotanya berperan dalam posisinya masing-masing menyebar dalam ruang dan tipe habitatnya (Husamah, 2014).
Handaryanto dan Hairiah (2012) mengemukakan bahwa apabila ingin memahami organisme tanah, maka sangat diperlukan pengetahuan tentang tanah sebagai habitatnya. Tanah merupakan habitat komplek untuk organisme. Dibandingkan dengan media kultur murni di laboratorium, tanah sangat berbeda karena dua hal utama yaitu pada kondisi alami, tanah merupakan media fase padat, cair, dan gas dengan sifat dan ciri yang bervariasi dan ditanah terjadi kompetisi antara berbagai macam organisme untuk memperoleh nutrisi, dan ruang. Jadi perbedaan pH, kelembaban, dan jenis makanan yang tersedia mampu membentuk berbagai jenis habitat. Menurut Suin (1997), hewan tanah merupakan salah satu komponen tanah. Kehidupan hewan tanah bergantung pada habitatnya, karena keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat ditentukan oleh keadaan daerah tersebut. Dengan
kata lain, keberadaan dan kepadatan populasi suatu jenis hewan tanah di suatu daerah sangat tergantung dari faktor lingkungan yaitu lingkungan biotik dan abiotik. Hewan tanah merupakan bagian dari ekosistem tanah, oleh karena itu dalam mempelajari ekologi hewan tanah faktor fisika-kimia tanah selalu diukur. Namun dalam pengamatan kali ini faktor lingkungan tidak dapat diukur dikarenakan keterbatasan penelitian.
Kehidupan hewan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor lingkungan biotik adalah adanya organisme lain yang berada di habitat yang sama seperti tumbuhan dan golongan hewan lainnya (Suin, 2006). Pada lokasi sampling terdapat berbagai macam tumbuhan mulai dari tumbuhan penutup tanah sampai dengan tumbuhan kanopi (pohon), berdasarkan kondisi lingkungan tersebut maka jumlah hewan tanah yang ditemukan lumayan banyak. Faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap keberadaan hewan tanah terutama adalah pH tanah, suhu tanah, aerasi, dan kadar air. Tanah asam maupun tanah alkalin umumnya kurang disukai hewan tanah terutama disebabkan karena tanaman yang dapat hidup pada tanah tersebut hanya sedikit. Hal ini akan menyebabkan hewan tanah akan kekurangan sumber makanan (Husamah, 2014). Dikarenakan keterbatasan penelitian, pH tanah tidak dapat dihitung namun berdasarkan jumlah tumbuhan yang relatif banyak, kemungkinan tanah di lokasi tersebut masih termasuk dalam kategori netral. Kebanyakan hewan tanah termasuk ke dalam kelompok hewan mesophiles, yaitu organisme tanah yang hidup pada suhu 10-40˚C. Hewan tanah umumnya menyukai tanah yang lembab (Husamah, 2014).
Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup dan ada jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu (Hardjowigeno, 2007). Pengukuran suhu tidak dilakukan sehingga tidak dapat mengetahui suhu lingkungan di titik sampling, namun pada suhu tersebut masih dalam kategori cocok bagi organisme yang ditemukan. Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, sumber bahan organik adalah jaringan tumbuhan. Daun, ranting, cabang, batang, dan akar tumbuhan merupakan penyumbang sejumlah bahan organik (Husamah, 2014).
I. Kesimpulan
Kesimpulan berdasarkan pembahasana di atas yaitu:
1. Metode pengambilan sampel hewan tanah Pitfall Trap yaitu dengan meletakkan gelas berisi campuran rinso cair dan air (alcohol, gliserin, dan akuades) kedalam lubang yang telah dibuat dengan kedalaman sama dengan tinggi gelas. Lalu bagian ujung diusahakan rata dengan tanah agar hewan epifauna dapat terjebak. Pitfall Trap ini dipasang selama 24 jam dan bagian atas ditutup dengan serasah daun.
2. Jenis hewan tanah yang ditemukan pada plot 1 yaitu Dolichoderus sp., Gryllidae, Argiope laurantia, Laxta sp., Oxyopes, dan Chloealtis conspersa. Pada plot 2 yaitu Agiopinae, Topinoma sp., dan Solenopsis sp. Pada plot 3 yaitu Argiope mangal, Ponerinae sp., dan Myrmicinae sp. Pada plot 4 yaitu Brachyponera chinensis dan Agelenopsis. Pada plot 5 yaitu Callobius sp. dan Allonemobius sp. Pada plot 6 yaitu Topinoma sp. dan Prenolepis sp.
3. Nilai kekayaan hewan epiauna di lingkungan kebun biologi FMIPA UM sebesar 0,391. Semakin besar nilai kelimpahan maka dapat disimpulkan bahwa tanah akan semakin subur.
4. Nilai indeks keanekaragaman fauna tanah pada lokasi yaitu 1,313. Berdasarkan indeks tersebut dapat disimpulkan bahwa keragaman hewan epifauna di lingkungan kebun biologi FMIPA UM adalah rendah
5. Distribusi fauna tanah tergantung pada gradien lingkungan. Organisme tanah kebanyakan hidup pada suhu 10-40˚C, umumnya menyukai tanah yang lembab, dan tanah asam maupun tanah alkalin
umumnya kurang disukai hewan tanah terutama disebabkan karena tanaman yang dapat hidup pada tanah tersebut hanya sedikit.
6. Kehidupan hewan tanah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik dan abiotik. Faktor lingkungan biotik adalah adanya organisme lain yang berada di habitat yang sama seperti tumbuhan dan golongan hewan lainnya. Faktor lingkungan abiotik yang berpengaruh terhadap keberadaan hewan tanah terutama adalah pH tanah, suhu tanah, aerasi, dan kadar air. Jika kondisi faktor abiotik tanah dalam keadaan paling optimum (paling cocok) bagi fauna tanah maka tingkat
keanekaragamannya semakin besar. Namun pada praktikum ini tidak dilakukan pengukuran faktor abiotik di lokasi sampling. Contoh hubungan faktor abiotik tanah dengan distribusi fauna tanah, suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup dan ada jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu
J. Daftar Pustaka
Anderson J.M. 1994. Functional Attributes of Biodiversity in Landuse System. UK: CAB International. Ardhana, I.P.G. 2012. Ekologi Tumbuhan. Denpasar: Udayana University Press.
Hardjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo. Husamah. 2014. Ekologi Hewan. Malang: S2 Pascasarjana UM.
Irwan, Z.D.1992. Prinsip-prinsip Ekologi dan Organisasi: Ekosistem,Komunitas dan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Krebs, C. J. 1989. Ecological Methodology. Columbia: Harper Collins Publishers-State University Book Store
Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi. Yogyakarta: UGM Press.
Primack, R. B., J. Supriatna, M. Indrawan, dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor.
Poerwowidodo. 1992. Metode Selidik Tanah. Surabaya: Usaha Nasional.
Purnomo, H. 2005. Petunjuk Praktikum Pengetahuan Lingkungan. Semarang: FMIPA IKIP PGRI Semarang.
Satino. 2011. Handout Ekologi. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Singh, S,P.1980. An Introduction to Animal Ecology. India: Rakesh K. Rastogi for Rastogi Publication, Meerut.
Smith, T.M. dan Smith, R.L. 2006. Element of Ecology. Sixth Edition. San Francisco: Pearson Education INC.
Suin, N.M. 2012. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara dan Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati ITB.
Suin, N.M. 1989. Ekologi Hewan Tanah. Jakarta: Bumi Aksara.
Wallwork, J.A. 1970. Ecology of Soil Animal. London: Mc Graw Hill Book Company. Wood M. 1989. Soil Biology. New York: Chapman and Hall.
Yaherwandi. 2010. Struktur Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Ekosistem Sayuran dan Vegetasi Non-Crop di Sumatra Barat. Padang: FP Universitas Andalas.
K. Lampiran
1. Dolichoderus sp.
Sumber: Dokumen pribadi
2. Ceryllideae
3. Argiope laurantia
Sumber: Dokumen pribadi
4. Laxta sp.
Sumber: Dokumen pribadi 5. Oxyopes
Sumber: Dokumen pribadi
6. Chloealtis conspersa