• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI KEBIJAKAN PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH DI KOTA SEMARANG YANG BERKELANJUTAN AGUS SUSANTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI KEBIJAKAN PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH DI KOTA SEMARANG YANG BERKELANJUTAN AGUS SUSANTO"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI KEBIJAKAN

PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER AIR BERSIH

DI KOTA SEMARANG YANG BERKELANJUTAN

AGUS SUSANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul “Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan” adalah merupakan tesis hasil penelitian saya

sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2010 Agus Susanto

(4)
(5)

ABSTRACT

AGUS SUSANTO. 2010. Groundwater Utilization Policy Strategy as Sustainable Source of Water Supply in Semarang City. Under the supervisor of M. Yanuar J. Purwanto, and Suprihatin.

Semarang as the capital of Central Java province and a metropolitan city exploits increasing ground water. The volume of groundwater that was taken in 2004 is 6.3 x 106 m3, and in 2008 it was 9.6 x 106 m3. There are three sectors in the utilization of groundwater in the which, is domestic, industry, and hotel. 56,1% of domestic water needs are supplied by PDAM Tirta Moedal, which takes 19% of groundwater. Meanwhile, industries and hotels take 90% of groundwater. As the utilization of groundwater in the city in 2008 reached 5.59 x 106 m3, it will experience groundwater deficit in 2030. To anticipate the deficit, eight are proposed, namely (a) limiting the growth rate of the hotel to 1% per year and reducing water consumption of hotel guest to 120 L/person/day, (b) limiting industrial growth rate to 6% per year to 3% per year, (c) reducing the domestic water consumption by limiting population growth to 1% per year and reducing water consumption to 120 L/person/day, (d) increasing capacity of PDAM to supply 70% of domestic sector need, while limiting ground water uptake to 15%, (e) a combination of scenarios a and b, (f) a combination of scenarios a, b, and c, (g) a combination of a, b, c, and d, and (h ) moratorium on utilization of groundwater. However there are two applicable scenarios. (1) scenario (g) to reach 6.97 x 106 m3 groundwater availability in 2050 without groundwater deficit (2) moratorium as the use of groundwater to reach 13.33 x 106 m3 groundwater available in 2050 with 15,82 meters MAT, as the availability of groundwater will uncreased in 2020, and it will achieve safety level in 2030. The value of groundwater at present is Rp. 229 514 063, - while in 2050 with a discount rate of 10%, it is Rp. 335 343 581 206, -. The institutions serve as enforcers of conservation of groundwater utilization are the government of Semarang, the Office of Energy and Mineral Resources, and PDAM, while the activators are the industry and hotels.

Keywords: Groundwater, water needs, utilization of groundwater, and deficit of groundwater

(6)
(7)

RINGKASAN

Pemanfaatan air sebagai sumber air bersih telah diatur dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) sebagai sumber air bersih telah diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah.

Kebutuhan air bersih untuk air minum dan rumah tangga di Kota Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 jiwa adalah 222,25 x 106 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang disadap untuk kebutuhan ini sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di kota Semarang selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor.

Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai kota Semarang telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa penurunan terhadap muka air tanah, penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan laju kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah Genuk, dan bahkan sampai ke pantai utara Demak. Pemafaatan air tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi PDAM masih kekurangan sumber air baku sebagai sumber air bersih. sehingga diperlukan pengaturan (kebijakan) pemanfaatamn air tanah dalam agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) identifikasi kebijakan dan kinerja kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang, (b) analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang, dan (c) menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan.

Penelitian dilaksanakan di kota Semarang yang meliputi 16 kecamatan, dan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2010. Pendekatan yang digunakan adalah verifikasi, dan analisis data meliputi:

1. Identifikasi potensi wilayah terdiri atas: analisis curah hujan bulanan, identifikasi sumberdaya alam, sumberdaya air, sosial budaya, sarana dan prasarana sanitasi,

2. Analisis kebutuhan dan ketersediaan air di kota Semarang 3. Analisis kelembagaan

4. Analisis nilai ekonomi air tanah

5. Membuat skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan air di kota Semarang ada 3 sektor, yaitu: domestik yang terdiri dari penduduk dan fasilitas umum, industri, dan hotel. Untuk kebutuhan air domestik 56,1% dilayani oleh PDAM Tirta Moedal, sedangkan untuk industri dan hotel 90% memanfaatkan air tanah dalam. Air tanah yang dapat dimanfaatkan adalah dari cekungan air tanah (CAT) Semarang Demak dan Ungaran dengan volume 18,49 x 106 m3, namun yang boleh dimanfaatkan (nilai aman) adalah setengahnya yaitu 9,245 x 106 m3. Ketersediaan air tanah dalam untuk memenuhi kebutuhan 3 sektor tersebut pada

(8)

tahun 2010 sebesar 4,04 x 106 m3, dan pada tahun 2030 kota Semarang telah mengalami defisit air tanah. Nilai ekonomi air tanah sebesar Rp. 229.514.063.820,- per tahun, dan apabila di hitung sampai dengan tahun 2050 dengan nilai diskon rate 10% (sesuai dengan suku bunga bank), maka mencapai nilai Rp. 335.343.581.206,-. Pemerintah kota Semarang bersama-sama dengan Dinas ESDM Propinsi dan PDAM Tirta Moedal sebagai pendorong yang besar terhadap keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah, karena mempunyai ketergantungan yang besar terhadap subelemen lain yaitu dari pemerintah. Subelemen ini merupakan elemen kunci, sedangkan subelemen industri dan hotel mempunyai kekuatan penggerak yang besar terhadap program ini. Selain itu, subelemen ini juga mempunyai ketergantungan yang besar pula terhadap subelemen lainnya terutama dari pemerintah.

Ada 8 (delapan) skenario kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah yang dapat dikembangkan di kota Semarang, yaitu: (a) pembatasan laju pertumbuhan hotel dan pengurangan satuan pemakaian air, (b) pembatasan laju pertumbuhan industri, (c) mengurangi satuan pemakaian air domestik, (d) peningkatan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal, (e) Gabungan skenario a dan b, (f) gabungan antara skenario a, b, dan c, (g) gabungan antara skenario a, b, c, dan d, dan (h) skenario moratirium pemanfaatan air tanah dalam di kota Semarang. Dari 8 skenario tersebut yang dapat dikembangkan di kota Semarang adalah: (a) gabungan antara skenario a, b, c, dan d, karena hasilnya hingga tahun 2050 kota Semarang tidak mengalami defisit air tanah, dan besarnya ketersediaan air adalah 6,97 x 106 m3, serta tinggi MAT pada tahun 2050 adalah 3,3 meter, dan (b) moratorium pemanfaatan air tanah yaitu dengan menyetop ijin pemanfatan air tanah air tanah dalam, dan hasilnya adalah ketersediaan air tanah pada tahun 2018 telah mencapai nilai amannya dan pada tahun 2025 ketersediaan air tanahnya telah mulai stabil yaitu dengan kedudukan sebesar 18,27 x 106 m3, demikian juga muka air tanah juga sudah mulai stabil pada tahun 2025 dengan kedudukan 15,82 m.

(9)

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Udang-undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagaian atau seluruh

(10)

HALAMAN PENGESAHAN Judul Nama Mahasiswa NRP Program Studi Program : : : : :

Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang Yang Berkelanjutan Agus Susanto

P052080171

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Magister (S2)

Menyetujui, Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam Institut Pertanian Bogor dan Lingkungan Hidup,

Dr. drh. Hasim, DEA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(11)
(12)

STRATEGI KEBIJAKAN

PEMANFAATAN AIR TANAH SEBAGAI SUMBER

AIR BERSIH DI KOTA SEMARANG YANG

BERKELANJUTAN

AGUS SUSANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(13)
(14)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, oleh karena dan ijin dari Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik dengan judul ”Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan” yang merupakan salah satu syarat yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kajian ini berawal dari pemikiran penulis melihat fenomena kota Semarang yang setiap saat dilanda rob yang makin hari makin jauh jangkauannya serta makin dalam genangannya, dan durasi genangan makin lama. Dari hasil pemikiran ini juga penulis berharap dapat mengembangkan konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang lebih berkembang dan berkelanjutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perencanaan dan pengambilan kebijakan untuk pengelolaan air tanah khususnya air tanah dalam, dan diharapkan dapat dikembangkan di daerah lain.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, masih banyak hal yang diluar kemampuan penulis dan “tiada gading yang tidak retak”. Besar harapan penulis, saran, kritik dan sumbangan pemikiran yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini.

Bogor, Oktober 2010 Agus Susanto

(15)
(16)

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sholawat dan salam dimohonkan kepada Allah SWT supaya dilimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul

Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan. Tesis ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus kepada :

1. Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl. Eng, selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, perhatian, motivasi, kesabaran dan ketulusan bapak sebagai komisi pembimbing.

2. Bapak Dr. Satyanto Krido Saptomo, ST, M.Si selaku penguji luar komisi atas komentar, nasehat, saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini. 3. Ibu Dr. Ir. Lailan Syaufina, MSi, wakil Program Studi PSL yang telah

memberikan saran, kritikan dan nasehat sehingga tulisan ini menjadi lebih baik.

4. Bapak Dr. drh. Hasim, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS yang telah banyak memberikan nasehat dan arahan selama penulis menempuh pendidikan Pasacsarjana di IPB.

6. Segenap keluarga besar Universita Terbuka, khususnya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi

7. Pemerintahan Kota Semarang yang telah banyak memberikan bantuan dan dukungan untuk kelancaran selama pelaksanaan penelitian.

8. Dinas ESDM Propinsi Jawa Tengah yang memberikan bantuan dan dukungan selama pelaksanaan penelitian

(17)

9. Satker Pembinaan dan Pengendalian Prasarana dan Sarana Dasar Perdesaan, Direktorat Jenderal Cipta karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang telah banyak memfasilitasi selama penelitian

10. PDAM Tirta Moedal Kota Semarang yang telah memberikan bantuan dan dukungan untuk kelancaran selama pelaksanaan penelitian

11. Istri dan anakku tercinta yang selalu memberi dorongan dan motivasi sehingga terselesaikan tesis ini

12. Segenap staf administrasi Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

13. Rekan-rekan mahasiswa program studi PSL khususnya “Angkatan 2008”, dan kepada semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata, tiada gading yang tidak retak. Besar harapan penulis, saran, kritik dan sumbangan pemikiran yang membangun untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga kajian ini dapat berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak.

.

Bogor, Oktober 2010

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di sebuah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada tanggal 27 Juni 1957 dari pasangan yang mulia ayahanda Matkanan HM (Alm) dan Ibu Hj. Roesmi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis melaksanakan Pendidikan formal dimulai pada tahun 1964 di Sekolah Dasar Negeri Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Pati dan lulus tahun 1970. Pada tahun 1999 mengikuti ujian persamaan di SMP Yayasan Usaha Buruh (YUB) Yogyakarta, dan pada tahun 1980 menyelesaikan pendidikan SMA Negeri 10 Yogyakarta, dan pada tahun 1980 masuk Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, lulus tahun 1985.

Sejak tahun 1985 hingga tahun 1988 bekerja sebagai konsultan lepas yang mengkhususkan pada pengembangan wilayah perkotaan dan pedesaan, dan sejak bulan April 1989 bekerja di Universitas Terbuka yang ditempatkan pada sekretariat Pembantu Rektor III (bidang kemahasiswaan). Pada tahun 1997 hingga 1999 ditempatkan pada Asisten Pembantu Rektor IV (bidang kerjasama), dan pada tahun 2001 hingga sekarang sebagai staf pengajar di Program Studi D1 Pengelolaan Lingkungan, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka.

Pada tahun 2008 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister (S2) di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

(19)
(20)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xvi

DAFTAR GAMBAR xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... . xx I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Kerangka Berfikir ... 5 1.3 Perumusan Masalah ... 6 1.4 Tujuan Penelitian ... 9 1.5 Manfaat Penelitian... 9

1.6 Ruang lingkup penelitian ... 10

1.7 Strategi kebijakan yang akan disusun ... 10

II TINJAUAN PUSTAKA ... . 12

2.1 Air Tanah ... 12

2.2 Cakungan Air Tanah (CAT) ... 13

2.3 Kriteria Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan ... 15

2.4 Analisis Kebijakan ... 16

2.5 Pemodelan dengan Interpretasi Struktur (Interpretative Structural Modelling) ... 20

2.6 Nilai Ekonomi ... 21

III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Rancangan Penelitian ... 24

3.3 Pengumpulan Data... 24

3.4 Teknik Penentuan Responden ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 26

(21)

xiii

3.4.2 Analisis Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah ... 26

3.4.3 Analisis Kebutuhan Air... 33

3.4.4 Analisis Imbuh Air Tanah ... 33

3.4.5 Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ... 34

3.4.6 Hubungan antara Ketersediaan Air Tanah Dalam dan Penurunan Muka Air Tanah (MAT) ... 34

3.5 Penyusunan Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan .. 35

IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN ... 38

4.1 Kondisi Geogragfis dan Administratif ... 38

4.2 Kondisi Fisik Kota Semarang... 38

4.2.1 Bentang lahan ... 38

4.2.2 Geomorfologi dan Geologi ... 41

4.2.3 Iklim dan Hidrologi ... 42

4.3 Kondisi Sosial Ekonomi Kota Semarang ... 49

4.3.1 Kependudukan ... 49

4.3.2 Tenaga Kerja ... 50

4.3.3 Pendidikan... 50

4.3.4 Kesehatan ... 52

4.3.5 Kondisi Perekonomian ... 53

4.4 Sarana dan Prasarana Lingkungan kota Semarang ... 55

4.4.1 Air Bersih ... 55

4.4.2 Fasilitas Persampahan ... 57

4.4.3 Sanitasi Lingkungan ... 59

4.4.4 Drainase ... 60

V HASIL DAN ANALISA ... 61

5.1 Potensi Air Tanah Kota Semarang ... 61

5.1.1 Cekungan Air Tanah (CAT) Semarang Demak ... 61

5.1.2 CAT Ungaran ... 62

5.1.3 Volume Air Tanah Dalam Kota Semarang ... 64

5.1.4 Nilai Aman (Safety Yield) Pemanfaatan Air Tanah ... 64

(22)

xiv

5.2 Identifikasi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang ... 65 5.3 Ketersediaan Air Tanah di Kota Semarang ... 66 5.3.1 Kebutuhan Air Domestik ... 66 5.3.2 Kebutuhan Air Industri ... 71 5.3.3 Kebutuhan Air untuk Hotel ... 72 5.3.4 Ketersediaan Air Tanah ... 73 5.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Kota Semarang ... 75 5.4.1 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah ... 75 5.4.2 Nilai Ekonomi ... 76 5.4.3 Kelembagaan ... 78 5.4.4 Skenario Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah ... 82

VI PEMBAHASAN ... 88

6.1 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan

Antara Skenario a dan b ... 88 6.2 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan

Antara Skenario a, b dan c ... 89 6.3 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Gabungan

Antara Skenario a, b, c dan d ... 90 6.4 Strategi Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Moratorium ... 91 6.5 Hubungan Komponen Konservasi dengan Pengguna Air Tanah ... 92 6.6 Jasa Lingkungan ... 94 VII KESIMPUALAN ... 97 7.1 Kesimpuan ... 97 7.2 Saran ... 98 DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 103

(23)
(24)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Sebaran dan Potensi CAT di Indonesia ... 14

2 Keterkaitan antara sub elemen pada teknik ISM ... . 21

3 Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Strategi Pemanfaatan

Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang ... . 25

4 Contoh Matriks SSIM ... . 28

5 Kondisi Kecamatan di Kota Semarang ... . 39

6 Penggunaan Lahan di Kota Semarang ... . 40

7 Jenis Tanah dan Penyebarannya di Kota Semarang ... . 43

8 Rata-rata Curah Hujan Bulanan Kota Semarang... . 43

9 Perkembangan Jumlah Sumur dan Volume Pengambilan di

Kota Semarang ... . 47

10 Kondisi Kependudukan Kota Semarang Tahun 2008 ... . 49

11 Banyaknya Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis

Kelamin Kota Semarang ... . 50

12 Distribusi Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang tahun 2008 ... . 51

13 Tingkat Pendidikan Penduduk Kota Semarang ... . 52

14 Sarana dan Prasarana Kesehatan Kota Semarang ... . 52

15 Kapasitas dan Debit rata-rata Sumber Produksi PDAM Moedal ... . 56

16 Jumlah Pelanggan Air Minum di Kota Semarang Selama

Tahun 2008 ... . 56

17 Kebutuhan Sarana dan Prasarana Air Bersih Kota Semarang ... . 57

18 Timbunan Sampah di Kota Semarang tahun 2009 ... . 57

19 Penerapan Indikator Konservasi Pemanfaatan Air Tanah

Dalam Peraturan Perundangan ... . 67

(25)

xvii

21 Tipikal Konsumsi Air untuk Fasilitas Umum ... . 70

22 Kebutuhan Air Bersih Fasilitas Umum dan Domestik kota Semarang ... . 71

23 Kebutuhan Air Bersih untuk Industri di kota Semarang ... . 72

24 Kebutuhan Air Bersih untuk Hotel di Kota Semarang ... . 73

25 Indikator Keberlanjutan Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang ... . 76

26 Nilai Ekonomi Air Tanah dalam 1 tahun Kota Semarang ... . 77

27 Nilai Ekonomi Air Tanah kota Semarang dengan Discont Rate 10% ... . 77

28 Peran Masing-masing Subelemen dalam Konservasi Pemanfaatan

Air Tanah Dalam di Kota Semarang ... . 81

29 Hubungan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah dengan Componen

(26)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Berfikir StrategiKebijakan Pemanfaatan Air Tanah

sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan………... 7 2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah

Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang……….. 9 3 Hubungan Tiga Elemen Kebijakan... 18

4 Keterkaitan antar Elemen dalam ISM... 27

5 Koordinat Hasil Matriks Reachability di Plot kedalam Matriks

Driver Point Dependent (DP-D)……… 30 6 Diagram Alir Deskriptif Teknik ISM (Suxena, 1992

Dalam Marimin, 2004)……… 32 7 Tipikal Hubungan Ketersediaan Air Tanah dengan Penurunan

Muka Air Tanah (MAT)... 35

8 Peta Lokasi Kota Semarang Jawa Tengah... 39

9 Grafik Volume Pengambilan Air Tanah dengan Jumlah Sumur... 47

10 Laju Penurunan Permukaan Tanah Kota Semarang

Periode tahun 2001 – 2003... 48 11 Lapangan Pekerjaan di Kota Semarang... 52

12 Ketersediaan Air Tanah Dalam dengan Kebutuhan Domestik

56,1% dari PDAM, dan ndustri serta Hotel 90% dari Air Tanah... 75

13 Driver Power dari Lembaga Terkait dalam Konservasi

Pemanfaatan Air Tanah di Kota Semarang... 79

14 Struktur Hierarkhi Subelemen Lembaga yang Terkait dalam Konservasi Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan

Di Kota Semarang... 80

15 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Pembatasan

Pertumbuhan Hotel dan Hemat Air... 83

16 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan

Pembatasan Pertumbuhan Industri yang Menggunakan

(27)

xix

17 Ketersediaan Air Tanah dengan Mengurangi Satuan

Pemakaian Air Domestik... 85

18 Ketersediaan Air Tanah dengan Meningkatkan Kapasitas

Produksi PDAM Tirta Moedal... 87

19 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan

Antara Skenario a, dan b... 89

20 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan

Antara Skenario a, b, dan c……… 90 21 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Gabungan

Antara Skenario a, b, c, dan d……… 91 22 Hasil Simulasi Ketersediaan Air Tanah dengan Moratorium... 92

(28)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Geologi Daerah Semarang dan Sekitarnya……….. 104 2 Kedudukan Muka Air Tanah kota Semarang dan Sekitarnya... 105

3 CAT Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta... 106

4 Kedudukan Kota Semarang terhadap CAT Semarang Demak dan Ungaran….. 107 5 Hasil Analisis kebutuhan air bersih kota Semarang... 108

6 Analisis ketersediaan air tanah dengan pemanfaatan domestik dan PDAM

(56,1% dan industri serta hotel 90%)... 109

7 Analisis Kebijakan dengan Metode ISM... 110

8 Hasil Simulasi Skenario1……….. 113

9 Hasil Simulasi Skenario 2………. 114

10 Hasil Simulasi Skenario 3………. 115

11 Hasil Simulasi Skenario 4………. 116

12 Hasil Simulasi Skenario 5 ……… 117

13 Hasil Simulasi Skenario 6………. 118

14 Hasil Simulasi Skenario 7..………... 119

(29)
(30)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Air sebagai komponen ekologi mempunyai sifat khas yaitu: pertama merupakan benda yang mutlak dibutuhkan oleh kehidupan, kedua, air mempunyai mobilitas yang tinggi dalam biosfer ini yaitu melalui presipitasi, evaporasi, dan pengaliran. Air akan berputar terus sepanjang masa, dengan demikian jumlah air di muka bumi akan tetap dan tidak dapat diperbaharui lagi (unrenewable). Perubahannya hanya mengikuti suatu siklus yang disebut siklus hidrologi.

Sampai saat ini kita memandang air, baik air permukaan maupun air tanah, hanya sebagai komoditas sosial yaitu sebagai kebutuhan hidup dan bukan sebagai komoditi ekonomi. Ada dua alasan yang mendorong kita harus memandang air sebagai komoditi ekonomi, yaitu: (1). air sudah sering merupakan barang yang dapat mendukung kegiatan ekonomi seperti industrialisasi dan pertanian, dan (2). kita sering susah mendapat kesulitan untuk dapat memperoleh air yang dapat didayagunakan (Siradj, M. 1992).

Kebutuhan air yang paling utama adalah untuk mendukung kehidupan manusia dari segala kegiatan ekonomi yang dilakukannya, seperti rumah tangga, industri, pembangkit tenaga listrik, pertanian, pariwisata, penggelontoran (flusing), dan lain sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan akan air tersebut pertama-tama yang harus dilihat adalah mengetahui ketersediaan air yang ada, baru kemudian kualitasnya.

Secara garis besar ada dua kelompok utama pengguna air, yaitu (a) kelompok konsumtif, yakni mereka yang memanfaatkan suplai air untuk keperluan konsumsi, dan (b) kelompok non-konsumtif. Kelompok konsumtif antara lain rumah tangga, industri, pertanian, dan kehutanan. Kelompok ini memanfaatkan air melalui proses yang disebut diversi (diversion), baik melalui transformasi, penguapan, penyerapan ke tanah, maupun pendegradasian kualitas air secara langsung (pencemaran). Kelompok konsumtif memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya tidak terbarukan (unrenewable resources). Sedangkan kelompok non-konsumtif memanfaatkan air hanya sebagai media seperti; 1). Medium pertumbuhan ikan pada kegiatan perikanan, 2). Sumber energi listrik pada pembangkit listrik tenaga air, dan 3). Rekreasi (berenang, fungsi estetika lingkungan dan sebagainya). Kelompok

(31)

non-2

konsumtif ini memperlakukan sumberdaya air sebagai sumberdaya terbarukan (renewable resources)

Dari sekian banyak sumber air yang paling dominan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih manusia adalah air yang mengalir di permukaan, karena air permukaan mudah pemanfaatannya tentunya dengan biaya yang relatif murah, tetapi sumber air tersebut mudah tercemar, namun mudah pula untuk pemulihannya. Sedangkan air tanah merupakan alternatif ke dua, karena air tanah pemanfaatannya memerlukan biaya yang cukup tinggi. Air tanah sulit tercemar, karena keberadaannya melalui media (lapisan tanah) yang berfungsi sebagai filter, namun apabila tercemar sulit sekali pemulihannya. Sebagai alternatif sumber air yang terakhir adalah air hujan, karena persebaran yang tidak merata dan kontinuitasnya kurang terjaga.

Dalam dokumen WATSAL (water supply adjustment loan) disebutkan, bahwa pada daerah perkotaan, hanya sebesar 40% dari seluruh penduduk perkotaan yang mendapatkan akses terhadap air minum (piped water). Akibatnya, air tanahlah yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari dan kebutuhan industri. Diperkirakan, 80% kebutuhan air minum masyarakat perkotaan dan pedesaan masih mengandalkan air tanah, sedangkan untuk industri hampir mencapai 90% yang mengandalkan air tanah.

Pemanfaatan air sebagai sumber air baku telah diatur dalam Undang-undang No. 7 tahun 2004 yaitu tentang sumberdaya air, sedangkan pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined akuifer) sebagai air bersih telah diatur oleh perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 2008 tentang air tanah. Pada PP tersebut yaitu pasal 54 ayat 4 dan 5 disebutkan bahwa pemanfaatan air tanah khususnya air tanah dalam (confined aquifer) harus melalui ijin dan yang berhak mengeluarkan ijin adalah Kepala Daerah setempat dalam hal ini Bupati/Wali Kota atau bahkan Gubernur dengan debit < 10 lt/detik.

Demikian juga di wilayah Semarang baik wilayah Kota maupun Kabupaten Semarang untuk memenuhi kebutuhan baku air bersih disamping memanfaatkan air permukaan, juga telah memanfaatkan air tanah baik air tanah bebas (tidak tertekan) maupun air tanah tertekan (air tanah dalam) melalui cekungan air tanah (CAT) Semarang Demak, dan CAT Ungaran.

(32)

3

Cekungan air tanah CAT Semarang - Demak, mencakup 7 (tujuh) wilayah administrasi, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Demak, Kudus, Kendal, Blora dan Kab. Grobogan, Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis daerah tersebut terletak pada koordinat antara 110013’35" dan 111021’50" Bujur Timur serta 06046’18” dan 07014’33" Lintang Selatan, dengan luas kurang lebih 1.915 km2. Di CAT Semarang Demak dijumpai dua sistem akuifer yakni sistem akuifer tidak tertekan dan sistem akuifer tertekan. Kedudukan sistem akuifer tidak tertekan umumnya kurang dari 30 m bawah muka tanah (bmt), dan sistem akuifer tertekan dengan kedalaman antara 30 - 150 m bmt.

Daerah imbuhan air tanah tidak tertekan meliputi seluruh wilayah cekungan. Sedangkan daerah imbuhan air tanah tertekan menempati daerah kaki Gunung Ungaran yang terletak dibagian barat daya cekungan pada ketinggian antara 50 – 300 m atas muka laut (aml). meliputi daerah Sumberejo, Kecamatan Kaliwungu (Kabupaten Kendal), daerah Manyaran di Kecamatan Semarang Barat, daerah-daerah di Kecamatan Ngalian, Kecamatan Mijen, Kecamatan Candisari, Kecamatan Tembalang, dan Kecamatan Banyumanik serta Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Jumlah imbuhan air tanah ke dalam sistem akuifer tidak tertekan (bebas) yang diprediksikan secara kumulitatif dengan metode prosentase curah hujan di cekungan ini terhitung 783 juta m3/tahun, sedangkan jumlah aliran air tanah pada sistem akuifer tertekan dihitung dengan jejaring aliran (flow net) dan menerapkan persamaan Darcy terhitung 91 juta m3/tahun (Peta cekungan air tanah propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2006)..

Berdasarkan data yang ada dan didasari pada parameter kuantitas air tanahnya, daerah kota Semarang dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi 4 (empat) wilayah potensi air tanah yakni (Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan.1998):

a. Wilayah potensi air tanah besar, terdapat di dataran pantai Semarang - Demak dan kaki G. Ungaran sebelah utara pada ketinggian 250 - 300 m dml. Akuifer di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 100 - 600 m2/hari dengan produktifitas sumurbor umumnya lebih dari 10 l/dtk;

b. Wilayah potensi air tanah sedang, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah utara G. Ungaran di wilayah Kecamatan Gunung Pati. Akuifer di

(33)

4

wilayah ini mempunyai koefisien keterusan antara 20 – 100 m2/hari dengan produktifitas sumurbor umumnya antara 5- 10 l/dtk;

c. Wilayah potensi air tanah kecil, terutama terdapat di daerah pebukitan sebelah timur Ungaran dan sekitar Kecamatan Tembalang serta pada tubuh G. Ungaran pada ketinggian antara 250 - 500 m. Akuifer di wilayah ini mempunyai koefisien keterusan kurang dari 20 m2/hari dengan produktifitas sumur bor umumnya kurang dari 5 l/dtk;

d. Wilayah potensi air tanah langka, terdapat di daerah puncak G. Ungaran pada ketinggian di atas 500 m.

Pemafaatan air tanah di kota Semarang yang melebihi kapasitasnya akibat PDAM yang belum dapat menyediakan air bersih yang berasal dari sumber air permukaan seperti sungai, mata air, danau dan lain-lain, disatu sisi masih kekurangan sumber air baku sebagai sumber air bersih. Selain itu, penggunaan air tanah dipengaruhi juga oleh perkembangan Kota Semarang yang dibarengi munculnya permukiman-permukiman baru yang mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air (catchment area).

Kebutuhan air bersih untuk kebutuhan air minum dan rumah tangga di Kota Semarang pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk 1.481.644 adalah 22,22x 107 liter/hari atau 80,0 x 106 m³/tahun. Apabila dari jumlah tersebut sekitar 80% memanfaatkan air tanah maka jumlah air tanah yang dieksploitasi untuk kebutuhan bersih sekitar 64,0 x 106 m³/tahun. Pemakaian air tanah untuk keperluan industri dan usaha komersial melalui sumur bor yang berlokasi di CAT Semarang - Demak selalu meningkat setiap tahun, yaitu pada tahun 2003 dari 543 sumur bor pengambilannya tercatat 15,31 x 106 m3, dan pada tahun 2006 volume pengambilan menjadi 20,98 x 106 m3 melalui 680 sumur bor.

Pemakaian air tanah yang intensif di dataran pantai Semarang telah menunjukkan adanya dampak terhadap lingkungan air tanah, yaitu berupa penurunan permukaan tanah (amblesan tanah), yang terukur selama 2000 - 2001 dengan kecepatan 2 – 8 cm/tahun. Daerah yang mengalami penurunan dengan laju lebih dari 8 cm/tahun terbentang di sepanjang pantai mulai dari Pelabuhan Tanjungmas ke arah timur hingga wilayah pantai utara Demak (Mamlucky Susana, 2008).

(34)

5

Pemanfaatan air tanah di kota Semarang yang jumlahnya mencapai ratusan dan bahkan ribuan sumur dapat menimbulkan berbagai masalah, sehingga diperlukan pengaturan atau tata laksana yang dapat mengarahkan pemanfaatan air sesuai dengan daya dukung (potensi) cekungan air tanahnya supaya tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungannya. Berdasarkan kondisi tersebut diatas terutama berkaitan dengan upaya konservasi pemanfaatan air tanah maka perlu dilakukan strategi tata laksana pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini berupaya mengkaji kemungkinan pengembangan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih di wilayah Kota Semarang yang berkelanjutan sebagai instrumen kebijakan untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah dan mendorong kegiatan pemanfaatan air tanah secara optimal dan berkelanjutan di kota Semarang dan diharapkan strategi ini dapat diterapkan di kota-kota lainnya dalam pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.

1.2. Kerangka Berfikir

Pemanfaatan air tanah dapat diambil dari cekungan air tanah (CAT), dan hal ini telah diatur dalam perundang-undangan yaitu melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 tahun 2008 yaitu tentang air tanah. Dalam PP tersebut dijelaskan bahwa pemanfaatan air tanah untuk keperluan penduduk dengan debit lebih kecil dari 2 lt/detik tidak memerlukan ijin, (pasal 55 ayat 1 dan 3) akan tetapi apabila digunakan untuk keperluan usaha komersial seperti industri, PDAM, dan lain-lain dengan debit lebih besar dari 2 lt/detik, maka harus melalui ijin yang dikeluarkan oleh Pemda setempat (Pasal 55 ayat 4 dan 5). Namun pemanfaatan harus disesuaikan dengan kemampuannya (potensinya). Penggunaan air tanah yang berlebihan yang melebihi kapasitas dari air tanahnya akan berdampak pada penurunan muka air tanah (water table) dan dapat mengakibatkan kekeringan sumur-sumur penduduk, dan apabila pemanfaatan yang melebihi kapasitas tersebut berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan penurunan tanah (subsiden) dan akhirnya akan merusak struktur bangunan yang ada dan bagi daerah pesisir akan menimbulkan intrusi air laut.

(35)

6

Dalam pemanfaatan tersebut tentunya harus merujuk pada pengelolaan sumberdaya air yang didalamnya terdapat pengelolaan sumberdaya air tanah yang terdiri dari air dangkal (bebas) dan air tanah dalam (tertekan). Untuk pengelolaan air tanah, pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah selaku regulator pemanfaatan air tanah perlu memberikan perhatian terhadap jasa lingkungan air tanah sebagai instrumen kebijakan (ekonomi) dalam mengendalikan resiko lingkungan akibat pemanfaatan air tanah yang berlebihan khususnya untuk domestik, industri, dan usaha komersial. Resiko lingkungan akibat pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih memiliki sebaran dan besaran (magnitude) yang signifikan terhadap kelestarian lingkungan dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya.

Adanya fenomena tersebut menuntut dikembangkannya sebuah kebijakan (policy) yang mengatur jaminan pertanggungan akibat dampak penting dari kegiatan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku air bersih. Oleh karena itu strategi kebijakan tatalaksana pemanfaatan air tanah dalam untuk pengendalian dampak negatif perlu dikaji kemungkinan implementasinya. Adanya insentif jasa lingkungan (nilai ekonomi/economic value) dan struktur kelembagaan yang kuat diharapkan akan lebih menjamin keberlanjutan pelaksanaan pembangunan daerah dan kelestarian lingkungan terutama sumberdaya air tanah secara seimbang. Disamping itu, untuk meminimalisir dampak dapat digunakan rekayasa teknologi seperti dengan Biopori, sumur resapan, dan konservasi pemanfaatan. Diagram alir kerangka pemikiran penelitian disajikan dalam Gambar 1.1.

1.3. Perumusan Masalah

Berdasarkan peta CAT Semarang Demak, menunjukkan bahwa kota Semarang mempunyai potensi air tanah dangkal (akuifer bebas) besar, dan air tanah dalam (akuifer tertekan) sedang. Untuk pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat memanfaatkan air tanah dangkal yang mempunyai potensi tinggi, sedangkan untuk kebutuhan air industri dan jasa seperti hotel dan restoran digunakan air tanah dalam yang mempunyai potensi sedang.

(36)

Gambar 1 Kerangka Berfikir Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan Kebijakan Daerah Pemanfaatan Air Tanah Air tanah bebas Air tanah tertekan Manfaat Air Tanah Analisis Kebijakan Kerusakan Air Tanah Faktor Ekonomi Ekonomi Faktor Sosial Budaya Faktor Teknologi Faktor Kelembagaan Strategi Pemanfaatan Air Tanah Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah yg berkelanjutan Analisis Kelembagaan Konsep Institusi & Insentif Konsep Pengelolaan Sumberdaya Air Program Konservasi Air Tanah Konservasi Pemanfaatan Air Tanah Feedbac k Feedbac k Faktor Ekologi EEkologi

7

(37)

8

Kegiatan pemanfaatan (ekstraksi) air tanah sebagai sumber air baku air bersih selain memberikan manfaat ekonomi bagi pembangunan daerah juga memberikan dampak negative. Dampak negatif terhadap lingkungan berupa turunnya muka air tanah yang dapat diidentifikasi dari keringnya sumur-sumur penduduk sekitar yang akhirnya menimbulkan konflik pemanfaatan air tanah, dan kejadian ini apabila berlangsung terus menerus, akan mengakibatkan degradasi sumberdaya air tanah yang akhirnya akan meningkatkan nilai kerusakan lingkungan.

Manfaat ekonomi tersebut ada yang bermanfaat langsung maupun tidak langsung yang dapat dinikmati oleh penduduk. Manfaat ekonomi tersebut dapat digunakan sebagai instrument untuk mengendalikan dampak negatif kegiatan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih dan sekaligus mendorong terciptanya kegiatan pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.

Kegiatan pemanfaatan air tanah dalam sebagai sumber air bersih memerlukan ijin, sehingga masyarakat tidak dapat secara bebas mengambilnya, karena disamping keberadaan muka air tanahnya dalam (antara 40 -150 meter) juga membutuhkan biaya yang cukup besar. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih tersebut sesuai dengan Peratutan Perundangan yang ada yaitu UU No. 7 tahun 2004 dan PP No. 43 tahun 2008, serta SK Gubernur Jawa Tengah No. 5 tahun 2003, sehingga dapat dijumpai ratusan bahkan ribuan sumur air tanah dalam di kota Semarang. Berdasarkan uraian tersebut, beberapa pertanyaan penelitian yang mengemuka adalah sebagai berikut:

a. Seberapa banyak industri, PDAM, hotel dan restoran, mengekstrak atau memanfaatkan air tanah, sebagai sember air bersih?

b. Sejauh mana dampak negatif pemanfaatan air tanah terhadap kelestarian air tanah di darah penelitian?

c. Sejauh mana keberhasilan konservasi pemanfaatan air tanah di daerah penelitian?

d. Seberapa jauh peran serta stakeholder dalam konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang

e. Bagaimana desain kebijakan konservasi pemanfaatan air tanah dapat diterapkan dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan air bersih yang berkelanjutan?

(38)

9

No

Y a

Gambar 2 Perumusan Masalah Strategi Kebijakan Konservasi Pemanfaatan Air Tanah sebagai sumber air bersih di Kota Semarang

1.4. Tujuan Penelitian

a. Identifikasi kebijakan dan kinerja kebijakan pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih di kota Semarang

b. Analisis kebutuhan air dan ketersediaan air tanah di kota Semarang c. Menyusun strategi kebijakan pemanfaatan air tanah di kota Semarang

sebagai sumber air bersih yang berkelanjutan

1.5. Manfaat Penelitian

a. Pengembangan ilmu pengetahuan dibidang kebijakan terutama pemanfaatan air tanah untuk pemenuhan sumber air baku air bersih.

Dampak Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air baku

Total Biaya Resiko Lingkungan (T) Resiko Lingkungan

Fisik Biologi Sosial

Nilai Manfaat Air Tanah (B)

Strategi Kebijakan Pemanfaatan Air Tanah sebagai sumber air

bersih yang Berkelanjutan Kebutuhan air baku Antisipasi bila T< B

T > B

?

(39)

10

b. Sebagai masukan kepada pemerintah daerah khususnya kota Semarang untuk pengambilan keputusan pemanfaatan air tanah di kota Semarang c. Sebagai bahan masukan bagi peran serta masyarakat dalam pemanfaatan

air tanah sehingga memberikan manfaat yang berkelanjutan.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari pemanfaatan air tanah sangat luas dan merupakan suatu sistem, sehingga dalam penelitian ini difokuskan pada sub sistem pemanfaatan dan sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah di kota Semarang.

a. Sub Sistem pemanfaatan, meliputi:

- Pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat yang dikelola oleh PDAM - Pemenuhan kebutuhan air bersih melalui sumur bor

- Pemenuhan kebutuhan industri yang meliputi: sebagai bahan baku produksi dan bahan penunjang produksi

- Pemanfaatan air bersih untuk hotel dan restoran

b. Sub sistem konservasi pemanfaatan air tanah yang meliputi:

- Konservasi pemanfaatan air tanah untuk kebutuhan domestik, industri, dan hotel di Kota Semarang

- Nilai ekonomi

- Nilai perolehan air (NPA) - Kelembagaan

1.7. Strategi Kebijakan yang akan Disusun

Strategi kebijakan yang akan disusun meliputi: a. Strategi untuk pemanfaatan air tanah meliputi:

- Jumlah maksimum air tanah yang boleh diambil di kota Semarang - Nilai ekonomi

- Kelembagaan

b. Strategi untuk konservasi pemanfaatan air tanah meliputi:

1. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan pertumbuhan hotel dan hemat air

2. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan pembatasan pertumbuhan industri yang menggunakan air tanah

(40)

11

3. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan mengurangi satuan pemakaian air tanah

4. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan meningkatkan kapasitas produksi PDAM Tirta Moedal

5. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1 dan 2

6. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan dengan gabungan antara skenario 1, 2, dan 3

7. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan gabungan antara skenario 1, 2, 3, dan 4.

8. Strategi konservasi pemanfaatan air tanah dengan moratorium pemanfaatan air tanah

(41)
(42)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Air Tanah

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, letaknya di daratan dengan pelamparan dapat sampai di bawah dasar laut mengikuti sebaran serta karakteristik lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah. Air tanah dapat berada pada lapisan jenuh air (saturated zone), lapisan tidak jenuh air (unsaturated zone), atau rongga-rongga dan saluran-saluran dalam wujud sungai bawah tanah di daerah batugamping.

Air tanah berdasarkan letaknya terdiri atas 2 (dua) macam yaitu:

a. air tanah bebas (unconfined aquifer) yaitu air tanah yang bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedap air (impermeable), sedangkan bagian atasnya bebas (permeable) atau dibatasi oleh muka air tanah itu sendiri (water table). Air tanah ini yang biasa digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum maupun air bersih.

b. air tanah tertekan (confined aquifer) yaitu air tanah yang baik bagian atas maupun bagian bawahnya dilapisi oleh lapisan tanah yang kedap air, jadi pengisiannya dari suatu daerah yang disebut daerah umpan (recharge area). Akuifer tertekan ini apabila dibor, maka airnya akan keluar ke atas permukaan bumi sampai mencapai suatu batas imaginer yang disebut dengan garis peizometric yaitu garis hayal yang ditarik dari daerah umpan. Air ini yang disebut dengan sumur artesis. Air dapat menyembur ke atas permukaan bumi mendekati garis peizometrik karena ada tekanan dari daerah umpan.

Akuifer terbentuk dari batuan sedimen yang belum mengalami konsolidasi dan bertekstur seperti pasir dan pelbagai batuan sedimen yang bertekstur lebih kasar. Lebih dari 98 persen dari semua air yang ada di daratan berada di bawah permukaan tanah dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan butiran. Dua persen sisanya terlihat sebagai air di sungai, danau dan reservoir. Setengah dari dua persen ini disimpan di reservoir buatan. Sembilan puluh delapan persen dari air di bawah permukaan disebut air tanah dan digambarkan sebagai air yang terdapat pada bahan yang jenuh di bawah muka air tanah. Dua persen sisanya adalah kelembaban tanah.

(43)

13

2.2. Cekungan Air Tanah (CAT)

Cekungan air tanah (CAT) adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung (Undang-undang No. 7 tahun 2004).

Berdasarkan penyelidikan geologi dan morfologi yang dilakukan oleh Ditjen Geologi dan Tata Lingkungan (2000) maka sistem air tanah di Jawa dan Madura dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) mandala air tanah:

1. Mandala air tanah dataran: umumnya menempati darah pantai utara dan selatan, setempat pada daerah bantaran banjir (flood plain) dan dataran antar gunung api.Batuan penyusunnya terdiri atas material lepas berukuran lempung, kerakal, setempat bongkah, dimana aliran air tanah berlangsung melalui ruang antar buttir. Secara hidrologis daerah ini menunjukkan kandungan air tanah bebas (unconfined aquifer) dan air tanah tertekan (confined aquifer) tinggi

2. Mandala kerucut gunung api: sebaran umumnya dibagian tengah pulau Jawa, dimana pada kerucut gunung api dijumpai tekuk lereng (back in slope) yang membedakan bagian puncak, bagian tubuh dan kaki gunung api. Litologi aquifer berupa batuan piroklastik yang bersifat lepas- agak padu, serta lelehan lava berstrukur vesikuler/scoria dengan intensitas sesar/patahan tinggi, sehingga terjadi aliran air tanah yang berlangsung melaluiruang antar butir rekahan. Produktivitas aliran semakin tinggi kea rah kaki gunung api.

3. Mandala air tanah karst: merupakan mandala air tanah dengan sistemaliranair tanah yang khas terjadi pada batu gamping karst, yakni melalui celahan, rekahan dan saluran pelarutan,sehingga produktivitas akuifer akan sangat tergantung pada tingkat karstisipasinya. Sebaran di Pulau Jawa bagian utara yaitu dari Rembang hingga Madura dan di bagian selatan yang terbentang dari Cilacap hingga Pacitan.

4. Mandala air tanah perbukitan: dibentuk dari berbagai jenis batuan dengan tingkat resisten terhadap proses pelapukan dan erosi yang sangat beragam, dimana daerah dengan timbulan tajammencerminkan tingkat resistensi tinggi sehingga aliran permukaan berlangsung dominan daripada peresapan.

Indonesia mempunyai potensi air tanah sebesar 485 x 109 m3 per tahun yang terdiri dari air tanah bebas sebesar 472 x 109 m3 dan air tanah tertekan sebesar 12,6

(44)

14

x 109 m3. Dari potensi air tanah sebesar itu, sekitar 67% berada di Sumatra dan Papua. Potensi air tanah yang besar tersebut keberadaannya merupakan cekungan yang jumlahnya di Indonesia mencapai 391 buah, yang paling besar berada di Pulau Jawa yaitu sekitar 80 buah dengan luasan 77.389 km2 atau sekitar 59% dari luas total pulau Jaea dan Madura, dan yang potensi CAT yang paling kecil berada di Pulau Bali yaitu sekitar 8 buah. Untuk lebih jelasnya sebaran dan potensi cekungan air tanah di Indonesia disajikan dalam Tablel 1.

Tabel 1 Sebaran dan Potensi Cekungan Air Tanah di Indonesia

No. Wilayah Jumlah

Cekungan

Potensi Air Tanah (juta m3/th)

Bebas Tertekan 1. Sumatera 44 115.500,00 4.306,00 2. Jawa 80 38.793,00 2.047,00 3. Bali 8 1.577,00 22,00 4. Nusa Tenggara 51 10.141,00 304,40 5. Kalimantan 18 69.410,00 19,00 6. Sulawesi 78 24.305,00 1.066,00 7. Maluku 69 12.029,00 1.231,00 8. Papua 43 200.535,00 3.594,00 Indonesia 391 472.290,00 12.589,40

Sumber: Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004.

Diantara cekungan air tanah penggunaannya yang paling intensif adalah yang berada di Jawa yaitu untuk memenuhi kebutuhan air bersih rumah tangga, pertanian dan bahkan untuk industri. Pemanfaatan air tanah dalam untuk industri dan jasa yang paling intensif dilakukan adalah di cekungan Jawa. Berdasarkan hasil survei Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan (2006), bahwa terdapat 4 (empat) CAT yang kondisinya cukup kritis, yaitu: (a) CAT Jakarta – Tangerang, (b) CAT Bandung, (c) CAT Semarang Demak, dan (d) CAT Pasuruan,karena keempat cekungan tersebut rata-rata sudah tergolong rawan dan kritis untuk pengambilan air tanah pada kedalaman 40-150 meter. Distribusi CAT di pulau Jawa dan Madura adalah:

1. Propinsi Banten ada 5 (lima) cekungan yaitu 3 (tiga) berada di cekungan lintas kabupaten/kota, dan 2 (dua) berada pada lintas propinsi.

2. Propinsi DKI Jakarta terdapat 1 (satu) cekungan air tanah yang keberadaannya ada pada lintas propinsi

(45)

15

3. Propinsi Jawa Barat terdapat 27 (dua puluh tujuh) cekungan air tanah, dimana 15 (lima belas) cekungan berada pada lintas kabupaten/kota, 8 (delapan) berada dalam wilayah kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada pada lintas propinsi

4. Propinsi Jawa Tengah terdapat 31 (tiga puluh satu) cekungan air tanah, dimana 6 (enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 19 (Sembilan belas) berada pada lintas kabupaten/kota, dan 6 (enam) berada pada lintas propinsi

5. Propinsi Jawa Timur terdapat 23 (dua puluh tiga) cekungan air tanah, dimana 6 (enam) berada dalam satu wilayah kabupaten/kota, 13 (tiga belas) berada pada lintas kabupaten/kota, dan 4 (empat) berada dalam lintas propinsi.

2.3. Kriteria Pemanfaatan Air Tanah yang Berkelanjutan

Air tanah terdapat di bawah permukaan tanah baik berada di daratan maupun di bawah dasar laut, mengikuti sebaran karakteristik tempat keberadaannya yaitu dalam lapisan tanah atau batuan pada cekungan air tanah (CAT). Pengelolaan air tanah didasarkan pada cekungan air tanah (Pasal 12 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air. Landasan Kebijakan Pengelolaan Air Tanah meliputi (Ditjen Minerba, 2005):

1. Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat Indonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup.

2. Air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan.

3. Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air tanah meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan, dan kualitas air tanah serta lingkungan keberadaannya.

4. Pengelolaan air tanah wajib mengacu kebijakan pengelolaan air tanah pada cekungan air tanah, kebijakan ini mengacu pada UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya air (SDA)

5. Kebijakan pengelolaan air tanah ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangan masing-masing.

6. Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasi dalam kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air.

(46)

16

7. Kegiatan utama dalam pemanfaatan air tanah yang mencakup konservasi pemanfaatan pemanfaatan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan:

 Kelestarian dan kesinambungan ketersediaan air tanah  Kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan

Kriteria pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan meliputi:

a. Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur < 10 lt/detik b. Lama pengambilan (t) masing-masing sumur < 8 jam/hari c. Jarak antar sumur > 1.000 meter

d. Q pemanfaatan < Q recharge e. WTP (p) > WTP (PDAM)

f. Kebutuhan air baku < 70% dari air tanah g. Muka air tanah (mat) stabil

h. Pengusaha air tanah membuat sumur resapan ≥ 1 buah Sedangkan kriteria kerusakan air tanah meliputi:

• Debit pengambilan (Q) masing-masing sumur > 10 lt/detik

 Lama pengambilan (t) masing-masing sumur > 8 jam/hari  Jarak antar sumur < 1.000 meter

 Q pemanfaatan > Q recharge  WTP (p) < WTP (PDAM)

 Muka air tanah (mat) setiap tahun mengalami penurunan  Setiap tahun terjadi laju penurunan tanah (subsident)

2.4. Analisis Kebijakan

Kebijakan adalah suatu keputusan untuk bertindak yang dibuat atas nama suatu kelompok sosial,yang memiliki implikasi yang kompleks dan yang bermaksud mempengaruhi anggota kelompok dengan penetapan sangsi-sangsi (Mayer. Et al. 1982 dalam Shawan. 2002). Sedangkan menurut James E.Anderson kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan (Dunn. N. William. 2003).

(47)

17

Membuat atau merumuskan suatu kebijakan yaitu kebijakan pemerintah tidaklah mudah, banyak factor berpengaruh terhadap proses pembuatannya. Proses pembentukan kebijakan pemerintah yang rumit dan sulit harus diantisipasi sehingga akan mudah dan berhasil saat diimplementasikan.

Dalam hal ini, para pembuat kebijakan harus menentukan identitas permasalahan kebijakan. Dengan cara mengidentifikasi problem yang tiumbul kemudian merumuskannya. Dalam perumusan kebijakan pemerintah, yaitu kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan untuk memecahkan masalah.

Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin dan profesi yang tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan prospektif. Selanjutnya analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat publik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn. 2003), sehingga kebijakan bukanlah berdiri sendiri (single decision) dalam proses kebijakan dalam sistem politik, tetapi bagian dari proses antar hubungan. Jadi kebijakan dapat dikatakan sebagai suatu alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran.

Analisis kebijakan adalah salah satu diantara sejumlah banyak faktor lainnya didalam sistem kebijakan. Suatu sistem kebijakan (policy system) atau seluruh pola institusional dimana didalamnya kebijakan dibuat, yang mencakup hubungan timbal balik antar tiga unsur, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan dan lingkungan kebijakan. Sistem kebijakan adalah produk manusia yang subyektif yang diciptakan melalui pilihan-pilihan yang sadar oleh para pelaku kebijakan. Hubungan tiga elemen penting di dalam suatu sistem kebijakan disajikan dalam Gambar 3 (Dunn N. William. 2003).

(48)

18

Gambar 3 Hubungan tiga elemen kebijakan (Dunn N.William. 2003)

Kebijakan publik (public policy) merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan dan pejabat pemerintah, yang diformulasikan didalam berbagai bidang, termasuk lingkungan hidup.

Definisi dari masalah kebijakan tergantung pula pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy stakeholder) yang khusus, yaitu para individu atau kelompok individu yang mempunyai andil didalam kebijakan karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan pemerintah.

Sedangkan lingkungan kebijakan (policy environment) yaitu konteks khusus dimana kejadian-kejadian disekeliling isu kebijakan terjadi, mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik. Kebijakan operasional dari suatu lembaga adalah didasarkan pada suatu pijakan landasan kerja. Landasan kerja inilah yang merupakan dasar dari kebijakan yang ditempuh atau dengan kata lain kebijakan merupakan suatu dasar bagi pelaksanaan kegiatan atau pengambilan keputusan. Menurut Wahab dalam Tangkilisan (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kebijakan adalah: (a) organisasi atau kelembagaan, (b) kemampuan politik dari penguasa, (c) pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang, (d) kebijakan pemerintah yang bersifat tak remental, (e) proses perumusan kebijakan pemerintah yang baik, (f) aparatur evaluasi yang bersih dan berwibawa serta profesional, (g) biaya untuk melakukan evaluasi, (h) tersedianya data dan informasi sosial ekonomi yang siap dimanfaatkan oleh penilai kebijakan.

Pelaku Kebijakan Lingkungan Kebijakan Kebijakan Publik Penegakan hokum Kesejahteraan Ekonomi Industri Masyarakat Pengusaha Instansi Pemerintah Pemimpin Anailis kebijakan

(49)

19

Dalam pelaksanaan suatu kebijakan formal sangat tergantung pada bagaimana kebijakan itu diimplementasikan dan diberlakukan keputusan tersebut kepada masyarakat. Pengimplementasian penyusunan suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah: (a) seberapa jauh wewenang yang diberikan oleh badan eksekutif, (b) karakteristik dan badan eksekutif, (c) metode yang digunakan untuk menggunakan sumberdaya alam dan peraturan yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya alam tersebut. Dengan adanya faktor-faktor tersebut sehingga membuat kebijakan menjadi dinamis.

Suatu kebijakan kadang terlihat irasional, karena kebijakan yang diterima oleh suatu masyarakat belum tentu dapat diterima oleh masyarakat lainnya, sehingga kebijakan itu harus diformulasikan sedemikan rupa sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai pengarah, penyedia dan sekaligus sebagai kontrol kewenangan dan tanggung jawab masing-masing pelaku kegiatan.

Pemilihan dalam pengambilan kebijakan yang baik dan tepat dapat dipenuhi dengan menggunakan beberapa kriteria kebijakan, menurut Abidin (2000) ada beberapa kriteria kebijakan yang dapat digunakan dantara adalah:

1. Efektifitas (efectiveness); mengatur apakah suatu pemilihan sasaran yang dicapai dengan suatu alternatif kebijakan dapat menghasilkan tujuan akhir yang diinginkan. Jadi satu strategi kebijakan dipilih dan dilihat dari kapasitasnya untuk memenuhi tujuan dalam rangka memecahkan permasalahan masyarakat,

2. Efisiensi (econimic rationality); mengukur besanya pengorbanan atau ongkos yang harus dikeluarkan untuk mencapai tujuan atau efektifitas tertentu,

3. Cukup (adequacy); mengukur pencapaian hasil yang diharapkan dengan sumberdaya yang ada;

4. Adil (equity); mengukur hubungan dengan penyebaran atau pembagian hasil dan aongkos atau pengorbanan diantara berbagai pihak dalam masyarakat,

5. Terjawab (responsiveness); dapat memenuhi kebutuhan atau dapat menjawab permasalahan tertentu dalam masyarakat,

6. Tepat (apropriateness); merupakan kombinasi dari kriteria yang disebutkan sebelumya.

(50)

20

2.5. Pemodelan dengan Interpretasi Struktur (

Interpretative Structural

Modelling

)

Pemodelan dengan interpretasi struktur (Interpretative structural Modelling -ISM) merupakan salah satu teknik pemodelan yang dikembangkan untuk perencanaan kebijakan strategis. Menurut Eryatno (1998) dalam Marimin (2004), ISM adalah proses pengkajian kelompok (grouping learning proces) dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari satu sistem melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM menganalisis sebuah elemen dari elemen-elemen dan menyajikan dalam bentuk grafikal dari setiap hubungan langsung dan tingkatannya. Elemen mungkin saja menjadi obyek dari kebijakan, tujuan dari suatu organisasi, faktor-faktor penilaian, dan lain-lain. Saxena (1992) dalam Marimin (2004) menyebutkan sembilan elemen yang dapat dianalisis dengan pendekatan ISM yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruhi, (2) kebutuhan program, (3) kendala utama, (4) perubahan yang dimungkinkan, (5) tujuan program, (6) tolak ukur guna menilai tujuan, (7) aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan, (8) ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas, dan (9) lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.

Selanjutnya untuk setiap elemen dijabarkan menjadi sebuah subelemen. Dalam suatu kajian dengan menggunakan ISM, analisis dapat dilakukan terhadap semua elemen seperti di kemukakan di atas atau hanya sebagian elemen saja tergantung tujuan yang ingin dicapai dalam kajian yang dilakukan. Apabila hanya sebagian elemen yang dikaji, maka penentuan elemen-elemennya, didasarkan pada hasil pendapat pakar termasuk penyusunan subelemen pada setiap elemen yang terpilih. Setelah ditetapkan elemen dan subelemen, selanjutnya ditetapkan hubungan kontekstual antara subelemen yang terkandung adanya suatu pengarahan (direction) dalam terminologi subordinat yang menuju pada perbandingan berpasangan seperti apakah tujuan A lebih penting dari tujuan B. Perbandingan berpasangan yang menggambarkan keterkaitan antara subelemen atau tidaknya hubungan kontekstual dilakukan oleh pakar. Beberapa keterkaitan antara subelemen dengan teknik ISM dapat dilihat seperti pada Tabel 2.

(51)

21

Tabel 2 Keterkaitan antara subelemen pada teknik ISM

No. Jenis Interpretasi

1. Perbandingan (comparatif) A lebih penting/besar/indah, daripada B.

2. Pernyataan (definitive)  A adalah atribut B

 A termasuk di dalam B

 A mengartikan B

3. Pengaruh (influence)  A meneyebabkan B

 A adalah bagian penyebab B

 A mengembangkan B

 A menggerakkan B

 A meningkatkan B

4. Keruangan (spatial)  A adalah selatan/utara B

 A diatas B

 A sebelah kiri B 5. Kewaktuan (temporal/time scale)  A mendahului B

 A mengikuti B

 A mempunyai prioritas lebih dari B Sumber: Marimin. 2004

Untuk menyajikan tipe hubungan kontekstual dengan teknik ISM, digunakan empat simbol yang disebut VAXO (Eryatno. 2007), dimana:

V = untuk relasi dari elemen Ei sampai Ej, tetapi tidak berlaku untuk sebaliknya A = untuk relasi dari elemen E j sampai Ei, tetapi tidak berlaku untuk sebaliknya X = untuk interelasi antara elemen Ei sampai Ej (berlaku untuk kedua arah) O = untuk merepresentasikan bahwa Ei sampai Ej, tidak ada keterkaitan.

2.6. Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi (economic values) dalam paradigma neoklasik dapat dilihat dari sisi kepuasan konsumen (preferences of consumers) dan keuntungan perusahaan (profit of firms). Dalam hal ini konsep dasar yang digunakan adalah surplus ekonomi (economic surplus) yang diperoleh dari penjumlahan surplus oleh konsumen (consumers surplus; CS) dan surplus oleh produsen (producers surplus; PS).

Surplus konsumen terjadi apabila jumlah maksimum yang mampu konsumen bayar lebih besar dari jumlah yang secara aktual harus dibayar untuk mendapatkan barang atau jasa. Selisih jumlah tersebut disebut consumers surplus (CS) dan tidak dibayarkan dalam konteks memperoleh barang yang diinginkan. Sementara itu, surplus produser (PS) terjadi ketika jumlah yang diterima oleh produsen lebih besar dari jumlah yang harus dikeluarkan untuk memproduksi sebuah barang atau jasa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, pada dasarnya valuation merujuk

Gambar

Gambar 1 Kerangka Berfikir Strategi Pemanfaatan Air Tanah Sebagai Sumber Air Bersih di Kota Semarang yang Berkelanjutan Kebijakan Daerah Pemanfaatan Air Tanah Air tanah bebasAir tanah tertekanManfaat Air TanahAnalisis KebijakanKerusakanAir TanahFaktor  Eko
Gambar 2  Perumusan  Masalah  Strategi  Kebijakan  Konservasi  Pemanfaatan  Air Tanah sebagai sumber air bersih di Kota Semarang
Gambar 3 Hubungan tiga elemen kebijakan (Dunn N.William. 2003)
Tabel 2  Keterkaitan antara subelemen pada teknik ISM
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor lain yang menyebabkan terjadinya kecenderungan pemanfaatan air tanah di Provinsi DKI Jakarta adalah: (1) harga perolehan air tanah yang jauh lebih

Kendala-kendala yang dihadapi dalam mengendalian pemanfaatan air tanah oleh hotel di Kota Denpasar berupa kurang intensifnya sosialisasi mengenai dampak negatif dari

Pada sektor non domestik, tingkat pemakaian air tanah dipengaruhi oleh peruntukkan lahan, jenis atau proses produksi.Pengelolaan imbuhan air tanah melalui

Penelitian tentang Kerjasama Pemanfaatan Air Bersih Antara Kabupaten Semarang Dengan Kota Semarang Tahun 2013-2015 bertujuan untuk mengetahui bagaimana bentuk kerjasama

Skenario 3 : Proyeksi tahun 2030 dengan kondisi pemanfaatan untuk air Irigasi 72 Ha, Air domestik seluruh desa Gunung Ronggo, Purwo Sekar, Gunung Sari dan Tajinan,

Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan limbah kulit kakao dan tanah lempung sebagai material filter dalam pengolahan air sumur menjadi air bersih. Penelitian dilakukan

Beberapa Masukan untuk Penyelesaian Masalah Pola pikir pemanfaatan air dari industri, daerah perkotaan dan pemukiman dikaitkan dengan konservasi air,. Sikap dan cara

Berdasarkan uji korelasi, memperlihatkan bahwa adanya hubungan negatif antara ketidak mampuan PDAM dengan eksploitasi air tanah oleh masyarakat, dan hubungan positif antara