• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.9.Topeng Postmodern Karya Ida Bagus Anom Dan Idiom Estetikanya Dengan pertumbuhan dan ekspansi kebudayaan luar terhadap segala aspek kehidupan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "5.9.Topeng Postmodern Karya Ida Bagus Anom Dan Idiom Estetikanya Dengan pertumbuhan dan ekspansi kebudayaan luar terhadap segala aspek kehidupan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

5.9.Topeng Postmodern Karya Ida Bagus Anom Dan Idiom Estetikanya

Dengan pertumbuhan dan ekspansi kebudayaan luar terhadap segala aspek kehidupan masyarakat seiring dengan pesatnya teknologi informasi, akhimya mau tidak mau, suka tidak suka, „Seni topeng tradisional‟ pun akhirnya tidak terlepas dari pengaruh 'konsep seni topeng asing', baik bentuk serta langgam seni topeng modern ataupun pada era 90-an ini mulai dengan seni Post-Modernnya.

Berbeda nasibnya dengan seni topeng Modern, aliran seni topeng Post-Modern yang melanda lebih dapat diterima. Setidaknya oleh kalangan seniman atau perajin topeng yang langsung bersentuhan dengan pariwisata, walaupun dengan sedikit malu-malu. Hal ini lebih disebabkan oleh 'kode ganda' (double-coding) aliran Post-Modern ini, Kode ganda yang dimaksud adalah setengahnya modern, setengahnya lagi konvensional, bisa bahasa tradisional ataupun bahasa regional dalam ungkapan seni. Kode ganda ini sepertinya membuka peluang seluas-luasnya untuk bereksperimen dan berkreasi tanpa takut dituduh 'ahistons’, tidak mencerminkan seni tradisional, tidak menampakkan citra kedaerahan.

Dalam perjalannya pilar utama pendukung seni topeng Post-Modern yang dicoba diterapkan dalam perkembangannya (sampai saat ini) sudah terlihat kecenderungan sangat ekpresip dan dinamis penuh dengan inovasi-inovasi baru yang disertai dengan depormasi bentuk yang tetap bertitik tolak dari seni topeng tradisi. Hal ini dalam pengamatan penulis disebabkan oleh penerapan Post-Modern seni topeng hanyalah pada kulit luarnya saja, Pada idiom-idiom yang segera dapat ditangkap oleh mata. Sehingga kebingungan khas mengenai seni topeng modernkah ini ?, seni topeng post-modern ? ataukah topeng klasik ?, kembali hadir di depan mata. Padahal jika hanya mengambil segi penampilan saja dapat terjebak pada penerapan bentuk-bentuk terburuk dari bahasa estetika topeng Post-Modern. Sementara 'isi' dan kedalaman maknanya tidak tertangkap sama sekali. Bahasa estetika Post-Modernisme bukanlah khas dimiliki oleh setiap seni termasuk seni topeng dan karya sastra lainnya.

Dalam telaah lebih lanjut dibahas tentang seni topeng karya Ida Bagus Anom yang dalam perkembangannya tidak banyak dikenal, baik vitalitasnya maupun diseminasinya. Adanya timbal balik pengaruh antara topeng klasik dan topeng modern maupun postmodern karya Ida Bagus Anom yang cukup menarik untuk diamati. Di satu sisi, stilasi bentuk yang sudah begitu mapan yang kemudian disusul dengan masuknya topeng luar yang diakibatkan oleh pariwisata di era globalisasi yang , memberikan penanda beda pada karakter bentuk yang kemudian dikenal sebagai penanda topeng, yang memberikan kesan pastiche, kitsch, parodi, camp dan skizofrenia.

(2)

5.10. Bentuk-bentuk Topeng Postmodernisme karya Ida Bagus Anom Idiom estetik yang merupakan bagian dari topeng postmodernisme adalah: 1) Pastiche.

Pastiche adalah imitasi murni, tanpa pretensi apa-apa dan dalam karya seni merupakan suatu penyusunan elemen-elemen yang dipinjam dari perbagai pengarang atau seniman masa lalu, yang miskin orisinalitas dan merupakan salah satu bentuk imitasi yang tanpa beban kritik. Dalam prakteknya pastiche mengambil pelbagai gaya dan bentuk dari kepingan sejarah, mencabutnya dari semangat zamannya dan menempatkan dalam konteks kekinian. Sebagai karya yang mengandung unsur-unsur pinjaman, mempunyai konotasi negatif sebagai praktek penciptaan yang miskin orisinalitas. Dalam pandangan Linda Hutcheon Pastiche mengimitasi karya masa lalu dalam kerangka menghargai dan mengapresiasinya yang merupakan bentuk imitasi murni, tanpa pretensi politis seperti parodi. Senada dengan pandangan Linda Hutcheon, adalah Umberto Eco Umberto Eco, di dalam Travels in Hyper-reality (Eco 1973:28) ia merupakan suatu “perang terhadap sejarah sebab, sejarah tidak dapat diulangi. Sejarah harus dibuat”.

Dengan demikian Pastiche dalam seni topeng mengambil pelbagai gaya dan bentuk dari pelbagai keping sejarah, mencabut dari semangat zamannya dan menempatkannya dalam konteks masa kini. Lebih lanjut pastiche, mengutip Baudrillard, adalah titik balik sejarah. Sementara Fredrich Jameson secara metaforis menyebut pastiche sebagai penggunaan topeng sejarah, pengungkapan dalam bahasa yang telah mati. Pastiche adalah perang menentang kemajuan dan sejarah, sebab sejarah tak dapat diulangi namun sejarah harus dibuat dan teks pastiche mengimitasi teks-teks masa lalu, dalam rangka mengangkat dan mengapresiasikannya dan merupakan bentuk parodi terhadap sejarah “perang terhadap sejarah sebab, sejarah tidak dapat diulangi. Sejarah harus dibuat”.

Contoh wujud pastiche yang paling riil di Indonesia, contohnya adalah Taman Mini Indonesia Indah dengan rumah adat dan segala macam museum di dalamnya. Sedangkan dalam seni topeng idion estetika pastiche adalah pengukangan topeng-topeng tradisi dengan penyusunan elemen-elemen rupa yang dipinjam dari perbagai seniman masa lalu, yang miskin orisinalitas yang disertai mengambil pelbagai gaya dan bentuk dari kepingan sejarah, dan mencabutnya dari semangat zamannya serta menempatkan dalam konteks kekinian. Pastiche adalah perang menentang kemajuan dan sejarah, sebab sejarah tak dapat diulangi namun sejarah harus dibuat.

(3)

Topeng Tradisi Jepang Topeng Tradisi Jepang

2) Parody

Parodi tidak berbeda dengan pastiche. Hanya saja, jika pastiche dapat dianggap imitasi murni yang menegaskan persamaan, maka parodi adalah imitasi yang ingin memberikan kritik terhadap dan atau bermain-main dengan karya masa lalu. Satu bentuk dialog (menurut pengertian Bakhtin), yaitu satu teks bertemu dan berdialog dengan teks lainnya. Parodi, walaupun sering kali sifatnya ringan dan dibalut dalam kemasan humor,

Topeng karya seniman Ida Bagus Anom ini mengunakan idiom estetika pastiche karena bentuk yang diungkapkan tidak berubah dari karya-karya yang terdahulu dan merupakan imitasi tanpa adanya olahan seni sehingga tidak tampak adanya kreativitas senimannya, sehingga terlihat miskin ide dan hanya merekonstruksi masa lalu, karena karya seni topeng yang diciptakan disusun dari elemen-elemen atau atribut yang dipinjam dari pelbagai sumber, pencipta, seniman, atau tukang dari masa lalu serta merupakan perulangan sejarah.

Dalam pandangan Pastiche topeng tradisi

dibuat berulang, mengandung unsur pinjaman,

mempunyai konotasi negatif sebagai praktek

penciptaan miskin orisinalitas. Bentuk topeng

tradisi merupakan imitasi yang tanpa beban

kritik, mengimitasi karya masa lalu dalam

kerangka menghargai, mengapresiasinya dan

mengambil pelbagai gaya dan bentuk dari

kepingan sejarah, mencabut semangat

zamannya dan menempatkannya dalam

(4)

dimaksudkan untuk menyindir tetapi secara jenaka. Agar penikmat yang terkena sentilannya tidak memerah kupingnya dan hal ini dapat dijadikan bahan refleksi, semacam cermin, atas perilaku sehari-hari.

Tujuannya adalah untuk mengekspresikan perasaan puas, tidak senang, tidak nyaman berkenaan dengan intensitas gaya atau karya masa lalu yang dirujuk. Dalam karya seni topeng parodi memanifestasiakan dirinya melalui relasi-relasi ikonik gaya modernisme secar umum: bentuk-bentuk topeng yang ditampilkannya yaitu lucu, naif dan dengan, warna hitam, abu-abu, merah dan sebagainya, yang menyindir atau membangun satu sense humor dari kekuan , gaya modernisme tersebut. Atau dalam dunia pentas topeng tradisi bali disebut topeng bondres yang mengedepankan humor/kelucuan di dalamnya, sehingga tidak terlihat kaku.

Sebagai contohnya, dalam topeng yang judulnya “Topeng bondres I,II, dan III, Dan, judul Kilas Parodi-nya “tampak pada Jiwa Baru, Mulut Baru”. Di sana intinya memberikan perenungan tentang bagai mana orang yang memiliki wajah seperti topeng bondres wajah yang merontokkan dan dipentasskan penarinya akan mengeluarkan kata-kata yang sifatnya membangun.

Topeng Bondres I

Dalam aplikasi topeng bondres dengan idiom estetika parodi, merupakan karya seni yang mengekspresikan perasaan tidak puas, tidak senang, dan tidak nyaman dengan menghadirkan oposisi/kontras terhadap teks, karya atau gaya satu dengan lainnya. Situasional kontras dan oposisi sengaja dipilih dengan seleksi terhadap karya, atau gaya masa lalu. Karena tidak mungkin menghadirkan parodi tanpa pengalaman /referensi masa lalu yang kemudian direkonstruksi imitasinya dan bentuk imitasi yang tidak murni karena mencirikan kecenderungan ironik. Pengulangan pada parodi bertendensi kritik dan menghasilkan efek kelucuan.

(5)

Topeng Bondres II

Topeng Bondres III

Hal ini terlihat jelas dengan tiga topeng bondres yang berbeda di atas seperti topeng bomdres I, yang mengambarkan muka manusia dengan bibirnya tebal dan dua gigi kelihatan

Pada topeng yang ke II ini menggambarkan muka manusia sumbing dengan gigi yang jarang serta bentuk mata yang berbeda, dapat memberikan ungkapan humor dan dalam pentas biasanya suaranya diungkapkan agak aneh sehingga ungkapannya menjadi tak nyaman penuh dengan humor dan kelucuan yang diprojeksikan sebagai duplikasi, revivalism atau rekonstruksi pada diskursus pastiche merupakan bentuk ungkapan simpati, penghargaan, atau apresiasi, atau sebaliknya sebagai ungkapan ketidak puasan, dengan sindiran, plesetan,dan kelucuan,

Topeng bondres III ini lebih menekankan pada kontradiktif dengan prinsip menggali atau menonjolkan perbedaan (oposisi) dengan karakteristik seperti ini juga dapat memberikan sindiran dan lelucon yang kreatif perupa kontemporer debgan mengolah kreatifitas dan melahirkan karya dengan kekayaan metoda, teknik, bentuk, dan simbol-simbol yang melampaui kecanggihan imajinasi. Akan tetapi senimannya justru terjebak hanya melulu mendekati bentuk mulut dengan sikap kritis yang tanggung-dengan satir, parodi, plesetan.

(6)

agak aneh. Topeng ini terkesan lucu tetapi dapat memberikan kritik yang tajam mengingat dalam penampilannya biasanya tokoh ini tegas tetapi agak bego sehingga membarikan makna kontradiktif dan penuh dengan plesetan dan sidiran.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis statistik antara ekspresi Ki-67 dan COX-2 pada papiloma sel skuamosa menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna (p>0,05).. Analisis statistik antara ekspresi Ki-67

Program JKBM adalah sebuah kebijakan yang ditujukan untuk memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dengan menyediakan pelayanan kesehatan yang pembiayaannya disubsidi

(3) Penyebaran pamflet yang dilakukan 3 kali dalam seminggu Berdasarkan penelitian pelaksanaan strategi promosi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata kota Singkawang sangat

Perlakuan pemberian suplemen boster 2,5 ml/kg pakan menghasilkan laju pertumbuhan berat mutlak, pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak, efesiensi pakan

Konsumsi minum pada kelompok perlakuan lebih sedikit daripada konsumsi minum pada kelompok kontrol, maka hal ini akan mempengaruhi sintesis protein tubuh, sehingga

Jumlah Nelayan Berdasarkan Skala Usaha di Kecamatan Pulau- Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai (2012). Jumlah nelayan berdasarkan skala usaha merupakan indikasi potensi perikanan,

Setelah didapatkan hasil analisa di laboratorium, kemudian data dari hasil penelitian dianalisis dengan koefisien korelasi pada ion logam Pb yang didapatkan

Konsep perancangan dalam penelitian ini, mahasiswa melakukan analisa beberapa brand pembanding dan me- nyimpulkan bahwa produk yang akan dibuat pada penelitian kali