• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS X SMAN 2 BLITAR TAHUN AJARAN 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS X SMAN 2 BLITAR TAHUN AJARAN 2012/2013"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN STAD

TERHADAP PRESTASI BELAJAR FISIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA KELAS X SMAN 2 BLITAR

TAHUN AJARAN 2012/2013

Bahruddin, Sumarjono, Chusnana Universitas Negeri Malang Email: yusufbahruddin@gmail.com

ABSTRAK: Salah satu kecakapan hidup yang harus dimiliki siswa SMA adalah kemampuan bekerjasama dan juga kemampuan berpikir untuk mengembangkan penguasaan konsep agar mencapai prestasi belajar yang baik. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan model pembelajaran STAD dengan memperhatikan kemampuan awal siswa yang dapat dilihat dari nilai UAN IPA SMP. Model STAD berpotensi meningkatkan aktivitas dan kerjasama siswa sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Menentukan perbedaan prestasi belajar fisika siswa yang dibelajarkan dengan model STAD dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. 2) Mencari interaksi antara model STAD dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar fisika. 3) Menentukan perbedaan prestasi belajar fisika siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi antara yang dibelajarkan dengan model STAD dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. 4) Menentukan perbedaan prestasi belajar fisika siswa yang memiliki kemampuan awal rendah antara yang dibelajarkan dengan model STAD dan yang dibelajarkan dengan pembelajaran

konvensional.Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat perbedaan prestasi belajar fisika siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD dengan siswa yang

dibelajarkan dengan model konvensional, 2) Terdapat interaksi antara model

pembelajaran STAD dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar fisika siswa ditunjukkan dengan nilai Fab sebesar 4,94. 3) Prestasi belajar siswa dengan kemampuan awal tinggi sama pada kedua model pembelajaran ditunjukkan dengan nilai Q(̅̅̅ - ̅̅̅) sebesar0,29925. 4) Prestasi belajar siswa dengan kemampuan awal rendah yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD lebih tinggi dibanding dengan siswa dengan kemampuan awal rendah yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional ditunjukkan dengan nilai Q ̅̅̅̅̅-̅̅̅)sebesar 12,2694.

Kata kunci: STAD, Prestasi belajar fisika, Kemampuan awal

Pendidikan pada hakikatnya merupakan suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia yang dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempunyai peran yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yaitu

menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Tolok ukur terhadap keberhasilan belajar (dalam lingkup akademik) siswa ialah

pencapaian hasil belajar. Menurut Karmana (2010), hasil belajar merupakan suatu hal yang sangat penting artinya dari proses pembelajaran karena merupakan indikator keberhasilan belajar. Fadjar (2005) juga mengungkapkan bahwa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa harus menjadi fokus utama pendidikan.

Kurikulum KTSP menuntut siswa SMA agar setelah proses belajar, siswa memiliki suatu kompetensi sesuai dengan yang ditetapkan. Dalam KTSP tersurat bahwa pembelajaran Fisika di SMA memuat tujuan sebagai berikut. (1) memupuk

(2)

sikap ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain, (2) mengembangkan pengalaman mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, (3) mengembangkan kemampuan berpikir analitis, induktif, deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika, (4)

mengembangkan penguasaan konsep dan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri, (5) mampu menghasilkan karya teknologi sederhana, dan (6) berperan dalam menjaga kelestarian lingkungan (Permendiknas No 22 tahun 2006).

Dari apa yang diungkapkan dalam KTSP tentang tujuan mata pelajaran Fisika terlihat jelas bahwa kemampuan bekerjasama dan juga aktivitas siswa dalam pembelajaran untuk mengembangkan penguasaan konsep adalah sangat penting untuk dimiliki oleh siswa agar tercapai tujuan belajar. Salah satu faktor untuk mencapai tujuan pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan (Soedjadi, 2000). Untuk itu, siswa harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan yang harus dimiliki, sebagaimana

dikemukakan Yankel, Cobb, & Wood (1991) bahwa pemberian kesempatan kepada siswa merupakan suatu sumber pembelajaran untuk siswa berinteraksi dalam kelompok belajar secara kooperatif. Sedangkan Vygotsky mengungkapkan bahwa interaksi sosial kelompok kecil heterogen dapat membantu siswa mengarah ke pemahaman yang lebih tinggi (Taylor, 1993). Salah satu implementasi teori Vygotsky dalam pembelajaran fisika adalah pembelajaran dengan setting kelas secara kooperatif. Menurut Webb (1991), pembelajaran kooperatif kelompok kecil dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan demikian, siswa secara aktif bekerja sama saling membantu memecahkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi.

Pembelajaran selama ini seringkali guru merancang dan melaksanakan pembelajaran tanpa memperhatikan pengetahuan awal yang merupakan prasyarat sebelum dilakukan kegiatan pembelajaran. Dengan demikian tidaklah

mengherankan apabila pembelajaran menjadi tidak efektif karena adanya

kebosanan dari pihak siswa, atau karena siswa belum mempunyai kesiapan untuk menerima pelajaran. Selain itu pembelajaran belum memberdayakan siswa untuk berpikir kreatif dan antusias serta termotivasi untuk mengetahui objek belajarnya melalui pelibatan aktif belajar. Pembelajaran belum mengarahkan siswa

memecahkan masalah nyata dalam kehidupannya, maupun merangsang siswa untuk selalu tanggap terhadap permasalahan yang ada di lingkungan sekitarnya (Winarno, Susilo, dan Soebagio, 2000).

Melihat kondisi pembelajaran di atas, perlu kiranya diterapkan suatu rancangan pembelajaran memadai yang mampu meningkatkan aktivitas siswa supaya dapat menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) dalam pembelajaran dengan tujuan dapat meningkatkan prestasi belajar. Salah satu solusi rancangan pembelajaran yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan model pembelajaran student teams achievement division (STAD). Model pembelajaran STAD merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Menurut Mohammad Nur (2005: 5) STAD didesain untuk memotivasi siswa-siswa supaya kembali bersemangat dan saling menolong untuk mengembangkan keterampilan yang diajarkan. Dalam model pembelajaran STAD siswa

dikelompokkan dalam tim. Tim dibentuk secara heterogen menurut tingkat prestasi, kinerja, dan jenis kelamin. Dengan melakukan model pembelajaran STAD akan terjadi pembelajaran yang berkontribusi pada prestasi belajar dan

(3)

membantu siswa memahami konsep yang penting dalam pembelajaran fisika yang mengutamakan proses berpikir dan mencipta dalam mempelajari gejala alam sekitar.

METODE

Rancangan Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan quasi

eksperimen. Penelitian ini memberikan perlakuan pada dua kelas, yaitu satu kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. Kelas eksperimen diajarkan menggunakan model kooperatif tipe STAD sedangkan pada kelas kontrol diajar menggunakan model konvensional. Sesuai dengan hipotesis-hipotesis yang akan diuji maka penelitian ini dirancang dengan eksperimen faktorial (2x2). Dengan menggunakan rancangan ini, hipotesis-hipotesis yang diajukan dapat diuji sekaligus yaitu

pengujian pengaruh pembelajaran kooperatif tipe STAD, pengaruh kemampuan awal siswa dan pengaruh interaksi kedua variabel tersebut terhadap prestasi belajar fisika.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh siswa kelas X SMAN 2 Blitar semester gasal tahun pelajaran 2012/2013. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa dari dua kelas X SMAN 2 Blitar. Kelas X-3 sebagai kelas kontrol dan kelas X-4 sebagai kelas perlakuan. Jumlah siswa kelas X-3 sebanyak 38 siswa dan kelas X-4 sebanyak 38 siswa.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Validitas Butir Soal

Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Jika data yang dihasilkan oleh instrumen benar dan valid, sesuai kenyataan, maka instrumen yang digunakan tersebut juga valid.

Butir soal pada tes dalam penelitian ini adalah soal uraian sehingga divalidasi dengan menggunakan korelasi point biserial dengan angka kasar, seperti berikut:

rpbis =

√ (Arikunto,2006)

Untuk penafsiran validitas butir soal digunakan kriteria butir soal dengan rhit > rtabel pada taraf signifikansi 0,05 termasuk valid dan butir soal rhit < rtabel pada

taraf signifikansi 0,05 termasuk tidak valid. Reliabilitas Tes

Uji reliabilitas tes dilakukan untuk mengukur tingkat kepercayaan tes. Reliabilitas berhubungan masalah ketetapan hasil tes atau seandainya hasilnya berubah-ubah, maka perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti

(4)

(Arikunto, 2008). Pengujian reliabilitas instrumen tes menggunakan rumus Kuder Richardson-20 sebagai berikut.

r11 = ( ) (

) (Arikunto,2006)

Taraf Kesukaran Butir Soal

Tingkat kesukaran adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang dinyatakan dalam indeks. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,00, semakin besar indeks berarti tingkat kesukaran semakin mudah.

Taraf kesukaran butir soal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. P =

(Sudijono, 2009:372)

Keterangan :

P = indeks kesukaran

NP = banyaknya siswa yang menjawab benar N = jumlah peserta tes

Teknik Analisis Data

Data yang akan diuji adalah data kesadaran metakognitif, keterampilan metakognitif dan prestasi belajar. Data tersebut diperoleh dengan melakukan posttest. Langkah analisis datanya adalah sebagai berikut.

Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan menentukan apakah distribusi data normal atau tidak. Normal disini dalam arti mempunyai distribusi data yang normal yang berarti mempunyai distribusi data yang normal pula. Data yang seperti itu

dianggap mewakili populasi. Data yang akan diuji adalah data awal siswa yang merupakan hasil posttest.

Data tersebut diuji dengan menggunakan uji kolmogrov-sminorvz dengan taraf signifikansi 5% dilakukan dengan bantuan Software SPSS for 17.0 Windows. Keputusan diambil jika nilai signifikansi uji normalitas > 0,05 berarti data

tersebut terdistribusi secara normal. Uji Homogenitas

Uji homogenitas merupakan suatu uji yang dilakukan untuk mengecek apakah kedua sampel yang diperoleh homogen atau tidak. Data yang akan diuji adalah data awal siswa yang merupakan hasil posttest.

Uji homogenitas ini dilakukan dengan menggunakan levene statistic menggunakan bantuan Software SPSS for 17.0 Windows menggunakan taraf signifikansi 5%. Kesimpulan diambil dengan taraf signifikansi > 0,05 berarti kedua sampel homogen.

(5)

Uji Hipotesis

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk menguji

hipotesis-hipotesis adalah anava dua jalur dan Uji tukey digunakan untuk menguji analisis pengaruh penggunaan pendekatan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar fisika. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik anava dua jalur. Data yang diuji adalah skor prestasi belajar fisika. Uji hipotesis ini dilakukan dengan menggunakan anava dua jalur

menggunakan bantuan Software Microsoft excel 2010 menggunakan taraf signifikansi 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar ditinjau dari kemampuan awal

Tabel Ringkasan ANAVA AB ( dua jalur)

Sumber Variansi JK db RK=(JK/db) Fh=RK/RK D Ftabel Antar A(baris) 173,5577 1 173,5577 4,041045 4,04 Antar B(kolom) 4904,327 1 4904,327 114,1903 4,04 Antar AB(interaksi) 212.0192 1 212.0192 4,936567 4,04 Dalam(D) 2061.538 48 42.94872

Kemudian untuk menguji hipotesis selanjutnya digunakan uji tukey Tabel hasil perhitungan uji Tukey

(̅̅̅ - ̅̅̅) (̅̅̅ - ̅̅̅) (̅̅̅ - ̅̅̅) ̅̅̅̅̅ - ̅̅̅) (̅̅̅ - ̅̅̅) (̅̅̅ - ̅̅̅) 15,38462 0,38462 23,076923 15,7692 7,6923077 23,46154 Q 11,97011 0,29925 17,955168 12,2694 5,985056 18,25442 RKD = 42,94872 ;db pembilang= K-1=3 ;db penyebut = N-K= 52-3=48 Qtabel N52 = 3,42 Pembahasan

1. Perbedaan Prestasi Belajar Fisika Ditinjau Dari Kemampuan Awal

Hasil uji anava dua jalur didapatkan nilai Fa = 4,041045 yang nilainya lebih besar dari nilai Fhitung sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

prestasi belajar fisika antara yang belajar dengan model pembelajaran STAD dan yang belajar dengan pembelajaran konvensional bila ditinjau dari kemampuan awal. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa prestasi belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaran STAD lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model konvensional. Hasil penelitian ini mendukung penelitian

(6)

sebelumnya dari Sriwedari (2011) yang dalam penelitiannya menunjukkan bahwa ada peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan penggunaan model STAD. Temuan tersebut sesuai dengan pendapat Slavin dalam Taniredja, dkk, (2011:64) yang menyatakan bahwa model STAD dalam pembelajaran merupakan paling baik dan sederhana untuk menciptakan kegiatan pembelajaran yang efektif , karena dapat mendorong semangat siswa untuk belajar dan menemukan sendiri dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Dari uji hipotesis melalui uji Tukey didapat bahwa siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi pada pembelajaran STAD dan konvensional tidak

berbeda, hal ini ditunjukkan dari nilai Qhitung yang nilainya kurang dari Qtabel yang

berarti tidak sesuai dengan hipotesis ketiga yang menyatakan prestasi belajar fisika siswa yang memiliki kemapuan awal tinggi , lebih tinggi yang belajar dengan model STAD daripada yang belajar dengan model konvensional. Nilai rata-rata terkoreksi paling tinggi dimiliki kelompok dengan kemampuan awal tinggi yang menunjukkan skor prestasi belajar fisika paling tinggi dimiliki olek kelompok dengan kemampuan awal tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan lebih banyak prestasi belajar dibanding dengan siswa yang berkemampuan awal rendah.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Susantini (2004), Winarni (2006), Puspitasari (2006), dan Warouw (2009) yang melalui hasil penelitiannya juga menyimpulkan bahwa hasil belajar kognitif atau prestasi belajar pada siswa yang berkemampuan awal tinggi lebih baik dibanding dengan prestasi belajar siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. Hasil belajar berhubungan dengan kemampuan siswa mamahami materi pelajaran (Anderson dan Pearson, 1984). Nasution (1988) juga menyatakan bahwa siswa dengan tingkat kemampuan awal berbeda diberi pembelajaran yang sama maka hasilnya berbeda. Lebih lanjut Rindel(1994) menyatakan bahwa kemampuan awal

merupakan salah satu variabel yang memiliki posisi penting untuk mengembangkan pengetahuan.

Hasil penelitian ini memperkuat argumentasi di atas bahwa kemampuan awal sangat mampengaruhi prestasi belajar. Siswa dengan kemampuan awal tinggi akan lebih mudah menerima pelajaran dibanding siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. Dalam penelitian ini didapat nilai rata-rata terkoreksi hampir sama pada siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi baik kelas

eksperimen maupun kelas kontrol. Lindarti (2010) menyatakan pada pembelajaran STAD siswa yang berkemampuan tinggi berfungsi sebagai tentor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Pengetahuan tentang materi pembelajaran diperoleh hanya dari guru saja. Hal ini sama pada siswa yang berkemampuan tinggi yang belajar dengan model konvensional, materi pembelajaran juga hanya didapat dari guru saat kegiatan pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan nilai prestasi siswa pada kemampuan awal tinggi sama pada kelas yang belajar dengan model STAD dan yang belajar dengan model konvensional.

Dari hasil penelitian ini diperoleh skor prestasi belajar siswa dengan kemampuan awal rendah yang belajar dengan model STAD lebih tinggi dibanding dengan siswa yang memiliki kemampuan awal rendah yang belajar dengan model konvensional. Adanya kerjasama interaksi dari masing-masing siswa

menyebabkan siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan memberikan pembimbingan kepada siswa dengan kemampuan awal rendah,sehingga akan

(7)

terjadi proses scaffolding. Siswa dengan kemampuan awal rendah akan lebih memahami suatu materi pembelajaran sekaligus meningkatkan motivasi untuk berusaha memahami materi pembelajaran lainnya (Arends, 2004: Slavin, 2005). 2. Interaksi model pembelajaran STAD dan kemampuan awal terhadap

prestasi belajar fisika

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh bahwa ada interaksi model pembelajaran STAD dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar. Dengan adanya interaksi tersebut berarti model pembelajaran dan kemampuan awal saling mempengaruhi terhadap prestasi belajar bagi kelompok dengan kemampuan awal tinggi dan kelompok yang memiliki kemampuan awal rendah. Hasil ini

menunjukkan bahwa pengaruh model STAD terhadap prestasi belajar tergantung pada kemampuan awal yang dimiliki kelompok tersebut.

Tingginya skor rata-rata nilai prestasi pada kelompok dengan kemampuan awal rendah yang belajar dengan model STAD dikarenakan pembelajaran model STAD yaitu siswa ditempatkan dalam tim-tim belajar beranggotakan empat sampai lima siswa yang heterogen dan adanya penghargaan kelompok. Dalam kelompok mereka dapat melatih, dan mengembangkan keterampilan yang spesifik yang diperlukan dalam pembelajaran. Adanya kerjasama dan interaksi masing-masing siswa menyebabkan siswa yang memiliki pemahaman yang rendah akan lebih memahami suatu materi pembelajaran sekaligus motivasi untuk berusaha memahami materi pembelajaran lainnya (Arends, 2004; Slavin, 2005). Hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Corebima (2007) bahwa pembelajaran kooperatif berpotensi meningkatkan hasil belajar kognitif pada siswa

berkemampuan rendah dibanding siswa berkemampuan tinggi. Sedangkan menurut Linda Lungren (1994 : 120) dalam (Ibrahim, dkk. 2000 : 18) beberapa manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan prestasi belajar yang rendah adalah pemahaman yang lebih mendalam, motivasi yang lebih besar, dan hasil belajar yang lebih tinggi.

Adanya interaksi ini berarti dalam pembelajaran dengan model STAD diperlukan kemampuan awal siswa. Menurut Nur dalam Chotimah (2007), ciri-ciri pembelajaran STAD kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki

kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender. Ibrahim, dkk (2000: 6-7) menyebutkan bahwa pada STAD, kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan dalam Depelovment MA Project (2002 : 31), dalam pembelajarn STAD masing-masing kelompok memiliki kemampuan akademik yang heterogen sehingga dalam satu kelompok akan

terdapat satu siswa berkemampuan tinggi, dua orang kemampuan sedang dan satu siswa lagi berkemampuan rendah Berdasarkan pernyataan tersebut dapat

dikatakan bahwa dalam pembelajaran dengan model STAD harus memperhatikan kemampuan awal siswa.

(8)

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini ialah sebagai berikut.

1. Ada pengaruh model pembelajaran STAD terhadap prestasi belajar fisika. Prestasi belajar siswa yang belajar dengan model pembelajaran STAD lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan model konvensional. 2. Ada interaksi model STAD dan kemampuan awal terhadap prestasi belajar. 3. Prestasi belajar siswa dengan kemampuan awal tinggi yang dibelajarkan

dengan model pembelajaran STAD sama dengan siswa dengan kemampuan awal tinggi yang dibelajarkan dengan model konvensional.

4. Prestasi belajar siswa dengan kemampuan awal rendah yang dibelajarkan dengan model pembelajaran STAD lebih tinggi dibanding dengan siswa dengan kemampuan awal rendah yang dibelajarkan dengan model konvensional.

Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diajukan adalah sebagai berikut.

1. Dalam menerapkan Model pembelajaran STAD, pembagian kelompok harus dibagi secara homogen agar terjadi kesetaraan tiap kelompok.

2. Mengingat dari hasil penelitian ternyata pembelajaran kooperatif model STAD dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mempelajari fisika, maka alangkah baiknya dalam pembelajaran fisika digunakan model pembelajaran kooperatif.

Daftar Rujukan

Anderson,R.&Pearson,P>D. 1984. A schemata theoric Views of Basic Processes in Reading Comprehension. New York: Longman.

Arikunto, S. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. .

Karmana, I Wayan. 2010. Pengaruh Strategi PBL dan Integrasinya dengan STAD terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah, Kemampuan Berpikir Kritis, Kesadaran Metakognitif, dan Hasil Belajar Kognitif Biologi pada Siswa Kelas X SMA Negeri di Mataram. Tesis Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Nasution, S.1988. Kurikulum dan Pengajaran. Bandung:Bina Aksara.

Nur, Muhammad. 2005. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika Sekolah UNESA.

Paidi. 2008. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Biologi yang Mengimplementasikan PBL dan Strategi Metakognitif serta Efektivitasnya terhadap Kemampuan Metakognitif, Pemecahan Masalah, dan Penguasaan Konsep Biologi Siswa SMA di Sleman Yogyakarta. Disertasi Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Slavin, R.E.1995. cooperative Learning , Second edition. Massachursetts USA: Allyn Bacon.

Gambar

Tabel Ringkasan ANAVA AB ( dua jalur)

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati peneliti menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi - tingginya kepada yang terhormat pak de

The objectiveof the research was to determine the growth and rerproduction aspects based relationship of length weight with Gonad Maturity Index (IKG) of Fringescale

[r]

Produk Halal, Pengelolaan Keungan Haji, pengakuan terhadap pemberlakukan Syariat Islam di Aceh, desain pembangunan politik tersebut tidak bisa lepas dari pengaruh partai Islam

pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Kelompok Kerja

8 Kegiatan Penyusunan Laporan Capaian Kinerja dan Ikhtisar Realisasi Kinerja 39,304,000 PROGRAM DAN KEGIATAN DINAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA MADIUN. TAHUN 2017 KEGIATAN

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan BahasadanSeni.

[r]