Nomor panelis :
Petunjuk
Cicipilah sampel minuman serbuk biji salak, anda diminta untuk
meminum air putih lebih dahulu. Berikan penilaian pribadi anda terhadap warna,
aroma, rasa dan kekentalan dari minuman yang disajikan, berdasarkan tingkat
kesukaan anda dengan skor nilai pada kolom jawaban yang tersedia.
Anda dipersilahkan untuk mengisi penilaian dan komentar anda pada
kolom yang tersedia dibawah ini sesuai dengan skor nilai berdasarkan tingkat
kesukaan saudara.
1. Sangat suka/ menarik : 4 2. Suka/menarik : 3 3. Kurang suka/ menarik : 2 4. Tidak suka/menarik : 1
SAMPEL
PENILAIAN UJI ORGANOLEPTIK WARNA AROMA RASA KEKENTALAN
Lampiran 5.
Data Panelis Uji Daya Terima Minuman Serbuk Biji salak
Lampiran 6.
Dokumentasi Penelitian
Gambar : Salak Padangsidempuan varietas putih
Gambar : Biji terpilih dan setelah dicuci
Gambar : Perebusan Biji Salak
Gambar :Biji salak di oven
Gambar :Biji salak ditumbuk
Gambar : Serbuk biji salak disaring
Gambar : Salah satu produsen produk serbuk biji salak
Ariel, Nico., Ardila, Kusumo., 2012. Kandungan Gizi Biji Salak (Salacca Edulis) Ditelaah dari Berbagai Metode Pelunakan Biji, Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Ashari, S., 2006. Meningkatkan Keunggulan Bebuahan Tropis Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Badan Pusat Statistik., 2010. Kota Padang Sidimpuan, Badan Pusat Statistik Kota Padang Sidimpuan.
Bangun, A.P., 2005. Jus Buah dan Sayuran Untuk Mengatasi Kanker, Jakarta : AgroMedia Pustaka.
Bintang, Maria., 2010. Biokimia Teknik Penelitian, Jakarta: Penerbit Erlangga.
Dewinta, P. S., 2010. Pengaruh Penambahan Tepung Daun Ubi Jalar Terhadap Daya Terima Kue Klepon. Skripsi Jurusan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi/UKM Kab. Tapsel Sumatera Utara., 2008. Standarisasi dan Proses Produksi Buah Salak. Kab. Tapanuli Selatan.
Fatkhiyah, Nurul., 2013. Analisa Pewarna Pada Minuman Dengan Menggunakan Kamera Digital, Jember : Skripsi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember. Diakses 10 Januari 2016.
Fesenden, R. J dan J.S Fesenden., 1986. Kimia Organik, Jakarta: Penerbit Erlangga. Diterjemahkan oleh A.H Pudjaatmaka.
Hamid, et all., Antioxidant : Its Medicinal and Pharmacological Application. African Jurnal : Of Pure and Applied Chemistry vol.4 (8), pp. 142-151. Diakses 21 September 2015.
Harbone, J.B., 1987. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modren Menganalisis Tumbuhan. Edisi Pertama, Bandung: Institut Teknologi Bandung. Hal, 102, 147.
Hidayat, Nur, dkk., 2006. Tortilla. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Jacob, R.A., and Burry., 1996. Oxidative Damage and Defense. Food Chem, 84, 23-28.
Jeong, S.M., S.Y. Kim., S.C. Jo., K.C. Nam,., D. U Ahn., dan S.C. Lee., 2004. Effect of Heat Treatment on the Antioxidant Activity of Extracts from Citrus Pells. J. Agric. Food Chem 52 : 3389-3393.
Kartika dan Bambang., 1998. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan, Yogyakarta : UGM
Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2013. Basis Data Statistik Pertanian, Diambil dari http://aplikasi .deptan.go.id/bdsp. diakses pada 31 Agustus 2015.
Manitto, P., 1992. Biosintesis Produk Alami. Cetakan Pertama. Terjemahan Koensoemardiyah dan Sudarto, New York: Ellis Horwood Limited.
Moehyi, S., 1992. Penyelengaraan Makanan Institut dan Jasa Boga, Jakarta: Bhrantara.
Mogea, J.P., 1991. Palm Utilization and Conservation, Indonesia. Di dalam : Jhonsons, D., editor Palms For Human Needs In Asia, Netherlands : A.A, Balkema. Hal 37-73.
Nadila, Fadia., 2014. Antihypertensive Potential Of Chayote Fruit Extract For Hypertension Treatment, Lampung : Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Diakses 21 januari 2016.
Nazaruddin., Kristiawati, Regina., 1992. 18 varietas salak : budidaya, prospek bisnis, pemasaran, Jakarta: Penebar Swadaya.
Nurhadi, B. dan Nurhasanah, S., 2010. Sifat Fisik Bahan Pangan. Bandung: Widya Padjadjaran
Novriani, Erida., 2014. Karakterisasi dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol dan Jus Buah Salak (Salacca Sumatrana Becc) dengan Metode Dpph, Medan: Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Diakses 30 September 2015.
Permana, A.W., 2010. Kulit Buah Manggis Dapat Menjadi Minuman Instan Kaya Antioksidan, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Volume 32 Nomor 2 Tahun 2010 [ISSN 0216-4427].
Risnasari, I., 2001. Pemanfaatan Tanin Sebagai Bahan Pengawet Kayu. Skripsi, Medan: Universitas Sumatera Utara.
Robinson, T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Terjemahan Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Bandung : ITB.
Rohdiana, D., 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol Dalam daun Teh. Majalah Jurnal Indonesia, 12 (1), 53-58.
Setyaningsih, D., Apriyanto, A., dan Sari, M. P., 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor : IPB Press.
Soekanto, ST., 2000. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian, Jakarta: Bhrantara Karya Aksara.
Soetomo., 2001. Teknik Bertanam Salak, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Supriyadi, Suhadi., M, Suzuki., K, Yoshida., T. Muto., A, Fujita., dan N, Wanatabe., 2002. Changes in the Volatile Compounds and in the Chemical and Physical Properties of Snake Fruit (Salacca Edulis Reinw), Pondoh during Maturation. J Agric Food Chem :50 (26): 7627-7633.
Susianti, Epi., 2014. Pemamfaatan Biji Cempedak (Artocarpus Chempeden) dan Tepung Biji Durian (Durio Ziberthinus Murr) dalam Pembuatan bakso Ikan, Medan: Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Diakses 28 September 2015.
Viranda, P.M., 2009. Pengujian Kandungan Fenol Total Tomat (Lycopersicum esculentum) secara In Vitro, Jakarta: Skripsi Sarjana Kedokteran, Universitas Indonesia. Diakses 10 Januari 2016.
Widuri, Hesti., Mawardi, Dedi., 2013. Komponen Gizi dan Bahan Makanan untuk Kesehatan, Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Widyaningrum, W., 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara, Yogyakarta: Penerbit Medpress. Hal 453.
Winarno, F.G., 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia
______ ., 1997., Kimia Pangan. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor
______ ., 2002. Pangan Bagi Kesehatan dan Vitalitas. Bogor : M-Brio Press.
Winarti, S., 2006. Minuman Sehat, Surabaya: Trubus Agrasiana. Hal 5,11.
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, yaitu untuk mengetahui daya terima
konsumen terhadap minuman serbuk biji salak dan uji zat polifenol menggunakan
metode kualitatif untuk mengidentifikasi polifenol golongan flavonoida dan tanin,
dan metode kuantitatif dengan metode Folin-Ciocalteu.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Pembuatan minuman serbuk biji salak dilakukan di Laboratorium Gizi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU). Uji
organoleptik dilakukan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Sumatera Utara
(FKM-USU). Pengujian zat polifenol dilakukan di Laboratorium Fitokimia Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Juni sampai Januari 2016.
3.3 Pembuatan Serbuk Biji Salak 3.3.1 Alat
Alat yang dipakai dalam pembuatan serbuk biji salak adalah pisau,
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan serbuk biji salak adalah 1 kg biji
salak dengan varietas salak Padang Sidempuan putih yang dapat menghasilkan
100 gram serbuk, diketahui melalui beberapa percobaan yang telah dilakukan
sebelumnya dimana dengan ±3 kg salak dapat diperoleh ±250 gram serbuk biji
salak.
3.3.3 Prosedur Kerja
Adapun diagram alir dalam pembuatan serbuk dari biji salak adalah :
3.4 Pembuatan Minuman Serbuk Biji Salak 3.4.1 Alat
Alat yang dipakai dalam pembuatan minuman serbuk biji salak adalah
gelas, sendok, kompor, wadah memasak air.
3.4.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan minuman serbuk biji salak
adalah serbuk biji salak, gula pasir putih, air.
3.4.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja pembuatan minuman serbuk biji salak adalah :
1. Panaskan air hingga mendidih
2. Masukkan 2 sendok makan serbuk biji salak yang atau ± 20 gram ke dalam
gelas
3. Tambahkan satu sendok makan gula pasir atau ± 12 gram ke dalam gelas
4. Masukkan air mendidih ± 200 cc ke dalam gelas tersebut, aduk dengan
sendok hingga larut.
5. Minuman serbuk biji salak siap disajikan.
3.5 Analisis Kandungan Polifenol Pada Serbuk Biji Salak 3.5.1 Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif kandungan polifenol serbuk biji salak untuk mengidentifikasi Flavonoida dan Tanin.
Bahan-bahan kimia dalam Percobaan ini bahan-bahan yang akan
glasial, I2 padatan, kloroform, NH3, H2SO4 pekat, anhidrida asam asetat, etanol,
HC1 pekat, bubuk magnesium dan FeCl3.
3.5.1.2 Identifikasi Flavonoid
1. Bahan percobaan adalah serbuk biji salak 2. Larutan Percobaan
Ditimbang 0,5 g serbuk biji salak ditambahkan 10 ml sediaan berbentuk
cairan, dengan 10 ml methanol P, menggunakan alat dingin balik selama 10 menit.
Saring panas melalui kertas saring kecil berlipat, encerkan filtrate dengan 10 ml
air. Setelah dingin tambahkan 5 ml eter minyak tanah P, kocok hati-hati, diamkan.
Ambil lapisan methanol, uapkan pada suhu 40˚ dibawah tekanan. Sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat P, saring.
3. Prosedur Percobaan I
Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml
sampai 2 ml etanol (96%) P, tambahkan 0,5 g serbuk seng P dan 2 ml asam
klorida 2 N, diamkan selama 1 menit. Tambahkan 10 tetes asam klorida pekat P,
jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif, menunjukkan
adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
4. Prosedur Percobaan II
Uapkan hingga kering 1 ml larutan percobaan, sisa dilarutkan dalam 1 ml
methanol (96%) P, tambahkan 0,1 g serbuk magnesium P dan 10 tetes asam
klorida pekat P, jika terjadi warna merah jingga sampai merah ungu, menunjukkan
adanya flavonoid. Jika terjadi warna kuning jingga, menunjukkan adanya flavon,
3.5.1.2 Identifikasi Tanin
1. Bahan percobaan adalah serbuk biji salak 2. Prosedur Identifikasi Tanin
Ditimbang 0,5 g bahan dimaserasi dengan aquades 10 ml selama 15 menit.
Kemudian disaring, filtrat diencerkan dengan aquades sampai hampir tidak
berwarna. Diambil 2 ml filtrate, ditambahkan 2 tetes larutan 10%.
Perhatikan warna yang terjadi, warna biru atau hijau menunujukkan adanya tanin.
Warna biru menunjukkan adanya 3 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin.
Warna hijau menunjukkan adanya 2 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin.
3.5.2 Analisis Kuantitatif
Penetapan fenol total dilakukan dengan metode folin-ciocealteau.
1. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah evaporator
vakum,seperangkat alat gelas,spektrofotometer UV-VIS, labu takar 10 ml, pipet
tetes, pipet ukur, beakerglass 50 ml, beakerglass 100 ml, pengaduk kaca,
kuvet.
Bahan tumbuhan yang digunakan adalah biji salak yang telah dijadikan
serbuk. Bahan kimia yang digunakan terdiri dari akuades, metanol, n-heksan, etil
asetat, pereaksi alkaloid, FeCl3 3%, asam asetat glacial, HCl pekat, serbuk Mg,
NaOH, H2SO4 pekat, kloroform, dietil eter, kloroform amonikal, analisis total
2. Prinsip Kerja
Senyawa fenol bereaksi dengan pereaksi fosfomolibdat-fosfotungstat
(larutan FC) akan memberi warna kuning dan dengan penambahan alkali akan
menghasilkan warna biru. Intensitas warma biru diukur serapannya pada panjang
765 nm. Intensitas absorpsi cahaya pada panjang gelombang tersebut sebanding
dengan konsentrasi fenol. Kandungan fenol total dalam bahan dibandingkan
terhadap standar asam galat (AG).
3. Prosedur Kerja
500 µL residu yang telah dilarutkan dalam 5 ml methanol 50%
dimasukkan dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 0,5 mL. larutan
Folin-Ciocalteau yang telah diencerkan 10 kali. Setelah campuran dibiarkan 2 menit
kemudian ditambahkan 2 mL larutan sodium karbonat 7,5%. Segera tambahkan
akuades sampai volume 10 mL. Larutan diinkubasi pada 45˚ C selama 15 menit atau 1 jam pada suhu kamar. Selanjutnya diukur serapannya pada panjang
gelombang 765 nm.
4. Pembuatan Standar Asam Galat
Larutan stok asam galat mengandung 1000 µg/mL dalam methanol.
Kemudian larutan stok diencerkan untuk mendapatkan larutan kerja dengan kadar
10 µg/mL. Kemudian dibuat serangkaian larutan standar dengan kadar 0 : 0,25 :
3.6 Defenisi Operasional Variabel
1. Biji salak adalah bagian dari salak yang berjumlah 1-3 butir dengan warna
coklat hingga kehitaman bertekstur keras dengan panjang 2-3 cm.
2. Minuman serbuk biji salak merupakan campuran ± 20 gram serbuk biji
salak yang ditambahkan dengan ± 12 gram gula pasir dan dilarutkan
dengan ± 200 cc air mendidih.
3. Uji daya terima adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui
tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik.
3.7 Prosedur Uji Daya Terima Minuman Serbuk Biji Salak 3.7.1 Panelis
Penilaian kesukaan diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel
disebut panelis.
Panelis yang digunakan adalah anak Fakultas Kesehatan Masyarakat USU,
yaitu sebanyak 30 orang.
Cara Organoleptik terhadap serbuk biji salak adalah sebagai berikut:
1. Setiap sampel minuman serbuk biji salak diberi kode dalam wadah yang
bersih agar sampel mudah diamati oleh panelis.
2. Pada panelis disajikan sampel dan formulir uji organoleptik yang telah
disediakan sebagai alat penilaian untuk diisi sesuai pendapat
3.7.2 Langkah- langkah Pada Uji Daya Terima
1. Mempersilahkan panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.
2. Membagikan sampel dengan kode sesuai dalam kemasan, formulir
penilaian dan alat tulis. Sampel yang diberikan yaitu minuman serbuk biji
salak untuk uji organoleptik rasa, warna, aroma dan tekstur.
3. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan
cara pengisian formulir.
4. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan
penilaian pada lembar fomulir penilaian.
5. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.
6. Kemudian formulir penilaian dianalisis deskriptif persentase.
3.8 Metode Pengukuran
Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik, ada empat
titik acuan yaitu sebagai berikut:
1. Sangat suka/menarik : 4
2. Suka/menarik : 3
3. Kurang suka/menarik : 2
4. Tidak suka/menarik : 1
Berdasarkan tingkatan tersebut dapat diketahui skor yang paling rendah
Tingkat penerimaan konseumen dapat diketahui melalui tabel 3.8 berikut :
Tabel 3.8 Tingkat Penerimaan Konsumen
Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik
Warna Sangat menarik 4
Tekstur/kekentalan Sangat suka 4
Suka 3
Kurang suka 2
Tidak suka 1
3.9 Metode Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dari uji daya terima terhadap minuman
serbuk biji salak diolah secara manual, kemudian di analisis dengan menggunakan
analisis deskriptif persentase.
Skor nilai untuk mendapatkan persentase di rumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
% = Skor persentase
n = Jumlah skor yang diperoleh
Untuk mengubah data skor persentase menjadi nilai kesukaan konsumen,
analisisnya sama dengan analisis kualitatif dengan nilai yang berbeda, yaitu
sebagai berikut :
Nilai tertinggi = 4 (suka)
Nilai terendah = 1 (tidak suka)
Jumlah kriteria yang ditentukan = 4
Jumlah panelis = 30 orang
a. Skor maximum = jumlah panelis x nilai tertinggi
= 30 x 4 = 120
b. Skor minimum = jumlah panelis x nilai terendah
= 30 x 1 = 30
c. Persentase maximum = x 100%
= x 100% = 100%
d. Persentase minimum = x 100%
= x 100% = 25%
e. Rentangan = persentase maximum - persentase minimum
= 100% - 25% = 75%
f. Interval persentase = rentangan : jumlah kriteria
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka dapat dibuat interval
persentase dan kriteria kesukaan sebagai berikut.
Tabel 3.4. Interval Persentase dan Kriteria Kesukaan
Persentase (%) Kriteria Kesukaan
81,25 – 100,00 Sangat suka
62,50 – 81,24 Suka
43,75 – 62,49 Kurang suka
4.1 Karakteristik Biji Salak
Dalam penelitian pembuatan serbuk biji salak ini bahan yang digunakan
yaitu biji salak yang diambil dari buah salak dengan varietas salak
Padangsidempuan putih yang didapat dari limbah industri rumah tangga
pengolahan berbagai jenis salak. Gambar biji salak dapat dilihat pada Gambar 4.1
dan Karakteristik biji salak dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini:
Gambar 4.1 Biji Salak Tabel 4.1. Karakteristik Biji Salak
Karakteristik Biji Salak
Warna Coklat kehitaman
Aroma Khas salak
4.2 Karakteristik Serbuk Biji Salak dan Minuman Serbuk Biji Salak
Dari hasil penelitian, serbuk biji salak dan minuman serbuk biji salak yang
dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat
pada Gambar 4.2 dan Tabel 4.2 berikut ini:
Gambar 4.2 Serbuk Biji Salak Gambar 4.2 Minuman Serbuk Biji Salak
Pada Gambar 4.2 merupakan serbuk biji salak yang sudah diolah melalui
berbagai proses sehingga dapat dikomsumsi menjadi minuman instan dan pada
Gambar 4.2 merupakan minuman serbuk biji salak yang sudah diseduh dengan
melarutkan serbuk biji salak dengan air panas dan ditambahkan gula sesuai selera
panelis kemudian disajikan pada panelis untuk uji daya terima.
Tabel 4.2 Karakteristik Serbuk Biji Salak dan Minuman Serbuk Biji Salak Karakteristik Serbuk Biji salak Minuman Serbuk Biji Salak
Warna Coklat Coklat Kehitaman
Aroma Khas Kopi Khas Kopi
Rasa Pahit Pahit dan manis
Tekstur Butir-butiran
Halus
4.3 Uji Organoleptik Warna Minuman Serbuk Biji Salak
Hasil uji organoleptik warna minuman serbuk biji salak dengan skala
hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini:
Tabel 4.3 Hasil Uji Organoleptik Warna Minuman Serbuk Biji Salak
Kriteria Panelis %
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap warna minuman serbuk biji salak adalah 63,3% dengan
kriteria menarik.
4.4 Uji Organoleptik Aroma Minuman Serbuk Biji Salak
Hasil uji organoleptik aroma minuman serbuk biji salak dengan skala
hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini:
Tabel 4.4 Hasil Organoleptik Aroma Minuman Serbuk Biji Salak
Kriteria Panelis %
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap aroma minuman serbuk biji salak adalah 63,3% dengan
4.5 Uji Organoleptik Rasa Minuman Serbuk Biji Salak
Hasil uji organoleptik rasa minuman serbuk biji salak dengan skala
hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Hasil Uji Organoleptik Warna Minuman Serbuk Biji Salak
Kriteria Panelis %
Berdasarkan Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap rasa minuman serbuk biji salak adalah 60% dengan kriteria
kesukaan adalah suka.
4.6 Uji Organoleptik Tekstur/Kekentalan Minuman Serbuk Biji Salak
Hasil uji organoleptik tekstur/kekentalan minuman serbuk biji salak
dengan skala hedonik dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini:
Tabel 4.6 Hasil Organoleptik Tekstur/Kekentalan Minuman Serbuk Biji Salak
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap kekentalan minuman serbuk biji salak adalah 66,7% dengan
4.7 Kandungan Zat Polifenol Pada Serbuk Biji Salak
Hasil analisis pemeriksaan skrining fitokimia pada serbuk biji salak dapat
dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini
Tabel 4.7. Hasil Analisis Kandungan Polifenol pada Serbuk Biji Salak
Jenis Bahan Pemeriksaan Hasil Rujukan Metode
Serbuk Biji Salak Flavonoid (+) Mg + HCl warna kuning jingga
MMI Jilid VI
Serbuk Biji Salak Tanin (+) Hijau Muda MMI Jilid VI Serbuk Biji Salak Fenol Total 0,1851 mg/100 g Metode
Follin-Ciocealteau
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk analisis kualitatif
bahwa serbuk biji salak mengandung polifenol golongan flavonoid dengan
indikator warna kuning jingga menunjukkan adanya flavon, kalkon dan auron.
Serbuk biji salak mengandung polifenol golongan tanin dengan indikator warna
hijau muda menunjukkan adanya 2 buah gugus hidroksil pada inti aromatis tanin.
Kadar fenol total yang dapat ditemukan pada serbuk biji salak adalah 0,1851 mg
/100 g, lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan senyawa fenol total pada
Karakteristik serbuk biji salak berwarna coklat tua, beraroma khas kopi
rasanya khas kopi, dan teksturnya renyah berupa butiran-butiran halus.
5.2 Daya Terima Panelis Terhadap Warna Minuman Serbuk Biji Salak
Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam
penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan
cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis (Nurhadi, 2010). Warna
makanan yang menarik dapat mempengaruhi dan membangkitkan selera makan
konsumen, bahkan warna dapat menjadi petunjuk bagi kualitas makanan yang
dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap warna minuman serbuk biji salak adalah adalah 63,3%
dengan kriteria menarik. Warna pada serbuk biji salak ditentukan oleh waktu yang
dipakai dalam proses sangrai, semakin lama sangrai dilakukan maka akan semakin
hitam serbuk yang dihasilkan.
Menurut Winarno (1992) warna pada bahan pangan dapat berasal dari
pigmen alami bahan pangan itu sendiri, reaksi karamelisasi, reaksi maillard, reaksi
senyawa organik dengan udara, dan penambahan zat warna, baik alami maupun
sintetik. Menurut Nurhadi (2010) karakteristik warna bahan pangan sangat
berhubungan dengan kualitas bahan tersebut. Perubahan warna yang terjadi pada
Suatu bahan pangan yang disajikan akan terlebih dahulu dinilai dari segi
warna. Meskipun kandungan gizinya baik namun jika warnanya tidak menarik
dilihat dan memberikan kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya,
maka konsumen akan memberikan penilaian yang tidak baik (Winarno, 2002).
5.3 Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Minuman Serbuk Biji Salak
Aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan
dan dijelaskan, karena ragamnya yang begitu besar dan karena terdapat banyak
sekali jenis bebauan yang dapat dikenali oleh panca indera penciuman yaitu
sekitar 17.000 senyawa volatile (senyawa kimia yang berperan memberikan rasa
bau, memberikan kesan awal dan meguap dengan cepat) dengan tingkat kepekaan
yang lebih tinggi dibanding indera pencicipan (10.000 kali) (Setyaningsih, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total skor tertinggi dalam uji
`organoleptik terhadap aroma pada minuman serbuk biji salak adalah 63,3%
dengan kriteria kesukaan adalah suka, aroma yang terdapat pada minuman serbuk
biji salak berasal dari proses sangrai yang dilakukan sebelum dihaluskan menjadi
serbuk.
Menurut Kartika (1988) yang dikutip oleh Dewinta (2010), aroma yaitu
bau yang sukar diukur sehingga biasanya menimbulkan pendapat yang berlainan
dalam menilai kualitas aromanya. Perbedaan pendapat disebabkan setiap orang
memiliki perbedaan penciuman, meskipun mereka dapat membedakan aroma
namun setiap orang mempunyai kesukaan yang berlainan.
Indera pencium sangat sensitif terhadap bau dan kecepatan timbulnya bau
lebih kurang 0,8 detik. Kepekaan indera penciuman diperkirakan berkurang 1%
berkurang oleh adanya senyawa-senyawa tertentu seperti misalnya formaldehida.
Kelelahan daya penciuman terhadap bau dapat terjadi dengan cepat (Winarno,
1997).
5.4 Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Minuman Serbuk Biji Salak
Rasa adalah suatu sensasi yang muncul dan disebabkan oleh komponen
kimia yang volatil atau non volatil yang berasal dari alam ataupun sintetis dan
timbul pada saat makan atau minum. Komponen volatil adalah komponen yang
memberikan rasa bau, memberikan kesan awal dan menguap dengan cepat.
Komponen non volatil memberikan sensasi pada rasa manis, pahit, asam dan asin
(Heath, 1981).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap rasa pada minuman serbuk biji salak adalah 60% dengan
kriteria kesukaan adalah suka.
Rasa dalam minuman serbuk biji salak merupakan kombinasi antara cita
rasa dan aroma yang memenuhi selera panelis. Minuman serbuk biji salak yang
dihasilkan memiliki rasa pahit dan manis, rasa manis didapatkan karena
penambahan gula sesuai selera panelis.
Rasa adalah kombinasi antara indra perasa dan indera pencium, tetapi
lebih banyak melibatkan panca indera perasa yaitu lidah. Rasa sangat
mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap makanan, bahkan dapat dikatakan
merupakan faktor penentu utama.
Menurut Setyaningsih (2010) pada kenyataanya, manusia selalu
memberikan respon yang berbeda-beda terhadap rangsangan yang sama.
perbedaan sensasi yang diterima, karena perbedaan tingkat sensitivitas organ
penginderaanya atau karena kurangnya pengetahuan terhadap rasa tertentu.
5.5 Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur/Kekentalan Minuman Serbuk Biji Salak
Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan yang terdiri
dari tiga elemen yaitu mekanik (kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir,
beremah), dan mouthfeel (berminyak, berair) (Setyaningsih, 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa total skor tertinggi dalam uji
organoleptik terhadap kekentalan minuman serbuk biji salak adalah 66,7%
dengan kriteria kesukaan adalah suka. Kekentalan pada minuman serbuk biji salak
dipengaruhi oleh takaran yang telah ditetapkan yaitu perbandingan antara
banyaknya serbuk biji salak dan air yang ditambahkan dengan gula.
Pada proses pengsangraian biji suhu dan lama waktu dapat memengaruhi
tekstur dari biji yang dihasilkan. Menurut Winarno (1997) yang dikutip oleh
Keliat (2013) tekstur dan konsentrasi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa
yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Dari penelitian-penelitian yang dilakukan
diperoleh pula bahwa perubahan tekstur bahan dapat mengubah rasa dan bau yang
timbul karena dapat memengaruhi kecepatan timbulnya ransangan terhadap sel
5.6 Kandungan Polifenol Pada Minuman Serbuk Biji Salak
Berdasarkan hasil Laboratorium Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Sumatera Utara dapat diketahui bahwa :
5.6.1 Identifikasi Flavonoid
Hasil Laboratorium identifikasi senyawa fenol golongan flavonoid dari
analisis sampel serbuk biji salak mengandung flavonoid dengan indikator warna
yang dihasilkan kuning jingga. Identifikasi warna kuning jingga menunjukkan
dalam serbuk biji salak menunujukkan adanya flavon, kalkon dan auron.
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol. Pemanasan
dilakukan karena sebagaian besar golongan flavonoid dapat larut dalarn air panas.
Menurut Robinson (1995), warna kuning jingga yang dihasilkan menandakan
adanya flavonoid akibat dari reduksi oleh asam klorida pekat dan magnesium.
Flavonoid selain sebagai antioksidan juga memiliki efek perlindungan
trehadap fungsi endotel dan menghambat agregasi platelet, sehingga menurunkan
resiko penyakit jantung koroner, penyakit kardiovaskuler. Flavonoid memiliki
efek hipotensi dengan mekanisme menghambat aktivitas ACE (Angiotensin I
converting enzyme), serta sebagai diuretik (Nadila, 2014).
Flavonoid dapat menghambat ACE, diketahui ACE memegang peran
dalam pembentukan angiotensin II yang merupakan salah satu penyebab
hipertensi, sehingga minuman serbuk biji salak ini dapat bermanfaat bagi
5.6.2 Identifikasi Tanin
Hasil Laboratorium identifikasi senyawa fenol golongan tanin sampel
serbuk biji salak mengandung tanin dengan indikator warna yang dihasilkan hijau
muda. Golongan hijau muda menunjukkan adanya 2 buah gugus hidroksil pada
inti aromatis tanin.
Tanin dibagi menjadi dua golongan dan masing-masing golongan
memberikan reaksi warna yang berbeda terhadap FeCI3 1 %. Golongan tannin
hidrolisis akan menghasilkan warna biru kehitaman dan tannin kondensasi akan
menghasilkan warna hijau kehitaman. Pada saat penambahannya diperkirakan
FeC13 bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang ada pada senyawa tannin.
Hasil reaksi itulah yang akhirnya menimbulkan warna. Pereaksi FeCI3 digunakan
secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol termasuk tannin. Oleh sebab itu
dapat terjadi kemungkinan bahwa hasil positif juga dapat diberikan oleh senyawa
fenolik lain dalam sampel.
Manfaat golongan senyawa tanin bagi kesehatan yaitu selain sebagai
antioksidan yang menangkap radikal hidroksil juga dapat mencegah aksi
diabetogenik. Pada tubuh tanin juga sebagai senyawa antidiabetes yang melapisi
dinding usus sehingga menghambat absorbsi glukosa. Sehingga selain fungsi
sebagai minuman instan juga memiliki manfaat bagi kesehatan tubuh dan
5.6.3 Kandungan Fenol Total
Evaluasi kandungan polifenol pada serbuk biji salak dengan pelarut air
dilakukan dengan menghitung jumlah kandungan total dari senyawa fenol.
Kandungan total fenolik yang diperoleh dari penelitian dengan menggunakan
serbuk biji salak diperoleh 0,185 mg/100 g. Kandungan fenolik pada serbuk biji
salak dengan varietas salak Padangsidempuan putih lebih tinggi sedikit
dibandingkan dengan salak dari Jawa Tengah dilihat dari penelitian sebelumnya
yaitu senyawa fenolik totalnya 0,176 mg/100 g sampel.
Komposisi minuman serbuk biji salak yang telah dilakukan uji daya
terimanya terhadap panelis yaitu ±20 gram serbuk biji salak dicampurkan dengan
air ±200 cc dengan penambahan gula ±15 gram. Dalam 100 gram sampel
mengandung 0,1851 mg sehingga dalam satu gelas minuman serbuk biji salak
mengandung senyawa fenol total 0,037 mg.
Polifenol ini merupakan bagian dari fitokimia yang tidak dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek menguntungkan bagi kesehatan
memiliki peran aktif bagi pencegahan penyakit. Berbeda dengan zat gizi,
bukanlah suatu kebutuhan bagi metabolisme normal, dan apabila zat ini tidak
dikomsumsi oleh tubuh tidak akan mengakibatkan penyakit defesiensi dalam
jangka waktu normal.
Kebutuhan tubuh terhadap polifenol per hari adalah 5-10 mg sehingga
dengan satu kali mengkomsumsi minuman serbuk biji salak telah
menyumbangkan 0,037 mg atau 0,74% dari kebutuhan harian tubuh terhadap
polipenol. Sehingga minuman serbuk biji salak ini tidak dapat dijadikan sumber
harian karena kita dapat memenuhinya dari sumber makanan atau minuman lain
yang mengandung polifenol.
Senyawa fenol bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya
meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif
dalam menghambat oksidasi lipida. Sehingga selain sebagai minuman praktis
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pada umumnya minuman serbuk biji salak yang disajikan disukai panelis
dilihat dari segi aroma,warna, rasa dan tekstur/kekentalan.
2. Serbuk biji salak mengandung senyawa polifenol golongan flavonoid dan
tanin.
3. Minuman serbuk biji salak tidak dapat dijadikan sumber polifenol yang baik
tetapi dapat membantu memenuhi kebutuhan polifenol per hari.
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut :
1. Agar minuman serbuk biji salak ini lebih dipromosikan kepada masyarakat
karena memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan terkait senyawa lain yang terkandung
2.1 Salak
Tanaman salak memiliki nama ilmiah Salacca edulis. Salak merupakan
tanaman asli Indonesia. Oleh karena itu, bila kita bertanam salak berarti kita
melestarikan dan meningkatkan produksi negeri sendiri. Tanaman salak termasuk
golongan tanaman berumah dua, artinya jenis tanaman yang membentuk bunga
jantan pada tanaman terpisah dari bunga betinanya. Dengan kata lain, setiap
tanaman memiliki satu jenis bunga atau disebut tanaman berkelamin satu
(Soetomo, 2001).
Salak merupakan tumbuhan yang dapat tumbuh didataran rendah sampai
lebih dari 800 meter diatas permukaan laut. Salak menyukai tanah yang subur,
gembur dan lembab. Derajat keasaman yang cocok untuk budidaya salak adalah
4,5-7,5. Salak menyukai sinar matahari yang cukup tetapi tidak langsung. Cahaya
optimal 70% dengan suhu harian rata-rata 20˚ - 30˚ C (Yeni, 2013)
Tumbuhan salak berupa palma berbentuk perdu atau hampir tidak
berbatang, berduri banyak tumbuh menjadi rumpun yang rapat dan kuat. Batang
menjalar di bawah atau di atas tanah, membentuk rimpang dan bulat, sering
bercabang, diameter 10-15 cm. Daun majemuk menyirip, panjang 3-7 m, tangkai
daun, pelepah dan anak daun berduri panjang, tipis dan banyak, warna duri coklat.
Anak daun berbentuk lanset dengan ujung meruncing, berukuran sampai 8 x 85
bunga terletak dalam tongkol majemuk yang muncul di ketiak daun, bertangkai,
mula-mula tertutup oleh seludang, yang belakangan mengering dan mengurai
menjadi serupa serabut. Tongkol bunga jantan 50-100 cm panjangnya antara 7-15
cm, dengan banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun
rapat. Tongkol bunga betina 20-30 cm, bertangkai panjang. Buah tipe batu
berbentuk segitiga agak bulat atau bulat telur terbalik runcing di pangkalnya dan
membulat di ujungnya, panjang 2,5-10 cm, terbungkus oleh sisik-sisik berwarna
kuning coklat sampai coklat merah mengkilap yang tersusun seperti genting,
kuning krem sampai keputihan, berasa manis, asam, atau sepat. Biji 1-3 butir,
coklat hingga kehitaman, keras 2-3 cm panjangnya (Widyaningrum, 2011).
Biji salak termasuk dalam biji yang mengalami dormansi sekunder, yakni
proses penghentian pertumbuhan oleh keadaan lingkungan yang terjadi pada saat
biji telah matang. Biji salak dapat mengalami dormansi sekunder selama sebulan
setengah. Struktur morfologi salak seperti pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur Morfologi salak
Marga Salacca terdiri dari 22 jenis dan 4 varietas yang tersebar mulai
Birma, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Jenis salak yang terdapat di Indonesia
terdapat di Sumatra, S. affinis var borneensis, S. dransfieldiana, S. vermicularis
(Mogea, 1991).
Salak Padangsidempuan adalah buah yang cukup dikenal di Sumatera
bahkan di Jawa. Rasanya yang manis, kelat (antara asam dan manis), asam dan
legit membuatnya berbeda dengan salak pondoh dan jenis lain. Pertanian salak di
Tapanuli Selatan terdapat di Kec. Padangsidempuan Barat, Padangsidempuan
Timur, Batangtoru dan Siais (Kaputra dan Harahap, 2004).
Seleksi tanaman jantan dan betina dapat dilakukan saat tanaman berumur
4-5 tahun jika bibit diperoleh dari biji. Jika bibitnya diperoleh dari anakan (tunas),
maka tidak perlu seleksi karena otomatis yang dihasilkan adalah tanaman yang
sesuai dengan pohon asal. Bibit salak yang berasal dari biji biasanya hanya
40% betina dari yang ditanam, sehingga petani sering kecewa. Sedangkan
proses pertumbuhan bibit dari tunas adalah cukup rumit. Tanaman jantan akan
menghasilkan bunga jantan, sedangkan tanaman betina akan menghasilkan bunga
betina. Tanaman salak yang ditanam dari biji akan berbunga setelah berumur 4
tahun, dan sebaliknya, tanaman salak akan berbunga 2–3 tahun jika ditanam dari
tunasnya (Kaputra dan Harahap, 2004).
2.1.1 Sistematika Tumbuhan
Menurut Soetomo (2001), sistematika tumbuhan salak adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Suku : Arecaceae
Marga : Salacca
2.1.2 Kandungan Kimia dan Kandungan Gizi Buah Salak
Menurut Widuri (2013), buah salak merupakan sumber mineral yaitu
terdiri dari kalsium 28 mg, fosfor 18 mg dan zat besi 4,2 mg dari 100 g bagian
yang dapat dimakan.
Komposisi buah salak dapat dilihat pada Tabel 2.2:
Tabel 2.2 Komposisi Kimia Buah Salak dalam 100 gr Bahan
Komponen Jumlah
2.1.3 Khasiat dan Manfaat Buah Salak
Daging buah salak berkhasiat sebagai antioksidan, menjaga kesehatan
mata, antidiabetes, menurunkan kolesterol, dan antidiare. Dapat juga digunakan
sebagai makanan dan minuman olahan seperti manisan, keripik, dodol, sirup,
kurma salak dan minuman serbuk biji salak. Minuman serbuk biji salak berkhasiat
2.1.4 Kandungan Kimia dan Kandungan Gizi Biji Salak
Penelitian yang telah dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi biji
salak menunjukkan hasil yang cukup baik. Hasil penelitian yang dilaksanakan
oleh Kusumo (2012) di Laboratorium Kimia, Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, menunjukkan
komposisi biji salak dapat dilihat pada Tabel 2.3:
Tabel 2.3 Komposisi Kimia Biji Salak.
Kandungan Kimia Jumlah (%)
Menurut Bangun (2005), antioksidan adalah zat yang dapat melindungi
sel-sel terhadap terhadap efek radikal bebas. Radikal bebas adalah molekul yang
diproduksi ketika tubuh mendapatkan makanan yang rusak atau paparan
lingkungan yang tidak sehat seperti asap tembakau dan radiasi.
Ada dua cara dalam mendapatkan antioksidan, yaitu : dari luar tubuh
(eksogen) dengan cara melalui makanan dan minuman yang mengandung vitamin
C, E, atau betakaroten, polifenol dan lain sebagainya, dan dari dalam tubuh
(endogen), yakni dengan enzim superoksida dismutase (SOD), glutation
peroksidase (GSH Px), perxidasi, dan katalase yang diproduksi oleh tubuh.
Tabel 2.4 Kebutuhan Tubuh Terhadap Antioksidan per Hari .
Golongan Senyawa Jenis Senyawa Kebutuhan per Hari
Polifenol Polifenol 5-10 mg
Alfatokoferol 100-400 mg
Asam fenolat 200 mg
Bioflavonoid Bioflavonoid 100 mg
Flavonoid 23 mg
Flavonol 23 mg
Vitamin C Asam Askorbat 75 mg (perempuan)
Vitamin E Tokoferol 90 mg (laki-laki)
Karotenoid Betakaroten 30 IUS
Alfakaroten 50 mg
Epigalatekin 30-50 mg
Katekin Epigaltekin 30-50 mg
Resveratrol Transresveratrol 20-50 mg
Asam Folat Asam Folat 400 mg
Sumber : Bangun, 2005.
2.3 Minuman Serbuk Biji Salak
Pembuatan minuman dari serbuk biji salak pada awalnya disebabkan
karena banyaknya limbah biji salak yang kurang dimanfaatkan sehingga
terciptalah suatu ide untuk membuat minuman dari serbuk biji salak.
Produksi minuman serbuk biji salak hampir sama seperti membuat kopi.
Biji salak yang digunakan pun bukan sembarang biji salak. Biji salak yang akan
diolah merupakan biji salak yang masih bagus dan telah kering. Sebelum diolah
menjadi serbuk, biji salak dipotong menjadi empat bagian kemudian direbus ±2
jam dengan tujuan agar biji salak menjadi lebih lunak dan bisa diiris tipis-tipis
selanjutnya dikeringkan dengan proses penjemuran ±8 hari dibawah sinar
matahari atau menggunakan oven dengan suhu 90˚ . Biji-biji salak digongseng ±
30 menit menggunakan kuali hingga warna biji salak menghitam legam.
Ketika semua biji sudah menghitam, maka proses selanjutnya adalah
biasanya dilakukan selama satu jam hingga menjadi bubuk. Proses selanjutnya
adalah memblender dan mengayak biji salak sehingga tekturnya menjadi lebih
halus.
Hasilnya sangat mirip seperti bubuk kopi biasa, tanpa campuran apapun.
Serbuk biji salak ini rasanya mirip dengan biji kopi dari jenis arabica atau robusta,
namun cita rasanya lebih lembut. Biji salak dan serbuk biji salak yang telah
diproses seperti pada gambar 2.4.
2.3.3 Skema Pembuatan Serbuk Biji Salak
Skema 2.5 Pembuatan Serbuk Biji Salak 2.4 Senyawa Fenol dan Polifenol
Tumbuhan yang hidup disekitar kita memiliki kandungan kimia yang unik.
Bahan kimia yang dimaksud biasanya digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya dalam bidang farmasi. Salah satu kelompok senyawa yang banyak
memberikan manfaat bagi manusia adalah polifenol. Senyawa yang termasuk ke
dalam polifenol ini adalah semua senyawa yang memiliki struktur dasar berupa
dengan gugus -OH. Gugus -OH yang terkandung merupakan aktivator yang kuat
dalam reaksi subtitusi aromatik elektrofilik (Fessenden, 1982).
Istilah senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari
tumbuhan, yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung
satu atau dua penyulih hidroksil. Senyawa fenol cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya mereka seringkali berikatan dengan gula sebagai glikosida
(Harborne, 1987).
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal
dari kata flavon, yaitu nama salah satu jenis flavonoida yang terbesar jumlahnya
dalam tumbuhan. Polifenol berperan dalam memberi warna pada suatu tumbuhan
seperti warna daun saat musim gugur. Senyawa fenol biasa terkandung pada jenis
sayuran, buah-buahan dan tanaman. Senyawa fenol diproduksi oleh tanaman
melalui jalur sikimat dan metabolism fenil propanoid (Apak et al, 2007).
Beberapa senyawa fenol diketahui fungsinya misalnya llignin sebagai
pembentuk dinding sel dan antosianin sebagai pigmen. Semua senyawa fenol
merupakan senyawa aromatik sehingga menunjukkan serapan kuat terhadap
sprektum UV. Fenol dapat dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu fenol sederhana dan
polifenol. Contoh fenol sederhana : orsinol, 4-metilresolsinol, 2-metilresolsinol,
resolsinol, katekol, hidroquinon, pirogalol, floroglusinol. Contoh polifenol adalah
lignin, melanin dan tanin (Harborne, 1987; Apak et al, 2007).
Saat ini, minat penelitian terhadap senyawa fenolik meningkat karena
kelompok yang paling banyak dalam tanaman pangan, dengan lebih dari
8000 struktur fenolik dikenal saat ini (Harborne, 1993).
Senyawa fenol sebagai antioksidan dalam tubuh dapat dibedakan
berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam, yaitu antioksidan alami dan
antioksidan buatan (sintetik). Antioksidan sintetik telah sepenuhnya diuji reaksi
toksisitasnya, antioksidan alami ditemukan pada sebagian besar tanaman,
mikroorganisme, jamur dan jaringan binatang. Sebagian antioksidan alami adalah
komponen fenolik dan komponen fenolik yang paling penting dari antioksidan
alami adalah flavonoid dan asam fenol (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
2.4.1 Struktur Fenol dan Polifenol
Struktur dasar dari fenol dan polifenol dilihat pada gambar 2.6:
fenol polifenol
Gambar 2.6 Struktur kimia fenol dan polifenol
2.4.2 Senyawa Fenol pada Biji Salak 2.4.2.1 Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa C15 yang semuanya memiliki struktur
C6-C3-C6. Flavonoida dibagi menjadi tiga kelas besar berdasarkan struktur umumnya.
Pada masing-masing kelas, dua benzene terikat bersama dengan kelompok tiga
karbon. Pengaturan dari kelompok C3 ini menentukan bagaimana senyawa
dikalsifikasikan (Vermerris, 2006).
a. Chalcones
Chalcones dapat dihydrochalones memiliki rantai C3 linear yang
menghubungkan kedua rantai. Rantai C3 chalcones mengandung ikatan rangkap.
Sementara rantai C3 dihydrochalcones tersaturasi.
Chalcones seperti butein adalah pigmen kuning pada bunga, sebagai contoh
dihydrochalcone adalah phloridzin (phloretin-2-O-D-glucoside), komponen
senyawa yang ditemukan pada daun apel, dan yang dilaporkan memiliki aktivitas
anti tumor.
b. Aurones
Aurones dibentuk dengan siklisasi chalcones, kelompok meta-hidroksil
bereaksi dengan α-karbon untuk membentuk 5 anggota heterosiklik aurones juga
merupakan pigmen kuning pada bunga.
c. Flavonoid
Flavonoid khas, seperti flavonone memiliki enam anggota heterosiklik.
cincin A disisi kiri. Beberapa jenis flavonoid adalah flavonon, flavonol,
leukoanthosianidin, flavon, antosianidin, deoksiantosianidin, dan antosianin.
2.4.2.2 Tanin
Tanin merupakan senyawa organik yang terdiri dari campuran senyawa
polifenol kompleks, dibangun dari elemen C, H, dan O serta sering membentuk
molekul besar dengan berat molekul lebih besar dari 2000 (Risnasari, 2001).
Senyawa-senyawa tanin termasuk suatu golongan senyawa yang berasal
dari tumbuhan yang sejak dahulu kala digunakan untuk merubah kulit hewan
menjadi kedap air, dan awet. Istilah tanin diperkenalkan oleh Seguil pada tahun
1796. Pada waktu itu belum diketahui bahwa tanin tersusun dari campuran
bermacam-macam senyawa, bukan hanya satu golongan senyawa saja.
Senyawa-senyawa tanin dapat diartikan sebagai suatu Senyawa-senyawa-Senyawa-senyawa alami dengan
bobot molekul antara 500 dan 3000, serta mempunyai sejumlah gugus hidroksi
fenolik dan membentuk ikatan silang yang stabil dengan protein dan biopolimer
lain, misalnya selulosa dan pectin (Manitto, 1992).
Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak
berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang dapat dibeli di
pasaran mempunyai BM 1701 dan kemungkinan besar terdiri dari sembilan
molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa. Beberapa ahli pangan
berpendapat bahwa tanin.
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat
tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat
logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin
2.4.3 Fungsi Polifenol
Pada tumbuhan, flavonoid memiliki banyak fungsi, termasuk proteksi
terhadap radiasi UV-B, daya tahan terhadap serangan pathogen, penarik serangga
untuk penyerbukan, dan sebagai sinyal untuk inisiasi hubungan simbiosis.
Flavonoid memiliki manfaat bagi kesehatan karena kapasitas antioksidannya,
yang berfungsi menunda atau mencegah proses oksidasi makromolekul dengan
cara menghambat tahap inisiasi dan propagatif pada reaksi randai oksidatif.
Aktivitas/fungsi ini didukung kemampuannya, untuk menginduksi sistem enzim
protektif manusia dan oleh berbagai studi epidemiologi yang menunjukkan efek
protektif terhadap penuaan, penyakit kardiovaskular, kanker serta penyakit
neurodegeneratif seperti Parkinson dan Alzheimer. Selain sebagai antioksidan
juga memiliki fungsi biologis, seperti antialergi, antiviral, dan faktor vasodilatasi
(Viranda, 2009).
2.4 Metode Pengujian Polifenol
Metode yang digunakan untuk menguji polifenol pada serbuk biji salak
adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berhubungan
dengan identifikasi zat-zat yang ada dalam suatu sampel sehingga
kandungannya akan mudah untuk dikenali, zat kimia polifenol yang akan
diskrining adalah golongan flavonoida dan tanin karena merupakan kelompok
senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan dialam merupakan zat warna merah,
ungu, biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam
suatu zat terkandung di dalam suatu sampel yaitu berapa banyak zat polifenol
yang terkandung pada serbuk biji salak (Fatkhiyah, 2013).
Analisis kualitatif polifenol berfungsi untuk mengidentifikasi flavonoida
dan tanin. Flavonoida merupakan salah satu dari sekian banyak senyawa metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh tanaman, yang bias dijumpai di daun,kayu, akar,
kulit, tepung sari, bunga dan biji. Secara kimia, flavonoid mengandung cincin
aromatik tersusun dari 15 atom karbon dengan inti dasar. Beberapa flavonoid.
Skrining flavonoida dilakukan dengan 0,5 g serbuk yang diperiksa dengan sisa
kering 10 ml sediaan berbentuk cairan dengan 10 ml methanol P, menggunakan
alat dingin balik selama 10 menit kemudian lakukan penguapan, sisa penguapan
larutkan dengan etanol (96%) tambahkan 0,1 gr serbuk magnesium P dan 10 tetes
asam klorida pekat P. Apabila terjadi perubahan warna merah jingga, merah ungu,
dan warna kuning jingga menunjukan adanya flavonoid (MMI jilid VI, 1995).
Tanin merupakan senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang
terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan, seperti
karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan
beberapa makromolekul. Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan
tanin terhidrolisis. Kedua jenis tanin ini terdapat dalam tumbuhan, tetapi yang
paling dominan terdapat dalam tumbuhan adalah tanin terkondensasi. Skrining
tanin dilakukan dengan 0,5 gr serbuk dimaserasi dengan aquades 10 ml selama 15
menit kemudian disaring dan diteteskan 10%, perhatikan perubahan warna,
Analisis kuantitatif untuk menetapkan kadar zat polifenol dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dengan menggunakan metode Folin-Ciocalteau, yang
merupakan metode yang paling umum digunakan untuk menetukan fenol total.
Hasil yang didapatkan estimasi kandungan fenol total. Alternative lainnya adalah
dengan teknik identifikasi karakterisasi masing-masing senyawa fenol hasil yang
didapatkan adalah jenis-jenis fenol yang dikandung, kuantitas masing-masing dan
kadar totalnya. Metode yang dipakai untuk menetukan kadar fenol total adalah
metode Folin-Ciocalteu karena lebih sederhana pengerjaannya (Viranda, 2009).
Metode Ciocalteau dilakukan dengan menggunakan reagen
Folin-Ciocalteau 10% dan absorbansi sampel diukur pada 750 nm menggunakan
spektrofotmeterUV-Vis. Kandungan total Fenol dinyatakan sebagai mg/100 g
ekuivalen asam galat (Jeong, 2004).
2.5 Daya Terima
Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai
tingkat kesukaan atau ketidaksukaan individu terhadap suatu jenis makanan.
Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu, sehingga akan
berpengaruh terhadap konsumsi pangan (Suhardjo, 1989).
Menurut Mulyaningrum (2007) dalam Wirakusumah (1990) kesukaan
terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi,
budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta
faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan
berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku pengalaman,
jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan.
Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi
terhadap 2 cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan
tersebut.
1. Penampilan dan cita rasa makanan
Menurut Moehyi (1992) cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama
yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada
saat dimakan. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna
makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa.
2. Konsistensi atau tekstur makanan
Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang
turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa
dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau
kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.
3. Rasa makanan
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa
makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan
makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga
mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap
selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap
4. Aroma makanan
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang
sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga
membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya
senyawa yang mudah menguap itu dapat sebagai akibat atau reaksi karena
pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.
Daya terima dengan penilaian organoleptik saling berkaitan, dimana
penilaian organoleptik disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik
yang merupakan penilaian yang sangat umum digunakan. Metode penilaian ini
banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam
beberapa hal penilaian dengan indera bahkan memeliki ketelitian yang lebih
baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian
organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan
prosedur tertentu. Uji ini akan menghasikan data yang penganalisisan
selanjutnya menggunakan metode statistika (Soekarto, 2000).
Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera
penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan
untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat
sensorik suatu komoditi, penel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini
terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu
komoditi. Orang yang menjadi anggota penel disebut panelis.
Penerapan penilaian organoleptik di lakukan dengan uji hedonik atau uji
diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya
ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat
kesukaan/ketidaksukaan.
Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik, misalnya amat
sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak
suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka (Rahayu, 2001).
Pada uji hedonik panelis diminta untuk menggungkapkan tanggapan
pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk baik
itu dilihat dari aroma, warna, rasa dan tekstur. Skala hedonik dapat direntangkan
atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti (Rahayu, 2001).
2.6 Panelis
Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel
perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel
konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut
didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.
1. Panel Perseorangan
Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan
spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan
yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan
cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode
analisis organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis
perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang
tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya.
2. Panel Terbatas
Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi
sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik
faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan
pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.
3. Panel Terlatih
Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan
cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan
latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak
terlampau spesifik.
4. Panel Agak Terlatih
Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk
mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan
terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat
menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.
5. Panel Tidak Terlatih
Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih
berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak
terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana
seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel
tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria
6. Panel Konsumen
Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada
target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan
dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.
7. Panel Anak-anak
Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10
tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian
produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya.
Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan
atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya
2.7 Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah :
Skema 2.7 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : .
Pembuatan serbuk biji salak ini dilakukan untuk melihat uji daya terimanya meliputi aroma, warna, rasa, tekstur dan juga untuk menentukan kadar polifenolnya.
Pembuatan Serbuk Biji Salak
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara agraris yang memiliki ragam jenis buah.
Keanekaragaman ini dapat dibedakan berdasarkan rasanya yang manis, asam,
sepat, maupun pahit, bentuknya yang bulat maupun lonjong, ukurannya yang kecil
maupun besar, tekstur kulit luarnya yang mulus, berlekuk, maupun berduri,
bahkan warnanya yang hijau, kuning, maupun merah (Nazaruddin, 1994).
Salak merupakan salah satu komoditas buah asli dari Indonesia. Menurut
Kementerian Pertanian Republik Indonesia (2013), produksi salak di Indonesia 3
tahun terakhir 2010, 2011, 2012 berturut-turut mencapai 749.876, 1.082.115, dan
1.035.406 ton per tahun.
Ada beberapa jenis salak yaitu salak pondoh, salak suwaru, salak bali dan
salak padangsidempuan (Nazaruddin, 1992). Varietas salak Padangsidempuan
cukup banyak, dilihat pada karakter buah (bentuk, aroma, rasa serta warna kulit
buah) atau lokasi dimana salak ditanam atau dibudidayakan.
Buah salak tersusun dalam tandan terletak di atas punggung pelepah daun
atau di ketiak pelepah daun. Bentuk buah bervariasi tergantung pada jenis salak.
Biji salak berkeping satu, dalam buah salak umunya terdapat 1-3 biji, ketika masih
muda biji salak berwarna putih, kemudian menjadi coklat muda dan akhirnya
berwarna coklat tua dan keras.
Saat ini terdapat 3 varietas salak sesuai keputusan Menteri Pertanian yaitu
Padangsidempuan Putih (SK.No.764/Kpts/TP.240/6/99), dan salak Sibakua
(SK.No.427/Kpts/ TP.240/7 2002) (BPS, 2013).
Menurut Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara (2008), produksi salak
yang paling tinggi dari seluruh Kabupaten/Kota di daerah Sumatera Utara, yaitu
di daerah Tapanuli Selatan yaitu mencapai 229.781 ton per tahun dan juga di
daerah kota Padangsidempuan yaitu mencapai 16. 029 ton per tahun.
Saat ini, masyarakat khususnya di Kota Padangsidempuan dan Tapanuli
Selatan telah memproduksi olahan daging buah salak seperti dodol salak, keripik
salak, kurma salak, sirup salak dan bahkan mengkomsumsi jus salak yang
dimaksudkan untuk mengobati penyakit diabetes dan menurunkan kolesterol.
Sebagian besar produsen tersebut berbentuk industri rumah tangga dan
menawarkan olahan salak sebagai oleh-oleh khas dari suatu daerah.
Banyaknya industri olahan salak tentunya memberikan suatu dampak yang
tidak dapat dihindarkan yaitu bertambahnya limbah buah salak yang terdiri atas
kulit dan biji salak. Limbah salak yang bersifat kasar dan keras cukup
menyulitkan untuk dapat diolah menjadi suatu bahan yang dapat dimakan.
Bagian yang dapat dimakan dari buah salak hanya berkisar antara 56-65%.
Sehingga limbah salak dapat mencapai 36-44% dari jumlah salak yang diolah atau
dikomsumsi. Biji salak memiliki porsi 10-14% dari bobot total buah salak
(Supriyadi et al, 2002).
Berdasarkan perbandingan jumlah tersebut, biji salak memiliki potensi
yang lebih besar untuk dimanfaatkan daripada kulit salak. Salah satu upaya untuk
memperpanjang umur simpan dan nilai kegunaan biji salak yaitu dengan
Pengolahan biji salak menjadi serbuk instan diharapkan dapat memudahkan
masyarakat dalam mengkomsumsi dan memanfaatkan biji salak.
Pengolahan biji salak menjadi serbuk telah dilakukan beberapa industri
rumah tangga, dengan cara pengolahan tradisional kemudian dikemas dan
dipasarkan di beberapa daerah. Namun masih banyak masyarakat yang kurang
mengetahui minuman serbuk ini dan masih jarang penelitian selanjutnya tentang
kandungan kimia yang terdapat pada biji salak.
Pemanfatan biji salak sebagai serbuk minuman instan didasarkan pada
tingginya aktivitas masyarakat yang didorong oleh semakin tingginya kebutuhan
masyarakat sehingga menyebabkan pola komsumsi masyarakat berubah,
perubahan pola gaya hidup juga menjadi faktor pemicu terjadinya perubahan pola
komsumsi sehingga mendorong masyarakat beralih ke makanan dan minuman
cepat saji atau instan. Menurut Permana (2010), minuman serbuk adalah produk
pangan berbentuk butiran-butiran (serbuk) yang dalam pengunaannya mudah larut
dalam air dingin atau air panas.
Zat kimia yang hanya bisa didapatkan dari tumbuhan disebut dengan
fitokimia. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya oleh Kusumo (2012) di Jawa
Tengah tentang kandungan biji salak, salah satu jenis fitokimia yang ada pada biji
salak yaitu senyawa polifenol. Sehingga selain dari segi pemanfaatan limbah,
dapat diketahui senyawa polifenol berfungsi sangat baik dan berguna untuk