• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Selai Lembaran Jambu Biji Merah (Psidium guava L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji Daya Terima dan Nilai Gizi Selai Lembaran Jambu Biji Merah (Psidium guava L)"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jambu Biji Merah

Jambu biji (Psidium guajava L.) termasuk dalam Famili Myrtaceae

merupakan buah yang cukup dikenal masyarakat Indonesia, padahal sebenarnya

tanaman ini berasal dari daerah Amerika Tengah terutama Meksiko dan Peru.

Tanaman ini sekarang sudah menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah

tropis. Tanaman jambu biji sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang

buruk misalnya kekeringan, lahan batu dan pH rendah (Hadiati dan Apriyanti,

2015).

Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk

komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji,

di antaranya Jepang, India, Taiwan, Brazil, Australia, Filipina, Malaysia, dan

Indonesia. Buah jambu biji unggulan Indonesia adalah jambu biji merah. Jambu

biji merah banyak mengandung kandungan gizi penting seperti vitamin C, A dan

riboflavin, protein, serat serta mineral juga banyak terkandung dalam buah

tersebut (Parimin, 2007). Jambu biji dapat dikonsumsi segar ataupun diolah

menjadi jus, pulps, selai, jelly, atau manisan buah kering. Daging buah jambu biji

merah berwarna merah hingga merah muda dengan rasa yang lebih manis dan

segar dibandingkan buah jambu biji putih.

Kandungan vitamin C buah jambu biji merah enam kali lebih banyak

(2)

kandungan vitamin C dari buah jambu air, dan 30 kali kandungan vitamin C dari

buah pisang. Vitamin C sangat baik sebagai zat antioksidan. Kandungan vitamin

C pada jambu biji merah yaitu 183,50 mg/100 g, kalium sebesar 284 mg/100g,

selain itu jambu biji merah juga merupakan buah yang memiliki kandungan serat

yang tinggi, yaitu 5,40 mg/100 g (United State Departement of Agriculture,

2001).

Selain itu, jambu biji merah juga kaya serat, khususnya pektin (serat larut

air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel atau jeli. Manfaat pektin lainnya

adalah dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan

asam empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya. Jambu biji dapat

menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah

penderita hipertensi.

Pada buah jambu biji merah juga ditemukan likopen, zat karotenoid yang

terdapat dalam darah serta memiliki aktivitas antioksidan yang berkhasiat

mencegah berbagai penyakit kanker. Karena kandungan likopen yang tinggi ini, di

Indonesia jus buah jambu biji merah sering kali dipergunakan untuk

meningkatkan kadar trombosit penderita penyakit demam berdarah (Parimin,

2007). Penampakan buah jambu biji dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jambu biji (Psidium guajava L.).

(3)

Tanaman jambu biji merah dapat tumbuh pada dataran rendah sampai

dataran tingi lebih dari 1000 m dpl dengan curah hujan antara 1000-2000 mm

pertahun, suhu optimum 23o-28o C dan pH tanah 4,5-7,5 sehingga orang Belanda

menyebutnya ongkruid vergaat niet yang berarti gulma tidak akan luluh.

Jambu biji merah memiliki batang yang cukup kokoh dengan ketinggian

mencapai 5-10 meter. Batang pokok jambu biji ini tidak ada yang lurus, warnanya

coklat muda sampai putih abu-abu dan mudah terkupas berganti kulit baru

seirama dengan gejolak membesarnya batang. Permukaan batang cukup licin dan

bersih dengan sifat kayu yang halus, liat, dan tidak mudah patah (Parimin, 2007).

2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Bentuk buah jambu biji dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bulat dan

lonjong. Diantara kedua bentuk itu ada pula yang bentuknya agak bulat dan

bagian dekat tangkai buahnya agak meruncing. Ukuran buah ditentukan oleh

banyak faktor, diantaranya sifat aslinya, umur pohon, keadaan kesuburan, dan

kandungan air tanah pada waktu jambu biji berbuah.

Sistematika tatanama (taksonomi) tanaman jambu biji merah (Parimin,

2007) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Myrtales

(4)

Genus : Psidium

Spesies : Psidium guajava L.

Pada waktu masih muda, buah jambu biji sangat keras, tetapi setelah

matang buah tersebut menjadi lunak dan menimbulkan aroma yang spesifik

dengan rasa yang manis. Untuk jenis tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang

kuning saat muda dan berubah menjadi kuning belang-belang saat matang. Ada

pula berkulit merah saat mudadan merah tua saat tua. Warna daging buah pada

umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, merah menyala, serta merah tua.

2.1.2 Komposisi Gizi Jambu Biji Merah

Jambu biji merah merupakan buah yang kaya akan manfaat baik

kandungan vitamin, mineral, maupun senyawa kimia nongizi. Tanin termasuk

salah satu senyawa non-gizi yang dikandung dalam jambu biji. Senyawa ini

menimbulkan rasa sepat dalam buah, tetapi mempunyai fungsi memperlancar

sistem pencernaan. Sirkulasinya dalam darah berguna untuk menyerang virus

(Wirakusumah, 2007). Kandungan energi dan gizi dari jambu biji merah dapat

(5)

Tabel 2.1 Kandungan Energi Dan Gizi dari Jambu Biji Merah

Sumber : United State Departement of Agriculture (2001)

2.1.3 Kegunaan dan Manfaat Jambu Biji Merah

Selain sebagai bahan pangan, beberapa bagian dari tanaman jambu biji

dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat resep pengobatan, seperti :

mengobati diare, disentri, demam berdarah, gusi berdarah, dan sariawan.

Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu tiga kali lebih

banyak dari jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g. Vitamin C sangat baik

sebagai antioksidan. Namun, sebagian besar vitamin C jambu biji merah

terkonsentrasi di kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal.

Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang.

Dilihat dari kadar kemanisannya, jambu biji matang optimal akan memiliki rasa

lebih manis dibandingkan dengan saat matang dan kurang manis saat lewat

(6)

Melihat kandungan vitamin C jambu biji merah dapat mencukupi

kebutuhan vitamin C orang dewasa yang sebesar 70-75 mg per harinya per 100 gr

jambu biji merah. Selain itu, jambu biji juga kaya akan serat, khususnya pektin

(serat larut air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel/jeli. Manfaat pektin

lainnya adalah menurunkan kolestrol dengan cara mengikat kolestrol dan asam

empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya.

Jambu biji mengandung tanin yang menimbulkan rasa sepat pada buah,

namun bermanfaat memperlancar sistem pencernaan dan sirkulasi darah serta

menyerang virus. Jambu biji merah juga mengandung kalium yang berfungsi

meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur

pengiriman zat-zat gizi ke sel tubuh, serta menurunkan kadar kolestrol total dan

tekanan darah tinggi.

Pada jambu biji merah juga ditemukan likopen, yaitu zat karotenoid

(pigmen penting dalam tanaman) yang terdapat dalam darah serta memiliki

aktivitas antioksidan yang bermanfaat memberikan perlindungan pada tubuh dari

beberapa jenis kanker. Suwarto (2010) mengatakan bahwa jambu biji merah

mengandung vitamin A yang tinggi. Pada jambu biji yang berdaging buah merah

mengandung karoten 3,1 mg per 100 gram daging buah, sedangkan pada jambu

biji berdaging buah putih tidak terdeteksi adanya karoten (pada panjang

gelombang 450 nm). Jambu biji berdaging buah merah mengandung asam

panthotenat lebih tinggi (0,17 mg) dari yang berdaging buah putih (0,13mg).

Kandungan tiamin rata jambu biji berdaging buah merah lebih tinggi (0,059 mg)

(7)

oleh Agustinus (2009), buah jambu biji merah memiliki kandungan vitamin C

yang lebih tinggi dari jambu biji putih.

2.2 Agar-agar Tepung

Agar-agar merupakan salah satu hasil olahan produk laut yang banyak

ditemukan diperairan dan dibudidayakan di Indonesia. Agar-agar diproduksi dari

rumput laut yang sebagian besar tergolong dalam kelas Rhodophyceae, namun

sebaliknya tidak semua ganggang merah dapat digunakan untuk memproduksi

produk berupa agar agar. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat

digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar.

Menurut Badan Standardisasi Nasional (2015) mendefinisikan agar-agar

tepung sebagai polisakarida berupa tepung yang diperoleh dari ekstraksi rumput

laut agarophyte, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan, bersifat

koloid bila dilarutkan dalam air mendidih dan menjendal bila didinginkan..

2.2.1 Struktur dan Sifat Fisika Kimia Agar-Agar Tepung

Karakteristik fisik agar-agar dalam bentuk kering adalah berwarna putih

hingga kuning pucat, berbau khas agar-agar. Karakteristik kimia dari agar-agar

meliputi kandungan gizi, sifat kelarutan dan daya cerna. Agar-agar larut di dalam

air panas tetapi tidak larut dalam air dingin. Agar-agar berbentuk padat pada suhu

32 ºC-39 ºC dan tidak dapat mencair pada suhu lebih rendah dari 85 ºC.

Agar-agar kaya akan karbohidrat dan kalsium, namun sedikit mengandung

lemak dan protein. Walaupun begitu, karbohidrat dalam agar-agar tersusun dari

beberapa polisakarida dan turunannya yang sukar dicerna. Struktur agar-agar

(8)

merupakan suatu polimer netral dan agaropektin merupakan suatu polimer sulfat.

Agarosa adalah suatu polisakarida netral yang terdiri dari rangkaian D-galaktosa

dengan ikatan β-1,3 dan L-galaktosa dengan ikatan α-1,4. Agaropektin bersifat

lebih kompleks dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat

bervariasi dan persentase agarosa dalam ekstrak agar-agar berkisar antara 50%

sampai 80% (FAO 2003).

Faktor yang mempengaruhi kualitas agar-agar, antara lain teknik ekstraksi,

jenis rumput laut, kondisi musim, letak atau wilayah asal rumput laut dan

parameter lingkungan lainnya. Namun beberapa tahun terakhir mulai banyak

penelitian untuk melihat aspek penyimpanan atau penanganan rumput laut paska

panen, karena terbukti turut mempengaruhi kualitas dan kuantitas ekstrak

agar-agar yang dihasilkan.

2.2.2 Aplikasi Agar Agar Tepung

Secara umum agar-agar diaplikasikan pada berbagai bidang yaitu 91%

untuk kebutuhan pangan dan 9% untuk kebutuhan bacteriological dan

biotechnology. Agar-agar telah dinyatakan aman oleh FDA atau dikenal dengan

istilah Generaly Recognized As Safe (GRAS), dan Acceptable Daily Intake (ADI)

yaitu agar-agar dinyatakan not limited (tidak dibatasi) (WHO/FAO 1974, Imeson

2010). Oleh karenanya aplikasi penggunaan agar-agar dalam bidang pangan

menjadi sangat luas. Standar mutu agar-agar telah ditetapkan oleh Food Chemical

Codex (FCC). Indonesia juga telah menetapkan standar mutu agar-agar yang

(9)

Tabel 2.2 Standar Mutu Agar-Agar Menurut Food Chemical Codex Sumber : Glicksman (1983) ; Venugopal (2009)

Standart mutu agar-agar juga telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi

Nasional melalui Standar Nasional Indonesia No. 2802 : 2015. Standar ini

menetapkan syarat mutu dan keamanan pangan agar-agar tepung, bahan baku,

bahan penolong, dan proses pengolahan agar-agar tepung. Standar ini berlaku

untuk agar-agar dalam bentuk tepung dan tidak berlaku untuk produk yang

mengalami pengolahan lebih lanjut. Adapun standar mutu agar-agar tepung

tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut :

Tabel 2.3 Standar Mutu Agar-Agar Tepung menurut SNI 2802 : 2015

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1.

Organoleptik (kenampakan bau dan konsisten)

Agar-agar digunakan secara luas dalam berbagai industri, antara lain

industri makanan, obat - obatan, tekstil, kertas, susu, mikrobiologi, dan kosmetika.

Pada industri makanan, agar-agar digunakan sebagai bahan pengental, misalnya

(10)

penstabil dalam pembuatan makanan, serta sebagai bahan penjernih dalam

pembuatan bir.

Agar agar juga mampu memperbaiki tekstur dari produk kering seperti

keju krim dan yoghurt. Agar-agar digunakan juga sebagai gel elektroforesis,

kromatografi, immunologi, dan immobilisasi enzim. Selain itu digunakan sebagai

thickener, gelling agent, stabilizier, lubricant, emulsifier, dan absorbant

(Poncomulyo, 2006).

Pada industri kulit, agar-agar digunakan pada proses akhir untuk

memantapkan permukaan yang halus dan kekuatan kulit. Pada industri polywood

agar-agar diperlukan dalam pembuatan perekat tingkat tinggi. Sementara dalam

industri obat-obatan dan farmasi, agar-agar telah lama digunakan dalam

pembedahan atau operasi (Winarno, 2008). Agar-agar kaya akan karbohidrat,

tetapi sedikit mengandung lemak dan protein, kandungan kalsium agar-agar

paling tinggi dibanding mineral lainnya.

2.3 Selai

Selai merupakan salah satu hasil dari produk makanan. Menurut

Saptoningsih dan Jatnika (2012) selai adalah salah satu jenis makanan awetan

berupa sari buah atau buah yang dihancurkan dan ditambah gula, serta dimasak

hingga kental atau berbentuk setengah padat. Tekstur kental pada selai

diakibatkan adanya reaksi antara pektin dalam buah dengan gula dan asam.

Proporsi campuran dari selai adalah 45% bagian serat buah dan 55%

bagian dari gula. Namun proporsi tersebut dapat disesuaikan dengan selera dan

(11)

sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan terlarut minimum 65%

(Fachruddin, 2008).

Selai memiliki konsistensi gel atau semi gel yang diperoleh dari interakasi

senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambah dari luar, gula

sukrosa, dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat labil setelah

suhu diturunkan. Pembuatan selai ada beberapa faktor yang harus diperhatikan

antara lain pengaruh panas dan gula pada pemasakannya, serta keseimbangan

proporsi gula, pektin, dan asam.

Agar-agar memiliki kemampuan gelasi yang cukup baik, bila bandingkan

dengan bahan pengental lainnya, agar-agar jauh lebih efisien karena ada

konsentrasi rendah (1-5%) saja telah mampu membentuk larutan yang sangat

kental (Poncomulyo dkk, 2006). Agar-agar juga memiliki daya stabilitas yang

cukup baik terhadap suhu dan pH, sehingga kekurangan pektin yang labil pada

suhu rendah dan pH rendah dapat digantikan oleh agar agar.

Penambahan asam dalam pembuatan selai berguna untuk menurunkan pH

bubur buah karena struktur gel dalam pembuatan selai hanya terbentuk pada pH

rendah. Asam-asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam asetat, dan

cairan asam dari perasan jeruk nipis. Penambahan asam yang berlebihan akan

menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga air keluar dari gel (sineresis),

sebaliknya jika pH tinggi, akan menyebabkan gel pecah (Buckle et al. 1987 dalam

Kornalius 2006).

Pentingnya menjaga keamanan konsumen, pemerintah telah menetapkan

(12)

warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, cita rasa buah alami,

tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan. Kriteria mutu

selai yang ditetapkan oleh pemerintah dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut :

Tabel 2.4 Kriteria Mutu Selai Buah

Sumber : SII. NO. 173 Tahun 1978 yang diacu dalam Fachruddin, 2008

Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup

dikenal dan disukai oleh masyarakat. Food & Drug Administration (FDA)

mendefenisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah

segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya pemanfaatan buah

menjadi produk selai dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Selai

yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam waktu relatif lama.

Pembuatan selai tentunya harus sesuai dengan standar nasional yang

berlaku agar terpenuhi syarat dan layak dikonsumsi oleh masyarakat. Berikut

syarat mutu selai buah menurut Standart Nasional Indonesia 3746 : 2008 di bawah

(13)

Tabel 2.5 Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746-2008)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1

tambahan. Bahan utama adalah bahan dasar untuk mendapatkan produk makanan

sedangkan bahan tambahan yaitu senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam

makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses

pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk

memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa

(14)

2.4.1 Jambu Biji Merah

Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan selai.

Buah yang digunakan harus benar-benar matang sehingga diperoleh selai dengan

aroma yang baik. Meskipun demikian, pengolahan selai buah juga dapat

menggunakan campuran antara buah setengah matang dan buah yang benar-benar

matang. Buah yang setengah matang akan memberikan pektin dan asam yang

cukup sedangkan buah yang matang akan memberikan aroma yang diinginkan

(Fachruddin, 2008).

2.4.2 Gula

Menurut istilah umum gula adalah jenis karbohidrat yang sering

digunakan sebagai pemanis. Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan

ragam produk - produk makanan. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan

selai adalah untuk menyempurnakan rasa asam, cita rasa, memperoleh tekstur

kekentalan dan flavor yang ideal.

Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk.

Gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan memerangkap

air. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan

pangan menyebabkan air dalam bahan pangan akan terperangkap sehingga yang

tersedia untuk dipergunakan oleh mikroba menjadi rendah.

2.4.3 Air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita

(15)

keberhasilan produk yang diinginkan. Air yang digunakan harus mempunyai

syarat-syarat tidak bewarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa dan tidak

mengandung besi dan mangan, serta tidak mengganggu kesehatan dan tidak

memyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Winarno, 2008). Air yang

biasa digunakan untuk mengencerkan setiap 1 liter buah jambu biji adalah 0,25:1

untuk selai oles, hingga 2:l atau 4:1 untuk sari buah.

2.4.4 Gum

Gum diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk selai.

Jumlah gum yang ideal untuk pembentukan gel berkisar antara 0,75-1,5 %

(Imeson 2010). Kadar gula tidak lebih dari 65 % dan konsentrasi gum tidak lebih

dari 1 % sudah dapat menghasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik.

Beberapa jenis buah secara alami memiliki kandungan pektin yang cukup tinggi.

Buah-buahan yang akan matang mengandung pektin cukup banyak. Makin

matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim yang

memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu, untuk

memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan dikombinasikan

antara yang setengah matang dan yang matang penuh (Fachruddin, 2008). Untuk

beberapa buah yang memiliki kandungan pektin rendah, tambahan gum atau

hidrokoloid lain sangat diperlukan untuk membantu terbentuknya tekstur atau

kekentalan selai yang diinginkan.

Agar-agar memiliki kemampuan gelasi yang cukup baik, bila

dibandingkan dengan bahan pengental lainnya, agar-agar jauh lebih efisien karena

(16)

kental (Winarno, 2008). Agar-agar juga memiliki daya stabilitas yang cukup baik

terhadap suhu dan pH, sehingga kekurangan pektin yang labil pada suhu rendah

dan pH rendah dapat digantikan oleh agar-agar.

2.4.5 Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam organik yang mempunyai rumus kimia C6H8O7

dan merupakan asam trikarboksilat yang mempunyai rasa asam yang

menyenangkan dan ditemukan dalam berbagai makanan yang berfungsi sebagai

pemberi asam, mencegah kristalisasi gula, serta penjernih gel yang dihasilkan.

Penambahan asam bertujuan mengatur pH dan menghindari pengkristalan gula,

pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10-3,46.

Asam yang biasa digunakan dalam pembuatan selai adalah asam sitrat,

asam tartat, dan asam malat. Penggunaan asam tidak mutlak, tetapi

penambahannya dilakukan untuk menambah cita rasa dari makanan. Apabila

terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga

kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel

(Fachrudin, 2008).

2.5 Pengolahan Selai

Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap utama yaitu persiapan bahan,

pemasakan dan pengisian serta pasteurisasi (Suryani et al, 2004).

a. Sortasi

Sortasi adalah memilih hasil panen yang telah dilakukan untuk

membedakan hasil panen yang baik dan hasil panen yang jelek. Sortasi bahan

(17)

bahan baku selai dengan kualitas yang diinginkan. Sortasi dilakukan berdasarkan

penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat kematangan. Jambu biji yang

diolah menjadi selai dipilih yang sudah matang dan segar, tidak ada cacat, lecet,

maupun busuk.

b. Pencucian

Pencucian akan mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis

malam (lilin) yang melapisi kulit pada beberapa jenis hasil pertanian seperti

buah-buahan, untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan yang dapat

menunjukkan adanya populasi mikroorganisme, untuk menghilangkan adanya

sisa-sisa insektisida. Air yang digunakan untuk mencuci harus bersih, sebaiknya

digunakan air yang mengalir dan bersih.

Pencucian dapat digunakan dengan berbagai cara yaitu dengan cara basah

atau kering, penyemprotan angin, perendaman bak perendaman atau disemprot

air. Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran yang menempel, residu fungisida

atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat

dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat.

c. Penghancuran

Penghancuran dilakukan dengan blender, penambahan sedikit air dalam

penghancuran ditujukan agar memudahkan proses penghancuran. Proses

penghancuran dilakukan sampai halus.

d. Pemasakan

Pengaruh panas dan penambahan bahan tambahan selama proses

(18)

diperlukan untuk mencampur rata hancuran buah dan bahan tambahan serta

menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel. Suhu pemasakan pada

proses pembuatan selai biasanya 103-105oC. Pemasakan yang terlalu lama akan

menghasilkan selai yang keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang

lama akan menghasilkan selai yang encer.

e. Pengemasan

Proses pengisian produk ke dalam kemasan merupakan faktor penting

untuk menunjang keawetan produk. Pengisian hendaknya dilakukan dalam

kondisi higienis. Hal ini dilakukan ntuk menghindari terjadinya kontaminasi

produk yang dapat menyebabkan produk jadi mudah berjamur. Proses penutupan

wadah yang benar juga bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk. Jumlah

mikroorganisme dari selai dan produk serupa dipengaruhi oleh sejumlah faktor

yaitu kandungan gula yang tinggi biasanya 65-73%, keasaman yang tinggi (pH

3,1-3,5), nilai aw sekitar 0,75-0,83, suhu tinggi saat pemanasan (105-106oC) dan

tekanan gas oksigen yang rendah selama penyimpanan.

Menurut (Suryani et al. 2004) selai yang bermutu baik mempunyai tanda

spesifik yaitu konsistensi, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur

lembut, flavor buah alami dan tidak mengalami sineresis serta kristalisasi selama

penyimpanan.

Menurut Buckle et al. (1987) dalam Kornalius (2006) kerusakan utama

yang sering terjadi pada selai adalah :

1) Terbentuknya kristal-kristal karena banyaknya bahan terlarut, gula tidak cukup

(19)

2) Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah.

3) Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup karena kadar gula yang tinggi dan

tidak seimbang dengan kandungan padatan.

4) Pengeluaran air dari gel (sineresis) karena terlalu banyak asam.

Proses pembuatan selai secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.

Gambar 2.2 Skema Pembuatan Selai secara Umum (Fachruddin 2008)

2.6 Resep Dasar dan Cara Pembuatan Selai Lembaran Jambu Biji Merah Resep dasar dalam membuat selai jambu biji merah antara lain :

1. Buah jambu biji yang sudah matang.

2. Gula pasir 750 g-1 kg per kg hancuran buah

3. Asam sitrat 3 g/kg hancuran buah.

4. Natrium benzoat 0,5 g/kg hancuran buah.

(20)

Adapun proses pembuatannya sebagai berikut :

1. Buah dicuci terlebih dahulu, lalu dipotong-potong dan ditambahkan sedikit air,

lalu dihancurkan dengan blender.

2. Hancuran buah beserta gula dipanaskan, lalu ditambahkan asam sitrat. Setelah

mendidih, ditambahkan natrium benzoat. Pemanasan dihentikan setelah

terbentuk gel.

3. Busa yang terdapat pada permukaan selai dibuang.

4. Selai siap dikemas (Fachruddin, 2008).

2.7 Daya Terima Makanan

Uji penerimaan atau uji daya terima produk ini digunakan untuk

mengevaluasi daya terima produk atau untuk menentukan apakah satu atau lebih

produk tertentu lebih diterima daripada produk lainnya. Pengujian daya terima

produk harus diterapkan menggunakan konsumen sebagai panelisnya. Oleh

karena itu, uji daya terima produk ini sering dipandang sebagai salah satu fungsi

dari penelitian pasar dalam industri pangan. Walaupun demikian analisis sensori

dapat juga merupakan uji daya terima produk dalam skala terbatas untuk

mendapatkan indikasi tentang daya terima suatu produk.

Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung

selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat

ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan,

sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada

beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai

(21)

Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode hedonik

meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur. Penilaian organoleptik disebut juga

penilain dengan indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian

secara sederhana. Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu

komoditi hasil pertanian dan makanan.

Susiwi (2009) mengemukakan bahwa uji penerimaan meliputi uji

kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta untuk

menyatakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan terhadap suatu

produk. Tingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik yang dapat

direntangkan atau diciutkan dengan rentangan skala yang dikehendaki. Kemudian

dalam analisis data skala hedonik tersebut ditransformasikan dalam skala numerik

dan dilakukan analisis statistik.

1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan

Cita rasa makanan mencakup aspek utama yaitu penampilan makanan

sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut

sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan

makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan

oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat,

penciuman serta perasa atau pengecap. Walaupun demikian faktor utama yang

akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan

cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali

dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen. Rasa

(22)

Rasa dipengaruhi oleh beberrapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi

dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

2. Konsistensi atau Tekstur Makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut

menentukan cita rasa makanan karena sesitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh

konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan

memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan

yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh

upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi

akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera

terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu.

3. Rasa dan Aroma Makanan

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa

makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan

yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu

membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya

rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan

indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat

kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera.

(23)

menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga

terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.8 Uji Organoleptik

Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses

penginderaan. Penginderaan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu

kesadaran atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya

rangsangan yang diterima alat indera yang berasal dari benda tersebut.

Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu

dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang

penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Pada beberapa

hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitive.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan,

penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran (Susiwi, 2009).

Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian

di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai

metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Pada hal ini prosedur

penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun

dalam melakukan analisa data.

Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam

penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai

instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas

menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut

(24)

Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan

atau sebaliknya ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala

hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak

tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala

hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti.

2.9 Panelis

Menurut Susiwi (2009) untuk penelitian mutu atau analisa sifat-sifat

sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah

satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda

berdasarkan kesan subyektif. Jadi penilaian makanan secara panel adalah

berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu

yang harus dituruti.

Penilitain organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan

panel-panel ini dapat berbeda bergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel-panel yang biasa

digunakan, yaitu :

1. Panel Perseorangan

Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan

spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang

sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara

pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa

organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah

(25)

biasanya digunakan untuk mendeteksi perjuangan yang tidak terlalu banyak dan

mengenali penyebabnya.

2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi

sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor

faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan

pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlaitih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup

baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan

latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau

spesifik.

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk

mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan

terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat

menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih

berdasarkan jenis suku-suku bsngsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak

terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana

(26)

tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria

sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 orang hingga 100 orang yang tergantung

pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum

dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

2.10 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian ini adalah bagaimana selai lembaran dengan

bahan dasar dari jambu biji merah dapat mempengaruhi daya terima yang meliputi

warna, aroma, tekstur, dan rasa. Kemudian selai lembaran dari jambu biji merah

di uji berdasarkan nilai gizinya.

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Selai lembaran dari

jambu biji merah

Nilai gizi selai lembaran dari jambu biji merah Daya terima selai lembaran dari jambu biji merah (warna,

Gambar

Gambar 2.1  Jambu biji (Psidium guajava L.).          (Sumber : Parimin, 2007)
Tabel 2.1 Kandungan Energi Dan Gizi dari Jambu Biji Merah
Tabel 2.2  Standar Mutu Agar-Agar Menurut Food Chemical Codex
Tabel 2.4 Kriteria Mutu Selai Buah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Refleksi Pada akhir pengajaran;.. ______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi

Pemberian bahan organik pada perlakuan B 5 (100% pupuk kandang ayam) dan B3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam) adalah yang tertinggi. dalam peningkatan diameter

______ murid dapat mencapai objektif yang ditetapkan dan ______ murid yang tidak mencapai objektif akan diberi bimbingan khas dalam sesi akan datang... PdP ditunda.

Karena  didorong  oleh  perasaan  kasih  sayang  yang  berlebihan,  dalam  kehidupan  sehari‐hari  orang  tua  selalu  mengusahakan  agar  anaknya  jangan 

PINDAD (Persero) Divisi Mesin Industri & Jasa (MIJAS), hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi perusahaan dan diharapkan dapat bermanfaat untuk

Ekstrak etanol daun dan umbi bakung putih ( Crinum asiaticum L.) Mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat. Ekstrak etanol daun bakung putih

Kepercayaannya semakin goyah semenjak ia mulai kenal dengan Kartini, wanita yang membuatnya jatuh hati. Hasan yang tadinya membatasi pergaulan dengan perempuan, merasa kaget

Peneliti melihat bahwa guru masih menerangkan materi pembelajaran IPS secara abstrak tanpa media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan mengaplikasi. Penelitian ini