Apakah akibatnya?
KALAU ANDA MEMANJAKAN ANAK
Seringkali kita mendengar keluhan orang tua tentang anaknya yang seharusnya sudah dewasa tapi masih saja bersikap seperti anak‐anak. Memang setiap orang tua mempunyai harapan agar anak‐anaknya kelak dapat berkembang menjadi manusia dewasa secara sempurna, artinya kedewasaannya tidak dalam arti pisik atau segi usianya saja tapi betul‐betul dewasa dalam arti jasmani, rohani maupun social. Akan tidak setiap harapan yang ideal itu dapat terwujud begitu saja apabila sering melakukan kesalahan‐kesalahan didalam proses mendidik anak menjadi manusia dewasa. Banyak orang tua yang mengalami kegagalan didalam mendidik anak‐ anaknya walaupun orangtua sudah berusaha maksimal mungkin, bahkan orangtua merasa sudah memforsir segalanya untuk kepentingan anak didalam proses menuju manusia dewasa.
Untuk menjadi manusia dewasa dalam arti jasmani, rohani, maupun social banyak sekali factor‐faktor yang mempengaruhi seperti factor bakat, factor pendidikan, factor ekonomi, factor social, factor keluarga dan lain sebagainya. Kegagalan orang tua didalam mendidik anaknya menjadi manusia dewasa dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa factor dari factor‐faktor tersebut.
A. BILAMANAKAH ORANGTUA ATAU KELUARGA DIKATAKAN “MEMANJAKAN”
ANAK?
Biasanya orang tua (ibu dan ayah) dan keluarga lainnya (nenek, kakek, kakak, pembantu rumah tangga dan lain‐lainnya) tanpa disadari telah bersikap “memanjakan” terhadap anak. Dalam kehidupan sehari‐hari “memanjakan” anak ini dapat dilihat dalam berbagai cara antara lain:
1. Melindungi anak secara berlebihan.
memberikan perawatan yang berlebihan terhadap anak; anak yang seharusnya sudah dapat makan sendiri, mandi dan berpakaian sendiri tapi masih saja ditolong orang tua.
Cara lain yang dilakukan orang tua untuk melindungi anaknya ialah orang tua terlalu membatasi tingkah laku dan gerak gerik anak misalnya anak tidak boleh bermain dengan si A atau si B, anak tidak boleh bermain terlalu jauh, anak tidak boleh belajar ditempat/dikota yang jauh dari orang tua, padahal menurut perkembangan usianya anak sudah seharusnya tidak selalu bergaul dan berada didekat orang tua saja. Dan tidak sedikit pula orang tua yang sering bersikap melindungi terhadap kesalahan‐kesalahan yang diperbuat oleh anak, setiap anak berbuat suatu kesalahan orang tua selalu menutupi dan tidak menyetujui apabila diambil tindakan. Jadi anak tidak dididik bagaimana seharusnya memperbaiki kesalahan yang telah diperbuatnya.
2. Memenuhi segala permintaan anak
Banyak orang tua yang memanjakan anaknya dengan cara ini. Segala permintaan anak tidak ada yang ditolak, apa yang diminta asal orang tua mampu menyediakan dan membelikan akan dipenuhi. Yang dijadikan ukuran oleh orang tua adalah kemampuannya atau kesanggupannya tanpa melihat segi positif dan negatifnya, tanpa melihat apa manfaat dan apa manfaatnya apabila permintaan anak itu dipenuhi. Hal ini didorong oleh perasaan kasih sayang yang berlebihan, sehingga apabila orantua sampai menolak permintaan anak, orang tua khawatir kalau anaknya mempunyai perasaan bahwa kasih sayang orang tuanya terhadapnya sudah berkurang. Cara ini juga dilakukan oleh orang tua yang senantiasa diliputi oleh berbagai kesibukan atau halangan lain yang menyebabkan orang tua tidak dapat mencurahkan dan memberikan kasih sayangnya dengan cara‐cara yang wajar, terpaksa diberikan dengan yang dapat dilakukan yaitu memenuhi segala yang diminta anak.
3. Menuruti segala kemauan anak
“Inem, saya mau pergi kerumah kenalan sebentar, si Didi saya tinggal dirumah, agar dia tidak menangis tidak cerewet turuti sajalah apa kemauannya”, begitu pesan seorang ibu kepada pembantunya. Rupanya sang ibu ini tidak mau kesulitan, tidak mau repot‐repot didalam membesarkan anaknya. Oleh karena itu dia mengambil jalan yang mudah, dituruti saja segala kemauan anaknya daripada harus pusing‐pusing mengalihkan perhatian anak dari kemauannya. Asal kemauan anak sudah dituruti segalanya akan beres, anak tidak akan menangis lagi, anak tidak akan mengganggu ibu lagi dan tidak akan mogok lagi.
Memang jalan yang diambil oleh ibu tersebut adalah jalan yang paling mudah dan praktis asalkan kita dapat berbuat sesuai dengan apa yang menjadi kemauan anak. Tetapi kita harus ingat bahwa tidak semua kemauan anak harus kita turuti, terhadap hal‐hal yang tidak prinsip boleh saja orangtua mengalah menuruti kemauan anak, apalagi kalau kemauannya itu ada hubungan erat dengan perkembangan kemauannya seperti yang terjadi pada anak trotz I yang memang harus mendapatkan penyaluran yang baik. Terhadap hal‐hal yang prinsip orang tua tidak boleh tunduk kepada kemauan anak, lebih‐lebih kalau kemauannya itu dapat merugikan orang lain atau dirinya sendiri. Jadi orang tua harus dapat berbuat bijaksana dapat mempertimbangkan dulu mana kemauan anak yang harus dituruti, mana yang harus ditolak dan mana yang perlu ditunda dulu pelaksanaannya.
4. Membiarkan anak hidup tidak teratur
hati anaknya. Demikian juga mandi dan makannya serta kegiatan‐ kegiatan lainnya akan dikerjakan pada waktu yang tidak menentu. Anak‐ anak yang dibiarkan hidup tidak teratur ini tidak mengenal ketertiban dan kerapihan, barang‐barang yang menjadi miliknya ditempatkan secara sembarang : permainannya, pakaiannya, alat‐alat sekolahnya semua acak‐ acakan. Alasan orang tua membiarkan anak hidup semaunya sendiri ini karena orang tua tidak sampai hati kalau anaknya terikat dengan peraturan, terikat dengan waktu, terikat dengan tatatertib yang semuanya itu menyebabkan anak tidak tidak bebas bertindak.
5. Membebaskan anak dari berbagai kesulitan
Karena didorong oleh perasaan kasih sayang yang berlebihan, dalam kehidupan sehari‐hari orang tua selalu mengusahakan agar anaknya jangan sampai mengalami kesulitan, segala hal yang sekiranya akan merintangi maksud dan tujuan yang akan dicapai anak oleh orang tua disingkirkan. Kesukaran‐kesukaran yang dihadapi yang seharusnya dipecahkan sendiri oleh anak diambil alih orang tua, sehingga anak tidak pernah merasakan kepahitan, segala onak dan duri telah dibersihkan orang tua dan anak tinggal memasuki jalan yang mulus didalam mencapai tujuannya. Dengan demikian anak tidak dilatih untuk menghadapi dan memecahkan kesulitannya, anak tidak diberi kesempatan untuk mencari jalan keluar bagi persoalan‐persoalan hidup yang dialaminya. Orangtua boleh saja membantu memecahkan persoalan yang dihadapi anaknya, tapi harus apakah kesulitan itu memang harus ditangani orang tua, apakah persoalan itu cukup ditangani anak sendiri atau anak itu sendiri harus diberi kesempatan untuk mencoba menyelesaikannya dan kalau sudah dicoba tidak dapat baru orang tua turun langsung menyelesaikannya menyelesaikannya. Jangan setiap kesulitan langsung diselesaikan orang tua.
6. Menjadikan anak sebagai pusat perhatian keluarga
Anak sulung, anak bungsu, atau anak tunggal biasanya memperoleh perhatian istimewa dari keluarga, jadi bukan pihak orang tua saja yang bersikap memanjakan, akan tetapi semua anggota keluarga ikut memanjakannya dengan cara menjadikan anak sebagai pusat perhatian keluarga. Anak yang dijadikan sebagai pusat perhatian biasanya selalu memperoleh kepuasan lahir dan batin tanpa berbuat sesuatu yang wajar. Mendapatkan kepuasan lahiriah artinya segala keperluan dan kebutuhan lahiriahnya mendapatkan pemenuhan yang istimewa mulai dari makannya, permainannya, pakaiannya, alat‐alat sekolahnya keuangannya, hobbynya, semuanya terpenuhi dan diperoleh anak tanpa ada kesulitan, sebab keluarga bersikap seakan‐akan semua yang ada memang disediakan untuk si bungsu atau si tunggal. Mendapatkan kepuasan batiniah artinya segala tingkah laku dan prestasi yang dicapai anak tidak begitu berarti. Yang penting bagaimana sikap keluarga terhadap anak agar anak selalu dalam keadaan senang dan puas memperoleh perhatian dan pujian dari keluarga.
B. APAKAH AKIBAT DARI SIKAP ‘MEMANJAKAN’ ANAK TERSEBUT?
Oleh karena sikap “memanjakan” anak itu termasuk salah satu tindakan yang salah didalam pendidikan, maka tentu saja banyak menimbulkan atau mengakibatkan sifat‐sifat negative terhadap anak. Sifat‐sifat negative itu sangat merugikan anak didalam proses perkembangannya menuju manusia dewasa. Sifat‐sifat negative itu diantaranya :
1. Anak menjadi keras kepala
akan berusaha untuk mempertahankan dengan jalan memberikan ancaman, melakukan pemogokan dan lain sebagainya. Sebaliknya anak keras kepala ini sulit untuk berbuat menurut kemauan dan kebutuhan orang lain, dia hanya dapat berbuat menurut kehendaknya sendiri karena waktu kecilnya dia tidak pernah berbuat atas kehendak dan perintah orang lain, sehingga besarpun orang lain harus tunduk kepada kemauan atau perintahnya.
2. Anak menjadi egoistis
Anak egosentris adalah anak yang menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian. Segala sesuatu yang ada hubungannya dengan dirinya dan kepentingannya dianggapnya penting, sebaliknya kalau menghadapi hal‐ hal yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya atau kebutuhannya dianggapnya hal itu tidak penting. Anak egosentris ini cenderung membesarkna dirinya dan meremehkan orang lain, dia menganggap bahwa orang lain harus berbuat jasa sebanyak mungkin kepada dirinya dan dia sendiri tidak perlu berbuat jasa kepada orang lain, dia lebih tahu tentang haknya daripada kewajibannya. Hal ini tidak lain disebabkan karena sejak kecil sudah terbiasa menjadi pihak penerima dan tidak pernah member, dia adalah raja kecil dirumahnya sehingga besarpun ingin bertindak sebagai raja terhadap orang lain, suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Hal ini hanya dapat terjadi dilingkungan keluarganya.
3. Anak tidak mempunyai inisiatif
dirinya sendiri. Lebih‐lebih dalam menghadapi masyarakat sekitar dia akan banyak mengalami kesulitan karena masyarakat tidak akan memberikan pertolongan sebagaimana yang biasa diperoleh dari orang tua atau keluarganya.
4. Anak ingin menjadi ‘orang top’ tanpa berkarya
Sikap keluarga yang memanjakan anak dengan cara menjadikan anak sebagai pusat perhatian keluarga, besar pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak. Dengan sikap keluarga tersebut anak tidak pernah bersusah payah dan tanpa menunjukkan partisipasiny dia memperoleh tempat dan pujian yang memuaskan dilingkungan keluarganya, dimana anak senantiasa berada ditempat teratas atau nomer satu. Maka setelah anak mencapai usia dimana dia harus bergaul dengan masyarakat dia mempunyai anggapan dan harapan bahwa orang lainpun akan memberikan “keistimewaan” kepadanya, dengan menjadikan dan menempatkan dia sebagai “orang nomer satu” walaupun dia tidak berbuat sesuatu yang berarti, dikiranya segalanya dapat datang dan terjadi dengan sendirinya seperti yang terjadi dilingkungan keluarganya. Anak yang dimanjakan dengan menjadikan dia sebagai pusat perhatian keluarga akan senantiasa berusaha untuk menarik perhatian orang‐orang disekitarnya dengan berbagai cara baik dilingkungan sekolah, dalam kelompok bermain, maupun dalam kelompok social lainnya. Disinilah anak akan mengalami kesulitan didalam pergaulan.
5. Anak mempunyai perasaan cemburu terhadap kelebihan yang ada pada
orang lain.
lain tidak mempunyi hak untuk memiliki kelebihan tersebut, tidak mempunyai hak untuk memperoleh perhatian atau pujian walau orang itu mempunyai prestasi nyata yang dapat dibanggakan.
Sebagai akibat dari sifat‐sifat negative tersebut (1,2,3,4 dan 5) maka tidaklah mengherankan kalau ANAK TIDAK CEPAT MENJADI DEWASA. Akan tetapi perlu dicatat bahwa tidak semua anak yang dimanjakan mempunyai sifat‐sifat negative seperti tersebut diatas tergantung bagaimana cara orang tua memanjakan anaknya, sebab cara memanjakan anak itu berbeda‐beda pada tiap keluarga. Perbedaan ini juga dipengaruhi oleh kedudukan anak didalam keluarga misalnya: anak sulung, anak tunggal, anak bungsu, anak laki‐laki tunggal yang saudara‐saudaranya perempuan, anak perempuan tunggal yang saudara‐saudranya laki‐laki, anak yang hidup yang sebelumnya saudara‐saudaranya meninggal, anak yang dalam waktu yang waktu lama tidak mempunyai adik, yang kesemuanya ini mempunyai kecenderungan untuk ‘dimanjakan’ orang tua atau keluarga.