• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Umum

Dalam pembuatan animasi dokumenter ini, penulis mencari data-data yang diperlukan dari tinjauan pustaka (buku dan internet), serta melakukan wawancara dengan salah satu sejarawan dari komunitas bambu dan dosen teknik kimia dari Institut Teknologi Indonesia.

2.1.1 Literatur

Data yang didapat dalam film animasi dokumenter ini berdasarkan data dari buku-buku yang memuat tentang hal yang berhubungan dengan sejarah candu. Buku tersebut antara lain adalah :

2.1.1.1 Referensi Buku “Candu Tempo Doeloe”

Buku “Candu Tempoe Doeloe : Pemerintah,Pengedar dan Pecandu 1860-1910”. Yang ditulis oleh James. R Rush pada tahun 2012 ini berisikan tentang data sejarah bagaimana candu beredar hingga menjadi suatu komoditi penting di pulau jawa pada masa itu.

2.1.1.2 Referensi Buku “Pekerdja Di Djawa Tempoe Doeloe”

Buku hasil tulisan dari Olivier Johannes Raap ini berisikan foto-foto yang dimuat dalam bentuk kartu pos, gambar gambar inilah yang menunjukan bagaimana situasi dan kondisi dari para pekerja di jawa pada zaman kolonial belanda.

2.1.1.3 Referensi Buku “Opium To Java”

Buku “Opium To java “ oleh James. R Rush pada tahun 2000 ini berisikan tentang seluk beluk perbandaran candu yang didominasi oleh para elit cina di pertengahan abad 19.

(2)

2.1.1.4 Referensi Artikel “ serbasejarah.wordpress.com”

Situs yang berjudul “Ketika Jawa Dilamun Candu” berisikan informasi tentang para pemakai candu di kalangan bawah. Dimana diceritakan tentang cara yang digunakan para masyarakat jawa yang miskin menggunakan candu dalam jumlah sedikit namun terus menerus.

2.1.1.5 Referensi Artikel “www.tembi.net

Situs ini berjudul “Melacak Lika-Liku Perdagangan Opium di Jawa pada Abad 19. Buku ini berisikan informasi sejarah tentang para pedagang candu pada abad 19, artikel ini mengacu pada buku Opium To java oleh James. R Rush yang diterbitkan pada tahun 2000.

2.1.2 Data Sejarah

2.1.2.1 Opium atau Candu

Opium atau yang kita kenal dengan Candu yang berasal dari bunga Poppy (Papaver Somniferum). Pada dosis rendah opium berfungsi sebagai obat penghilang rasa sakit yang sangat efektif, dan pada dosis tinggi opium dapat menghasilkan euforia, rasa mual, mengantuk, rasa yang kabur dan rasa damai. Setelah timbul rasa kecanduan, zat ini sangat sulit untuk menjauh dan mampu merusak hidup sepenuhnya. Dampak kecanduan pada opium dapat sampai pada tingkat berbahaya yang dapat menyebabkan masalah pernapasan, gagal jantung, stroke , dan bahkan kematian.

Namun masyarakat Jawa pada saat itu menganggap opium sebagai obat-obatan biasa, bahkan dipakai pada campuran untuk meminum teh, ada juga yang mengkonsumsi candu dengan cara dimakan atau dirokok dengan menggunakan pipa (orang Jawa menyebutnya dengan Ngudud). Menurut orang-orang Jawa penggunaan candu yang berbentuk lintingan rokok dimaksudkan sebagai bagian dari pemberian sajen kepada nenek moyang.

(3)

2.1.2.2 Masuknya Bangsa Belanda (VOC) dan Candu ke Nusantara

Bangsa Belanda berhasil masuk ke Nusantara dibawah pimpinan Cornelis De Houtman, mereka mendarat di Banten yang saat itu diterima dengan baik dan diizinkan untuk berdagang. Pada tahun 1602 secara resmi terbentuklah Vereenigde Oost Indiesche Compagnie (VOC) atau Perserikatan Dagang Hindia Timur. VOC membuka kantor dagangnya yang pertama yang di kepalai oleh Francois Wittert. Tujuan dibentuknya VOC adalah sebagai berikut :

1. Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat antara sesama pedagang Belanda.

2. Untuk memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan, baik dengan sesama bangsa Eropa, maupun dengan bangsa-bangsa Asia.

3. Untuk mendapatkan monopoli perdagangan, baik impor maupun ekspor.

Opium ditengarai dibawa oleh pedagang Arab ke Nusantara. Ketika Belanda masuk opium sudah menjadi komuditas dikalangan masyarakat dan kemudian Belanda mulai melakukan impor terhadap opium mentah dalam jumlah besar. Pada saat itu candu merupakan salah satu komoditas dagang penting yang pada banyak diperebutkan oleh Inggris, Denmark dan Belanda, akan tetapi kemudian Belanda yang memenangkan monopoli perdagangannya, sedangkan pelaksananya adalah para elit China di Jawa.

2.1.3 Candu di Jawa

2.1.3.1 Sejarah Singkat Candu di Jawa

Pada saat itu Belanda memulai perdagangan candu di Jawa melalui VOC (Vereenigde Ost Indische Compagnie) pada 1677, setelah mereka berhasil mendapatkan perjanjian dengan raja Mataram ketika itu, Amangkurat II untuk memasukkan candu ke Mataram dan memonopoli perdagangan candu di seluruh negeri.

Setahun kemudian, giliran Kerajaan Cirebon yang menyepakati perjanjian serupa. Dari sinilah tonggak awal monopoli opium Belanda di Pulau Jawa dimulai. Hanya dalam tempo dua tahun, lalu lintas perdagangan opium meningkat dua kali

(4)

lipat. Rata-rata setiap tahun, 56 ton opium mentah masuk ke Jawa secara resmi. Pada awal 1800, peredaran opium semakin marak dan sudah menjamur di seluruh pesisir utara Jawa, mulai dari Batavia hingga ke Tuban, Gresik, Surabaya di Jawa Timur, bahkan Pulau Madura. Di pedalaman Jawa, opium juga sampai ke desa-desa di seantero wilayah Kerajaan Surakarta dan Yogyakarta. Di Yogyakarta saja disinyalir terdapat 372 tempat penjualan opium.

Pada masa itu dikalangan bangsawan, bahkan opium juga dipandang sebagai simbol keramah-tamahan dalam kehidupan bermasyarakat. Di pesta-pesta kalangan atas, sering ditemui jika para tamu pria disuguhi opium. Permukiman Cina, yang semula hanya terpusat di sepanjang pesisir utara, pada pertengahan abad ke-19 mulai menyebar ke kota-kota pedalaman Jawa. Dari kawasan ini berkembanglah lahan subur bagi para Bandar opium. Pasar opium yang paling besar terletak di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Wilayah Keresidenan Kediri dan Madiun selalu menghasilkan pajak opium tertinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. Sejak awal abad ke-19 hingga awal abad ke-20, kawasan itu juga mencatat rekor jumlah pengguna opium di pulau Jawa. Peringkat kedua diduduki oleh wilayah pesisir, yaitu Semarang, Rembang, hingga Surabaya. Lalu kawasan pedalaman Yogyakarta, dan wilayah Keresidenan Kedu. Kemudian disusul wilayah Batavia, hingga pantai utara bagian timur, Tuban, Besuki, Pasuruan, Probolinggo, Madura, juga pedalaman Ponorogo.

Diperkirakan, satu dari 20 lelaki Jawa mengisap opium hanya sebagai kenikmatan sesaat, tak sampai terjerat menjadi pecandu. Kedudukan opium pada masa itu mirip dengan posisi rokok pada masa kini, dan sering kali dijumpai bahkan pada desa-desa ada pondok untuk menghisap candu. Dalam perayaan panen pun sering dirayakan dengan menghisap candu. Banyak orang di Jawa yang jatuh dalam adiksi opium. Pada abad 18, raja Surakarta yaitu Pakubuwono II bertekad melarang semua keturunannya menghisap opium.

Di masa-masa awal maraknya opium, Masyarakat tanah Banten menyatakan kebenciannya terhadap opium dengan membuat larangan resmi. Sepanjang abad ke-19, kawasan ini dinyatakan bebas opium. Pemerintah kolonial Belanda melarang bandar opium Cina masuk beroperasi di wilayah Keresidenan Priangan dan Banten.

(5)

Barulah pada awal abad ke-20, opium resmi masuk Priangan dan Banten, setelah pemerintah kolonial Belanda mencabut hak monopoli peredaran dari para pedagang Cina. Sebagai gantinya, sejak saat itu Belanda mengizinkan agen opium pemerintah beroperasi secara resmi di kedua wilayah keresidenan itu. Jawa Barat pun, akhirnya, tak bisa lepas dari rayuan opium.

Di kalangan masyarakat Cina pada masa itu, mengisap opium malah bisa dikatakan sudah menjadi semacam ”kebudayaan”. Baik untuk kalangan yang tinggal di kota besar, maupun di kota kecil dan pedesaan. Para hartawan Cina menikmati opium di rumah mereka, atau di klub-klub opium yang bersifat eksklusif. Sedangkan Cina miskin mengisap opium di pondok-pondok opium umum, bersama penduduk setempat.

2.1.3.2. Sistem Perdagangan Candu

Pada masa-masa awal ketika VOC memegang monopoli ini sistem yang digunakan adalah Amfioen Societeit yaitu sebuah badan perantara yang melakukan penjualan candu di wilayah Indonesia dari tangan VOC. Namun system ini dianggap tidak menghasilkan keuntungan seperti yang diharapkan dan munculnya perdagangan gelap, sistem itupun dibubarkan dan diganti dengan Amfioen Directie.

Setelah bubarnya VOC pemerintah kolonial Belanda mengganti sistem monopoli candu dengan sitem pemborongan atau dikenal dengan Pachtstelsel. Sistem pemborongan ini disebut Opiumpacht dan dijalankan selama abad ke-19. Para pemborong atau yang disebut pachter banyak melakukan tindakan korupsi dan terlibat dalam perdagangan gelap. Mereka juga melakukan pemerasan terhadap rakyat yang berhutang candu, yang membuat rakyat menjadi miskin. Sistem Opiumpacht dinilai sangat merugikan dan ditentang oleh banyak orang terutama oleh Anti Opium Bond pada tahun 1890.

Pada akhir abad 19 sistem penjualan candu yang baru, Opium Regie dicetuskan. Ini merupakan monopoli penjualan candu oleh pemerintah secara keseluruhan mulai dari impor hingga candu sampai ke tangan pembeli. Sistem Opium Regie ini mengadopsi dari sistem yang dijalankan oleh Perancis di Indo China. Opium Regie mulai diberlakukan pada tahun 1894 di Madura dan pulau Jawa.

(6)

Pemerintah kolonial Belanda juga melarang penanaman opium di seluruh Hindia Belanda, opium akan diimpor dan diolah dipabrik yang didirikan di Batavia. Sistem Opium Regie mengharuskan penjual yang disebut Mantri Candu, mencantumkan papan nama disetiap bangunan yang menjual candu dengan nama “Kantor Penjualan”. Biasanya loket penjualan ini berada di tempat-tempat seperti pasar, perkebunan, dan pelabuhan. Loket candu ini buka pada siang hari jam 10 - 12 malam, pada hari Minggu dan hari-hari besar hari ulang tahun Kerajaan Belanda loket penjualan candu ditutup. Para pembeli candu diijinkan untuk memakai candu di warung-warung candu (Bambon Peteng) yang telah ditunjuk oleh dinas Opium Regie.

Pemerintah Kolonial Belanda juga mengatur daerah penjualan dengan penggolongan jenis konsumen, mereka terbagi menjadi tiga bagian,yaitu orang-orang Eropa, China, dan Pribumi. Pemerintah saat itu juga melarang beberapa golongan untuk mengkonsumsi candu, diantaranya anggota militer, pegawai pemerintahan, dan orang-orang dibawah 20 tahun. Daerah yang terbuka untuk perdagangan candu yaitu Batavia, Meester Cornelis, Semarang dan Surabaya. Untuk membeli candu di daerah ini tidak harus memiliki lisensi khusus. Pada daerah lisensi pembeli harus mendapatkan ijin untuk membeli candu dan menggunakannya. Di Jawa sebagian besar adalah daerah berlisensi sehingga masyarakat yang mengkonsumsi candu harus mengajukan surat permohonan kepada kontrolir. Pemohon ijin penggunaan candu harus mencantumkan penghasilan mereka untuk ditentukan oleh petugas berapa candu yang boleh dikonsumsi dalam sehari.

Pada awal abad ke-20 pendapatan dari penjualan opium regie ini telah menyumbang 15% dari total pendapatan pemerintah Kolonial Belanda, yaitu hampir f. 30 Juta, ini melebihi jumlah pendapatan dari ekspor perkebunan kina. Hal ini sangat membantu pemerintah kolonial dalam masa resesi ekonomi. Ketika hasil ekspor perkebunan turun 50-60% penjualan opium hanya turun 14% sehingga pemerintah kolonial Belanda banyak tertolong dari politik perdagangan candu ini.

2.1.3.3. Bandar Opium Terakhir

Pada 1850, marak terjadi penyeleundupan opium. Di Jawa bahkan terdapat sekitar 3.000 toko opium gelap. Bahkan, pondok opium gelap pun bertebaran di

(7)

desa-desa. Hal ini menyebabkan kebangkrutan pada Bandar-bandar opium, yang sebagian besar orang Tionghoa.

Ketika sebagian besar Bandar mengalami kebangkrutan, Oei Tiong Ham muncul sebagai salah satu Bandar candu terbesar pada tahun 1880-an. Oei membeli lima bandar opium dan menguasai perdagangan opium di Semarang, Solo, Yogyakarta, Rembang, dan Surabaya. Dari bisnis opium ini, Oei Tiong Ham berhasil mengeruk keuntungan sekitar 18 juta gulden. Ia mendominasi kebandaran opium Jawa Tengah dan Jawa Timur, hingga kebandaran opium yang dipegang orang-orang Cina dibubarkan pemerintah kolonial, pada 1902.

2.1.4 Target Audiens

Target audiens dari animasi dokumenter ini adalah masyarakat pada usia 17-22 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, di daerah kota-kota besar. Dengan pendidikan SMA sampai Sarjana dan memiliki ketertarikan pada sejarah.

2.1.5 Analisa Kasus 2.1.5.1 Faktor Pendukung

1. Tema yang diangkat dapat menjadi referensi sejarah bagaimana narkotika sudah beredar dimasyarakat kita sejak dulu.

2. Tema yang diangkat dapat mengingatkan kembali tentang bagaimana penjajahan tidak hanya melalui perang fisik tetapi juga melalui psikologis berupa candu yang merusak moral masyarakat pada kala itu.

3. Penggunaan teknik animasi dapat merekonstruksi ulang kejadian sejarah yang sulit direka ulang secara nyata, dan menarik minat audiens.

2.1.5.2 Faktor Penghambat

1. Adanya masyarakat yang kurang tertarik akan sejarah.

(8)

2.1.5.3 Data Pembanding

Dalam data pembanding disini penulis akan membandingkan dengan video yang berjudul OPIUM : BBC Documentary Series, A Complete history. Oleh tim BBC Scotland berdurasi 57.32. video ini dikemas dalam bentuk adegan live shoot dan animasi 2D dengan narasi didalamnya. Didalam video tersebut menjelaskan bahwa opium sudah terkenal akan kandungan morfinnya yang berkhasiat untuk menghilangkan rasa sakit sejak masa kerajaan Mesopotamia 400th sebelum masehi. Disini juga dijelaskan cara mengkonsumsi opium dengan banyak ragam berbeda pada setiap daerah. Pada masa sekarang penggunaan opium oleh bidang medis sangat membantu dalam proses pembiusan pasien yang akan menjalani pembedahan besar.

2.1.5.4 Analisa & Penetapan

Berdasarkan data-data yang penulis miliki dari buku-buku sejarah masuknya candu ke Jawa, dimulai dari pertama kali pihak kolonial belanda membuat perjanjian dagang dan di legal kannya opium/candu pertama kali di mataram. Awalnya opium hanya digunakan untuk urusan perdagangan tapi kemudian opium menjadi salah satu komoditi terpenting bagi pihak kolonial dan pihak kerajaan karena besarnya pajak yang dihasilkan. Dari tahun 1860-1910 terjadi 4 kali revisi system perdagangan candu, pada abad 19 pihak belanda merasakan dampak buruk opium, yang dikarenakan banyaknya penjual candu gelap yang beredar di jawa maka belanda membuat tim pemburu candu untuk langkah awal penghapusan candu di jawa. Charles Temechelen adalah keturunan Eurasia yang menjadi salah satu pemimpin di dalam perburuan ini, ia mempelajari segala bentuk penyelundupan yang dilakukan oleh para penyelundup candu. Tim ini difokuskan untuk menangkap para pengedar candu gelap. Hingga akhirnya belanda menghapuskan sendiri sistem perdagangan dan monopoli candu yang lambat laun dinilai dapat mendatangkan efek buruk pada setiap penggunanya. maka akan dibuat film animasi dokumenter tentang perdagangan dan peredaran candu di pulau Jawa.

(9)

Gambar 2.1 Bunga poppy

Gambar 2.2 Para pemakai opium

Gambar 2.3 Keluarga Mantri Candu

(10)

Gambar 2.5 Pipa opium bambu

2.2 Tinjauan Khusus

2.2.1 Teori Film Dokumenter

Menurut Robert Grierson, definisi atau kriteria film dokumenter adalah sebagai pengolahan kreatif atas aktualitas ( creative treatment of actuality ). Ada sejumlah definisi mengenai film dokumenter, namun yang terpenting dari istilah dokumenter adalah untuk membedakan dengan film cerita fiksi dan berita atau reportase.

Dalam film dokumenter terdapat empat kriteria yang membedakannya dari jenis film lain yaitu :

1. Adegan dalam film dokumenter menggambarkan rekaman kejadian aslinya, tanpa interpretasi imajinatif, atau adegan yang direkayasa.

2. Yang dituturkan dalam film dokumenter berdasarkan peristiwa nyata (realita) 3. Sutradara melakukan riset/observasi pada suatu peristiwa nyata lalu

melakukan pengambilan gambar apa adanya sesuai kejadian. 4. Pada film dokumenter lebih fokus pada isi dan pemaparannya.

2.2.2 Teori Animasi Dokumenter

Animasi dokumenter adalah sebuah film yang menggabungkan antara animasi dengan dokumenter. Di mana dokumenter yang berasal dari kisah nyata dan diceritakan kembali dengan gaya campuran animasi.

David Borderwell menuliskan dalam bukunya yang berjudul Film Art : An Introduction film di bedakan dalam beberapa tipe yakni film fiksi,film dokumenter dan film animasi. Ia menyederhanakan tipe-tipe tersebut yang merupakan kategori film yang berkembang di seluruh dunia

(11)

Steve Blandford, Barry Keith Grant dan Jim Hillier : Pembuatan film yang subyeknya adalah masyarakat, peristiwa atau suatu situasi yang benar-benar terjadi di dunia realita dan di luar dunia sinema.

2.2.3 Gaya Bertutur Dalam Dokumenter

Terdapat banyak sekali gaya bertutur yang digunakan dalam penceritaan film dokumenter, disini penulis akan menggunakan beberapa, diantaranya adalah :

1. Sejarah, digunakan dalam menampilkan fakta sejarah sesuai dengan waktu terjadinya, lokasi peristiwa, dan tokoh yang terlibat.

2. Docudrama, rekonstruksi dari sebuah cerita peristiwa atau potret kejadian yang di presentasikan dengan kreatif, gaya ini bersifat komersial.

3. Nostalgia, yaitu mengangkat suatu kilas balik sejarah yang pernah terjadi. Dalam film dokumenter Perdagangan candu di jawa ini penulis akan menampilkan kilas balik sejarah berupa fakta dari sebuah kejadian, lokasi, tokoh yang terlibat, dan direkonstruksi ulang menggunakan teknik animasi.

2.2.4 Cara Umum Struktur Penuturan

Pada proyek animasi dokumenter ini penulis memilih untuk menggunakan struktur penuturan kronologis. Maksud dari kronologis tersebut adalah dimana peristiwa dituturkan sesuai dengan urutan waktu terjadinya dari awal hingga akhir. Dengan struktur ini, waktu menentukan konstruksi atau alur kisah disesuaikan dengan perjalanan waktu.

Disini penulis membuat timeline animasi dokumenter Perdagangan Candu Di jawa ini mengikuti dan sesuai dengan data sejarah yang ada. Dimulai dari latar belakang masuknya candu (opium) ke tanah jawa, sampai dengan dibubarkannya bandar candu yang terakhir.

2.2.5 Prinsip – Prinsip Komposisi

Menurut Jon Krasner ada beberapa prinsip motion graphic, dan berikut adalah komposisi yang sekiranya akan penulis aplikasikan di dalam film dokumenter ini. Antara lain adalah :

1. Unity : sebuah prinsip yang menentukan koherensi dari segala elemen, sebuah benang merah yang menyatukan semua bagian sehingga mendukung gagasan utama.

(12)

2. Field and Ground : pembagian ruang di dalam sebuah komposisi. Hal ini menentukan bagian mana yang merupakan bidang depan (foreground) dan yang mana merupakan latar (background).

3. Positive and Negative Space : penentuan bagian mana dalam komposisi yang merupakan “isi” (positive) dan bagian mana yang merupakan area kosong (negative). Prinsip ini akan menentukan keseimbangan dan komposisi baik dari segi estetis maupun dari segi psikologis.

4. Size and scale : patokan ukuran dari elemen komposisi. Size merupakan format dimana sebuah elemen ditempatkan dan Scale merupakan hubungan relative yang mempengaruhi tiap elemen

5. Edge : merupakan batasan dari sebuah komposisi, dimana keempat batasan layar bisa menjadi titik masuk dan keluarnya elemen desain. Edge merupakan bagian penting yang menentukan batasan pergerakan dan peletakan elemen-elemen.

6. Direction : prinsip yang mengatur pergerakan mata audiens terhadap sebuah komposisi, terutama tujuan dari sebuah komposisi dengan cara menentukan arah gerak, menghubungkan dan memisahkan elemen-elemen penting.

7. Visual contrast : prinsip yang memasukan varisasi ke dalam komposisi, baik untuk memperjelas sebuah informasi, memperkuat makna, maupun memperkuat pesan yang disampaikan. Visual contrast juga dapat berupa kontras dalam ukuran, warna, orientasi dan lain-lain. Perbedaan dalam ukuran akan menentukan elemen mana yang lebih dominan dan yang di dominasi. Perbedaan dalam warna akan menunjukan elemen mana yang lebih diutamakan. Hal ini berlaku pula untuk visual contrast lainnya.

8. Hierarchy : sebuah prinsip yang mengorganisasikan informasi yang kompleks agar perhatian audiens dapat ter arahkan pada informasi yang seharusnya pada saat yang bersamaan secara visual.

9. Repetition and Variety : pengulangan dan keragaman, dimana repetition menunjukan pengulangan elemen-elemen visual. Sedangkan variety adalah keragaman elemen-elemen visual di dalam pengulangan tersebut yang dapat mencegah kebosanan dan kesan monoton.

(13)

2.2.6 Teori Warna

Menurut Anne Damaira dalam bukunya yang berjudul “Color Basic” menyatakan bahwa color is a visual sensation that involve three elements : a light, an object, a viewer. Yang dalam bahasa indonesia berarti warna merupakan fenomena yang terbentuk dari cahaya,objek dan observer seperti mata.

Warna terbagi atas 3 bagian yaitu :

1. Warna Primer terdiri dari 3 warna dasar merah, kuning, biru

2. Warna Sekunder adalah warna sekunder di mana warna tersebut adalah hasil dari pencampuran warna primer. Contoh oranye yang berasal dari

pencampuran merah dan kuning, ungu yang bersal dari pencampuran merah dan biru, hijau hijau berasal dari biru dan kuning

3. Warna Tersier warna tersier di hasilkan dari hasil pencampuran warna primer dan warna sekunder di mana warna – warna tersier terlihat lebih unik dari warna yang lain. Seperti misalnya warna hijau toska yang di hasilkan dari biru dan hijau.

2.2.7 Prinsip Animasi

Ada beberapa macam teori dan pendapat tentang bagaimana seharusnya animasi itu dibuat, tetapi setidaknya ada 12 prinsip yang harus dipenuhi untuk membuat sebuah animasi yang “hidup”. Ke 12 prinsip ini meliputi dasar-dasar gerak, pengaturan waktu, peng-kayaan visual, sekaligus teknis pembuatan sebuah animasi.

Berikut ini merupakan prinsip-prnsip yang sekiranya akan penulis gunakan pada proyek kali ini :

1. Timing & Spacing : timing adalah tentang menentukan waktu kapan sebuah gerakan harus dilakukan, sementara spacing adalah tentang menentukan percepatan atau perlambatan dari bermacam-macam jenis gerak.

2. Anticipation : gerakan awalan/persiapan, disebut juga sebagai gerakan ancang-ancang.

3. Slow in & Slow out : berkaitan dengan akselarasi dan deselarasi gerak. Setiap benda memiliki percepatan dan perlambatan yang berbeda.

4. Arcs : pergerakan tubuh pada karakter/objek bergerak mengikuti alur/pola agar terlihat lebih natural.

5. Staging : meliputi environment 3D yang akan dipakai untuk mendukung animasi.

(14)

6. Appeal : menentukan gaya visual yang dipakai dalam animasi.

7. Straight Ahead & Pose to Pose : disini penulis akan membuat animasi dengan teknik pose to pose, yaitu meng-animate gerakan pada frame tertentu kemudian dilanjutkan dengan memperhalus animasi pada interval antar frame.

2.2.8 Teori Sinematografi

Menurut Peter Jarvis cinematography di artikan the craft of making picture, artinya dalam sinematografi kita mempelajari bagaimana cara membuat gambar bergerak. Dengan kata lain unsur visual merupakan hal yang penting dalam sinematografi. Ada beberapa teknik yang sering digunakan dalam editing sebuah film, dan yang akan penulis gunakan di film dokumenter ini diantaranya :

1. Cut : digunakan saat pergantian adegan satu ke adegan lainnya.

2. Dissolve : perpindahan gambar secara tumpang tindih dari akhir adegan pertama dengan awal adegan kedua.

3. Fade In/Fade Out : transisi suatu adegan ke adegan yang lain dengan cara perlahan-lahan gambar berubah menjadi gelap lalu perlahan muncul gambar selanjutnya. Digunakan untuk menunjukan pergantian selang waktu yang cukup lama pada cerita.

2.2.9 Metode Pipeline Animasi Dokumenter 2.2.9.1Pra Produksi

1. Brainstorming and Mind Mapping

Melakukan pencarian ide yang diangkat dalam film dokumenter berdasarkan masalah-masalah yang sedang terjadi di sekitar penulis, yang sifatnya nyata dan bukan imajinatif, dalam tahap ini juga termasuk memikirkan strategi kreatif yang akan diterapkan dalam film.

2. Riset

Pengumpulan data dan informasi melalui media-media yang ada serta menggunakan metode penelitian yang sah, guna mendukung dan mengenali tema yang diangkat.

(15)

3. Treatment

Membuat arahan visual secara tertulis, yang akan membantu mengarahkan alur dan cerita dalam film animasi dokumenter yang akan dibuat.

4. Penulisan Naskah

Menciptakan naskah yang menjadi narasi cerita dalam film dokumenter. Perlu adanya kreatifitas dalam pembuatan naskah, agar dapat dicerna audiens dengan mudah dan tidak membosankan.

5. Storyboard

Penggambaran visual dari adegan-adegan yang akan digambarkan dalam film animasi dokumenter sesuai dengan treatment dan naskah yang telah dibuat.

2.2.9.2 Produksi

1. Modeling & Visual Element Production

Membuat model 3D baik karakter, elemen visual pendukung, yang akan ditampilkan dalam film animasi dokumenter.

2. Voice Over

Pengambilan suara yang akan digunakan sebagai narasi dalam film dokumenter, untuk memberikan informasi kepada audiens secara lisan. 3. Animating

Proses animasi dari karakter dan segala elemen visualnya agar membentuk cerita dalam film ini.

2.2.9.3 Pasca Produksi

1. Compositing & Editing

Menggabungkan hasil render dan elemen-elemen 2D maupun 3D sehingga menghasilkan sebuah film animasi dokumenter secara utuh. 2. Visual effect

Menambahkan efek visual untuk memperindah dan mencapai hasil yang maksimal.

(16)

3. Sound Editing

Penambahan suara narasi, suara latar (Background music), sound effect yang akan memberikan alur mood dalam cerita.

4. Final Rendering

Melakukan proses render / finishing dari keseluruhan komponen yang ada menjadi sebuah film utuh yang dapat dinikmati oleh audiens.

Gambar

Gambar 2.4 Pipa opium yang digunakan bangsawan
Gambar 2.5 Pipa opium bambu

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Menteri Agama Nomor 68 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Rektor dan Ketua pada Perguruan Tinggi Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah (Berita

Berdasarkan hasil olah data dalam beberapa skenario yang telah diuji, ukuran kinerja Win Trades/Loss Trades indikator MACDCSO tidak terbukti lebih baik dari indikator

Dengan kerja sama yang dijalin dengan beberapa operator pengiriman barang terkemuka, Multiplus menghadirkan konsep Pusat Pos dan Pengiriman Barang yang pertama di Indonesia

Berdasarkan hasil yang diperoleh jenis biochar sekam padi, tongkol jagung dan tempurung kelapa dengan konsentrasi biochar 6 g/kg tanah, 12 g/kg tanah, dan 18

Melalui penerapan metode pembelajaran Drill dapat meningkatkan kemampuan dan keaktifan siswa pada pembelajaran Bahasa Arab dengan materi Membaca Teks Bahasa Arab

Dari sisi fungsi intermediasi, pertumbuhan kredit tercatat sebesar 9,8% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun sebelumnya, sejalan dengan

Jakarta - Ketua Pengadilan Negeri Bandung sudah menanyakan kepada majelis yang menyidangkan kasus Walikota Bekasi nonaktif, Mochtar Mohammad mengenai putusan bebas yang

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Sudjarni, 2015 yang menyatakan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap