• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

SEMINAR TUGAS AKHIR PERIODE JANUARI 2010

KLASIFIKASI GIGI MOLAR DAN PREMOLAR PADA

DENTAL PANORAMIC RADIOGRAPH

Evan Yofiyanto – Agus Zainal Arifin – Bilqis Amaliah

Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email : e_freax@cs.its.ac.id, agus.za@its-sby.edu, bilkis@its-sby.edu

Abstraksi

Sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph bertujuan untuk menyediakan hasil yang dapat digunakan dalam automated dental identification system untuk penggidentifikasian manusia menggunakan dental panoramic radiograph. Sistem ini dikembangkan karena penggidentifikasian manusia untuk kebutuhan forensik berdasarkan gigi yang dilakukan secara tradisional sudah tidak dapat diandalkan lagi seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran gigi dan perawatan gigi.

Sistem ini bekerja dengan 4 langkah utama, yaitu radiograph segmentation untuk membagi citra antara bagian gigi dan bagian latar belakangnya. Teeth separation digunakan agar setiap gigi terpisah dari gigi lain di sekitarnya untuk mempersiapkan pengekstraksian fitur. Pengekstraksian fitur dengan metode measurement-based dari setiap gigi dilakukan untuk mendapatkan fitur area dan rasio. Selanjutnya, pengklasifikasian gigi ke dalam kelas molar dan premolar dilakukan dengan menggunakan metode K-Nearest Neighbor. Hasil output dari sistem ini adalah citra dental panoramic radiograph yang telah diberikan tanda M untuk gigi molar dan P untuk gigi premolar. Dari hasil percobaan menggunakan 10 citra yang berisi 81 gigi menunjukkan akurasi sistem yang cukup baik yaitu 74,4% pada k = 9.

Kata kunci : klasifikasian gigi, dental panoramic

radiograph, measurement-based, ilmu forensik gigi, K-Nearest Neighbor

1. Pendahuluan

Forensic radiology adalah bagian dari forensic medicine yang mempelajari tentang pengidentifikasian manusia menggunakan citra radiologi postmortem dari bagian-bagian tubuh yang berbeda termasuk kerangka, tengkorak, dan gigi. Pengidentifikasian dilakukan dengan membandingkan citra postmortem (PM) dengan rekaman antemortem (AM) dari orang yang hilang untuk menemukan rekaman yang serupa. Seorang ahli forensik membutuhkan minimum satu gigi molar pada setiap kuadran untuk dapat melakukan pengidentifikasian. Secara tradisional, identifikasi manusia berdasarkan gigi bergantung pada informasi seperti gigi yang hilang dan kinerja gigi. Saat ini, dengan kemajuan ilmu kedokteran gigi dan perawatan

gigi oleh manusia, metode-metode tersebut sudah tidak dapat diandalkan lagi. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengembangkan metode-metode baru dengan menggunakan fitur dental yang tidak terpisahkan untuk pengidentifikasian [1-2].

Baru-baru ini, perancangan dan pembuatan automated dental identification system (ADIS) untuk pengidentifikasian manusia dengan menggunakan dental radiograph telah dilakukan. ADIS (Automated Dental Identification System) adalah sebuah sistem automatisasi proses untuk pengidentifikasian PM yang telah didesain untuk mencapai hasil pengidentifikasian yang akurat dan tepat waktu dengan interfensi manusia yang minimum [3]. ADIS memanfaatkan dental radiograph yang telah didigitalkan untuk memberikan sebuah daftar pendek dari citra yang cocok untuk ahli forensik gigi. Biarpun demikian, dental radiograph yang digunakan oleh ADIS adalah citra bitewing yang sulit untuk didapatkan PM dari korban [4]. Sistem ini bermanfaat dalam kasus-kasus di mana metode biometrik lainnya untuk pembuktian, diantaranya sidik jari dan iris tidak dapat dipakai lagi seperti dalam kasus korban kebakaran. Untuk membuat sebuah sistem yang benar-benar automatis, perlu diekstraksi fitur-fitur gigi pada citra dental dari orang yang hilang dan menyimpannya dalam sebuah database. Selama penemuan kembali, fitur-fitur untuk setiap gigi pada citra dental yang diproses perlu diekstraksi dan dibandingkan dengan yang ada dalam database. Untuk menemukan citra dental dengan fitur yang sesuai pada database, pencarian dilakukan satu per satu dengan ruang pencarian sebesar jumlah citra AM yang ada pada database. Sehingga, diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengeksplorasi seluruh ruang pencarian. Jika dilakukan pembatasan pada perbandingan gigi dengan gigi yang memiliki jumlah susunan yang sama, hal ini tentu dapat mengurangi ruang pencarian dan meningkatkan kekuatan sistem. Oleh karena itu, diperlukan sebuah system yang dapat mengklasifikasikan gigi molar dan premolar.

(2)

2. Susunan Gigi

Gigi orang dewasa terdiri dari 32 gigi, 16 gigi pada setiap rahang. Terdapat dua rahang yang dibagi ke dalam empat kuadran yang sama dan setiap kuadran terdiri dari delapan gigi, yaitu dua gigi seri (incisor), satu gigi taring (cuspid), dua gigi geraham depan (premolar) , dan tiga gigi geraham belakang (molar). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, sistem penomoran menomorkan gigi permanen mulai dari 1 hingga 32. Dimulai dari gigi molar ketiga pada maxilary kanan (#1) melintasi maxilary hingga gigi molar ketiga pada maxilary kiri (#16). Kemudian, dilanjutkan dengan gigi molar ketiga pada mandibular kiri (#17) dan mengelilingi mandibular hingga gigi molar ketiga pada mandibular kanan (#32) [5].

3. Desain Sistem

Secara garis besar, terdapat tiga langkah utama yang harus dilalui yaitu preprocessing citra gigi, ekstraksi fitur, dan pengklasifikasian. Selanjutnya, tiga langkah tersebut diperdetail menjadi lima langkah yang harus dilakukan untuk mengklasifikasikan gigi. Tahap pertama adalah akuisisi citra gigi dari harddisk. Tahap kedua adalah radiograph segmentation yang terdiri dari morphological operation, image enhancement, dan thresholding. Tahap ketiga adalah teeth separation yang terdiri dari integral projection dan spline. Tahap kedua dan ketiga ini disebut sebagai tahap preprocessing citra gigi. Tahap keempat adalah ekstraksi fitur gigi terdiri dari area dan rasio sebagai inti dalam tugas akhir ini. Tahap kelima sebagai langkah terakhir adalah tahap pengklasifikasian gigi dengan metode KNN. Penjelasan lebih detail dari masing-masing proses tadi ada pada bagian subbab selanjutnya.

Gambar 2 merupakan gambar diagram blok sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph. Tiga langkah utama proses pengklasifikasian gigi yaitu preprocessing citra gigi, ekstraksi fitur gigi, dan pengklasifikasian gigi ditunjukkan dengan garis putus-putus.

4. Preprocessing Citra Gigi

4. 1. Proses radiograph segmentation

Tujuan dari proses radiograph segmentation adalah untuk memisahkan bagian gigi dari bagian latar belakangnya. Masukan dari tahap ini adalah citra original dari dental panoramic radiograph sebagaimana yang ditunjukkan Gambar 3. Langkah pertama dilakukan dengan mengganti nilai piksel dari tambalan gigi yang terlalu tinggi daripada nilai piksel gigi agar tidak mengacaukan proses binarisasi. Selanjutnya, dilakukan morphological operation dengan top-hat dan bottom-hat operator untuk

mempertajam kontras citra. Contrast-Limited Adaptive Histogram Equalization (CLAHE) digunakan untuk memperbaiki kontras dengan membagi citra menjadi bagian-bagian kecil yang disebut tile. Kontras kemudian diperbaiki pada tingkat lokal pada setiap tile.

Selanjutnya, citra dibinarisasikan untuk memisahkan bagian gigi dari bagian latar belakangnya dengan global thresholding menggunakan metode otsu thresholding. Global thresholding yang dilakukan menerapkan Persamaan 1 [6]. Setelah proses binarisasi, bagian gigi masih berkontur kasar dan terdapat obyek-obyek kecil sebagai noise. Oleh karena itu, dilakukan penghalusan kontur. Gambar 4 menunjukkan data keluaran berupa citra binary hasil radiograph segmentation yang siap digunakan untuk proses teeth separation.

>

=

T

y

x

f

if

T

y

x

f

if

y

x

g

)

,

(

0

)

,

(

1

)

,

(

(1)

4. 2. Proses teeth separation

Proses teeth separation dilakukan untuk memisahkan setiap gigi dari gigi di sekitarnya. Terdapat dua kali pemisahan untuk mendapatkan obyek gigi yang terisolasi. Pemisahan pertama adalah memisahkan rahang atas dan rahang bawah dengan menerapkan horizontal integral projection menggunakan Persamaan 2. Pemisahan kedua adalah memisahkan setiap gigi dari gigi di sekitarnya dengan menerapkan vertical integral projection menggunakan Persamaan 3. f(i,j) merupakan sebingkai citra dengan dimensi m x n. Penjumlahan dilakukan terhadap nilai level keabuan setiap piksel pada baris i dan kolom j.

(2)

(3)

Horizontal integral projection bekerja dengan menjumlahkan nilai-nilai piksel secara horizontal dari setiap kolom. Dari hasil penjumlahan tersebut diseleksi sebuah garis horizontal yang berada di sela antara rahang atas dan rahang bawah. Garis tersebut akan menjadi garis inisial dari garis pembatas. Setelah itu, sepanjang garis tersebut dipecah menjadi beberapa stripe untuk mendapatkan bentuk garis yang tepat. Koordinat dari setiap garis yang dipilih dari masing-masing stripe digambar menjadi sebuah kurva dengan spline. Noise yang berupa obyek-obyek kecil dihilangkan dan setiap titik yang dilalui kurva tersebut selanjutnya diganti nilai pikselnya menjadi 0 untuk menjadi garis pembatas antar rahang. Hasil dari proses horizontal integral projection ini adalah citra binary yang telah disertai dengan garis kurva pemisah yang

(3)

tepat antara rahang atas dan rahang bawah. Citra binary ini selanjutnya akan diproses pada vertical integral projection.

Proses yang dilakukan vertical integral projection tidak jauh beda dengan horizontal integral projection. Namun, vertical integral projection ini dilakukan dua kali untuk masing-masing rahang yang telah terpisah dari hasil horizontal integral projection. Vertical integral projection bekerja dengan menjumlahkan nilai-nilai piksel dari setiap baris. Seleksi pada vertical integral projection lebih kompleks dari pada seleksi pada horizontal integral projection. Dari hasil penjumlahan di atas diseleksi setiap garis vertikal yang menjadi kandidat garis inisial pembatas antar gigi. Garis kandidat tersebut kemudian diseleksi kembali dengan menerapkan seleksi adaptif dan memanfaatkan lebar minimum gigi (Toothwidthmin) yang telah didefinisikan dengan nilai 70 untuk mendapatkan garis inisial yang tepat. Selanjutnya, sepanjang garis tersebut dipecah menjadi beberapa stripe untuk mendapatkan bentuk garis yang tepat. Koordinat dari setiap garis yang dipilih dari masing-masing stripe digambar menjadi sebuah kurva dengan spline. Setiap titik yang dilalui kurva tersebut selanjutnya diganti nilai pikselnya menjadi 0 untuk menjadi garis pembatas antar gigi.

Integral projection menghasilkan citra binary dengan garis pembatas dari setiap gigi yang bernilai piksel 0. Untuk mempertebal garis tersebut, dilakukan erosi. Sebagai sentuhan akhir adalah penghilangan obyek-obyek kecil yang berupa lubang pada bagian gigi maupun noise di luar bagian gigi. Hasil akhir dari proses teeth separation ini adalah citra binary dengan setiap gigi yang telah terpisah dan siap untuk diekstraksi fiturnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.

5. Ekstraksi Fitur dan Pengklasifikasian Gigi

5. 1. Proses ekstraksi fitur

Setelah setiap obyek gigi terisolasi dan terpisah dari gigi lain di sekitarnya, setiap obyek gigi tersebut kemudian diekstraksi fitur-fiturnya dengan metode measurement-based [7]. Sebelum fitur yang diinginkan diekstraksi, terlebih dahulu dilakukan pelabelan terhadap setiap obyek yang telah terisolasi dan seleksi terhadap obyek untuk menghilangkan noise. Noise tersebut dapat berupa gusi yang luput dari proses radiograph segmentation karena memiliki intensitas tinggi maupun bagian kecil gigi yang terpotong karena proses teeth separation yang kurang sempurna. Seleksi dilakukan dengan pendekatan ukuran dengan asumsi luas minimum dari sebuah obyek untuk dikenali sebagai sebuah gigi adalah 6000 piksel persegi sebagaimana yang telah dijelaskan pada batasan masalah. Setiap obyek yang lolos seleksi dan dikenali sebagai obyek gigi selanjutnya diekstraksi fiturnya menggunakan fungsi region properties.

Gambar 2. Diagram blok sistem pengklasifikasian

gigi molar dan premolar

Gambar 3. Citra original sebagai data masukan

Gambar 4. Citra hasil proses radiograph

segmentation

(4)

Region properties (regionprops) adalah sebuah fungsi yang dimiliki MATLAB untuk mengukur sekumpulan properti-properti dari setiap region yang telah dilabeli dalam matriks label L. Bilangan integer positif yang merupakan elemen dari L berkorespondensi dengan region yang bersesuaian. Area, panjang major axis, dan panjang minor axis yang digunakan dalam system pengklasifikasian gigi ini merupakan sebagian dari properti yang dihasilkan fungsi regionprops. Dalam fungsi regionprops sebuah obyek direpresentasikan sebagai sebuah region dengan pendekatan bentuk elips. Gambar 6 menunjukkan sebuah region dari kumpulan piksel berwarna putih yang direpsentasikan dengan pendekatan bentuk elips. Pada Gambar 7 terlihat garis biru yang menunjukkan major axis dan minor axis serta titik putih sebagai foci dari bentuk elips tersebut [8].

Fitur yang diekstraksi terdiri dari area yang merupakan luas obyek gigi sebagai pendekatan ukuran dan rasio yang merupakan perbandingan panjang major axis dan minor axis obyek gigi sebagai pendekatan bentuk.

5. 2. Proses pengklasifikasian gigi

Pada bagian ini dijelaskan tahap akhir dari sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph yaitu tahap pengklasifikasian gigi. Metode pengklasifikasian yang digunakan adalah Nearest Neighbor (KNN). K-Nearest Neighbor (KNN) adalah suatu metode yang menggunakan algoritma supervised dimana hasil dari query instance yang baru diklasifikan berdasarkan mayoritas dari kategori pada KNN. Tujuan dari algoritma ini adalah mengklasifikasikan obyek baru bedasarkan atribut dan training sample. Classifier tidak menggunakan model apapun untuk dicocokkan dan hanya berdasarkan pada memori. Diberikan titik query, akan ditemukan sejumlah k obyek atau (titik training) yang paling dekat dengan titik query. Klasifikasi menggunakan voting terbanyak diantara hasil klasifikasi dari k obyek. Algoritma KNN menggunakan klasifikasi ketetanggaan sebagai nilai prediksi dari query instance yang baru.

Algoritma metode KNN sangatlah sederhana, bekerja berdasarkan jarak terpendek dari query instance ke training sample untuk menentukan KNN-nya. Training sample diproyeksikan ke ruang berdimensi banyak, dimana masing-masing dimensi merepresentasikan fitur dari data. Ruang ini dibagi menjadi bagian-bagian berdasarkan klasifikasi training sample. Sebuah titik pada ruang ini ditandai kelac c jika kelas c merupakan klasifikasi yang paling banyak ditemui pada k buah tetangga terdekat dari titik tersebut. Dekat atau jauhnya tetangga biasanya dihitung berdasarkan euclidean distance dengan menggunakan Persamaan 4. Dimana matriks D(a,b) adalah jarak skalar dari kedua vektor a dan b dari matriks dengan ukuran d dimensi.

(4)

Gambar 6. Representasi region dengan pendekatan

bentuk elips

Gambar 7. Major axis, minor axis, dan titik foci dari

bentuk elips

Gambar 8. Delapan titik dalam satu dimensi dan

estimasi densitas KNN dengan k = 3 dan k = 5

Gambar 9. KNN mengestimasi densitas dua dimensi

(5)

Pada fase training, algoritma ini hanya melakukan penyimpanan vektor-vektor fitur dan klasifikasi data training sample. Pada fase klasifikasi, fitur-fitur yang sama dihitung untuk testing data (yang klasifikasinya tidak diketahui). Jarak dari vektor baru yang ini terhadap seluruh vektor training sample dihitung dan sejumlah k buah yang paling dekat diambil. Titik yang baru klasifikasinya diprediksikan termasuk pada klasifikasi terbanyak dari titik-titik tersebut. Sebagai contoh, untuk mengestimasi p(x) dari n training sample dapat memusatkan pada sebuah sel disekitar x dan membiarkannya tumbuh hingga meliputi k samples. Samples tersebut adalah KNN dari x. Jika densitasnya tinggi di dekat x, maka sel akan berukuran relatif kecil yang berarti memiliki resolusi yang baik. Jika densitas rendah, sel akan tumbuh lebih besar, tetapi akan berhenti setelah memasuki wilayah yang memiliki densitas tinggi. Pada Gambar 8 dan Gambar 9 ditampilkan estimasi densitas satu dimensi dan dua dimensi dengan KNN [9].

Dalam sistem ini, KNN menggunakan nilai euclidean distance yang dihitung antara setiap obyek dari data masukan dan obyek dari database. Setelah itu, dicari obyek sejumlah k yang memiliki nilai euclidean distance terdekat. Nilai k yang digunakan adalah 9 berdasarkan dari eksperimen untuk mendapatkan tingkat akurasi maksimum. Hasil dari proses pengklasifikasian ini adalah data kelas gigi sesuai indeksnya. Kemudian citra masukan dilabeli dengan huruf M (molar) dan P (premolar) sesuai dengan data kelas gigi hasil pengklasifikasian tersebut.

6. Uji Coba dan Evaluasi

Uji coba dilakukan dengan menggunakan 10 citra gigi. Secara umum, uji coba dari setiap proses memberikan hasil yang baik. Uji coba dimulai dengan menguji proses akuisis data. Data masukan yang tersimpan pada hardisk lokal dapat dibaca dan ditampilkan pada panel input perangkat lunak. Selanjutnya, dilakukan uji coba proses radiograph segmentation. Pada proses ini, evaluasi dilakukan dengan membandingkan citra masukan dengan citra binary hasil proses radiograph segmentation. Dari hasil perbandingan secara visual, hanya 2 citra saja yang kurang bagus. Dimana terdapat obyek-obyek gigi yang overlap dan ada bagian gigi yang memiliki intensitas rendah dianggap sebagai bagian latar belakang. Hal ini disebabkan adanya tambalan gigi yang berintensitas sangat tinggi sedangkan ada bagian gigi yang berintensitas terlalu rendah mendekati intensitas latar belakang. Sehingga, proses radiograph segmentation menganggap bagian tersebut bukan sebagai bagian gigi. Adapun untuk 8 citra yang lainnya memberikan hasil yang memuaskan dengan terpisahnya bagian gigi yang berwarna putih dengan bagian latar belakang yang berwarna hitam.

Evaluasi selanjutnya dilakukan pada hasil uji coba proses teeth separation. Parameter keberhasilan proses

ini adalah terbentuknya garis pembatas antara setiap gigi dengan gigi lain di sekitarnya secara tepat. Dari 10 citra yang diuji coba, 2 citra menghasilkan garis pembatas yang kurang tepat berada pada celah antar rahang maupun celah antar gigi. Tentu saja, semua itu disebabkan sebaran intensitas yang membuat hasil dari proses radiograph segmentation kurang sempurna dan menyulitkan pencarian celah untuk dibuat garis pembatasnya pada proses teeth separation ini. Untuk citra yang lainnya, terdapat sedikit kendala untuk gigi molar yang berakar ganda. Pada beberapa kasus, celah diantara kedua akar gigi molar dianggap oleh proses ini sebagai celah antar gigi. Sebenarnya, masalah ini telah berusaha ditangani menggunakan langkah seleksi adaptif dengan memanfaatkan batasan lebar minimum gigi sebesar 70 piksel. Dan sebagian telah berhasil diatasi. Namun, untuk kasus dimana gigi molar memiliki lebar lebih dari dua kali lebar minimum gigi, seleksi adaptif tidak bisa mengatasinya. Jika lebar minimum gigi dinaikkan, masalah tersebut dapat teratasi akan tetapi sebagai risikonya gigi premolar yang memiliki lebar kurang dari lebar minimum gigi tersebut tidak terdeteksi sebagai sebuah obyek gigi. Adapun untuk kasus yang lainnya, garis pembatas dapat memisahkan gigi dengan tepat. Secara garis besar, hasil uji coba proses teeth separation ini menunjukkan metode yang digunakan dapat memisahkan antara setiap gigi dengan gigi lain di sekitarnya dengan cukup efektif.

Kemudian, evaluasi dilanjutkan pada hasil uji coba proses ekstraksi fitur gigi. Dengan menggunakan fitur area dan rasio, pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa rata-rata dari kedua fitur tersebut untuk gigi molar dan premolar memiliki interval yang cukup jauh. Untuk rata-rata fitur area, gigi molar berada pada kisaran 21012.96. Sendangkan, gigi premolar berada pada kisaran yang jauh lebih rendah yaitu hampir setengah dari rata-rata fitur area gigi molar dengan nilai 12752.12. Hal ini menunjukkan bahwa gigi molar cenderung lebih luas ukurannya dari pada gigi premolar. Begitu pula dengan fitur rasio. Fitur ini merupakan hasil perbandingan antara tinggi dan lebar gigi. Rata-rata fitur rasio untuk gigi molar berada pada kisaran 2.37. Sedangkan, gigi premolar berada pada kisaran dengan interval yang cukup tinggi pada nilai 3.18. Dengan melihat rata-rata fitur rasio dari kedua gigi ini dapat dikatakan bahwa gigi molar memiliki bentuk cenderung bulat dan premolar berbentuk cenderung lonjong. Data-data tersebut membuktikan bahwa uji coba proses ekstraksi fitur gigi telah berjalan dengan baik dan menghasilkan fitur-fitur yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan gigi molar dan premolar.

Sebagai evaluasi terakhir, hasil uji coba pengklasifikasian gigi dievaluasi dan menjadi parameter apakah sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph ini menghasilkan data keluaran sesuai dengan harapan. Selain itu, evaluasi ini juga dilakukan untuk

(6)

mendapatkan lebar minimum gigi yang optimum dan menentukan nilai k optimum untuk mendapatkan akurasi maksimum. Gambar 10 menunjukkan bahwa dari hasil uji coba didapatkan lebar minimum gigi yang optimum berada pada nilai 70. Evaluasi hasil uji coba ini dilakukan dengan membandingkan akurasinya untuk nilai 60 dan 80 menggunakan parameter k = 1. Akhirnya, didapatkan bahwa nilai 70 menghasilkan akurasi terbaik dengan nilai 58.33%. Akurasi tersebut lebih besar dibandingkan dengan akurasi untuk nilai 60 sebesar 55.21% dan 80 sebesar 57.37%.

Tabel 1. Rataan fitur area dan rasio dari gigi molar

dan premolar

Tabel 5.7. Rekapitulasi hasil uji coba proses

pengklasifikasian gigi

Gambar 10. Grafik perbandingan akurasi dari variasi

lebar minimum gigi

Gambar 11. Grafik perbandingan akurasi variasi k

Demikian pula untuk menentukan nilai k optimum. Gambar 11 memperlihatkan perbandingan akurasi dari k = 1 hingga k = 12 dengan menggunakan lebar minimum gigi sebesar 70. Dari perbandingan tersebut dievaluasi dan didapatkan pada nilai k = 9 akurasi mencapai puncak konvergensi dan menghasilkan nilai maksimum 74.44%. Konvergensi akurasi pada nilai k = 9 tergolong tinggi. Hal ini disebabkan oleh vektor fitur yang memiliki tingkat densitas rendah. Oleh karena itu, diperlukan nilai k yang cukup tinggi hingga mencapai konvergensi maksimum dan densitas yang tinggi. Nilai akurasi maksimum sebesar 74.44% tersebut didapatkan dari rata-rata nilai akurasi dengan skenario cross-validation sebagaimana ditunjukan oleh data rekapitulasi hasil uji coba proses pengklasifikasian gigi pada Tabel 2. Dari hasil evaluasi keseluruhan proses yang dijalankan pada sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph ini, dapat dikatakan bahwa metode-metode yang diterapkan pada sistem ini dapat mendukung sistem pengklasifikasian gigi sebagai bagian awal dari sistem pengidentifikasian manusia berdasarkan gigi.

7. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar pada dental panoramic radiograph yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Metode gabungan dari morphological operation, image enhancement, dan binarisasi dengan otsu thresholding cukup efektif untuk memisahkan bagian gigi dari bagian latar belakangnya

2. Metode horizontal & vertical integral projection cukup efektif untuk memisahkan setiap gigi dari gigi lain di sekitarnya

3. Pengklasifikasian gigi ke dalam kelas gigi molar (M) dan premolar (P) dengan menggunakan fitur area dan rasio menghasilkan nilai akurasi yang cukup baik yaitu 74,4% pada nilai k = 9

4. Sistem pengklasifikasian gigi ini diharapkan bermanfaat sebagai bagian awal dari ADIS dalam mengidentifikasi manusia untuk kebutuhan forensik.

Adapun Saran-saran untuk pengembangan sistem ini lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1. Percobaan dengan menggunakan metode lain pada tahap preprocessing diperlukan agar dapat dibandingkan efektivitasnya dengan metode yang saat ini telah diterapkan

2. Sistem pengklasifikasian gigi molar dan premolar ini menggunakan data masukan berupa dental panoramic radiograph yang telah didigitalkan dengan resolusi 300 dpi sehingga diperlukan perubahan terhadap beberapa nilai parameter untuk menyesuaikan dengan resolusi yang berbeda.

(7)

8. Daftar Pustaka

[1] Zhou, J.D. dan Abdel-Mottaleb, M. 2004. “Automatic Human Identification Based on Dental X-ray Images”. Proceedings of the SPIE

Conference on Defense and Security – Biometric Technology for Human Identification.

[2] Abdel-Mottaleb, M., Nomir, O., Nasser, D.E., Fahmy, G., dan Ammar, H.H. 2004. “Challenges of Developing an Automated Dental Identification System”. The 64th IEEE Midwest Symposium on Circuits and Systems. Cairo, Egypt.

[3] Ammar, H., Abdel-Mottaleb, M., dan Jain, A. 2007. “Automated Dental Identification System (ADIS)”. Philadelphia, Pennsylvania, USA.

Proceedings of the 8th Annual International Conference on Digital Government Research: Bridging Discipline & Domains, vol. 228, pp.

248-249.

[4] Samopa, F. 2009. Tooth Shape Measurement on

Dental Radiographs for Forensic Personal Identification. Disertation of Department of

Information Engineering, Graduate School of Engineering, Hiroshima University. Hiroshima, Japan.

[5] Mahoor, M.H. dan Abdel-Mottaleb, M. 2005. “Classification and Numbering of Teeth in Dental Bitewing Images”. Elsevier: Pattern Recognition

Journal, vol. 38, pp. 577-586.

[6] Gonzalez, R.C. dan Woods, R.E. 2004. Digital

Image Processing Using MATLAB. New Jersey,

USA: Pearson Prentice-Hall, Pearson Education, Inc.

[7] Tao, Y. dan Grosky, W.I. Delaunay

Triangulation for Image Object Indexing: A Novel Method for Shape Representation.

Detroit, Miami, USA. Department of Computer Science, Wayne State University.

[8] Regionprops, <URL:http://www.mathworks.com /access/helpdesk/help/toolbox/images/regionprops. html>.

[9] Duda, R.O., Hart, P.E., dan Stork, D.G. 2001.

Pattern Classification Second Edition. New

Gambar

Gambar 2. Diagram blok sistem pengklasifikasian  gigi molar dan premolar
Gambar 7. Major axis, minor axis, dan titik foci dari  bentuk elips
Tabel 1. Rataan fitur area dan rasio dari gigi molar  dan premolar

Referensi

Dokumen terkait

Symbolisen laskimen hyödyntäminen lukion pitkän matematiikan integraalilaskennan opetuksessa..

Jenis data yang digunakan adalah: 1).Data primer yaitu data yang diperoleh dari dengan survei lapangan atau hasil observasi. Data tersebut adalah data yang

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210,

Karena belakangan ini perbankan syariah menjadi salah satu pusat perhatian masyarakat muslim, sehingga masyarakat muslim perlu mengetahui mengenai penerapan etika

Dalam pasar yang seimbang investor dapat menganalisis return yang diharapkan dan risiko yang akan didapat dengan menggunakan konsep capital market line (CML) di mana konsep

Terdapat perbedaan yang bermakna antara suhu tubuh sebelum dan setelah diberikan antipiretik disertai tepid sponge pada kelompok intervensi pada menit ke 10 setelah periode

Hubungan Pengetahuan dan Perilaku Ibu Buruh Pabrik tentang Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi) dengan Status Gizi Anak Balita (Studi di Kelurahan Pagersari,

Analisis Pengelolaan Klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Dengan Pendekatan Bussiness Process Reengineering Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota