• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja - Penerapan Program Behavior Based Safety (BBS) Dan Kecelakaan Kerja Di PT Inalum Kuala Tanjung Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecelakaan Kerja 2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja - Penerapan Program Behavior Based Safety (BBS) Dan Kecelakaan Kerja Di PT Inalum Kuala Tanjung Tahun 2014"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecelakaan Kerja

2.1.1 Definisi Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak

diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian

terhadap proses. Kecelakaan kerja juga dapat didefinisikan suatu kejadian yang

tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban

manusia dan atau harta benda (Suma’mur, 2009). Dengan demikian menurut

definisi tersebut ada 3 hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu:

1. Kecelakaan merupakan peristiwa yang tidak diinginkan.

2. Kecelakaan merupakan kerugian jiwa dan kerusakan harta benda.

3. Kecelakaan biasanya terjadi akibat adanya kontak dengan sumber energi yang

melebihi ambang batas tubuh.

Menurut Frank Bird dalam Ramli (2010), kecelakaan adalah peristiwa

tidak diinginkan yang mengakibatkan kerugian fisik pada manusia atau kerusakan

pada properti. Hal ini biasanya merupakan hasil dari kontak dengan sumber energi

(kinetik, listrik, kimia, termal, dll). Menurut DuPont, rasio kecelakaan adalah: 1 :

30 : 300 : 3000 : 30.000, yang artinya untuk setiap 30.000 bahaya atau tindakan

tidak aman atau kondisi tidak aman, akan terjadi 1 kali kecelakaan fatal, 30 kali

kecelakaan berat, 300 kali kecelakaan serius dan 3000 kecelakaan ringan (Ramli,

(2)

Gambar 2.1 Rasio kecelakaan menurut DuPont

Secara umum dapat dikatakan bahwa kejadian kecelakaan disebabkan oleh

banyak faktor. Gross mengenalkan model yang disebutnya sebagai Multiple Factor Theories. Faktor-faktor yang memiliki kontribusi dalam kecelakaan, menurut Gross mencakup 4 M, yaitu: Man, Machine, Media, Management yang digambarkannya saling berinteraksi satu sama lain.

Karakteristik man atau manusia meliputi umur, gender, kemampuan, keterampilan, training yang diikuti, kekuatan motivasi, keadaan emosi, dan

lain-lain. Media meliputi lingkungan kerja misalnya suhu, kebisingan, getaran,

gedung, jalan, ruang kerja dan sebagainya. Karakteristik machine atau mesin meliputi ukuran, bobot, bentuk, sumber energi, cara keja, tipe gerakan dan bahan

mesin itu sendiri. Sedangkanmanagementadalah konteks dimana ketiga faktor itu berada dan dijalankan, hal ini bisa meliputi gaya manajemen, struktur organisasi,

komunikasi, kebijakan dan prosedur-prosedur yang dijalankan di organisasi

(3)

2.1.2 Konsep Kecelakaan Kerja

Heinrich dalam Tarwaka (2008) mengemukakan suatu teori sebab akibat

terjadinya kecelakaan yang selanjutnya dikenal dengan “Teori Domino”. Dari

lima faktor penyebab yang secara berurutan dan berdiri sejajar antara faktor satu

dengan yang lainnya. Kelima faktor tersebut adalah:

1. Domino kebiasaan.

2. Domino kesalahan.

3. Domino tindakan dan kondisi tidak aman.

4. Domino kecelakaan.

5. Domino cidera.

Selanjutnya, untuk mencegah terjadinya kecelakaan adalah cukup dengan

membuang salah satu kartu domino atau memutuskan rangkaian mata rantai

domino tersebut.

Berdasarkan teori dari Heinrich tersebut, Bird dan Germain dalam

Tarwaka (2008) memodifikasi teori domino dengan merefleksikan ke dalam

hubungan manajemen secara langsung dengan sebab akibat kerugian kecelakaan.

Model penyebab kerugian melibatkan lima faktor penyebab secara berentetan.

Kelima faktor dimaksud adalah:

a. Kurangnya Pengawasan

Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyebutkan kurangnya

pengawasan merupakan urutan pertama menuju suatu kejadian yang

(4)

empat fungsi manajemen yaitu: planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian),leading(kepemimpinan), dancontrolling(pengendalian).

Teori domino yang pertama akan jatuh karena kelemahan pengawas dan

pihak manajemen yang tidak merencanakan dan mengorganisasi pekerja

dengan benar serta tidak mengarahkan para pekerjanya untuk terampil dalam

melaksanakan pekerjaannya. Kurangnya pengendalian dapat disebabkan

karena faktor:

1) Program yang tidak memadai (Inadequate Program)

Hal ini disebabkan terlalu sedikitnya program yang diterapkan di

tempat kerja atau karena terlalu banyak kegiatan-kegiatan program.

Kegiatan program yang penting bervariasi dengan lingkup, sifat, dan jenis

perusahaan.

2) Standar program yang tidak layak (Inadequate Standard Program)

Guna mematuhi pelaksanaan kegiatan manajemen keselamatan dan

kesehatan kerja yang baik perusahaan harus membuat suatu program

keselamatan dan kesehatan kerja, menetapkan standar yang digunakan dan

melakukan pemantauan pelaksanaan program tersebut.

3) Standar yang tidak layak (Inadequate to Standard)

Faktor yang menyebabkan kurangnya standar yang diterapkan tidak

cukup spesifik dan tidak cukup jelas serta kurang tingginya standar yang

(5)

b. Penyebab Dasar

Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyebutkan penyebab dasar

adalah penyebab nyata yang di belakang atau melatarbelakangi penyebab

langsung yang mendasari terjadinya kecelakaan, terdiri dari:

1) Faktor Personal (Personal Factor) yaitu meliputi: a) Kurangnya pengetahuan.

b) Kurangnya keterampilan.

c) Kurangnya kemampuan fisik dan mental.

d) Kurangnya motivasi.

e) Stres fisik atau mental.

2) Faktor Pekerjaan (Job Factor) yaitu meliputi:

a) Kepemimpinan dan kepengawasan yang tidak memadai.

b) Engineeringkurang memadai. c) Maintenancekurang memadai. d) Alat dan peralatan kurang memadai.

e) Pembelian barang kurang memadai.

f) Standar kerja kurang memadai.

g) Aus dan retak akibat pemakaian.

h) Penyalahgunaan wewenang.

c. Penyebab Kontak (Immediate Causes)

Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyebutkan tindakan tidak

(6)

yang biasanya dapat dilihat dan dirasakan. Penyebab langsung tersebut

berupa:

1) Tindakan tidak aman (Unsafe Act)

Yaitu pelanggaran terhadap tata cara kerja yang aman sehingga dapat

menimbulkan peluang akan terjadinya kecelakaan, misalnya:

a) Mengoperasikan peralatan tanpa wewenang.

b) Mengoperasikan mesin/peralatan/kendaraan dengan kecepatan tidak

layak.

c) Berada dalam pengaruh obat-obatan terlarang dan alkohol.

d) Gagal mengikuti prosedur kerja.

e) Melepas alat pengaman.

f) Membuat alat pengaman tidak berfungsi.

g) Tidak memakai alat pelindung diri.

h) Menggunakan peralatan yang sudah rusak.

i) Posisi kerja yang salah.

j) Pengangkutan yang tidak layak.

k) Bersenda gurau di waktu kerja.

l) Kegagalan untuk memperingatkan.

Suma’mur (1993) menyebutkan dari penyelidikan-penyelidikan ternyata

faktor manusia dalam timbulnya kecelakaan sangat penting. Selalu ditemui dari

hasil-hasil penelitian, bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian atau

(7)

2) Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)

Kondisi fisik yang membahayakan dan langsung membuka terhadap

kecelakaan. Keadaan tidak aman tersebut antara lain:

a) Peralatan atau material yang rusak.

b) Pelindung atau pembatas yang tidak layak.

c) Alat pelindung diri yang kurang sesuai.

d) Sistem peringatan tanda bahaya yang kurang berfungsi.

e) Kebersihan dan tata ruang tempat kerja tidak layak.

f) Kondisi lingkungan kerja mengandung debu, gas, asap, atau uap yang

melebihi NAB (Nilai Ambang Batas).

g) Intensitas kebisingan yang melebihi NAB.

h) Paparan radiasi.

i) Temperatur ruang kerja terlalu tinggi atau rendah.

j) Penerangan yang kurang atau berlebihan.

k) Ventilasi yang kurang.

l) Bahaya kebakaran dan peledakan.

m) Tindakan yang terbatas atau berlebihan.

d. Insiden

Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyebutkan insiden terjadi

karena adanya kontak energi atau bahan-bahan berbahaya. Kecelakaan

tersebut dapat berupa:

1) Terbentur/menabrak suatu benda.

(8)

3) Jatuh ke tingkat yang lebih rendah.

4) Jatuh pada tingkat yang sama (tergelincir, tersandung, terpeleset).

5) Terjepit diantara dua benda.

6) Terjepit ke dalam alat/benda yang berputar.

7) Kontak dengan listrik, panas, dingin, radiasi, bahan beracun.

e. Kerugian

Bird dan Germain dalam Tarwaka (2008) menyebutkan akibat rentetan

faktor sebelumnya akan mengakibatkan kerugian pada manusia itu sendiri,

harta benda atau properti dan proses produksi.

2.1.3 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO, 1962) dalam Suma’mur (1993) ada beberapa klasifikasi kecelakaan akibat kerja, antara lain:

1. Klasifikasi Menurut Jenis Kecelakaan

a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh.

d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan.

f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

(9)

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya

tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk

klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi Menurut Penyebab

1) Mesin

a) Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik.

b) Mesin penyalur (transmisi).

c) Mesin-mesin untuk mengerjakan logam.

d) Mesin-mesin pengolah kayu.

e) Mesin-mesin pertanian.

f) Mesin-mesin pertambangan.

g) Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut.

2) Alat angkat dan angkut

a) Mesin angkat dan peralatannya.

b) Alat angkutan di atas rel.

c) Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api.

d) Alat angkutan udara.

e) Alat angkutan air.

f) Alat-alat angkutan lain.

3) Peralatan lain

a) Bejana bertekanan.

b) Dapur pembakar dan pemanas.

(10)

d) Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat

listrik (tangan).

e) Alat-alat listrik (tangan).

f) Alat-alat kerja dan perlengkapan kecuali alat-alat listrik.

g) Tangga.

h) Perancah.

i) Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut.

4) Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

a) Bahan peledak.

b) Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak.

c) Benda-benda melayang.

d) Radiasi.

e) Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut.

5) Lingkungan kerja

a) Di luar bangunan.

b) Di dalam bangunan.

c) Di bawah tanah.

6) Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan

tersebut

a) Hewan.

b) Penyebab lain.

7) Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak

(11)

3. Klasifikasi Menurut Sifat Luka atau Kelainan

a. Patah tulang.

b. Dislokasi/keseleo.

c. Regang otot/urat.

d. Memar dan luka dalam yang lain.

e. Amputasi.

f. Luka-luka lain.

g. Luka di permukaan.

h. Gegar dan remuk.

i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut).

k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik.

n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya.

p. Lain-lain.

4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh

a. Kepala.

b. Leher.

c. Badan.

d. Anggota atas.

(12)

f. Banyak tempat.

g. Kelainan umum.

h. Letak lain yang tidak dimasukkan dalam klasifikasi tersebut.

Klasifikasi menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung

mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat

sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga

sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut (Silalahi,

1991).

Klasifikasi kecelakaan berguna untuk menemukan sebab-sebab

kecelakaan. Upaya untuk mencari sebab kecelakaan dapat dilakukan dengan

analisa kecelakaan. Analisa kecelakaan tidak mudah, oleh karena itu penentuan

sebab-sebab kecelakaan secara tepat adalah pekerjaan sulit. Klasifikasi kecelakaan

yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan bahwa kecelakaan akibat kerja

jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan berbagai faktor (Silalahi, 1991).

2.1.4 Kerugian Kecelakaan Akibat Kerja

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian

materi bagi pekerja dan pengusaha atau perusahaan tetapi juga dapat mengganggu

proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan

berdampak pada masyarakat luas (Depkes RI, 2008).

Menurut Ramli (2010), kerugian akibat kecelakaan kerja dapat

(13)

1. Kerugian langsung

Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung

dirasakan dan membawa dampak terhadap organisasi atau perusahaan.

Kerugian langsung dapat berupa:

a. Biaya Pengobatan dan Kompensasi

Kecelakaan mengakibatkan cedera, baik cedera ringan, berat, cacat atau

menimbulkan kematian. Cidera ini akan mengakibatkan seorang pekerja

tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik sehingga mempengaruhi

produktivitas. Jika terjadi kecelakaan perusahaan harus mengeluarkan

biaya pengobatan dan tunjangan kecelakaan sesuai ketentuan yang

berlaku.

b. Kerusakan Sarana Produksi

Kerusakan langsung lainnya adalah kerusakan sarana produksi akibat

kecelakaan seperti kebakaran, peledakan, dan kerusakan.

2. Kerugian tidak langsung

Di samping kerugian langsung, kecelakaan juga menimbulkan kerugian

tak langsung antara lain:

a. Kerugian Jam Kerja

Jika terjadi kecelakaan, kegiatan pasti akan terhenti sementara untuk

membantu korban yang cidera, penanggulangan kejadian, perbaikan

kerusakan atau penyelidikan kejadian. Kerugian jam kerja yang hilang

akibat kecelakaan jumlahnya cukup besar yang dapat mempengaruhi

(14)

b. Kerugian Produksi

Kecelakaan juga membawa kerugian terhadap proses produksi akibat

kerusakan atau cedera pada pekerja.

Perusahaan tidak bisa berproduksi sementara waktu sehingga kehilangan

peluang untuk mendapat keuntungan.

c. Kerugian Sosial

Kecelakaan dapat menimbulkan dampak sosial bagi keluarga korban yang

terkait langsung maupun lingkungan sosial sekitarnya.

2.1.5 Pencegahan dan Pengendalian Kecelakaan Kerja

Tujuan utama penerapan sistem manajemen K3 adalah untuk mengurangi

atau mencegah kecelakaan yang mengakibatkan cidera atau kerugian materi

(Ramli, 2010). Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja ditujukan

untuk mengenal dan menemukan sebab-sebabnya bukan gejala-gejalanya

untuk kemudian sedapat mungkin dikurangi atau dihilangkan.

Pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja dapat dilakukan setelah

ditentukan sebab-sebab terjadinya kecelakaan dalam sistem atau proses produksi,

sehingga dapat disusun rekomendasi cara pengendalian kecelakaan kerja yang

tepat. Pengendalian kecelakaan kerja dapat dilakukan dengan beberapa

pendekatan antara lain:

1. Pendekatan Energi

Kecelakaan bermula karena adanya sumber energi yang mengalir

mencapai penerima. Pendekatan energi untuk mengendalikan kecelakaan

(15)

a. Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan langsung

pada sumbernya dengan melakukan pengendalian secara teknis atau

administratif.

b. Pendekatan pada jalan energi

Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada jalan

energi sehingga intensitas energi yang mengalir ke penerima dapat

dikurangi.

c. Pengendalian pada penerima

Pendekatan ini dilakukan melalui pengendalian terhadap penerima baik

manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika

pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan

dengan efektif.

2. Pendekatan Manusia

Pendekatan secara manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan

bahwa 85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang

tidak aman. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian mengenai K3

dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

a. Pembinaan dan pelatihan.

b. Promosi K3 dan kampanye K3.

c. Pembinaan perilaku aman.

d. Pengawasan dan inspeksi K3.

(16)

f. Komunikasi K3.

g. Pengembangan prosedur kerja aman.

3. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses

maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang

bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:

a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis

dan standar yang berlaku untuk menjamin kelaikan instalasi atau peralatan

kerja.

b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah

kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi.

4. Pendekatan Administratif

Pendekatan secara administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara

antara lain:

a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan

bahaya dapat dikurangi.

b. Penyediaan alat keselamatan kerja.

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3.

d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja.

5. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak

kondusif sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang

(17)

a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).

b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif.

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya

untuk manajemen tingkat atas.

2.2 Behavior Based Safety

Behavior Based Safety(BBS) adalah perilaku keselamatan manusia di area kerja dalam mengidentifikasi bahaya serta menilai potensi resiko yang timbul

hingga bisa diterima dalam melakukan pekerjaan yang berinteraksi dengan

aktivitas, produk dan jasa yang dilakukannya (Rahardjo, 2010).

2.2.1 Perilaku Aman (Safe Behavior)

Geller (2001) dalam bukunya The psychology of Safety Handbook menggambarkan mengenai pentingnya pendekatan based safety dalam upaya kerja, baik dalam perspektif reaktif maupun proaktif dan mengelompokkan

perilaku kedalamat-riskdan safe.Terjadinya kerugian dapat ditelusuri dan dilihat oleh adanya at-risk dan tercapainya kesuksesan kerja dapat dilakukan dengan pendekatan proaktif yang dibangun oleh safe. At-risk perlu dikurangi dan safe perlu ditingkatkan sehingga kerugian ditempat kerja karena kecelakaan dapat

dihindari dari upaya keselamatan kerja dapat berjalan optimal. Kunci keberhasilan

dalam proses perilaku aman ( safety process)adalah terdapatnya kerja sama yang baik untuk perencanaan implementasi program dan adanya partisipasi dari

(18)

2.2.2 Perilaku Penyebab Dasar Perbuatan Tidak Aman

Banyak orang berbuat tidak aman, tetapi mereka tidak mengerti mengapa

pekerjaan mereka itu beresiko (at-risk behavior). Mereka memilih banyak alasan dan jika kita meluangkan waktu untuk mendengar apa yang disampaikan

karyawan, kita akan mampu mencari penyebab dasar perbuatan-perbuatan tidak

aman mereka (Mahzun, 2006).

Berikut contoh-contoh penyebab dasar:

1. Kurang pengetahuan atau kurang pelatihan.

2. Percaya bahwa “itu tidak terjadi pada saya” atau “itu tak akan terjadi saat ini”.

3. Suatu kebiasaan.

4. Tidak adanya alat pelindung diri yang sesuai.

5. Percaya bahwa kebiasaan-kebiasaan kerja yang tidak aman adalah suatu

standar yang dapat diterima, karena tidak ada seorang pun yang

memperbaikinya pada masa lalu.

6. Mencoba untuk mendapatkan perhatian atau menjadi bagian dari kelompok.

7. Tuntutan kebebasan.

8. Perasaan adanya prioritas yang mengutamakan kesenangan, produksi atau

kualitas diatas keselamatan.

9. Masalah moral, pencerminan dari kondisi dalam pekerjaan atau di luar

pekerjaan.

2.2.3 PenerapanBehavior Based Safety(BBS)

Elemen terpenting pada suatu proses dapat berdampak pula pada

(19)

merancang suatu proses untuk melihat efektivitas perubahan positif terhadap

perilaku aman dan mengurangi angka kecelakaan kerja dalam rangka

pengefektifan biaya. Komponen-komponen yang ada dalam upaya penerapan

perilaku aman, antara lain:

1. Identifikasiat-risk behavior.

2. Pengembanganchecklistobservasi yang tepat.

3. Melatih setiap orang dan observer dalam melakukan observasi.

4. Penilaian perilaku aman secara terus-menerus.

5. Feedback /umpan balik.

6. Membangkitkan semangat keterlibatan dalam kegiatan BBS, perlu diberikan

penghargaan bagi individu maupun tim.

Banyak variasi pendekatan yang dapat dilakukan dalam implementasi

behavior based safety (BBS), tetapi itu semua tergantung pada tujuan dalam implementasi. Pada awal pelaksanaan program ini harus sudah disepakati oleh

pihak manajemen dalam targetan pencapaian, menentukan acuan per periode

sehingga pencapaian target perilaku aman pekerja menjadi kebiasaan

implementasi pelaksanaan program observasi keselamatan. Untuk mencapai usaha

perilaku keselamatan yang berhasil, ada sejumlah faktor yang turut bekerja:

1. Manajemen harus terlihat jelas dalam proses.

2. Harus ada tingkatan yang signifikan mengenai partisipasi para pekerja dan

pemahaman mengenai perilaku keselamatan kerja.

3. Pemilihan, pelatihan dan pembimbingan dari Tim Implementasi sebagai yang

(20)

4. Data harus dikumpulkan dan digunakan dalam pengambilan keputusan serta

perbaikan secara berkesinambungan.

5. Prosesnya harus direncanakan dengan matang.

6. Pelatihan dan komunikasinya harus cocok untuk semua level untuk

mengajarkan keahlian yang penting dalam mengidentifikasi perilaku kritis,

pengadaan observasi, memberikanfeedbackdan kegiatan pemecahan masalah. 7. Semua personel dalam setiap level harus turut serta.

8. Proses perilaku harus dibuat untuk mencapai keperluan khusus bagi

organisasi.

9. Premis dasar dan kunci objek perilaku keselamatan harus ditetapkan dengan

jelas.

10. Kepercayaan tingkat tinggi harus ada untuk mencapai implementasi

keberhasilan.

11. Para pemimpin harus dapat menjelaskan masalah-masalah keselamatan

(bahaya) yang ada dalam lingkungan dan resiko yang terjadi pada situasi

kerja.

12. Sistem manajemen keselamatan harus dikaitkan dengan prinsip-prinsip

perilaku keselamatan.

13. Harus ada perbaikan berkesinambungan jangka panjang.

14. Pendekatan superior adalah untuk fokus kepada pencapaian positif ketimbang

kurangnya kegagalan.

15. Pengenalan perilaku keselamatan dan yang berhubungan dengan keselamatan

(21)

16. Kesabaran dan persistensi diperlukan (Friend dan Kohn, 2007).

Pada proses perubahan perilaku memerlukanfeedbacksebagai mekanisme meningkatkan kepekaan terhadap error genetaring work habits, terutama kekeliruan yang potensial menimbulkan kecelakaan.

Menurut Friend dan Kohn (2007), menjelaskan bagaimana memberikan

feedbackyang baik dalam keselamatan kerja.Observermengamati dan kemudian memberikan umpan balik. Umpan balik haruslah berarti dan memenuhi kriteria

tertentu supaya efektif. Berikut ini adalah ciri-ciri feedback yang berarti, apakah feedback tersebut termasuk dalam confirming feedback, constructive (membangun) feedbackatau gabungan dari keduanya:

1. Feedbackharuslah spesifik:feedbackyang ambigu/samar-samar tidak berguna sama sekali atau malah dapat membuat hal menjadi buruk.

2. Feedbackharuslah langsung dan cepat: secara umum, semakin cepatfeedback diberikan maka semakin efektiffeedbacktersebut.

3. Pengamat harus aktif mendengarkan: biarkan pekerja untuk menyelesaikan

ucapannya tanpa adanya interupsi. Pertahankan tatap mata dan tanyai dia

untuk mengklarifikasi arti dari ucapannya.

Dalam pelaksanaan observasi harus dilakukan berupa feedback secara pendekatan, hal ini merupakan bentuk proses berperilaku aman. Feedback dapat dilakukan dengan cara yaitu:

a. Bicara dengan orang yang bersangkutan hingga dia mengerti mengapa

(22)

b. Gunakan sikap bertanya, tanyakan – apa yang dapat terjadi jika tidak

diharapkan terjadi? Dan–bagaimana dapat melakukannya dengan lebih aman.

c. Gunakan pertimbangan; tindakan pencegahan agar tidak terjadi kembali harus

sesuai dengan situasi dan peraturan perusahaan.

d. Waspadalah terhadap penyebab-penyebab dasar dari perbuatan tidak aman.

e. Usahakan untuk mencarinya, bilamana karyawan menciptakan kondisi tidak

aman, cari siapa yang menciptakan kondisi tersebut dan bicarakan dengan

orang tersebut (Mahzun, 2006).

Pada beberapa proses selanjutnya adalah menetapkan tujuan (goal setting), trainingdan memberikan reinforcement dalam upaya membentuk perilaku aman pada pekerja (Cooper, 2007).

Berdasarkan teori motivasi, terdapat 2 (dua) teori yang menjelaskan

mengenai pemberianreinforcementyaitu:

1. Reinforcement theory menjelaskan bahwa pemberian reinforcement akan mengkondisikan perilaku. Seseorang akan termotivasi berperilaku tertentu bila

seketika itu diberi reinforcement dan perilaku tersebut kemungkinan besar akan diulangi lagi. Pada penerapan program dengan memberikan

reinforcement seketika itu kepada pekerja yang telah menunjukkan perilaku kerja aman agar pekerja termotivasi untuk berperilaku kerja aman dan

cenderung untuk diulangi.

(23)

dengan mendapatkan imbalan serta menariknya imbalan yang akan

diterimanya (Robbins, 2001).

Dalam pelaksanaan proses observasi terdapat 2 (dua) aspek yang

memberikan dampak atau hasil, hal ini dapat dinilai dari aspek frekuensi dan

fokus. Frekuensi dari observasi dilihat daricontact rateyaitu penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi. Dalam penentuan rate akan menggambarkan besar pada

incident rate. Dalam frekuensi observasi dapat dilakukan dengan pengaturan jumlah targetan observasi. Seperti observasi harian wajib dilakukan sebanyak 2-3

kali/minggu atau 1 kali/minggu. Dalam pendekatan observasi untuk dapat

tercapainya program secara maksimal maka dapat dikategorikan menjadi 2 (dua)

yaitu:

1. Pendekatan ObservasiWorking Group

Pendekatan observasi working group yaitu dengan sistem penunjukkan 1 orang/lebih sebagai trained dan rekan kerja lain memonitor perilaku rekan yang sedang mengobservasi, cara ini disebut single observation. Hal ini dilakukan sebagai bentuk untuk mengurangi kesalahan pada saat

mengobservasi.

2. PendekatanSelf Observation

Pendekatan ini sering digunakan untuk mengoreksi diri sendiri pada saat

bekerja seperti pengemudi (driver) biasanya disediakan self-feedback yang dilengkapi denganchecklistobservasi (Cooper, 2007).

Dengan komponen-komponen diatas dapat dilakukan beberapa upaya

(24)

based program ini terdiri beberapa rencana kegiatan diantaranya pemberian pelatihan training bagi pekerja khususnya mengenai berperilaku aman dan tidak

aman (perilaku beresiko), observasi yang sistematis dan mencatat targetan

perilaku yang ingin dicapai, danfeedbackkepada pekerja, hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar frekuensi atau persentase dari perilaku aman dan

(25)

2.2.4 Proses PenerapanBehavior Based Safety(BBS)

(26)

2.3 Pelaksanaan Program Kartu Laporan Observasi (Checklist) 2.3.1 Pengertian Kartu Laporan Observasi

Kartu laporan observasi adalah sebuah kartu yang digunakan sebagai alat

bantu dalam melakukan inspeksi bagi setiap personil tanpa mengenal jabatan dan

ruang lingkup pekerjaan untuk perbaikan dan lingkungan kerjanya.

Program kartu laporan observasi ini difokuskan kepada observasi tingkah

laku manusia (people )dan kondisi lingkungan kerja yang diamati. Pada program ini menjelaskan bagaimana secara sitematik proses upaya perubahan perilaku

melalui observasi sewaktu pekerja tersebut sedang melakukan pekerjaannya.

Sasaran dari observasi yang dilakukan adalah perilaku dari pekerja dan juga

kondisi lingkungan kerjanya (Cooper, 2007).

2.3.2 Tujuan Kartu Laporan Observasi

Kartu laporan observasi ini merupakan “alat bantu” untuk mencegah

terjadinya kecelakaan kerja dengan menggunakan pengamatan tindakan tidak

aman dan melakukan komunikasi perbaikan. Keterampilan berkomunikasi secara

positif, dengan tujuan mampu merubah sikap setiap individu.

Kartu laporan observasi digunakan bukan untuk menghukum, melainkan

untuk mengingatkan, memberi arahan serta meningkatkan kepedulian terhadap

aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3). Sebagai alat bantu dalam melakukan

inspeksi bagi setiap personil tanpa mengenal jabatan dan ruang lingkup pekerjaan

untuk perbaikanbehaviordan lingkungan kerja.

Dengan menerapkan program ini, diharapkan dapat membantu

(27)

budaya keselamatan kerja yang tinggi. Sehingga dengan program ini diharapkan

kinerja keselamatan ditempat kerja akan jauh lebih baik dan menjadikan

lingkungan kerja menjadi lebih aman (Cooper, 2007).

2.3.3 Kunci PrinsipBehavior Based Safety(BBS)

Observasi keselamatan kerja dikembangkan berdasarkan filosofi

keselamatan yang terdiri dari prinsip-prinsip berikut ini:

1. Semua kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah.

2. Manajemen bertanggung jawab langsung terhadap pencegahan kecelakaan dan

penyakit akibat kerja.

3. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan persyaratan kerja.

4. Pelatihan adalah elemen penting dalam keselamatan dan kesehatan di tempat

kerja.

5. Semua penyimpangan harus diperbaiki segera.

6. Semua kecelakaan, kejadian yang berpotensi menimbulkan kecelakaan, dan

perbuatan tidak aman harus diselidiki.

7. Keselamatan di luar waktu kerja hanyalah hal yang sama pentingnya dengan

keselamatan dalam waktu kerja.

8. Pencegahan kecelakaan dan penyakit kerja baik untuk usaha.

9. Manusia adalah sebagian elemen yang kritikal dalam keberhasilan pencapaian

(28)

2.3.4 Langkah Pelaksanaan Pemantauan Perilaku Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) dengan Kartu Laporan Observasi

Sewaktu melakukan observasi kerja bila diketahui ada perilaku kerja tidak

aman (at-risk) maka pekerjaan tersebut harus segera dihentikan dengan demikian kecelakaan kerja dapat dicegah pada saat itu. Dan juga tindakan selanjutnya

adalah berkomunikasi dengan orang yang melakukan at-risk tersebut disertai pemberianfeedback yang bersifat korektif agar pekerja sadar sehingga tidak akan mengulangi at-risk seperti itu. Bila diketahui ada yang berperilaku kerja aman (safe) maka kita juga harus berkomunikasi dengan pekerja tersebut dan memberikan reinforcement terhadap perilaku kerja aman yang telah dibuatnya sehingga pekerja tersebut merasa puas dan akan mengulangi perilaku kerja aman

tersebut.

Menurut Friend dan Kohn (2007), bahwa langkah-langkah pengamatan

observasi keselamatan di tempat kerja adalah sebagai berikut:

Langkah 1: Menentukan

Langkah ini penting sebab kebanyakan orang perlu mengambil

keputusan untuk berpikir tentang keselamatan. Maka perlu diluangkan

waktu anda sejenak untuk melakukan observasi ke tempat kerja anda.

Pengamatan yang dilakukan tanpa persiapan atau dilakukan secara

kebetulan cenderung singkat dan terburu-buru sehingga akan

kehilangan pangamatan, tidak fokus dan proses intervensi kurang

(29)

Langkah 2: Berhenti

Pada tahapan pelaksanaan berhenti didekat orang yang kita amati

untuk melakukan observasi keselamatan baik tindakan/kondisi

lingkungan kerja yang aman maupun tidak aman, sehingga jika

seseorang yang kita lihat sebagai objek observasi dapat dilihat secara

tegas apa yang sedang dikerjakannya, bila perilaku tersebut menjurus

ke kecelakaan serius maka pekerjaan tersebut harus dihentikan untuk

mencegah terjadinya kecelakaan serius. Jika hanya memandang

sekilas, sambil lewat, observasi yang dilakukan tidak sempurna.

Langkah 3: Memantau/Analisa

Pada tahapan pelaksanaan ini observer mengamati karyawan dengan cara yang seksama dan sistematis. Perhatikan segala sesuatu yang

dikerjakannya, fokuskan pada perilaku aman dan tidakan aman.

Tetapi dengan memperhatikan checklist kartu observasi keselamatan. Pada kartu laporan observasi terdapat 5 kategori yang menjadi fokus

pengamatan pada saat melakukan observasi diantaranya:

1. Alat Pelindung Diri (personal protective equipment)

2. Posisi dan Perbuatan Seseorang (Position and Action of People) 3. Perkakas dan Alat-alat Berat (Tools and Equipment)

(30)

Langkah 4: Bertindak

Pada saat setelah observer memantau ataupun menganalisa perilaku karyawan ataupun lingkungan kerja. Maka observer harus berdiskusi dengan karyawan yang diamati, diskusikan hal-hal yang tidak aman

hingga karyawan yang bersangkutan mengerti akan tindakan

berbahayanya tersebut. Hal ini merupakan salah satu bentuk

komunikasi secara positif, dengan tujuan mampu merubah sikap

setiap individu (untuk perilaku berisiko/at risk ) sebagai suatu bentuk koreksi pada kebiasaan kerja yang tak aman, dan memberikan pujian

untuk memperkuat kebiasaan kerja yang aman. Namun pada program

pemantauan perilaku dengan kartu laporan observasi ini tidak

mengenal adanya punishment atau hukuman terhadap perilaku kerja tidak aman karena hal tersebut tidak akan merubah perilaku kerja

aman secara permanen.

Langkah 5: Melaporkan

Setelah bertindak dengan melakukan komunikasi positif dengan

pekerja, kemudian melaporkan tindakan observer sendiri dengan mengisi kartu laporan observasi. Pada saat pelaporan observasi ini

tidak diperbolehkan penyebutan nama, jenis kelamin, atau identitas

lainnya yang mudah dikenali terhadap pekerja yang diobservasi. Hal

ini dilakukan untuk mencegah agar pekerja tidak menaruh curiga

(31)

siapa yang salah tetapi untuk memperbaiki perilaku kerja (Friend dan

Kohn, 2007).

2.4 Kerangka Pikir

Tempat Kerja

Sumber Bahaya

Unsafe Action Unsafe Condition

Penyebab Langsung Accident

Gambar

Gambar 2.1 Rasio kecelakaan menurut DuPont
Gambar 2.2 Diagram alir penerapan behavior based safety (BBS)

Referensi

Dokumen terkait

Jika massa terdiri atas banyak komponen dan ada perubahan suatu komponen menjadi komponen lain, maka bentuk persamaan neraca massa total tetap seperti Persamaan (2.1) atau (2.2),

Berbasis Syariah : Pendekatan Marketing Mix (Studi Pada Hotel Grand Kalpataru Syariah Malang) ” ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah.. berkenan

Nurul Huda Dusun Banjar Intang desa Tanjung Iman Kec.. Blambangan Pagar

Di tengah fenomena umum maraknya tradisi penafsiran Al-Quran yang terjadi di kalangan Muhammadiyah, metodologi tafsir ternyata masih menjadi hal langka kaitannya dengan kajian

Other than entering the metadata by hand, we support two strategies for photos annotations: (1) Existing information items such as persons in address book, event entries in

Pengendalian ini dilakukan pada sumber data berupa kertas-kertas atau dokumen yaitu dengan adanya tempat untuk menunjukkan sebuah otorisasi dari pihak yang berwenang

Gerçek beni ve kıllı beni ve onun o gün ellerimle ilgili söylediklerini −evet, her şey orada başlamıştı− ve sonrasında nasıl görevlerimi yerine getirmek istemediğimi

Pada komponen pendapatan rumah tangga kini terdapat 29 dari 33 provinsi yang nilai indeksnya menunjukkan perbaikan kondisi ekonomi, sedangkan pada komponen pengaruh inflasi