• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENGEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL ANAK USIA DINI"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

ANAK USIA DINI

Oleh : Mustafiyanti, M.Pd.I

Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Qur’an Al–Ittifaqiah Indralaya Mustafiyanti@gmail.com

ABSTRACT

Intelligence that underlies all intelligence, namely intelligent spiritual or religious. The belief in the existence of a creator or God as a prime causa is very important given to children, because it can help in forming a good child's personality. Children will grow to become personal characters when they are in a characterized environment.

The effort to develop children so that they become moral or good personal characters is the responsibility of the family, school, and all components of society. Moral development of early childhood can be through the development of habituation to behave well in family and school.

There are 3 strategies in the method of forming moral behavior in early childhood, namely: First training and habituation strategies, second, Activity and play strategies, and third Learning strategies. While the strategies and techniques that parents do to hone children's spiritual intelligence are: Give examples, involve children helping others, and tell religious serial stories.

In designing activities for the development of moral-religious methods in early childhood it is necessary to do it simultaneously (continuously) and integrated, both integrated in terms of collaboration between parents and teachers and integrated in terms of teaching material, such as combining theoretical and practical.

(2)

ABSTRAK

Kecerdasan yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu cerdas spiritual atau agama. Keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai causa prima sangat penting diberikan kepada anak, karena dapat membantu dalam membentuk pribadi anak yang baik.

Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Pengembangan moral anak usia dini dapat melalui pengembangan pembiasaan berperilaku baik dalam keluarga dan sekolah.

Ada 3 strategi dalam metode pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: Pertama strategi latihan dan pembiasaan, kedua, Strategi aktivitas dan bermain, dan ketiga Strategi pembelajaran. Sedangkan strategi dan teknik yang dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan spiritual anak adalah: Memberi contoh, melibatkan anak menolong orang lain, dan bercerita serial keagamaan.

Dalam merancang kegiatan metode pengembangan moral-agama pada anak usia dini perlu dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu dalam hal kerjasama antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi pemberajarannya, seperti memadukan antara yang teoritis dan praktis.

(3)

A. PENDAHULUAN

Pendidikan harus mempunyai landasan yang jelas dan terarah. Landasan tersebut sebagai acuan atau pedoman dalam proses penyelenggaraan pendidikan, baik dalam institusi pendidikan formal, non-formal maupun informal. Yang dimaksud landasan yang jelas dan terarah adalah bahwa pendidikan harus berprinsip pada pengokohan moral-agama anak didik di samping aspek-aspek lainnya. Hal ini sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengantarkan anak didik agar dapat berpikir, bersikap, dan berperilaku secara terpuji (akhlak al-karimah). Upaya tersebut bisa dilakukan oleh para pendidik (guru dan orang tua) pada program PAUD. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses alami yang terjadi dalam kehidupan manusia, dimulai sejak dalam kandungan samai akhir hayat. Pertumbuhan lebih menitikberatkan pada perubahan fisik yang bersifat kuantitatif, sedangkan perkembangan yang bersifat kualitatif berarti serangkaian perubahan progesif sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman.Manusia tidak pernah statis, semenjak pembuahan hingga ajal selalu terjadi perubahan, baik fisik maupun kemampuan psikologis1.

Pendidikan nilai-nilai moral dan keagamaan pada program PAUD merupakan pondasi yang kokoh dan sangat penting keberadaannya, dan jika hal itu telah tertanam serta terpatri dengan baik dalam setiap insan sejak dini, hal tersebut merupakan awal yang baik bagi pendidikan anak bangsa untuk menjalani pendidikan selanjutnya. Bangsa Indonesia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan keagamaan. Nilai-nilai luhur ini pun dikehendaki menjadi motivasi spiritual bagi bangsa ini dalam rangka melaksanakan sila-sila lainnya dalam pancasila-sila (Hidayat, 2007 : 7.9).

Oleh karena itu, pemakalah menyusun makalah yang berjudul “Strategi Dan Perencanaan Pengembangan Moral Dan Nilai Agama Anak Usia Dini” yang membahas tentang hakikat perkembangan moral dan nilai agama anak, konsep pengembangan moral dan nilai agama anak, strategi dan teknik pengembangan moral dan nilai agama anak, serta desain kegiatan pembelajaran dan materi pengembangan moral-agama yang sesuai dengan program PAUD.

a. Tujuan

1. Untuk mengetahui hakikat perkembangan moral dan nilai agama anak usia dini. 2. Untuk mengetahui konsep-konsep pengembangan moral dan nilai agama anak usia

dini. 1

(4)

3. Untuk mengetahui strategi dan teknik pengembangan moral dan nilai agama anak usia dini.

4. Untuk mengetahui desain kegiatan pembelajaran dan materi pengembangan moral-agama yang sesuai dengan program PAUD.

B.PEMBAHASAN

A. Hakikat Perkembangan Moral Dan Nilai Agama Anak Usia Dini

Seiring dengan perkembangan sosial dan emosional, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral dan agamanya. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral). Tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap berinteraksi dengan orang lain (dengan orang tua, saudara dan teman sebaya), anak belajar memahami tentang perilaku mana yang baik, yang buruk, yang boleh dikerjakan dan tingkah laku mana yang buruk, yang tidak boleh dikerjakan.2

Manusia merupakan makhluk etis atau makhluk yang mampu memahami kaidah-kaidah moral dan mampu menjadikannya sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap, dan berperilaku. Kemampuan seperti di atas bukan merupakan kemampuan bawaan melainkan harus diperoleh melalui proses belajar. Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Slamet Suyanto, 2005: 67). Mengingat moralitas merupakan faktor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.

Selain kecerdasan yang ada, kecerdasan yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu cerdas spiritual atau agama. Menurut Zakiah Darajat (dalam Lilis Suryani dkk3, agama adalah suatu keimanan yang diyakini oleh pikiran, diresapkan oleh perasaan, dan dilaksanakan dalam tindakan, perkataan, dan sikap. Perkembangan nilai-nilai agama artinya perkembangan dalam kemampuan memahami, mempercayai, dan menjunjung

2

Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 149 3

Lilis Suryani dkk, Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 1.9.

(5)

tinggi kebenaran-kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta, dan berusaha menjadikan apa yang dipercayai sebagai pedoman dalam bertutur kata, bersikap dan bertingkah laku dalam berbagai situasi.

Bagi anak usia dini agama sebagian besar tidak berarti meskipun mereka menunjukkan minat dalam ibadah agama, tetapi karena banyaknya masalah yang kepada anak-anak dijelaskan dalam rangka agama seperti kelahiran, kematian dan lain-lain, maka keingintahuan mereka tentang masalah-masalah agama menjadi besar sehingga mereka mengajukan banyak pertanyaan. Anak-anak menerima jawaban terhadap pertanyaan mereka tanpa ragu-ragu, sebagaimana sering dilakukan oleh anak yang lebih besar dan dewasa.4

Untuk itulah keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai causa prima sangat penting diberikan kepada anak, karena dapat membantu dalam membentuk pribadi anak yang baik. Disamping itu juga hal penting yang perlu dipertanyakan sebagai orang tua adalah; mampukah orang tua melahirkan generasi baru, anak-anak kita, yang kreatif, cerdas dan mengakselerasikan intelegensinya; memiliki intregitas spiritual dan moral sekaligus.5

B. Konsep-Konsep Pengembangan Moral dan Nilai Agama Anak Usia Dini

Semua manusia dilahirkan dalam keadaan lemah, baik fisik maupun psikis. Walaupun dalam keadaan yang demikian, ia telah memiliki kemampuan bawaan yang bersifat “laten”. Potensi bawaan ini yang memerlukan pengembangan dan pemeliharaan yang mantap, terutama pada anak usia dini.

Menurut Megawangi, dalam Siti Aisyah dkk6, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Pengembangan moral anak usia dini melalui pengembangan pembiasaan berperilaku baik dalam keluarga dan sekolah dapat dilakukan sebagai berikut:

4

Http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/04/mengembangkan-aspek-moral-dan-nilai. html?m=1. (online) [Senin, 17 Oktober 2016, 03.00 PM]

5

Partini, Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010), hlm. 113-114. 6

Siti Aisyah dkk, Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hlm. 8.36.

(6)

1. Pengembangan berperilaku yang baik dimulai dari dalam keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan paling efektif untuk melatih berbagai kebiasaan yang baik pada anak.

Menurut Thomas Lickona, sebagimana pendapatnya dikutip oleh Siti Aisyah dkk. 7 , ada 10 hal penting yang harus diperhatikan dan dijadikan prinsip dalam mengembangkan karakter anak dalam keluarga, yaitu sebagai berikut:

a. Moralitas penghormatan

Hormat merupakan kunci utama untuk dapat hidup harmonis dengan masyarkat. Moralitas penghormatan mencakup:

1) Penghormatan kepada diri sendiri untuk mencegah agar diri sendiri tidak terlibat dalam perilaku yang merugikan diri sendiri.

2) Penghormatan kepada sesama manusia meskipun berbeda suku, agama, kemampuan ekonomi, dst.

3) Penghormatan kepada lingkungan fisik yang merupakan ciptaan Tuhan. b. Perkembangan moralitas kehormatan berjalan secara bertahap

Anak-anak tidak bisa langsung berkembang menjadi manusia yang bermoral, tetapi memerlukan waktu dan proses yang terus menerus, dan memerlukan kesabaran orang tua untuk melakukan pendidikan tersebut.

c. Mengajarkan prinsip menghormati

Anak-anak akan belajar menghormati orang lain jika dirinya merasa bahwa pihak lain menghormatinya. Oleh karena itu orang tua hendaknya menghormati anaknya. Penghormatan orang tua kepada anak dapat dilakukan misalnya dengan menghargai pendapat anak, menjelaskan kenapa suatu aturan dibuat untuk anak, dst.

d. Mengajarkan dengan contoh

Melalui contoh, pembentukan perilaku pada anak akan lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu contoh nyata dari orang tua bagaimana seharusnya anak berperilaku harus diberikan. Selain itu, orang tua juga bisa membacakan buku-buku yang di dalamnya terdapat pesan-pesan moral. Orang tua hendaknya mengontrol acara-acara televisi yang sering ditonton anaknya, jangan berpengaruh buruk pada perkembangan moralnya.

7

(7)

e. Mengajarkan dengan kata-kata

Selain mengajar dengan contoh, orang tua hendaknya menjelaskan dengan kata-kata apa yang ia contohkan. Misalnya anak dijelaskan mengapa berdusta dikatakan sebagai tindakan yang buruk, karena orang lain tidak akan percaya kepadanya.

f. Mendorong anak untuk merefleksikan tindakannya

Ketika anak telah melakukan tindakan yang salah, misalnya merebut mainan adiknya sehingga adiknya menangis, anak disuruh untuk berpikir jika ada anak lain yang merebut mainannya, apa reaksinya.

g. Mengajarkan anak untuk mengemban tanggung jawab

Anak-anak harus dididik untuk menjadi pribadi-pribadi yang altruistik, yaitu peduli pada sesama. Untuk itu sejak dini anak harus dilatih melalui pemberian tanggung jawab.

h. Mengajarkan keseimbangan antara kebebasan dan kontrol

Keseimbangan antara kebebasan dan kontrol diperlukan pengembangan moral anak. Anak diberi pilihan untuk menentukn apa yang akan dilakukannya namun aturan-aturan yang berlaku harus ditaati.

i. Cintailah anak

Cinta merupakan dasar dari pembentukan moral. Perhatian dan cinta orang tua kepada anak merupakan kontribusi penting dalam pembentukan karakter yang baik pada anak. Jika anak-anak diperhatikan dan disayangi maka mereka juga belajar memperhatikan dan menyayangi orang lain.

j. Menciptakan keluarga bahagia

Pendidikan moral kepada anak tidak terlepas dari konteks keluarga. Usaha menjadikan anak menjadi pribadi yang bermoral akan lebih mudah jika jika anak mendapatkan pendidikan dari lingkungan keluarga yang bahagia. Untuk itu usaha mewujudkan keluarga yang bahagia merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh orang tua sehubungan dengan perkembangan moral anaknya.

2. Pengembangan kebiasaan berperilaku yang baik di sekolah

Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi (2004), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga

(8)

pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pada taman kanak-kanak. Menurut Schweinhart, pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.

Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi, pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut, yakni:

a. Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.

b. Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.

c. Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan. d. Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.

Selain itu, jiwa keagamaan anak dapat timbul diakibatkan oleh beberapa hal antara lain, yaitu:

1. Rasa Ketergantungan (sense of depende)

Manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat kebutuhan, yakni keinginan untuk perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experimence), keinginan untuk mendapatkan tanggapan (response) dan keinginan untuk dikenal (recognition).

Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, maka bayi sejak dilahirkan hidup dalam ketergantungan. Melalui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan itu kemudian terbentuklah rasa keagamaan pada diri anak.

2. Instink keagamaan

Bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink, diantaranya instink keagamaan. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna. Dengan demikian pendidikan agama perlu diperkenalkan kepada anak jauh sebelum usia 7 tahun. Artinya, jauh sebelum usia tersebut, nilai-nilai keagamaan perlu ditanamkan kepada anak sejak usia dini. Nilai keagamaan itu

(9)

sendiri bisa berarti perbuatan yang berhubungan antara manusia dengan Tuhan atau hubungan antar-sesama manusia8.

Memahami konsep keagamaan pada anak-anak berarti memahami sifat agama pada anak-anak. Maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas: 1. Unreflective (tidak mendalam)

Unreflective yaitu pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama sering menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah pun dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan, tidak mampu memahami dan menghayati apa yang sedang dilakukannya.

Contoh ketika anak diminta oleh guru untuk mengerjakan ibadah bersama dengan tertib maka sangat manusiawi jika ada di antara mereka yang mengerjakannya dengan bercanda, main-main, dan kurang serius. Ketika anak belajar mengucapkan hafalan doa, kita juga dapat mendengarkan kemampuan vokalnya yang kurang maksimal, demikian pula dalam menirukan gerakan (misal gerakan dalam shalat, berdoa, dan lain-lain). Hal itu semua seyogyanya jangan dijadikan sebagai sebuah masalah ketidakberhasilan belajar, namun dijadikan sebagai hal yang objektif bahwa itulah hakikat anak dengan prestasi dan keadaan yang sesungguhnya, yang harus kita hargai dengan baik.

2. Egosentris

Sering dijumpai bahwa anak lebih mementingkan kemauannya sendiri, tidak peduli dengan urusan orang lain. Demikian pula dalam mempelajari nilai-nilai agama anak usia dini terkadang belum mampu bersikap dan bertindak konsisten. Misalkan suatu ketika anak terlihat sangat rajin dan mau mengerjakan kegiatan ritual ibadah seperti kalau di sekolah belajar mengucapkan doa bersama, kalau di rumah seperti mengaji, pergi ke tempat ibadah, dan lain-lain, namun pada saat yang lain rnereka berperilaku sebaliknya. Betapapun guru atau orang tua berulang kali mengingatkan dan menyuruh anak untuk melakukan kegiatan keagamaan, Namun jika anak merasa malas dan lebih asyik bermain maka semua perintah dan anjuran tadi tidak dipedulikannya.

8

(10)

Sifat tersebut merupakan hal yang wajar karena memang kondisi psikologis mereka yang masih labil dan belum matang. Namun tidak berarti membiarkan tanpa upaya pada arah yang positif. Walaupun demikian guru atau orang tua tetap tidak boleh memaksakan kehendak sesuai dengan keinginannya sebab mereka boleh jadi pada kesempatan yang lain akan berubah sikapnya. Itulah labilitas psikologis anak yang perlu dipahami oleh guru dan orang tua.

3. Anthromorphis

Konsep ketuhanan pada diri anak menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan. Melalui konsep yang terbentuk dalam pikiran, mereka menganggap bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia. Pekerjaan Tuhan mencari dan menghukum orang yang berbuat jahat di saat orang itu berada dalam tempat yang gelap. Anak menganggap bahwa Tuhan dapat melihat segala perbuatannya langsung ke rumah-rumah mereka sebagaimana layaknya orang mengintai. Pada anak usia 6 tahun, pandangan anak tentang Tuhan adalah sebagai berikut: Tuhan mempunyai wajah seperti manusia, telinganya lebar dan besar, Tuhan tidak makan tetapi hanya minum embun. Konsep ketuhanan yang demikian mereka bentuk sendiri berdasarkan fantasi masing-masing.

4. Verbalis dan Ritualis

Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghafal secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari perbuatan yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntunan yang diajarkan kepada mereka. Perkembangan agama pada anak sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan agama anak itu di usia dewasanya. Banyak orang dewasa yang taat karena pengaruh ajaran dan praktek keagamaan yang dilaksanakan pada masa kecil mereka. Latihan-latihan bersifat verbalis dan upacara keagamaan yang bersifat rutinitas (praktek) merupakan hal yang berarti dan merupakan salah satu ciri dari tingkat perkembangan agama pada anak-anak.

5. Imitatif

Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan shalat, misalnya, mereka laksanakan karena hasil melihat

(11)

realitas di lingkungan, baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Dalam segala hal anak merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.

6. Rasa heran

Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir ada pada anak. Rasa kagum yang ada pada anak sangat berbeda dengan rasa kagum pada orang dewasa. Rasa kagum pada anak-anak ini belum bersifat kritis dan kreatif, sehingga mereka hanya kagum terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal suatu pengalaman yang baru (new experince). Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub pada anak-anak.9

C. Strategi dan Teknik Pengembangan Moral Dan Nilai Agama Anak Usia Dini

Pengembangan moral anak usia dini dilakukan agar terbentuk perilaku moral. Pembentukan perilaku moral pada anak, khususnya pada anak usia dini memerlukan perhatian serta pemahaman terhadap dasar-dasar serta berbagai kondisi yang mempengaruhi dan menenytukan perilaku moral.

Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: strategi latihan dan pembiasaan, Strategi aktivitas dan bermain, dan Strategi pembelajaran.10

1. Strategi Latihan dan Pembiasaan

Latihan dan pembiasaan merupakan strategi yang efektif untuk membentuk perilaku tertentu pada anak-anak, termasuk perilaku moral. Dengan latihan dan pembiasaan terbentuklah perilaku yang bersifat relatif menetap. Misalnya, jika anak dibiasakan untuk menghormati anak yang lebih tua atau orang dewasa lainnya, maka anak memiliki kebiasaan yang baik, yaitu selalu menghormati kakaknya atau orang tuanya.

9

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam..., hlm. 53-55. 10

Maria J. Wantah, Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. (Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan Dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005), hlm. 106.

(12)

2. Strategi Aktivitas Bermain

Bermain merupakan aktivitas yang dilakukan oleh setiap anak dapat digunakan dan dikelola untuk pengembangan perilaku moral pada anak. Menurut hasil penelitian Piaget, menunjukkan bahwa perkembangan perilaku moral anak usia dini terjadi melalui kegiatan bermain. Pada mulanya anak bermain sendiri tanpa dengan menggunakan mainan. Setelah itu anak bermain menggunakan mainan namun dilakukan sendiri. Kemudian anak bermain bersama temannya bersama temannya namun belum mengikuti aturan-aturan yang berlaku. Selanjutnya anak bermain bersama dengan teman-temannya berdasarkan aturan yang berlaku.

3. Strategi Pembelajaran

Usaha pengembangan moral anak usia dini dapat dilakukan dengan strategi pembelajaran moral. Pendidikan moral dapat disamakan dengan pembelajaran nilai-nilai dan pengembangan watak yang diharapkan dapat dimanifestasikan dalam diri dan perilaku seseorang seperti kejujuran, keberanian, persahabatan, dan penghargaan11.

Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0-2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2-4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4-6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.

Beberapa strategi dan teknik yang dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan spiritual agama anak adalah sebagai berikut:

1. Memberi contoh

Anak usia dini mempunyai sifat suka meniru . karena orang tua merupakan lingkungan pertama yang ditemui anak, maka ia cenderung meniru apa yang 11

(13)

diperbuat oleh orang tuanya. Di sinilah peran orang tua untuk memberikan contoh yang baik bagi anak, misalnya mengajak anak untuk ikut berdoa. Tatkala sudah waktunya shalat, ajaklah anak untuk segera mengambil air wudhu dan segera menunaikan sholat. Ajari shalat berjamaah dan membaca surat-surat pendek al-Qur‟an dan Hadis-hadis pendek.

2. Melibatkan anak menolong orang lain.

Anak usia dini diajak untuk berkunjung ke tempat orang yang membutuhkan pertolongan. Anak disuruh menyerahkan sendiri bantuan kepada yang membutuhkan, dengan demikian anak akan memiliki jiwa sosial.

3. Bercerita serial keagamaan

Bagi orang tua yang mempunyai hobi bercerita, luangkan waktu sejenak untuk meninabobokan anak dengan cerita kepahlawanan atau serial keagamaan. Selain memberikan rasa senang pada anak, juga menanamkan nilai-nilai kepahlawanan atau keagamaan pada anak dan konsisten dalam mengajarkannya. Dalam mengajarkan nilai-nilai spiritual pada anak diperlukan kesabaran, tidak semua yang kita lakukan berhasil pada saat itu juga, adakalanya memerlukan waktu yang lama dan berulang12.

Adapun pendidikan agama islam yang perlu diterapkan kepada anak sejak usia dini antara lain:

1. Membisikkan Kalimat Tauhid.

Dalam hal ini sejak anak lahir kedunia tidak lain yang dibisikkan atau diperdengarkan setelah keluar dari rahim ibunya kecuali “Allah” dengan menggunakan azan di telinga kanan untuk anak laki-laki dan iqamat di telinga kiri untuk anak perempuan, karena pendidikan agama islam membersihkan hati dan mensucikan jiwa agar anak-anak nantinya tetap patuh perintah Allah.

2. Mengajari Akhlak yang Mulia.

Dengan mengajari anak akhlak yang mulia atau yang terpuji bukan hanya semata untuk mengetahuinya saja, melainkan untuk mempengaruhi jiwa sang anak agar supaya beraklak dengan akhlak yang terpuji. Karena pendidikan agama islam dalam rumah tangga sangat berpengaruh besar dalam rangka membentuk anak yang berbudi pekerti yang luhur dan memiliki mental yang sehat.

12

(14)

3. Mengislamkannya atau mengkhitankannya.

Disebutkan dalam Assahhain, dari hadits Abi Hurairah ra, berkata : “Rasululullah Saw. Bersabda : “Fitrah itu ada lima (Khitan, mencukur buku di bawah perut, mencukur kumis, memotong kuku dan mencabut buku ketiak)”. Disini khitan ditempatkan ditempat sebagai ciri fitrahnya seseorang yang berdasarkan pada kelemah lembutan agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim, dimana ia diperintahkan untuk melakukannya pada waktu ia mencapai usia 80 tahun.

Dengan demikian sebagai orang tua yang mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap anak-anaknya, agar tidak menyia-nyiakan amanah tersebut, orang tualah sebagai pembina pertama dalam hidup dan kehidupan si anak, olehnya itu anak perlu berbakti dan hormat serta berakhlak mulia terhadap kedua orang tuanya.

4. Upaya Melestarikan Kesehatan Mental Anak Melalui Pendidikan Agama Islam. Dalam upaya melestarikan kesehatan mental setiap anak/orang harus

mendapatkan pendidikan dan bimbingan dan penyuluhan kejiwaan. Dengan demikian mereka membutuhkan system persekolahan yang sesuai dengan kepribadian dan perkembangan anak. Perlunya diketahui bahwa kesahatan mental dapat dicapai melalui kehidupan jadi rukun dan damai diantaran kelompok sosial dengan saling memberi dukungan fisik, material maupun moral untuk mencapai ketenangan hidup melalui agama, dapat meredam gejala jiwa, dan perlu dilakukan/dilaksanakan secara konsisten dan produktif.

Adapun cara untuk menjaga kesehatan mental anak melalui pendidikan agama islam antara lain:

a. Menanamkan Rasa Keagamaan terhadap Anak. Dengan memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang agama, agar anak dapat mengenal lebih dekat kepada sang pemberi petunjuk yaitu Allah Swt. Agar apabila suatu saat seorang anak mengalami atau mendapatkan masalah dalam hidupnya tidak timbul frustasi pada anak tersebut yang dapat menimbulkan gangguan jiwa dan kesehatan mental paa tersebut dengan pengenalan agama lebih dekat.

b. Membimbing dan Mengarahkan Perkembangan Jiwa Anak Melalui Pendidikan Agama Islam. Membimbing dan mengarahkan perkembangan jiwa anak dapat

(15)

diusahakan melalui pembentukan pribadi dengan pengalaman keagamaan terhadap diri anak baik dalam lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun masyarakat, lingkungan yang banyak membentuk pengajaran yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama islam). Akan membentuk pribadi, tindakan dan kelakuan serta caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama yang kesemuanya itu mengacu pada perkembangan jiwa dan pembentukan mental yang sehat dalam diri si anak.

c. Menanamkan Etika Yang Baik Terhadap Diri Anak Berdasarkan Norma-Norma Keagamaan. Perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan yang pertama (masa anak) dari umur 0-12 tahun.

Masa kanak-kanak merupakan masa yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan psikologi dan agama si anak. Oleh karena itu pada masa ini orang tua harus ekstra ketat dalam mendidik anaknya misalnya kita membiasakan anak untuk menggunakan tangan kanan dalam mengambil, memberi, makan dan minum, menulis, menerima tamu dan mengajarkannya untuk selalu memulai pekerjaan dengan membaca Basmalah serta harus diakhiri dengan membaca Hamdalah13.

D. Desain Kegiatan Pembelajaran dan Materi Pengembangan Moral-Agama yang Sesuai dengan Program PAUD

Menurut Reni Akbar dkk, masa prasekolah merupakan masa-masa bahagia dan amat memuaskan dari seluruh kehidupan anak. Untuk itulah kita perlu menjaga hal tersebut sebagaimana adanya. Janganlah memaksakan sesuatu karena diri kita sendiri, baik mengharapkan secara banyak dan segera maupun mencoba melakukan hal-hal yang memang mereka belum siap.

Penelitian Sue Moskowitz terhadap sejumlah anak yang diajar membaca pada waktu dini menunjukkan bahwa anak-anak tersebut tidak mampu mempertahankan kelebihan-kelebihan yang mereka miliki dari teman sekelasnya yang tidak dapat membaca sebelum cukup umur. Moskowitz juga mempertanyakan anak-anak yang didorong orang tuanya belajar membaca pada usia dini. Dengan mengajari anak

13

(16)

membaca pada usia tujuh tahun, anak-anak Skandinavia, baik perempuan tidak memiliki masalah dalam pelajaran rnembaca (Akbar Hawadi,2006: 5).

Dalam kaitan dengan perkembangan moral anak menurut Charles Wenar dalam Akbar dikatakan bahwa perkembangan moral anak berjalan lamban dan bergerak sesuai dengan meningkatnya kematangan pada diri anak untuk dapat memahami nilai-nilai keberhasilan, kejujuran, dan tanggungjawab. Menurut hemat penulis, pengenalan mengenai sesuatu yang baik dan yang tidak baik, seperti dalam bermain anak juga sudah harus mulai diajarkan, misalnya ketika dalam bermain anak berebut mainan yang bukan rniliknya maka seyogyanya guru atau orang tua segera merespons dengan bahasa anak. Ini merupakan bagian dari peletakan dasar-dasar sikap dan kepribadian yang terpuji pada diri anak.

Mengacu pada deskripsi tersebut maka kegiatan pembelajaran dan pemberian materi moral-agarna perlu dirancang secara sederhana sesuai dengan tingkat kemampuan anak, seperti kegiatan bermain sambil belajar. Menurut EIis (2005) dalam Hidayat, ruang lingkup materi moral-agama pada program PAUD meliputi:

1. Peletakan dasar-dasar keimanan,

2. Peletakan dasar-dasar kepribadian/budi pekerti yang terpuji, dan 3. Membiasakan beribadah sesuai dengan kemampuan anak.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa segala rutinitas dalam kehidupan sehari-hari anak hendaknya selalu diwarrnai dengan nuansa keagamaan agar mereka kelak kemudian selalu ingat kepada Tuhannya.

Selanjutnya, dalam merancang kegiatan pengembangan moral-agama pada anak usia dini perlu dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu dalam hal kerjasama antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi pemberajarannya, seperti memadukan antara yang teoritis dan praktis. Mengapa demikian ? karena pada masa usia dini, anak belum mampu secara langsung memahami hubungan-hubungan antara yang teoritis dan praktis. Pada masa usia dini, anak masih banyak didominasi oleh pengetahuan yang masih bersifat abstrak. Oleh karena itu keterpaduan ini perlu dirancang oleh pendidik agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara maksimal dan efektif.

Keterpaduan pembelajaran (integrated learning) lainnya juga bisa dilakukan dengan cara mengaitkan kehidupan alam sekitar, seperti lingkungan alam dan lingkungan sosial yang sering dialami anak-anak, kemudian nilai-nilai agama tersebut

(17)

dimasukkan sebagai bagian dari lingkungan tersebut. Misalkan bagaimana seorang anak harus merawat lingkungan alam, seperti tumbuhan, hewan, kebersihan, dan lain sebagainya. Demikian pula dalam lingkungan sosial, misalkan bagaimana seorang anak harus berbuat baik kepada sesama teman ketika ada temannya yang membutuhkan seperti pinjam pensil, penghapus, dan lain sebagainya.

Contoh-contoh empirik tersebut dimasuki dengan ajaran-ajaran moral-agama dengan menekankan bahwa hal-hal yang perlu dilakukan adalah berbuat baik kepada siapa saja sebab ajaran agama mengajarkan kepada kita demikian, dan bagi siapa saja yang menjalankan secara senang, Allah akan mengasih sayangi, dan pada suatu saat Allah juga akan memberikan sesuatu yang lebih baik daripada yang kita lakukan sekarang ini.

Dalam hal pengembangan moral-agama dalam Garis-garis Besar Program Kegiatan Belajar (GBPKB) di PAUD diistilahkan dengan materi program pembentukan perilaku anak melalui pembiasaan yang terwuiud dalam kegiatan sehari-hari. Adapun tujuan dari program pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini mungkin dalam mengembangkan sikap dan perilaku yang dilandasi oleh nilai-nilai moral pancasila dan agama. Pokok-pokok dan ruang lingkup materi tersebut meliputi: 1. Berdoa sebelum dan sesudah memulai kegiatan

2. Mengucapkan salam bila bertemu dengan orang lain 3. Tolong menolong sesama teman

4. Rapi dalam bertindak dan berpakaian

5. Berlatih untuk selalu tertib dan patuh pada peraturan serta bersedia menerima tugas, menyelesaikan tugas, dan memusatkan perhatian dalam jangka waktu tertentu 6. Memiliki sikap tengang rasa terhadap keadaan orang lain.

7. Berani dan mernpunyai rasa ingin tahu yang besar. 8. Merasa puas atas prestasi yang dicapai

9. Bertanggun gjawab terhadap tugas yang diberikan 10. Bergotong royong sesama teman

11. Mencintai tanah air

12. Mengurus diri sendiri, antara lain meliputi membersihkan diri sendiri, berpakaian sendiri, makan sendiri, dan memelihara milik sendiri

13. Menjaga kebersihan lingkungan, termasuk membantu membersihkan dan membuang sampah pada tempatnya.

(18)

14. Menyimpan mainan setelah digunakan

15. Mengendalikan emosi, misalnya saat berpisah dengan ibu tanpa menangis, sabar menunggu giliran, berhenti bermain pada waktunya tidak cengeng, dapat membedakan milik sendiri dan orang lain, menunjukkan reaksi yang wajar karena marah, senang, sedih, takut, dan cemas.

16. Sopan santun meliputi terbiasa mengucapkan terima kasih dengan baik atau meminta tolong dengan baik

17. Menjaga keamanan diri, termasuk menghindar dari obat-obat berbahaya dan menghindar dari benda-benda yang berbahaya pula (Hidayat mengutip GBPKB 1995).

Sedangkan kompetensi dan hasil berajar yang ingin dicapai pada aspek pegembangan moral-agama mengacu pada menu pembelajaran PAUD adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Allah dan mencintai sesama (Hidayat, 2007: 7.12). Berikut ruang lingkup dan rinciannya berdasarkan kelompok mulai 3-6 tahun:

1. Menyayikan lagu keagamaan

2. Berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan dengan sikap berdoa 3. Dapat melakukan gerakan beribadah

4. Membedakan ciptaan Tuhan dengan buatan manusia

5. Menyayangi orang tua, orang di sekeliling, guru, teman, pembantu, binatang, dan tanaman

6. Mengenal/memahami sifat-sifat Tuhan, misalnya Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan lain sebaginaya

7. Merasakan/ditunjukkan rasa sayang dan cinta kasih melalui belaian atau rangkulan 8. Selalu mengucapkan terima kasih setelah menerima sesuatu

9. Mengucapkan salam

10. Mengucapkan kata-kata santun, misalnya maaf, tolong, dan lain-lain 11. Menghargai teman dan tidak memaksakan kehendak

12. Membantu pekerjaan ringan orang dewasa.

Sementara itu terkait dengan karakter atau sifat materi pengembangan moral dan nilai-nilai agama pada anak usia dini, menurut Hidayat guru harus dapat memilih materi yang sesuai dengan karakter anak usia dini, di antaranya:

(19)

1. bersifat terapan dan berkaitan dengan kegiatan rutin anak-anak dalam kehidupan sehari-hari,

2. Enjoyable, yaitu materi pembelajaran diupayakan bisa membuat anak senang, menikmati, dan mengikuti kegiatan dengan antusias, dan

3. Mudah ditiru, yaitu materi yang disampaikan dapat dipraktikkan oleh anak dengan mudah.

C.KESIMPULAN

Seiring dengan perkembangan sosial dan emosional, anak-anak usia prasekolah juga mengalami perkembangan moral dan agamanya. Adapun yang dimaksud dengan perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.

Selain kecerdasan yang ada, kecerdasan yang mendasari seluruh kecerdasan yaitu cerdas spiritual atau agama. Keyakinan akan adanya sang pencipta atau Tuhan sebagai causa prima sangat penting diberikan kepada anak, karena dapat membantu dalam membentuk pribadi anak yang baik.

Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Pengembangan moral anak usia dini dapat melalui pengembangan pembiasaan berperilaku baik dalam keluarga dan sekolah.

Ada 3 strategi dalam pembentukan perilaku moral pada anak usia dini, yaitu: Pertama strategi latihan dan pembiasaan, kedua, Strategi aktivitas dan bermain, dan ketiga Strategi pembelajaran. Sedangkan strategi dan teknik yang dilakukan orang tua untuk mengasah kecerdasan spiritual anak adalah: Memberi contoh, melibatkan anak menolong orang lain, dan bercerita serial keagamaan.

Dalam merancang kegiatan pengembangan moral-agama pada anak usia dini perlu dilakukan secara sirnultan (terus-menerus) dan terpadu, baik terpadu dalam hal kerjasama antara orang tua dan guru maupun terpadu dalam dalam hal materi pemberajarannya, seperti memadukan antara yang teoritis dan praktis.

Sementara itu terkait dengan karakter atau sifat materi pengembangan moral dan nilai-nilai agama pada anak usia dini, menurut Hidayat guru harus dapat memilih materi

(20)

yang sesuai dengan karakter anak usia dini, yakni (1) bersifat terapan dan berkaitan dengan kegiatan rutin anak-anak dalam kehidupan sehari-hari, (2) enjoyable, yaitu materi pembelajaran diupayakan bisa membuat anak senang, menikmati, dan mengikuti kegiatan dengan antusias, dan (3) Mudah ditiru, yaitu materi yang disampaikan dapat dipraktikkan oleh anak dengan mudah.

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Daradjat, Zakiah. 1970. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hurlock, Elizabeth. 1996. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Jalaluddin. 1996. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.

Partini. 2010. Pengantar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo Litera Media. Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Http://belajarpsikologi.com/multiple-intelligences-atau-kecerdasan-ganda //[Senin 17 Oktober 2016. 15.10 WIB]

Http://multazam-einstein.blogspot.co.id/2013/04/mengembangkan-aspek-moral-dan-nilai.html?m=1. (online) [Senin, 17 Oktober 2016, 03.00 PM]

Http://nuritaputranti.wordpress.com/2007/11/27/kecerdasan-majemuk-multiple-intelligences/ /[Senin, 17 Oktober 2016. 15.00 WIB]

Http://pg-paud.blogspot.com/2011/02/pengembangan-moral-dan-nilai-nilai_06. html/[Senin, 17 Oktober 2016. 15.40 WIB]

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis yang dilakukan akan diperoleh nilai sebaran klorofil-a, suhu permukaan laut, dan angin, kriteria upwelling di laut Banda, korelasi hubungan antar

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Partisipasi anggota koperasi Tuke Jung tergolong cukup baik dengan kriteria sebesar 73,75% sedangkan Keberhasilan koperasi Tuke

sesuai dengan judul penelitian “internalisasi nilai ketaatan pada senatri di Pondok Pesantren Alquran Al-Falah II Nagreg Kabupaten Bandung ” peneliti

dalam screw press yang diimbangi dengan tekanan stabil maka ekstraksi minyak akan. lebih sempurna, dengan demikian kehilangan minyak akan

Perencanaan, Pengorganisasian, Pekerjaan dan Pengawasan Badan Pengelola Perbatasan Daerah Kabupaten Kepulauan Meranti Dalam Melaksanakan Fungsinya Stoner dan Wankel

Berdasarkan grafik pada Gambar 7, dapat diambil kesimpulan apabila bobot inersia semakin besar maka akan terjadi penurunan dari kecepatan tiap iterasinya, dengan kata

Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui kandungan yang terdapat pada lidah buaya, menentukan komposisi tepat pasta gigi lidah buaya, serta melakukan

Rule of Law sebagai suatu legalisme yang memuat wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara, harus dapat ditegakkan secara adil,