• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 4). Konsep Remaja, dan 5). Hubungan antar konsep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 4). Konsep Remaja, dan 5). Hubungan antar konsep"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikanlandasan teoritis yang mendasari masalah yang akan diteliti, meliputi 1). Konsep Pubertas, 2). Konsep Diri, 3). Konsep Persepsi, 4). Konsep Remaja, dan 5). Hubungan antar konsep

2.1 Konsep Pubertas 2.1.1 Definisi Pubertas

Kata pubertas berasal dari kata latin yang berarti “usia kedewasaan”. Kata ini lebih menunjukkan pada perubahan fisik daripada perubahan perilaku yang terjadi pada saat individu secara seksual menjadi matang dan mampu memberikan keturunan (Hurlock, 2012). Menurut Santrock, (2007) Pubertas (puberty) adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal, dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal. 2.1.2 Klasifikasi Masa Pubertas

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), klasifikasi pubertas sebagai berikut:

1. Prapubertas

Periode ini tidak lagi dianggap sebagai anak-anak, namun dia belum dapat dikatakan remaja. Selama masa ini terjadi proses awal kematangan fisik dan psikis. Kematangan seks primer belum berkembang dan sebatas pada bulu-bulu halus sekitar organ seks. Batasan usia bagi pria usia 10-11 tahun dan wanita 9-10 tahun.

2. Pubertas

(2)

remaja dan munculnya kematangan seks. Bagi pubertas perempuan kematangan seksual pada pria ditandai dengan awal keluar sperma (saat awal mimpi basah). Ciri-ciri seks primer dan sekunder terus mengalami proses kematangan. Tahap pubertas disebut tahap awal kematangan. Batasan usia bagi pria sekitar usia 12-15 tahun dan pada wanita 11-15 tahun.

3. Pasca-Pubertas (Adolesens)

Tahap adolesens bertumpang tindih dengan tahun pertama atau kedua masa remaja. Ciri-ciri seks primer dan seks sekunder akan terlihat semakin jelas. Batasan usia pascapubertas bagi pria dan wanita sekitar usia 16-17 tahun.

2.1.3 Ciri-ciri Pubertas

Menurut Kartono (2007), masa pubertas ini tidak dapat dipastikan kapan dimulainya, dan bilamana akan berakhir. Masa pubertas sebenarnya dimulai pada usia kurang lebih 14 tahun dan akan berakhir pada usia kurang lebih 17 tahun. Namun pubertas anak gadis pada umumnya berlangsung lebih awal daripada anak laki-laki. Pada usia puber ini muncul unsur baru, yaitu: kesadaran akan kepribadian dan kehidupan batiniah sendiri; sekaligus perkuatan dari rasa-AKU. Anak juga mulai menemukan nilai-nilai tertentu, dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis. Maka, dari perasaan yang ambileven dan ketidakpastian penuh dari keragu-raguan pada usia pra-pubertas, tibalah anak muda pada masa kemantapan yang lebih berbobot pada usia pubertas sebenarnya. Masa pubertas ini juga merupakan masa rekonstruksi. Dengan timbulnya kepercayaan-diri, timbul pula kesanggupan menilai kembali tingkah laku sendiri yang dianggap tidak bermanfaat lagi, untuk digantikan dengan aktivitas yang lebih bernilai. Anak puber ini mulai menemukan diri sendiri atau jati dirinya.

(3)

Anak melebih-lebihkan AKU-nya. Segala sesuatu yang berbau tradisi dan “kekuasaan orang dewasa”, ingin dibuangnya jauh-jauh; karena anak kini menemukan nilai-nilai dan norma-norma baru yang dianggapnya lebih unggul. Dia tidak mau dianggap sebagai kanak-kanak lagi, dan ingin cepat-cepat jadi dewasa. Oleh karena itu, dia suka berlagak dewasa; antara lain dengan merokok, ngebut naik motor, banyak “ngibul”, dan bergaya seperti orang dewasa. Pada usia puber ini mulai muncul sifat-sifat khas wanita dan laki-laki. Yaitu sifat pasif-menerima pada wanita, dan sifat aktif-berbuat pada anak laki-laki. Oleh karena itu penampakan tingkah laku anak laki-laki kelihatan lebih hebat dan meledak-ledak. Perilaku gadis-gadis puber tampak lebih terkendali oleh perasaan, dan terikat pada tradisi serta peraturan-peraturan keluarga.

Rasa bimbang dan takut mulai menghilang sedikit demi sedikit. Baik pada anak perempuan maupun anak-anak laki mulai timbul keberanian berbuat. Anak laki-laki menuntut haknya untuk menentukan nasib sendiri, dan ikut menentukan segala keputusan. Sedang anak-anak perempuan berusaha keras untuk lebih disayang oleh siapapun juga. Anak laki-laki ingin memperlihatkan tingkah laku kepahlawanan. Sedang anak wanita lebih menampilkan lamunan dan rasa kekaguman terhadap sifat-sifat kepahlawanan. Sehingga minat anak perempuan dan anak laki-laki mulai mengarah pada obyek yang berbeda. Masa pubertas ini merupakan periode masa penuh badai dan gelora nafsu. Merupakan waktu untuk terus-menerus mencari dan menemukan; dipenuhi unsur keputus-asaan dan puncak kebahagiaan juga merupakan untuk mandiri (menjadi aku yang berdiri sendiri). Anak sering dicekam kepedihan hati, karena ia tidak memahami keadaan diri sendiri maupun situasi lingkungannya. Pada usia pubertas tersebut muncul

(4)

pula beberapa aspirasi, beberapa impian hidup, dan cita-cita paling tinggi. Tapi sebaliknya mungkin pula dibarengi timbulnya nafsu rendah dan pikiran yang paling inferior pada anak puber.

2.1.4 Sebab-sebab Pubertas

Menurut Hurlock (2012) sampai abad ini, penyebab perubahan fisik yang terjadi pada masa puber masih merupakan misteri. Dengan banyaknya riset di bidang endrokrinologi, ilmu medis telah mampu menetapkan sebab yang pasti dari perubahan fisik, meskipun sampai sekarang ahli-ahli endokrinologi tidak dapat menerangkan adanya keanekaragaman dalam usia puber dan dalam waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan perubahan-perubahan pubertas. Hubungan yang erat antar kelenjar pituitary yang terletak pada dasar otak telah tebentuk bersama dengan gonad atau kelenjar seks. Gonad (bibit sperma) pria adalah testis dan gonad (bibit atau telur) wanita adalah telur. Peran kelenjar ini dalam perubahan-perubahan pada masa puber diraikan sebagai berikut :

1. Peran Kelenjar Pituitary

Kelenjar pituitary mengeluarkan dua hormon: hormon gonadotrofik pertumbuhan yang berpengaruh dalam menentukan besarnya individu, dan hormon yang merangsang gonad untuk meningkatkan kegiatan. Sebelum masa puber secara bertahap jumlah hormon gonadotrofik semakin bertambah dan kepekaan gonad terhadap hormon gonadotrofik dan peningkatan kepekaan juga semakin bertambah dalam keadaan demikian beberapa perubahan pada masa puber mulai terjadi.

(5)

2. Peran Gonad

Dengan pertumbuhan dan perkembangan gonad, organ-organ seks yaitu ciri-ciri seks primer bertambah besar dan fungsinya menjadi matang, dan ciri-ciri seks sekunder, seperti rambut kemaluan mulai berkembang.

3. Interaksi Kelenjar Pituitary dan Gonad

Hormon yang dikeluarkan oleh gonad, yang telah dirangsang oleh hormon gonadotrofik, yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary, selanjutnya bereaksi terhadap kelenjar ini dan menyebabkan secara berangsur-angsur penurunan jumlah hormon pertumbuhan yang dikeluarkan sehingga menghentikan proses pertumbuhan. Interaksi antara hormon gonadotrofik dan gonad berlangsung terus sepanjang kehidupan reproduksi individu, dan lambat laun berkurang menjelang wanita mendekati menopause dan pria mendekati climacteric.

2.1.5 Usia pada Masa Puber

Menurut Hurlock (2012), dalam kebudayaan Amerika saat ini, kira-kira 50 persen anak perempuan menjadi matang antara 12,5 dan 14,5 tahun, dengan kematangan rata-rata berusia 13 tahun. Rata-rata anak laki-laki menjadi matang secara seksual antara usia 14 dan 16,5 tahun.

Antara usia 12 dan 14 tahun, perbedaan antara kedua seks sangat menonjol, dengan kenyataan yang tampak bahwa lebih banyak anak perempuan yang menjadi matang daripada anak laki-laki. Perbedaan ini dicerminkan dalam tubuh yang lebih besar dan lebih matang, dan perilaku yang lebih matang, lebih agresif dan lebih sadar diri. Terdapat bukti bahwa anak laki-laki dan anak perempuan di Amerika Serikat sekarang mencapai masa puber lebih cepat daripada generasi yang lalu. Hal tersebut berkaitan dengan kesehatan yang baik,

(6)

perawatan kedokteran sebelum dan sesudah kelahiran yang lebih baik, dan gizi yang lebih baik.

2.1.6 Pertumbuhan Pesat Pubertas

Menurut Hurlock (2012), pertumbuhan pesat pubertas bagi anak perempuan mulai antara usia 8,5 dan 11,5 tahun, dengan puncak rata-rata pada 12,5 tahun. Sejak itu tingkat pertumbuhan menurun dan berangsur-angsur berhenti antara 17 dan 18 tahun. Anak laki-laki biasanya mengalami pertumbuhan pesat yang sama, kecuali bahwa pertumbuhan mulai lebih lambat dan berlangsung lebih lama. Bagi anak laki-laki, pertumbuhan pesat mulai antara 10,5 dan 14,5 tahun, mencapai puncaknya antara 14,5 dan 15,5 tahun dan kemudian diikuti oleh penurunan secara berangsur-angsur sampai 20 atau 21 tahun, pada saat proses pertumbuhan selsesai, pertambahan tinggi, berat dan kekuatan terjadi dalam kurun waktu yang kurang lebih sama.

Menurut Santrock (2007), selama pertambahan tinggi tubuh yang pesat, perempuan bertambah sekitar 3 ½ inci pertahun, laki -laki sekitar 4 inci. Pertambahan berat tubuh berlangsung bersamaan dengana dimulainya masa pubertas (Susman & Rogol, 2004, dalam Santrock, 2007). Pada puncak pertambahan berat tubuh, berat tubuh perempuan bertambah rata-rata 18 pon setiap tahunnya di usia sekitar 12 tahun (kurang lebih enam bulan setelah dimulainya pesatnya pertumbuhan tinggi tubuh). Puncak pertumbuhan berat tubuh laki-laki pertahunnya 20 pon terjadi di waktu yang kurang lebih sama dengan puncak pertumbuhan tinggi tubuhnya , yakni sekitar usia 13 hingga 14 tahun. Disamping meningkatnya tinggi dan berat tubuh, masa pubertas menimbulkan perubahan lebar pinggul dan bahu. Lebar pinggul perempuan bertambah secara

(7)

pesat, demikian pula lebar bahu laki-laki. Pada perempuan, melebarnya pinggul berkaitan dengan meningkatnya hormon esterogen. Pada laki-laki, melebarnya bahu berkaitan dengan meningkatnya testosteron.

Menurut Hurlock (2012), pertumbuhan dan perkembangan pesat yang terjadi selama masa puber sebagian bergantung pada faktor keturunan, yang mempengaruhi kelenjar-kelenjar endokrin, dan sebagian lagi tergantung pada faktor lingkungan. Yang terpenting dari faktor lingkungan adalah gizi. Gizi yang buruk dalam masa kanak-kanak menyebabkan berkurangnya produksi hormon pertumbuhan. Gizi yang baik mempercepat produksi hormon tersebut. Gangguan emosional dapat mempengaruhi pertumbuhan karena mengakibatkan produksi adrenal steroid yang berlebihan yang merugikan hormon pertumbuhan. Kalau pertumbuhan pesat masa puber terganggu oleh penyakit, gizi yang buruk, atau ketegangan emosional yang berlangsung lama, maka akan terjadi penundaan penyatuan tulang-tulang sehingga anak tidak dapat mencapai tinggi tubuh yang sempurna.

2.1.7 Perubahan Tubuh pada Masa Puber

Menurut Hurlock (2012), selama pertumbuhan pesat masa puber, terjadi empat perubahan fisik penting pada tubuh remaja. Perubahan ukuran tubuh, perubahan proporsi tubuh, perkembangan ciri-ciri seks primer dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder.

1. Perubahan Ukuran Tubuh

Perubahan Fisik utama pada masa puber adalah perubahan ukuran tubuh dalam tinggi dan berat badan. Peningkatan tinggi badan yang terbesar terjadi setahun sesudah dimulainya masa puber. Sesudahnya, pertumbuhan menurun dan

(8)

berlangsung lambat sampai usia dua puluh atau dua puluh satu. Karena periode pertumbuhan yang lebih lama, anak laki-laki lebih tinggi daripada anak perempuan pada saat sudah matang, karena setelah haid, tingkat pertumbuhan berhenti sekitar delapan belas tahun. Pertambahan berat tidak hanya karena lemak, tetapi juga karena tulang dan jaringan otot bertambah besar. Jadi, meskipun anak puber dengan pesat bertambah berat, tetapi seringkali kelihatannya kurus dan kering. Pertambahan berat yang paling besar pada anak perempuan terjadi sesaat sebelum dan sesudah haid. Setelah itu pertambahan berat hanya sedikit. Bagi anak laki-laki, pertambahan berat maksimum terjadi setahun atau dua tahun setelah anak perempuan dan mencapai puncaknya pada usia enam belas tahun, setelah itu pertambahan berat hanya sedikit. Kegemukan selama masa puber bagi anak laki-laki dan anak perempuan tidaklah aneh. Antara usia sepuluh dan dua belas, di sekitar permulaan terjadinya pertumbuhan pesat, anak cenderung menumpuk lemak di perut, di sekitar puting susu, di pinggul dan paha, di pipi, leher, dan rahang. Lemak ini biasanya hilang setelah kematangan masa puber dan pertumbuhan pesat tinggi badan dimulai, meskipun ada yang menetap sampai dua tahun lebih selama masa awal masa puber.

2. Perubahan Proporsi Tubuh

Perubahan fisik pokok yang kedua adalah perubahan proporsi tubuh. Daerah-daerah tubuh tertentu yang tadinya terlampau kecil, menjadi terlampau besar karena kematangan tercapai lebih cepat dari daerah-daerah tubuh yang lain. Ini tampak jelas pada hidung, kaki dan tangan. Barulah pada bagian akhir masa remaja seluruh daerah tubuh mencapai ukuran dewasa, meskipun perubahan besar terjadi sebelum masa puber selesai.

(9)

Badan yang kurus dan panjang mulai melebar di bagian pinggul dan bahu, dan ukuran pinggang berkembang. Pada mulanya ukuran pinggang tampak tinggi karena kaki menjadi lebih panjang daripada badan. Dengan bertambahnya panjangnya badan, ukuran pinggang berkurang sehingga memberikan perbandingan tubuh dewasa. Lebar pinggul dan bahu dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak laki-laki yang lebih cepat matang biasanya mempunyai bahu yang lebar daripada anak yang lebih lambat matang, dan anak perempuan yang lebih lambat matang mempunyai pinggul yang sedikit lebih besar daripada anak yang cepat matang.

Sebelum masa puber, tungkai kaki lebih panjang daripada badan dan keadaan ini bertahan sampai sekitar usia lima belas tahun. Pada anak yang lambat matang, pertumbuhan tungkai kaki berlangsung lebih lama daripada anak yang cepat matang, sehingga tungkai kaki lebih panjang. Tungkai kaki anak yang cepat matang cenderung pendek, gemuk sedangkan tungkai kaki yang lambat matang pada umumnya lebih ramping.

Pola yang sama terjadi pada pertumbuhan, lengan yang pertumbuhannya mendahului pertumbuhan pesat badan, sehingga tampaknya terlalu panjang. Seperti halnya dengan pertumbuhan tungkai kaki, pertumbuhan lengan dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak-anak yang cepat matang cenderung mempunyai lengan yang lebih pendek daripada anak yang lambat matang. Halnya sama juga dengan anak yang cepat matang yang mempunyai tungkai kaki lebih pendek daripada tungkai kaki anak yang lambat matang. Sampai pertumbuhan lengan dan tungkai kaki mendekati sempurna, barulah tercapai perbandingan yang

(10)

baik dengan tangan dan kaki, yang keduanya mencapai ukurannya kematangan pada awal masa puber.

3. Ciri-ciri Seks Primer

Perubahan fisik pokok ketiga adalah pertumbuhan dan perkembangan ciri-ciri seks primer, yaitu organ-organ seks. Pada pria, gonad atau testis, yang terletak di dalam scrotum diluar tubuh, pada usia empat belas tahun sekitar sepuluh persen dari ukuran matang. Kemudian terjadi pertumbuhan pesat selama satu atau dua tahun, setelah itu pertumbuhan menurun; testis sudah berkembang penuh pada usia dua puluh atau dua pulu satu.

Segera setelah pertumbuhan pesat testis terjadi, maka pertumbuhan penis meningkat pesat. Yang mula-mula meningkat adalah panjangnya, kemudian disertai secara berangsur-angsur dengan besarnya.

Kalau fungsi organ reproduksi pria sudah matang, maka biasanya mulai terjadi basah malam, biasanya kalau anak laki-laki bermimpi tentang seksual yang menggairahkan, kalau kandung kemihnya penuh atau mengalami sembelit kalau ia memakai piyama yang ketat atau kalau ia terselimuti dengan hangat.banyak anak laki-laki tidak menyadari apa yang terjadi sampai ia melihat bercak-bercak pada alas tempat tidur atau piyama.

Semua organ reproduksi wanita tumbuh selama masa puber, meskipun dalam tingkat kecepatan yang berbeda. Berat uterus anak usia sebelas atau dua belas tahun berkisar 5,3 gram; pada usia enam belas tahun berkisar rata-rata beratnya 43 gram. Tuba falopi, dan vagina juga tumbuh pesat pada saat ini.

Petunjuk pertama bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan menjadi matang adalah datangnya haid pertama kali (menarche). Jadwal menarche

(11)

dipengaruhi oleh genetik, fisik, emosional, dan lingkungan, usia menstruasi pertama cenderung mirip dengan sang ibu (Papalia, Old, dan Fieldman, 2008). Menstruasi adalah permulaan dari serangkaian pengeluaran darah, lendir, dan jaringan sel yang hancur dari uterus ecara berkala, yang akan terjadi kira-kira setiap 28 hari sampai mencapai menopause, apada akhir empat puluhan atau awal lima puluhan tahun (Hurlock, 2012).

Periode haid umumnya terjadi pada jangka waktu yang sangat tidak teratur dan lamanya berbeda-beda pada tahun-tahun pertama. Periode ini dikenal sebagai tahap kemandulan remaja. Dalam hal ini tidak terjadi ovulasi, atau pematangan dan pelepasan sel telur yang matang dari folikel dalam indung telur. Oleh karena itu, anak perempuan disebut mandul (sementara). Bahkan setelah mengalami beberapa periode haid, masih diragukan apakah mekanisme seks sudah cukup matang untuk pembuahan.

4. Ciri-ciri Seks Sekunder

Perubahan fisik keempat adalah perkembangan ciri-ciri seks sekunder. Perkembangan seks sekunder membedakan pria dari wanita dan membuat anggota seks tertentu tertarik pada organ jenis kelamin yang lain. Ciri ini tidak berhubungan dengan reproduksi meskipun secara tidak langsung ada juga hubungannya, yaitu karena pria tertarik pada wanita dan begitu pula sebaliknya. Inilah sebabnya mengapa ciri ini disebut “sekunder”, dibandingkan dengan organ-organ seks “primer” yang langsung berhubungan dengan reproduksi. Selama penampilan tubuh masih seperti anak-anak, tidak ada “daya tarik seks”. Keadaan ini berubah bila ciri seks sekunder muncul.

(12)

Dengan berkembangnya periode ini, penampilan anak laki-laki dan anak perempuan semakin berbeda. Perubahan ini disebabkan oleh perkembangan ciri-ciri seks sekunder secara berangsur-angsur seperti halnya dengan perkembangan lain pada masa puber. Ciri-ciri seks sekunder yang penting, sebagai berikut:

a. Laki-laki 1) Rambut

Pada laki-laki rambut kemaluan timbul sekitar setahun setelah testes dan penis mulai membesar. Rambut ketiak dan rambut di wajah timbul kalai pertumbuhan rambut kemaluan hamoir selesai, demikian pula rambut tubuh. Pada mulanya rambut yang tumbuh hanya sedikit, halus dan warnanya terang. Kemudian menjadi gelap, lebih kasar, lebih subur dan agak keriting.

2) Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-pori meluas.

3) Kelenjar

Kelenjar lemak atau yang memproduksi minyak dalam kulit semakin membesar dan menjadi lebih aktif, sehingga dapat menimbulkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mulai berfungsi dan keringat bertambah banyak dengan berjalannya masa puber.

4) Otot

Otot-otot bertambah besar dan kuat, sehingga memberi bentuk bagi lengan, tungkai kaki, dan bahu.

(13)

5) Suara

Suara berubah setelah rambut kemaluan timbul. Mula-mula suara menjadi serak dan kemudian tinggi suara menurun, volumenya meningkat dan mencapai pada yang lebih enak. Suara yang pecah sering terjadi kalau kematangan berjalan pesat.

6) Benjolan Dada

Benjolan-benjolan kecil di sekitar kelenjar susu pria timbul sekitar usia dua belas dan empat belas tahun. Ini berlangsung selama beberapa minggu dan kemudian menurun baik jumlahnya maupun besarnya. b. Perempuan

1) Pinggul

Pinggul menjadi bertambah lebar dan bulat akibat membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit.

2) Payudara

Segera setelah pinggul mulai membesar, payudara juga berkembang. Puting susu membesar dan menonjol, dan dengan berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi lebih besar dan bulat.

3) Rambut

Rambut kemaluan timbul setelah pinggul dan payudara mulai berkembang. Bulu ketiak dan bulu pada kulit wajah mulai tampak setelah haid. Semua rambut kecuali rambut wajah, mula-mula lurus dan terang warnanya, kemudian menjadi lebih subur, lebih kasar, lebih gelap, dan agak keriting.

(14)

4) Kulit

Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, dan lubang pori-pori bertambah besar.

5) Kelenjar

Kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif. Sembatan kelenjar lemak dapat menyebabkan jerawat. Kelenjar keringat di ketiak mengeluarkan banyak keringat dan baunya menusuk sebelum dan selama haid.

6) Otot

Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk pada bahu, lengan dan tungkai.

7) Suara

Suara menjadi lebih penuh dan lebih semakin merdu. Suara serak dan suara yang pecah jarang terjadi pada anak perempuan.

2.1.8 Perubahan Psikologis pada Masa Puber

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), perubahan psikologis selama masa pubertas berhubungan dengan sikap dan perilaku. Faktor penyebab perubahan psikologis adalah perubahan fisik, yakni akibat kelenjar endokrin dan pituitary, cepat atau lambatnya kematangan (early mature and late mature), waktu kematangan, kemampuan individual, dan kemauan.

Dampak dari perubahan fisik pada masa pubertas menyebabkan adanya perubahan sikap dan perilaku, seperti ingin menyendiri sehingga dia menarik diri dari hubungan sosial dan hanya sebatas teman kelompok, inkoordinasi gerakan

(15)

dan aktivitas sehingga merasa kikuk atau canggung dalam tindakan, timbulnya rasa bosan sehingga menjadi pemalas, adanya perubahan emosi, seperti murung, merajuk, menangis kecil, sedih, gelisah, cemas dan marah, mengalami antagonis sosial yang ditunjukkan dengan tidak mau bekerja sama, membantah, menantang, permusuhan terbuka, dan merasa tidak percaya diri.

2.1.9 Bahaya pada Masa Puber

Menurut Hurlock (2012), bahaya pada masa puber pada umumnya gawat, terutama karena berakibat jangka panjang. Bahaya ini bertentangan dengan tahap perkembangan yang terdahulu, dimana bahayanya sendiri yang lebih penting dibandingkan dengan akibat jangka panjangnya.

Seperti halnya dengan akhir masa kanak-kanak, bahaya psikologis lebih banyak dan akibatnya lebih luas daripada bahaya fisik. Selanjutnya, hanya sedikit anak puber yang terpengaruh bahaya fisik, sedangkan semua anak puber terpengaruh oleh bahaya psikologis meskipun dalam tingkat yang berbeda.

1. Bahaya Fisik

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), penyakit fisik dan aktual jarang dialami dalam periode pubertas. Demikian juga tingkat kematiannya tergolong rendah, karena anak pubertas jarang menderita penyakit berat dan jarang melakukan aktivitas. Secara umum, bahaya-bahaya fisik yang sering terjadi pada pubertas adalah akibat ketidakseimbangan kelenjar endokrin. Namun untuk tingkat bunuh diri para pubertas lebih sering dilakukan dibandingkan dengan tahap pra atau pascapubertas. Faktor penyebab bunuh diri pubertas berkaitan dengan masalah psikologis, seperti akibat konflik, depresi dan stres.

(16)

2. Bahaya Psikologis

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), alasan anak pubertas tidak puas pada perubahan tubuh bersumber konsep tubuh ideal yang tinggi, konsep bentuk tubuh ideal dari kelompok, kepercayaan tradisional yang mewajibkan memiliki bentuk tubuh ideal, dan takut ditolak.

Demikian pula dengan ketidaksiapan menerima peran seks juga bersumber dari konsep kepercayaan tradisional yang menilai bahwa salah satu gender memiliki keunggulan, memiliki martabat tinggi keluarga dan sosial budaya. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri yang kurang matang adalah konsep diri yang tidak realistis dan salah, perilaku canggung, perasaan kecewa, asosial, bersikap negatif, menarik diri, sedikit bicara, agresif, dan tindakan balas dendam.

Rasa ketidakbahagiaan kerap kali menyertai pubertas. Faktor penyebab ketidakbahagiaan pubertas bersumber dari sikap penerimaan atau penolakan terhadap diri sendiri atau sosial. Agar mencapai kepuasan dan kebahagiaan dalam kehidupan, maka para pubertas akan berusaha keras untuk dapat diterima orang lain dan menerima diri seadanya.

Rasa ketidakbahgiaan pada pubertas juga bersumber dari penampilan fisik. Semakin baik fisik pubertas tersebut, maka semakin bahagia anak pubertas tersebut.

2.2 Konsep Diri

2.2.1. Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah konseptualisasi individu terhadap diri sendiri. Ini merupakan perasaan subjektif individu dan kombinasi yang kompleks dari yang

(17)

disadari/tidak disadari, sikap, dan persepsi (Potter & Perry, 2009).

Konsep diri adalah suatu susunan konsep hipotetis yang merujuk pada perangkat kompleks dari karakteristik proses fisik, perilaku, dan kejiwaan dari seseorang Sobur (2003).

2.2.2. Jenis-jenis Konsep Diri

Menurut Kozier dkk (2010), konsep diri terbagi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.

1. Konsep Diri Positif

Konsep diri yang positif penting untuk kesehatan mental dan fisik individu. Individu yang memiliki konsep diri yang positif lebih mampu mengembangkan dan mempertahankan hubungan interpersonal dan lebih tahan terhadap penyakit psikologis dan fisik. Individu yang memilki konsep diri yang kuat seharusnya lebih mampu menerima atau beradaptasi dengan perubahan yang mungkin terjadi sepanjang hidupnya. Menurut Rakhmat (1985, dalam Saam & Wahyuni, 2012), ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri yang positif adalah sebagai berikut: yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, mampu mengungkapkan.

2. Konsep Diri Negatif

Penelitian Coopersmith dalam Saam & Wahyuni (2012), konsep diri yang rendah akan disertai kurangnya kepercayaan diri sendiri dalam menghadapi lingkungannya. Individu yang memiliki konsep diri yang buruk dapat mengungkapkan perasaan tidak berharga, tidak menyukai diri sendiri, atau bahkan membenci diri sendiri, yang dapat diproyeksikan kepada orang lain. Individu yang

(18)

memiliki konsep diri yang buruk dapat merasa sedih atau putus asa dan dapat menyatakan tidak memiliki energi, bahkan untuk melakukan tugas yang paling sederhana sekalipun. Aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi, dan berusaha untuk mengubahnya. Menurut Rakhmat (1985, dalam Saam & Wahyuni, 2012), ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri yang negatif adalah sebagai berikut: cenderung merasa tidak disenangi orang lain, dan bersikap pesimis terhadap kompetisi.

2.2.3. Perkembangan Konsep Diri

Konsep diri bukanlah merupakan faktor hereditas, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman dan hubungan individu dengan orang lain (Saam & Wahyuni, 2012).

Menurut Hurlock (1979, dalam Saam & Wahyuni, 2012), bayi yang baru lahir belum menyadari dirinya terpisah dari lingkungannya. Secara bertahap dengan adanya sensasi yang ia alami, baik dari segi fisiknya sendiri maupun dari lingkungannya maka anak mulai dapat membedakan dirinya dengan lingkungan. Kesadaran akan diferensiasi merupakan awal dari perkembangan konsep diri.

Konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang tentang sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya (Sobur, 2003).

Hurlock (1979, dalam Saam & Wahyuni, 2012), merinci pola perkembangan konsep diri sebagai berikut:

1. Konsep Diri Primer (The Primer Self-Concept)

(19)

bermacam-macam konsep diri, yang dihasilkan dari pengalaman anggota-anggota keluarga yang berbeda seperti orang tua dan saudara-saudaranya.

Konsep diri primer meliputi citra diri fisik dan psikologis (physical and psychological self image). Citra diri psikologis didasarkan atas hubungan anak dengan saudara-saudaranya tersebut. Demikian pula, pembentukan konsep-konsep permulaan dalam kehidupan mereka, aspirasi mereka, tanggung jawab mereka pada orang lain adalah didasarkan pada tuntutan dan bimbingan dari orang tua mereka.

2. Konsep Diri Sekunder (The Secondary Self-Concept )

Dengan bertambahnya hubungan anak di luar rumah maka anak memerlukan konsep diri orang lain terhadap dirinya, hal ini menimbulkan konsep diri sekunder. Jadi, konsep diri sekunder adalah bagaimana anak melihat diri mereka berdasarkan pandangan orang lain. Konsep diri primer sering kali menentukan konsep diri sekunder. Perkembangan konsep diri sekunder akan dibentuk oleh kepercayaan yang mereka miliki. Contoh: pemilihan teman bermain bagi anak adalah orang yang menghargai mereka seperti yang dilakukan oleh orang tua mereka.

Konsep diri yang terbentuk pada tahun-tahun awal kehidupan dan dikuatkan melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh kemudian hari ikut menentukan sikap individu dalam menghadapi berbagai situasi, dan orang lain ikut pula menentukan kualitas tingkah laku individu.

2.2.4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Konsep Diri

Menurut Saam & Wahyuni (2012), pembentukan konsep diri mulai pada tahun-tahun awal dalam kehidupan anak. Konsep diri merupakan hasil yang

(20)

dicapai melalui proses interaksi dan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang diterima anak. Pengalaman ini merupakan hasil eksplorasi anak terhadap lingkungannya dan refleksi diri yang diterima dari orang lain yang berarti (significant others) dalam kehidupannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, menurut Saam & Wahyuni (2012) yang diperkirakan besar pengaruhnya terhadap perkembangan konsep diri anak, yaitu: kemampuan dan penampilan fisik, peranan keluarga, peranan kelompok teman sebaya, dan peranan harga diri.

1. Peranan Kemampuan dan Penampilan Fisik

Salah satu sumber yang penting dari konsep diri adalah citra fisik. Hal ini adalah merupakan cara bagi seseorang melihat fisiknya, yang meliputi tidak hanya apa yang dilihat dari pantulan cermin tetapi juga berdasarkan pengalaman melalui refleksi orang ini. Remaja cenderung tidak merasa bahagia bila ada hambatan dalam penampilan fisik dan kadang-kadang menimbulkan ketidakpuasan.

Dimensi tubuh ideal adalah merupakan patokan bagi individu untuk menanggapinya dan menilai keadaan fisiknya, oleh karena itu setiap individu berusaha untuk mencapai patokan tubuh ideal karena akan mendapat tanggapan positif dari individu lain bila ia berhasil mencapai. Tidak kalah pentingnya adalah meningkatkan tingkat penerimaan individu terhadap fisiknya sehingga dapat mengapresiasikan dan merasakan fisik mereka secara baik.

Bagaimana seseorang menerima citra fisiknya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kebudayaan. Di samping itu penilaian citra fisik juga berbeda bagi masing-masing sekse. Umumnya pria menginginkan badan yang tinggi dan besar serta mempunyai kemampuan fisik yang kuat, sedangkan wanita

(21)

menginginkan tubuh yang lembut, ramping, dan mempunyai daya tarik yang memadai. Jenis lelamin terdapat perbedaan konsep diri antara perempuan dan laki-laki. Perempuan mempunyai sumber konsep diri yang bersumber dari keadaan fisik dan popularitas dirinya, sedangkan konsep diri laki-laki bersumber dari agresifitas dan kekuatan dirinya.

2. Peranan Keluarga

Orang yang pertama dikenal anak adalah orang tuanya dan anggota-anggota keluarga yang lain. Empat atau lima tahun pertama dalam kehidupan anak keseluruhan ada dalam lingkungan keluarga. Hal ini berarti bahwa lingkungan sosial yang pertama dan utama bagi anak adalah dalam lingkungan keluarganya. Dalam proses perkembangan selanjutnya anak mulai berinteraksi dengan orang dengan orang di lingkungan yang lebih luas, misalnya teman sekolah atau teman bermain. Oleh karena konsep diri itu terbentuk melalui interaksi dan pengalaman dengan orang-orang yang berarti dalam kehidupannya, maka orang-orang tersebut adalah berperanan penting dalam pembentukan konsep diri anak.

Konsep diri yang tidak menguntungkan itu biasanya berasal dari rumah. Oleh karena konsep diri itu merupakan mirror image dari kepercayaan anak kepada orang-orang yang berarti dalam kehidupannya, maka hubungan dan suasana yang buruk dalam keluarga dapat menimbulkan konsep diri yang tidak menguntungkan bagi anak. Akibatnya, anak dapat menjadi pemberontak, agresif, menarik diri atau mementingkan diri sendiri (Hurlock, 1978 dalam Saam & Wahyuni, 2012). Pola tingkah laku yang tidak matang dan tidak sosial yang diakibatkan oleh konsep diri yang tidak menguntungkan dapat berkembang dari lingkungan keluarga ke lingkungan sosial yang lebih luas, sehingga memengaruhi

(22)

hubungan anak dengan orang lain, yang menyebabkan orang lain tidak menyenangi mereka. Hal ini akan menimbulkan konsep diri yang tidak menguntungkan dalam lingkungan yang lebih luas. Nilai gender yang dianut masyarakat termasuk keluarga telah tersistematis bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki. Stereotip ini kemudian berimplikasi pada cara memperlakukan perempuan secara berbeda dengan laki-laki sehingga berdampak besar pada konsep diri yang terbentuk dalam diri perempuan. Keluarga hendaknya berupaya dalam pembentukan konsep diri anak perempuan dan laki-laki agar tidak ada perbedaan.

3. Peranan Kelompok Teman Sebaya

Teman sebaya merupakan salah satu kelompok sosial yang berperan penting dalam proses sosialisasi anak. Dalam kelompok tersebut anak akan memperoleh berbagai pengalaman belajar yang diperlukan bagi perkembangannya. Konsep diri anak secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh kelompok bermain. Kelompok bermain dapat memberi beberapa informasi yang kadang-kadang juga berubah. Selain itu, kelompok bermain berfungsi sebagai sumber bagi anak untuk membandingkan dirinya dengan teman. Jika anak menganggap dirinya relatif lebih tinggi daripada teman-temannya, misalnya mengenai daya tarik, kecerdasan dan popularitas, maka konsep diri anak akan meningkat; jika anak merasa lebih rendah tingkatannya dari teman-temannya mengenai sifat-sifat tersebut, maka konsep diri anak berkurang (Mussen, 1980 dalam Saam & Wahyuni, 2012).

4. Peranan Harga Diri

Harga diri adalah deskripsi secara lebih mendalam mengenai citra diri,

(23)

yang merupakan penilaian terhadap diri sendiri. Menurut Maslow (1970), pengertian harga diri adalah penghargaan terhadap diri sendiri dan penghargaan dari orang lain. Penghargaan terhadap diri sendiri berasal dari kepercayaan diri, kemandirian diri, dan kebebasan, sedangkan penghargaan dari orang lain timbul karena adanya prestasi dan apresiasi. Harga diri akan berpengaruh pada tingkah laku seseorang, seperti yang dikatakan Robinson dan Shaver (1980 dalam Saam & Wahyuni, 2012) bahwa kepuasan hidup dan kebahagiaan mempunyai korelasi dengan harga diri. Kepuasan diri dicapai oleh orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik serta terhindar dari rasa cemas, keragu-raguan dan simtom psikomatik.

2.2.5. Komponen Konsep Diri

Kozier dkk (2010), terdapat empat komponen konsep diri: identitas personal, citra tubuh, performa peran, dan harga diri.

1. Identitas Personal

Identitas personal individu merupakan sensasi individualis dan keunikan yang disadari dan secara kontinu muncul sepanjang hidup. Individu sering kali memandang identitas mereka dari nama, jenis kelamin, usia, ras, asal etnis atau budaya, pekerjaan, atau peran, bakat, dan karakteristik situasional lainnya (mis., status perkawinan dan pendidikan).

Identitas personal juga mencakup keyakinan dan nilai, kepribadian, dan karakter. Sebagai contoh, apakah seseorang percaya diri, bersahabat, berhati-hati, murah hati, egois? Oleh karena itu, identitas personal terdiri dari identitas yang nyata dan faktual, seperti nama dan jenis kelamin, dan yang tidak nyata, seperti

(24)

nilai dan keyakinan. Identitas adalah sesuatu yang membedakan diri sendiri dari orang lain.

Individu yang memiliki rasa identitas yang kuat mengintegrasikan citra tubuh, performa peran, dan harga diri ke dalam konsep diri sepenuhnya. Rasa identitas ini memberi individu sensasi kontinuitas dan kesatuan kepribadian. Selain itu, individu memandang dirinya sendiri sebagai orang yang unik.

2. Citra Tubuh

Citra fisik diri, atau citra tubuh, adalah cara individu mempersepsikan ukuran, penampilan, dan fungsi tubuh dan bagian bagiannya. Citra tubuh memiliki aspek kognitif dan afektif. Kognitif adalah pengetahuan materi tubuh dan kelekatannya; afektif mencakup sensasi tubuh, seperti nyeri, kesenangan, keletihan, dan gerakan fisik. Citra tubuh adalah gabungan dari sikap, kesadaran dan ketidaksadaran, yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya.

Citra tubuh mencakup fungsi tubuh dan bagian-bagiannya termasuk pakaian, riasan, gaya rambut, perhiasan, dan hal lain yang melekat pada diri individu. Persepsimasa lalu dan saat ini serta bagaimana tubuh berkembang sepanjang waktu merupakan bagian citra tubuh seseorang.

Citra tubuh individu berkembang sebagian dari sikap dan respons orang lain dari eksplorasi individu terhadap tubuhnya sendiri. Sebagai contoh, citra tubuh yang berkembang pada masa bayi sebagai respons dari orang tua dan pengasuh terhadap anak dengan terssenyum, memeluk, dan menyentuh, dan pada saat anak menggali sensasi tubuhnya sendiri selama menyusu, mengisap jempol, dan mandi. Nilai budaya dan sosial juga mempengaruhu citra tubuh individu. Beragam informasi dan media hiburan selama bertahun-tahun mempengaruhi cara

(25)

individu memandang diri mereka dan dan orang lain. Selama masa remaja, perhatian terhadap citra tubuh merupakan perhatian utama. Potret “ideal” individu oleh media merupakan tujuan yang tidak realistis bagi banyak orang.

Apabila citra tubuh individu mendekati ideal dirinya, individu tersebut cenderung berpikir positif tentang komponen fisik dan nonfisik diri. Ideal tubuh sangat dipengaruhi oleh standar budaya. Sebagai contoh, akhir-akhir ini di Amerika Utara orang-orang mengagumi tubuh bugar dan berotot.

Aspek lain citra tubuh adalah pemahaman bahwa bagian tubuh yang berbeda memiliki nilai yang berbeda bagi orang yang berbeda. Sebagai contoh, payudara yang besar mungkin sangat penting bagi seorang wanita dan tidak penting untuk wanita lain, atau tumbuhnya uban mungkin traumatik bagi seseorang, sementara bagi orang lain, mungkin tidak disadari.

Individu yang memiliki citra tubuh yang sehat biasanya menunjukkan kekhawatiran baik terhadap kesehatan maupun penampilan. Individu ini akan mencari bantuan apabila sakit dan melakukan praktik promosi kesehatan dalam aktivitas sehari-hari. Individu yang memiliki citra tubuh yang tidak sehat cenderung terlalu mengkhawatirkan penyakit minor dan mengabaikan aktivitas, seperti tidur dan diet sehat yang penting untuk kesehatan.

Individu yang mengalami gangguan citra tubuh mungkin menyembunyikan atau tidak melihat atau menyentuh bagian tubuh yang strukturnya telah berubah akibat penyakit atau trauma. Beberapa individu dapat juga mengekspresikan perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu mengendalikan situasi, dan kerapuhan. Indivdu tersebut kemungkinan juga

(26)

menunjukkan perilaku destruktif, seperti usaha bunuh diri atau makan sangat sedikit atau makan sangat berlebihan.

3. Performa Peran

Sepanjang hidup, manusia mengalami berbagai perubahan peran. Peran merupakan sekumpulan harapan mengenai bagaimana individu yang menempati satu posisi tertentu berperilaku. Performa peran menghubungkan apa yang dilakukan individu dalam peran tertentu dengan perilaku yang diharapkan oleh peran tersebut. Penguasaan peran berarti bahwa perilaku individu memenuhi harapan sosial. Harapan, atau standar perilaku peran, ditetapkan oleh masyarakat, kelompok budaya, atau kelompok yang lebih kecil yang salah satu anggotanya adalah individu tersebut. Masing-masing individu biasanya memiliki beberapa peran, seperti sebagai suami, orang tua, kakak, anak, pencari nafkah, teman, anggota kerja.beberapa peran diemban hanya dalam periode yang singkat, seperti klien, siswa, dan orang sakit. Perkembangan peran melibatkan sosialisasi ke dalam peran tertentu. Sebagai contoh, mahasiswa keperawatan, disosialisasikan ke dalam keperawatan melalui pemajanan dengan instruktur mereka, pengalaman klinis, kelas, simulasi laboraturium, dan seminar.

Untuk bertindak secara tepat, individu perlu, mengetahui siapa mereka, dalam kaitannya dengan orang lain dan apa yang diharapkan masyarakat terhadap posisi yang diembannya. Ambiguitas peran terjadi ketika harapan tidak jelas dan orang tidak mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya dan tidak mampu memperkirakan reaksi orang lain terhadap perilaku mereka. Kegagalan menguasai suatu peran mengakibatkan frustasi dan perasaan tidak adekuat, yang sering kali menimbulkan harga diri rendah.

(27)

Konsep diri juga dipengaruhi oleh ketegangan peran dan konflik peran. Individu yang mengalami Ketegangan peran frustasi karena merasa tidak adekuat atau tidak cocok dengan satu peran. Ketegangan peran sering kali dikaitkan dengan stereotip peran seks. Sebagai contoh, wanita dalam pekerjaan yang biasanya yang dipimpin oleh pria mungkin diasumsikan memiliki pengetahuan dan kompetensi yang lebih rendah dibandingkan dengan pria dalam peran yang sama.

Konflik peran muncul dari harapan yang bertentangan atau tidak cocok. Dalam konflik interpersonal, individu memiliki harapan yang berbeda mengenai peran tertentu. Sebagai contoh, seorang nenek mungkin memiliki harapan yang berbeda dengan seorang ibu mengenai bagaimana ia seharusnya mengasuh anak-anak mereka.

4. Harga Diri

Harga diri adalah penilaian individu akan harga dirinya, yaitu bagaimana standar dan penampilan orang lain dengan ideal dirinya sendiri. Apabila harga diri seseorang tidak sesuai dengan ideal dirinya, terjadi penurunan konsep diri.

Terdapat dua jenis harga diri: umum dan spesifik. Harga diri umum adalah seberapa besar individu menyukai dirinya secara keseluruhan. Harga diri spesifik adalah seberapa besar individu menerima bagian tertentu dari dirinya. Harga diri umum dipengaruhi oleh harga diri spesifik. Sebagai contoh, apabila seorang pria sangat memerhatikan penampilannya, bagaimana penampilannya akan sangat mempengaruhi harga diri umumnya. Sebaliknya, apabila ia tidak terlalu mempersalahkan ketrampilan yang dimiliki hanya akan sedikit memengaruhi harga diri umumnya.

(28)

Harga diri berasal dari diri sendiri dan orang lain. Pada saat bayi, harga diri dikaitkan dengan evaluasi dan penerimaan pengasuh. Selanjtnya, harga diri anak dipengaruhi oleh kompetisi dengan orang lain. Sebagai orang dewasa, seseorang yang memiliki harga diri tinggi merasa berarti , kompeten, mampu menghadapi kehidupan, dan mengendalikan takdirnya sendiri.

Landasan harga diri dibangun selama pengalaman hidup awal, biasanya dalam struktur keluarga. Akan tetapi, tingkat fungsi orang dewasa pada keseluruhan harga diri mungkin berubah drastis dari hari ke hari dari waktu ke waktu. Harga diri fungsional adalah hasil evaluasi kontinu individu terhadap interaksinya dengan orang lain dan objek. Harga diri fungsional dapat lebih tinggi daripada harga diri dasar, atau juga dapat mundur ketingkat di bawah harga diri dasar. Stres berat, misalnya, stres akibat penyakit kronis atau lama menganggur dapat menurunkan harga diri individu. Individu sering kali berfokus pada aspek negatif mereka dan menghabiskan lebih sedkit waktu untuk menghargai aspek positif mereka. Penting bagi individu untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dirinya.

5. Ideal Diri

Ideal diri adalah adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standart pribadi. Standart dapat berhubungan dengan tipe seseorang yang di inginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan standar. Ideal diri terdiri atas aspirasi, tujuan, tujuan nilai dan standar perilaku yang dianggap ideal. Ideal diri dipengaruhi oleh norma masyarakat dan harapan serta tuntunan dari orang tua dan orang terdekat.

(29)

2.2.6. Stressor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Potter&Perry (2010), Stressor konsep diri adalah perubahan yang nyata atau dapat diterima yang mengancam identitas, citra tubuh atau penampilan peran. Persepsi individu terhadap tekanan merupakan faktor penting dalam menetukan responnya. Kemampuan untuk menyeimbangkan tekanan yang ada berkaitan dengan beberapa faktor, termasuk jumlah tekanan, lamanya tekanan, dan status kesehatan. Tekanan dapat mengganggu kemampuan adaptasi seseorang perubahan yang terjadi pada kesehatan fisik, spiritual, emosional, seksual, keturunan, dan sosial budaya akan memengaruhi konsep diri. Dapat beradaptasi terhadap tekanan akan menimbulkan rasa diri yang positif, sedangkan kegagalan beradaptasi sering menyebabkan konsep diri yang negatif.

1. Stressor Identitas

Stressor akan memengaruhi identitas seseorang sepanjang hidupnya, tapi biasanya individu menjadi rentan pada masa remaja. Remaja berusaha menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik, emosional, dan mental akibat proses pematangan, yang menghasilkan ketidakamanan dan rasa cemas. Hal ini merupakan saat dimana remaja mengembangkan kompetensi psikososial, termasuk strategi koping. Orang dewasa biasanya memiliki identitas yang lebih stabil dan lebih kuat dalam mengembangkan konsep diri. Dibandingkan dengan tekanan personal, budaya dan tekanan sosial memiliki dampak yang lebih besar bagi identitas individu dewasa. Kebingungan identitas (identitiy confusions) timbul saat individu tidak dapat mempertahankan kesadaran identitas personal yang bersih, konsisten, dan terus menerus.

(30)

2. Stressor Citra Tubuh

Perubahan dalam penampilan, struktur, atau fungsi tubuh, memerlukan, penyesuaian citra tubuh. Persepsi individu terhadap perubahan dan kepentingan bentuk tubuh relatif akan memengaruhi kehilangan fungsi yang signifikan atau perubahan dalam penampilan. Perubahan penampilan tubuh, seperti amputasi, cacat pada wajah, atau jaringan parut, akibat luka bakar, merupakan tekanan yang sangat memengaruhi citra tubuh.

3. Stressor Performa Peran

Sepanjang kehidupan, individu mengalami berbagai perubahan peran. Penting untuk mengenali bahwa tekanan selama perubahan mulai dari sakit sampai sehat kembali sama dengan selama perubahan dari sehat menjadi sakit. Semua transisi ini dapat menyebabkan konflik, ambigu, ketegangan, atau kelebihan peran.

a. Konflik peran (role conflict)

Timbul ketika seseorang harus secara simultan melaksanakan dua peran atas lebih yang bersifat tidak konsisten, kontradiksi, atau eksklusif secara mutu.

b. Ambigu peran (role ambiguity)

Mencakup harapan peran yang tidak jelas, yang membuat individu merasa tidak yakin dengan apa yang harus dikerjakan atau bagaimana mengerjakannya, sehingga menciptakan tekanan dan kebingungan. Ambigu peran biasanya terjadi pada usia remaja.

c. Ketegangan peran (role strain)

Menggabungkan antara konflik peran dan ambigu peran. Beberapa orang mengartikan ketegangan peran sebagai perasaan frustasi saat individu merasa

(31)

tidak mampu atau tidak sesuai dengan salah satu peran (Stuart & Laraia, 2005 dalam Potter&Perry, 2010).

d. Kelebihan peran (role strain)

Memiliki banyak peran atau tanggung jawab lebih dari yang dapat ditangani. Hal ini biasa ditemukan pada individu yang gagal berusaha memenuhi kebutuhan kerja dan keluarga walaupun telah memotong beberapa waktu pribadi mereka.

4. Stressor Harga Diri

Individu dengan harga diri yang tinggi biasanya lebih dapat bertahan dan beradaptasi dengan kebutuhan dan tekanan secara lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki harga diri rendah. Tekanan harga diri bervariasi sesuai tahap perkembangan. Harga diri yang rendah dan pengalaman hidup yang penuh tekanan pada masa remaja berpotensi memicu pemikiran dan perilaku bunuh diri (Wilburn & Smith,2005, dalam Potter&Perry, 2010). Harga diri rendah selama masa remaja juga menimbulkan konsekuensi yang signifikan pada masa dewasa, diantaranya kesehatan yang buruk, perilaku kriminal, dan keterbatasan ekonomi dibandingkan dengan remaja yang memiliki harga diri tinggi (Trzesniewski et al., 2006 dalam Potter&Perry, 2010).

5. Stressor Ideal Diri

Standar budaya yang kurang sehat dan lingkungan keluarga yang kurang mendukung menimbulkan adanya gangguan pada ideal diri. Gangguan yang terjadi menghasilkan ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai dan tidak realistis.

(32)

2.3 Konsep Persepsi 2.3.1 Definisi Persepsi

Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004).

Menurut Manahan (2008) persepsi sebagai gambaran seseorang tentang sesuatu objek yang menjadi fokus permasalahan yang sedang terjadi.

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2005) persepsi didefinisikan sebagai tanggapan atau penerimaan langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang untuk mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Jadi secara umum, persepsi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pengelompokan dan penginterprestasian berdasarkan pengalaman tentang peristiwa yang diperoleh melalui panca inderanya untuk menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. 2.3.2 Proses Persepsi

Menurut Sobur (2003), menurut rumusan ini, yang dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respons/SR), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia..

Seperti dinyatakan dalam bagan berikut, persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis.

Penalaran

Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan

Perasaan Gambar 2.1 Variabel Psikologis di antara Rangsangan dan Tanggapan

(33)

Rasa dan nalar bukan merupakan bagian yang perlu dari setiap situasi rangsangan-tanggapan, sekalipun kebanyakan tanggapan individu yang sadar dan bebas terhadap satu rangsangan atau terhadap satu bidang rangsangan sampai tingkat tertentu dianggap dipengaruhi oleh akal atau emosi, atau kedua-duanya.

Persepsi, pengenalan, penalaran dan perasaan kadang-kadang disebut variabel psikologis yang muncul diantara rangsangan dan tanggapan (Hennessy, 1981 dalam Menurut Sobur, 2003).

Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang, harus dimulai dari mengubah persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utana berikut :

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman ,masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan .

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Soelaeman,1987 dalam Menurut Sobur, 2003). Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi dan pembulatan terhadap informasi yang sampai. 2.3.3 Stimulus Alat Panca Indra terhadap Persepsi

Menurut Sobur (2003)

1. Terjadinya Stimulasi Alat Indra (Sensory Stimulation)

Pada tahap pertama, alat indra di stimulasi (dirangsang). Seseorang mendengar suara musik. seseorang melihat teman yang lama tidak jumpa, kemudian

(34)

seseorang mencium parfum, dan seseorang yang merasakan suatu jenis makanan. Meskipun memiliki kemampuan pengindraan untuk merasakan stimulus (rangsangan), kita tidak selalu menggunakannya.

2. Stimulasi terhadap Alat Indra di Atur

Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip proksimitas, atau kemiripan. Misal, seseorang mempersepsikan pesan yang datang segera setelah pesan yang lain sebagai satu kesatuan dan menganggap bahwa kedua pesan tersebut berkaitan menurut pola yang sudah tertentu.

Prinsip lain adalah kelengkapan, seseorang memandang atau mempersepsikan suatu gambar atau pesan yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan. Sebagai contoh, seseorang menerima pesan yang terpotong, sehingga orang tersebut harus melengkapi pesan yang kita dengar dengan bagian yang logis.

3. Stimulasi Alat Indra di Tafsirkan dan di Evaluasi

Langkah ketiga dalam proses perseptual adalah penafsiran-evaluasi. Gabungan kedua istilah ini untuk menegaskan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan. Langkah ketiga ini merupakan proses subjektif yang melibatkan evaluasi di pihak penerima. Penafsiran-evaluasi tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat iu.

2.3.4 Syarat Terjadinya Persepsi

Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke

(35)

otak dan dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2004).

2.3.5 Macam-macam Persepsi

Terdapat dua macam persepsi, yaitu External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004).

2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), faktor-faktor yang memengaruhi persepsi:

1. Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa, maka makin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan objek atau peristiwa.

2. Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau peristiwa bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya.

3. Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang objek atau peristiwa, maka semakin terbiasa dalam membentuk persepsi.

4. Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan kecemerlangan.

(36)

Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield dalam Jalaludin Rahmat (2003) membagi faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu : faktor fungsional dan faktor struktural.

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi dan persepsi bersifat selektif secara fungsional.

2. Faktor Struktural

Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.

2.4 Konsep Remaja 2.4.1. Definisi Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), seseorang dikatakan sudah memasuki usia remaja yaitu usia 16 atau 17 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Seseorang disebut remaja apabila sudah ditandai dengan kematangan seksual dan memantapkan identitasnya sebagai individu terpisah dari ketergantungan keluarga, mempersiapkan diri menghadapi tugas, menentukan masa depan, dan mencapai usia matang secara hukum.

2.4.2. Ciri-ciri Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), masa remaja disebut sebagai masa peralihan karena ada peralihan dari masa pubertas menuju dewasa. Peralihan

(37)

berarti terputusnya atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya. Peralihan berkaitan dengan perkembangan dari setiap tahap. Apa yang pernah tertinggal pada satu tahap akan memberikan dampak ke tahap berikutnya. Selama periode peralihan, anak remaja banyak mengalami perubahan baik secara fisik, psikologis, atau sosial.

Masa remaja disebut sebagai masa mencari identitas diri dikarenakan kini remaja merasa sudah tidak puas lagi dengan kehidupan bersama-sama dengan teman sebayanya. Tujuan remaja mencari identitas diri adalah menjelaskan dirinya dan peranannya, yakni mendapatkan sense of individual identity, yang mencakup bentuk keputusan, standar tindakan dan mengangkat harga diri. Biasanya dalam bentuk memakai simbol-simbol status harga diri.

Masa remaja dikatakan sebagai masa yang menakutkan. Hal ini disebabkan adanya stereotip masyarakat yang berdampak buruk pada perkembangan remaja. Bentuk stereotip negatif dari masyarakat pada remaja tercermin dari kurang bertanggung jawab, ketidakmampuan kerja sama dengan orang tua atau orang dewasa, kurang simpatik, tidak rapi, sulit dipercaya, dan perilaku merusak.

Masa remaja disebut sebagai fase unrealistic karena remaja selalu melihat kehidupan menurut pandangan dan penilaian pribadinya, bukan menurut fakta, terutama dalam pemilihan cita-cita. Pada umumnya, cita-cita para remaja cenderung tidak realistis yang kerap kali menyebabkan ketegangan emosi. Apabila semakin tidak realistis cita-citanya, maka semakin mudah marah, sakit hati, frustasi dan bahkan depresi, seperti tingginya kasus-kasus pembunuh sebagai akibat kegagalan mengeliminasi cita-citanya.

(38)

Ketika mendekati usia kematangan, remaja selalu merasa gelisah untuk meninggalkan stereotip dari tahun-tahun sebelumnya, sementara untuk melakukan tindakan layaknya orang dewasa belum cukup. Untuk mengatasi kegelisahannya maka remaja selalu memusatkan perilakunya menurut standart orang dewasa, seperti merokok, minuman keras, narkoba, dan seks bebas.

2.4.3. Klasifikasi Masa Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011) 1. Remaja Awal

Secara awal mengalami banyak perubahan, seperti semakin matangnya fungsi organ dalam dan seksual serta memiliki proporsi tubuh yang seimbang. Sementara pada perkembangan psikologis awal di mulai dari sikap penerimaan pada perubahan kondisi fisik, mulainya berkembangnya cara berpikir, menyadari perbedaan potensi individual, bersikap over estimate, seperti meremehkan masalah, meremehkan kemampuan orang lain dan terkesan sombong yang menjadikan dia gegabah dan kurang waspada dan bertindak kanak-kanak. Remaja awal memiliki sikap dan moralitas yang masih bersifat egosentris, selalu bingung dalam status dan bersikap kritis dan banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental.

2. Remaja Tengah

Bentuk fisik remaja tengah semakin sempurna dan mirip dengan orang dewasa. Demikian juga perkembangan intelektual, psikis, dan sosial. Dia semakin ingin dapat status, bebas menentukan sikap, pendapat, dan minat, ingin menolong dan ditolong orang lain, belajar bertanggung jawab dan pula pergaulannya yang sudah mengarah pada heteroseksual. Namun, pada sisi lain dia terkadang bersikap

(39)

apatis terutama apabila dirinya ditentang atau sebaliknya timbul perilaku agresif akibat diperlakukan seperti anak-anak.

3. Remaja Akhir

Remaja akhir disebut juga sebagai dewasa muda karena remaja mulai meninggalkan kehidupan kanak-kanak dan berlatih mandiri dalam membuat keputusan. Mulai memiliki kematangan emosional dan belajar mengendalikan emosi dapat berpikir objektif sehingga mulai mampu bersikap sesuai situasi dengan belajar menyesuaikan diri pada norma-norma.

2.4.4. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011) Tugas-tugas perkembangan periode remaja adalah belajar menerima kondisi jasmani secara realitas dan menggunakannya seefektif mungkin, merencanakan masa depan, dapat mengambil keputusan, mandiri, memiliki minat, bertanggung jawab, membina hubungan baru, dan lebih matang dengan teman-teman sebaya dan heteroseksual, memperoleh kebebasan emosi diri dari sendiri, dari orang tua, atau dari lingkungan, ingin mendapatkan perangkat nilai-nilai hidup (falsafah hidup), dan ingin memiliki citra diri yang realistis, bukan sekedar angan-angan dan ini dibuktikan dengan usahayang dilakukan.

2.4.5. Perubahan Fisik Masa Remaja

Menurut Monks, dkk (1999, dalam Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011), perkembangan fisik mulai pada masa remaja awal hingga remaja akhir sedikit mengalami penurunan, terutama pada perkembangan eksternal, sehingga perkembangan internal akan terlihat lebih menonjol daripada perkembangan eksternal. Perubahan fisik berkaitan dengan aspek anatomi dan aspek fisiologis,

(40)

dimana kelenjar hipofise meenjadi matang dan mengeluarkan beberapa hormon, seperti gonadtrop yang berfungsi mempercepat pematangan sel telur dan sperma serta memproduksi hormon kortikortop yang berfungsi memengaruhi kelenjar suprenalis, testosterone, dan estrogen.

1. Perubahan-perubahan Eksternal

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), Penambahan tinggi badan remaja putri rata-rata pada usia 17-18 tahun dan penambahan tinggi remaja putra kira-kira pada usia 18-19 tahun.perubahan berat badan mengikuti jadwal yang sama dengan tinggi dan terjadi pada bagian-bagian tubuh yang mengandung lemak sedikit atau tidak sama sekali. Perkembangan organ-organ seksual mencapai kematangan pada fase remaja akhir. Namun kematangan seksual belum berfungsi maksimal sehingga beberapa tahun. Adapun, perkembangan ciri-ciri seks sekunder akan sempurna matang pada fase remaja akhir. Demikian juga pada beberapa bagian tubuh akan mencapai perbandingan proporsi tubuh yang seimbang, misal badan yang melebar.

2. Perubahan-perubahan Internal

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), bentuk perut lebih panjang dan tidak lagi berbentuk pipa. Usus bertambah panjang dan besar, otot-otot perut dan dinding usus menjadi lebih kuat dan tebal. Berat hati semakin bertambah dan kerongkongan makin memanjang. Pada saat usia 17-18 tahun perkembangan jantung tumbuh pesat. Panjang dan tebal dinding pembuluh darah meningkat dan matang seiring makin kuatnya jantung. Kapasitas paru-paru pada remaja perempuan meningkat ketika usia 17 tahun dan lebih cepat matang dari remaja pria. Kegiatan kelenjar gonad meningkat yang menyebabkan terjadinya

(41)

ketidakseimbangan sementara waktu pada seluruh sistem endokrin. Kelenjar-kelenjar seksual berkembang pesat dan semakin berfungsi hingga masa remaja akhir atau dewasa dini. Demikian juga dengan perkembangan jaringan otot dan tulang-tulang terlihat berkembang pesat dan berhenti ketika usia 18 tahun.

2.4.6. Perubahan Psikologis Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), pesatnya perkembangan intelektual remaja terjadi saat usia 11-15 tahun. Mereka terdorong memahami dunia luar, mengembangkan dan mengorganisasi idenya. Bukti pesat perkembangan kognitif para remaja ditunjukkan dengan perubahan mental, seperti belajar, daya ingat, menalar, berpikir, dan bahasa. Kini tahap perkembangan intelektual remaja memasuki tahap formal operasional, yaitu berpikir abstrak, independen, fleksibel, berpikir logis, dan mampu memprediksikan suatu masalah.

Menurut Hurlock (1999, dalam Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011), pada umumnya, kondisi emosi remaja yang tidak stabil akan mengakibatkan minimnya kemapuan remaja menguasai dan mengontrol emosi. Kondisi ini membuat remaja selalu mengalami storm and stress, yakni periode badai dan tekanan-tekanan emosi yang terjadi akibat perubahan hormonal. Perubahan hormonal dan terhenti seiring bertambah usia. Seorang remaja dikatakan matang secara emosi jika mampu mengontrol emosi, menunggu dalam mengungkapkan emosi, mengungkapkan emosi dengan cara yang lebih terhormat dan dapat diterima. Artinya, remaja akan kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi.

Menurut Monks, dkk (1999, dalam Pieter, Janiwarti & Saragih, 2011), mengatakan ada dua bentuk perubahan sosial remaja, yakni memisahkan dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya. Remaja berusaha melepaskan diri

(42)

dari otoritas orang tua dengan maksud menemukan jati diri yang menyebabkan remaja berada diluar rumah dan berkumpul bersama teman atau membentuk kelompok-kelompok. Kondisi ini membuat dia sangat rentan terhadap pengaruh teman dalam pemilihan minat, sikap, penampilan, dan perilaku. Dalam kurun waktu singkat remaja mampu mengadakan perubahan sosial secara radikal, yakni relasi heteroseksual. Dampak dari keterlibatan kegiatan sosial remaja dapat meningkatkan wawasan, kompetensi sosial, berkurangnya prangsaka, dan diskriminasi.

Meskipun banyaknya minat selama periode remaja, namun tidak semua minat harus dimiliki oleh remaja, karena sangat tergantung dengan karakteristik dan kebutuhan remaja. Jenis-jenis minat pada remaja adalah minat sosial, rekreasi, penampilan diri, prestasi, uang, kemandirian, pekerjaan, pendidikan, agama, simbol status, dan seks.

2.5 Hubungan Antar Konsep

Pubertas (puberty) adalah sebuah periode dimana kematangan fisik berlangsung pesat, yang melibatkan perubahan hormonal dan tubuh, yang terutama berlangsung di masa remaja awal (Santrock, 2007). Menurut Hurlock, (2012), Pada masa puber terdapat bahaya fisik dan bahaya psikologis. Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), bahaya fisik pada remaja biasanya timbul akibat reaksi bahaya psikologis. Misal, kegemukan bukan lagi dianggap sebagai bahaya fisik semata, namun sudah mengarah dalam hambatan perilaku dan penyesuaian sosial, jika tidak dilakukan langkah perbaikan maka berakibat pada pengembangan konsep diri yang kurang baik. Hal itu segera tampak dalam

(43)

perilaku, remaja menarik diri, sedikit melibatkan diri dalam kegiatan kelompok, menjadi agresif dan membalas dendam perlakuan yang dianggap tidak adil.

Persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Leavitt, 1978, dalam Sobur, 2003). Persepsi individu terhadap dirinya sendiri salah satunya dipengaruhi oleh faktor fungsional yang berarti pengalaman menunjukkan dampak kebutuhan terhadap persepsi. Persepsi bergantung pada karakteristik orang yang memberikan respon terhadap stimuli (Sobur, 2003) misalnya: remaja perempuan berpendapat bahwa mereka memiliki berat badan yang berlebih, keinginan untuk menjadi kurus dipengaruhi oleh kecenderungan untuk mengidentikkan tubuh yang kurus dengan kecantikan.

Konsep diri mencakup semua persepsi diri, yaitu, penampilan, nilai, dan keyakinan, yang mempengaruhi perilaku. Individu tidak dilahirkan dengan konsep diri, tetapi konsep diri berkembang dari interaksi sosial dengan orang lain (Kozier dkk, 2010). Konsep diri terbentuk berdasarkan persepsi seseorang tentang sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai belajar berpikir dan merasakan dirinya seperti apa yang ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya (Sobur, 2003). Menurut Kozier, dkk (2010), konsep diri merupakan citra mental individu. Konsep diri yang positif penting untuk kesehatan mental dan fisik individu, sedangkan individu yang memiliki konsep diri yang buruk dapat merasa sedih atau putus asa.

(44)

Berdasarkan uraian yang diberikan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki persepsi perubahan tubuhnya negatif akan membuat seseorang remaja memiliki konsep diri yang negatif .

Gambar

Gambar 2.1 Variabel Psikologis di antara Rangsangan dan Tanggapan

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian kinerja mesin ini bertujuan untuk mengetahui performa mesin yang paling optimal dari variasi jenis busi standar dan busi platinum dengan memakai bahan

Tämä on laadullinen tutkimus Suomen evankelis-luterilaisen kirkon Espanjan Aurinkorannikon suomalaisen seurakunnan vapaaehtoistyöstä ja sen merkityksestä.. seurakunnalle

Dengan kontemplasi terus menerus anda akan mendapat gambar apa yang anda inginkan, hingga detailnya yang terkecil sangat tertancap di alam fikiran anda dan hingga secara

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa baik pada kondisi pertama (pembuatan keputusan etis bila dilema etis dihadapi oleh orang lain) dan pada kondisi kedua

Langkah-langkah yang dilakukan guru dalam pembelajaran kooperatif dengan model ini menurut Ibrahim, dkk (2000:28) ada 4 yaitu: penomoran, mengajukan pertanyaan, berfikir

Sehingga al-Sunnah dalam terminologi mereka adalah “perkataan, perbuatan dan taqrir al-Ma’shum.” Rahasia di balik itu semua adalah karena para Imam dari kalangan

Untuk itu dalam kajian ini maka epistemologi Islam terutama dalam pendidikan Islam mencoba untuk memberikan penjelasan tentang sumber ilmu pengetahuan dalam

Selain dari materi (konten) pelajaran, salah satu item penting yang juga turut menentukan tercapainya tujuan pendidikan adalah cara yang digunakan oleh pendidik ketika