• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stimulasi Alat Indra di Tafsirkan dan di Evaluasi

Langkah ketiga dalam proses perseptual adalah penafsiran-evaluasi. Gabungan kedua istilah ini untuk menegaskan bahwa keduanya tidak bisa dipisahkan. Langkah ketiga ini merupakan proses subjektif yang melibatkan evaluasi di pihak penerima. Penafsiran-evaluasi tidak semata-mata didasarkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat iu.

2.3.4 Syarat Terjadinya Persepsi

Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke

otak dan dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2004).

2.3.5 Macam-macam Persepsi

Terdapat dua macam persepsi, yaitu External Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu dan Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004).

2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), faktor-faktor yang memengaruhi persepsi:

1. Minat, artinya semakin tinggi minat seseorang terhadap suatu objek atau peristiwa, maka makin tinggi juga minatnya dalam mempersepsikan objek atau peristiwa.

2. Kepentingan, artinya semakin dirasakan penting terhadap suatu objek atau peristiwa bagi diri seseorang, maka semakin peka dia terhadap objek-objek persepsinya.

3. Kebiasaan, artinya semakin sering dirasakan orang objek atau peristiwa, maka semakin terbiasa dalam membentuk persepsi.

4. Konstansi, artinya adanya kecenderungan seseorang untuk melihat objek atau kejadian secara konstan sekalipun bervariasi dalam bentuk, ukuran, warna dan kecemerlangan.

Menurut David Krech dan Ricard Crutcfield dalam Jalaludin Rahmat (2003) membagi faktor-faktor yang menentukan persepsi dibagi menjadi dua yaitu : faktor fungsional dan faktor struktural.

1. Faktor Fungsional

Faktor fungsional adalah faktor yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Faktor fungsional yang menentukan persepsi adalah obyek-obyek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi dan persepsi bersifat selektif secara fungsional.

2. Faktor Struktural

Faktor struktural adalah faktor-faktor yang berasal semata-mata dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu.

2.4 Konsep Remaja 2.4.1. Definisi Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), seseorang dikatakan sudah memasuki usia remaja yaitu usia 16 atau 17 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun. Seseorang disebut remaja apabila sudah ditandai dengan kematangan seksual dan memantapkan identitasnya sebagai individu terpisah dari ketergantungan keluarga, mempersiapkan diri menghadapi tugas, menentukan masa depan, dan mencapai usia matang secara hukum.

2.4.2. Ciri-ciri Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011), masa remaja disebut sebagai masa peralihan karena ada peralihan dari masa pubertas menuju dewasa. Peralihan

berarti terputusnya atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya. Peralihan berkaitan dengan perkembangan dari setiap tahap. Apa yang pernah tertinggal pada satu tahap akan memberikan dampak ke tahap berikutnya. Selama periode peralihan, anak remaja banyak mengalami perubahan baik secara fisik, psikologis, atau sosial.

Masa remaja disebut sebagai masa mencari identitas diri dikarenakan kini remaja merasa sudah tidak puas lagi dengan kehidupan bersama-sama dengan teman sebayanya. Tujuan remaja mencari identitas diri adalah menjelaskan dirinya dan peranannya, yakni mendapatkan sense of individual identity, yang mencakup bentuk keputusan, standar tindakan dan mengangkat harga diri. Biasanya dalam bentuk memakai simbol-simbol status harga diri.

Masa remaja dikatakan sebagai masa yang menakutkan. Hal ini disebabkan adanya stereotip masyarakat yang berdampak buruk pada perkembangan remaja. Bentuk stereotip negatif dari masyarakat pada remaja tercermin dari kurang bertanggung jawab, ketidakmampuan kerja sama dengan orang tua atau orang dewasa, kurang simpatik, tidak rapi, sulit dipercaya, dan perilaku merusak.

Masa remaja disebut sebagai fase unrealistic karena remaja selalu melihat kehidupan menurut pandangan dan penilaian pribadinya, bukan menurut fakta, terutama dalam pemilihan cita-cita. Pada umumnya, cita-cita para remaja cenderung tidak realistis yang kerap kali menyebabkan ketegangan emosi. Apabila semakin tidak realistis cita-citanya, maka semakin mudah marah, sakit hati, frustasi dan bahkan depresi, seperti tingginya kasus-kasus pembunuh sebagai akibat kegagalan mengeliminasi cita-citanya.

Ketika mendekati usia kematangan, remaja selalu merasa gelisah untuk meninggalkan stereotip dari tahun-tahun sebelumnya, sementara untuk melakukan tindakan layaknya orang dewasa belum cukup. Untuk mengatasi kegelisahannya maka remaja selalu memusatkan perilakunya menurut standart orang dewasa, seperti merokok, minuman keras, narkoba, dan seks bebas.

2.4.3. Klasifikasi Masa Remaja

Menurut Pieter, Janiwarti & Saragih (2011) 1. Remaja Awal

Secara awal mengalami banyak perubahan, seperti semakin matangnya fungsi organ dalam dan seksual serta memiliki proporsi tubuh yang seimbang. Sementara pada perkembangan psikologis awal di mulai dari sikap penerimaan pada perubahan kondisi fisik, mulainya berkembangnya cara berpikir, menyadari perbedaan potensi individual, bersikap over estimate, seperti meremehkan masalah, meremehkan kemampuan orang lain dan terkesan sombong yang menjadikan dia gegabah dan kurang waspada dan bertindak kanak-kanak. Remaja awal memiliki sikap dan moralitas yang masih bersifat egosentris, selalu bingung dalam status dan bersikap kritis dan banyak perubahan dalam kecerdasan dan kemampuan mental.

Dokumen terkait