• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu,"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan

Teori yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen ini salah satunya berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori prinsipal-agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang dinginkan oleh prinsipal (dalam hal ini terjadi pendelegasian wewenang). Lupia & McCubbins (2000) menyatakan pendelegasian terjadi ketika seseorang atau satu kelompok orang (prinsipal) memilih orang atau kelompok lain (agent) untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal (Abdul Halim dan Syukriy Abdullah, 2010).

Teori keagenan (Agency Theory) muncul karena keberadaan hubungan antara agen dan prinsipal. Agen dikontrak untuk melakukan tugas tertentu bagi prinsipal serta mempunyai tanggung jawab atas tugas yang diberikan prinsipal. Prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberi imbalan kepada agen atas jasa yang telah diberikan oleh agen. Keberadaan perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal inilah yang menyebabkan terjadinya konflik keagenan. Prinsipal dan agen sama-sama menginginkan keuntungan sebesar-besarnya. Prinsipal dan agen juga sama-sama berusaha untuk menghindari risiko (Ahmed R Belkaoui, 2001).

(2)

Hubungan antara teori keagenan dengan penelitian ini adalah pemerintah yang bertindak sebagai agen (pengelola pemerintahan) yang harus menetapkan strategi tertentu agar dapat memberikan pelayanan terbaik untuk publik sebagai pihak prinsipal. Pihak prinsipal tentu menginginkan hasil kinerja yang baik dari agen dan kinerja tersebut salah satunya dapat dilihat dari laporan keuangan dan pelayanan yang baik, sedangkan bagaimana laporan keuangan dan pelayanan yang baik tergantung dari strategi yang diterapkan oleh pihak pemerintah. Apabila kinerja pemerintahan baik, maka masyarakat akan mempercayai pemerintah. Kesimpulannya pemilihan strategi akan berpengaruh terhadap kepercayaan masyarakat sebagai pihak prinsipal terhadap pemerintah sebagai agen (Himmah Bandariy, 2011)

2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan untuk mengetahui nilai sumber daya ekonomi yang dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan operasional pemerintahan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan (Deddy Nordiawan dan Ayuningsih Hertianti, 2011).

Pembuatan laporan keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi yang merupakan syarat pendukung adanya akuntabilitas yang berupa keterbukaan

(3)

(opennes) pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik (Mardiasmo, 2006). Penyajian laporan keuangan daerah merupakan faktor penting untuk menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. Pemerintah daerah harus bisa menyusun laporan keuangan sesuai standar akuntansi yang diterima umum dan memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan. Penyajian informasi yang utuh dalam laporan keuangan akan menciptakan transparansi dan nantinya akan mewujudkan akuntabilitas (Deddy Nordiawan dan Ayuningsih Hertianti, 2011).

Laporan keuangan pemerintah merupakan media pertanggungjawaban untuk memenuhi hak publik yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah. Pemerintah pusat maupun daerah, harus dapat menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu hak untuk tahu, hak untuk diberi informasi, dan hak untuk didengar aspirasinya. Hak publik terkait informasi keuangan tersebut muncul sebagai konsekuensi konsep pertanggungjawaban publik (Mardiasmo,2002).

Hal penting dalam penyajian laporan keuangan adalah terkait dengan kepatuhan terhadap berbagai regulasi, prinsip, dan standar akuntansi yang menjadi pedoman landasan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Laporan keuangan harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. Prinsip akuntansi berterima umum merupakan kerangka konseptual yang menjadi pedoman dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan (Mahmudi, 2011).

(4)

Tujuan pelaporan keuangan terdapat dalam PP Nomor 71 Tahun 2010. Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan :

(a) Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya keuangan,

(b) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran,

(c) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah dicapai,

(d) Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas pelaporan mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya,

(e) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman,

(f) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan.

Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan menyediakan informasi mengenai sumber dan penggunaan sumber daya keuangan/ekonomi, transfer, pembiayaan, sisa lebih/kurang pelaksanaan anggaran, saldo anggaran

(5)

lebih, surplus/defisit-Laporan Operasional (LO), aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas pelaporan.

2.1.2.2 Komponen Laporan Keuangan

PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Sektor Publik Mengidentifikasi komponen laporan keuangan pokok yang perlu disajikan pemerintah meliputi :

1) Laporan Realisasi Anggaran (LRA);

2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL); 3) Neraca;

4) Laporan Operasional (LO); 5) Laporan Arus Kas (LAK);

6) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE);

7) Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

Govermental Accounting Standard Board (GASB) dalam Mahmudi, 2011 mengidentifikasi pengguna laporan keuangan pemerintah dalam tiga bagian utama, yaitu :

1. Rakyat (masyarakat) yang kepadanya pemerintah bertanggungjawab, meliputi : pembayar pajak, peserta pemilu, pengguna jasa publik, media, kelompok advokasi publik dan akademisi atau peneliti keuangan publik;

2. Wakil rakyat (dewan legislative dan badan pengawas);

3. Investor dan kreditor, meliputi investor dan kreditor individual maupun institusi, penjamin sekuritas pemerintah, lembaga perating

(6)

obligasi pemerintah, lembaga keuangan dan penjaminan obligasi pemerintah.

Secara umum , kebutuhan penggunana laporan keuangan sektor publik adalah untuk :

1. Menilai kinerja keuagan aktual dengan yang ditargetkan 2. Menilai kondisi keuangan dan hasil-hasil operasi pemerintah 3. Menilai kepatuhan pengelolaan fiskal terhadap pertauran

perundangan terkait

4. Menilai efisiensi dan efektivitas 5. Menilai transparansi dan akuntabilitas

2.1.3 Aksesibilitas Laporan Keuangan 2.1.3.1Pengertian Aksesibilitas

Aksesibilitas dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 adalah hal yang dapat dijadikan akses atau hal dapat dikaitkan. Aksesibilitas menurut perspektif tata ruang adalah keadaan atau ketersediaan hubungan dari suatu tempat ke tempat lainnya atau kemudahan seseorang atau kendaraan untuk bergerak dari suatu tempat ke tempat lain dengan aman, nyaman, serta kecepatan yang wajar (Rohman, 2009 dalam Siti Aliyah dan Nahar 2012). Aksesibilitas dalam laporan keuangan sebagai kemudahan seseorang untuk memperoleh informasi laporan keuangan (Budi Mulyana, 2006). Aksesibilitas laporan keuangan merupakan sarana penunjang dalam rangka perwujudan lembaga pemerintah daerah sebagai lembaga sektor publik (Wahida N, 2015).

(7)

Menurut Marjuki Sagala, 2011 :

“Aksesibilitas laporan keuangan merupakan kemampuan untuk memberikan akses bagi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk mengetahui atau memperoleh informasi atas laporan keuangan berdasarkan prinsip mudah dan biaya murah.”

Dalam Undang-Undang (UU) No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Beberapa informasi yang dimuat di dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 102 mencakup: APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota; Neraca daerah; Laporan arus kas; Tatatan atas laporan keuangan daerah.

Sesuai dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bahwa :

1. Seluruh stakeholder memilik akses terhadap laporan keuangan 2. Media publikasi laporan keuangan yang mudah diakses.

3. Ketersediaan informasi saat dibutuhkan

Adapun pengertian dari aksesibilitas laporan keuangan tersebut adalah sebagai berikut (Oki Wildani dan Ony Widilestaringtyas, 2013) :

1. Pihak yang berkepentingan (stakeholder) untuk mengetahui atau memperoleh informasi atas laporan keuangan berdasarkan prinsip mudah dan biaya murah.

(8)

2. Kemampuan akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, website (internet), dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat.

3. Kemampuan menyediakan informasi laporan keuangan tepat waktu dan pada saat dibutuhkan oleh para stakeholder.

Menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 1, bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik. Dan setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan secara sederhana. Laporan keuangan merupakan salah satu informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala (pasal 9). Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya.

Untuk menciptakan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah pemerintah daerah harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan kepada masyarakat secara terbuka dengan mengembangkan sistem informasi keuangan daerah (Wahida N, 2015). Hal ini sesuai dengan tujuan disahkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 3d yaitu untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu

(9)

trasparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan. Dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan secara terbuka dan terdapat kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan akan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pertanggungjawaban keuangan dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Selain itu, aksesibilitas laporan keuangan akan dapat mengatasi masalah information asymetry antara masyarakat atau prinsipal yang memberikan amanah kepada pemerintah dalam mengelola sumber daya publik yang dipercayakan padanya. Dimana pemerintah melalui aksesibilitas laporan keuangan dapat menunjukkan akuntabilitas kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang mengandalkan informasi dalam laporan keuangan. Sehingga melalui aksesibilitas laporan keuangan akuntabilitas publik dapat ditingkatkan (Ni Made Suratmi, Nyoman Trisna Heriawati, Nyoman Ari Surya Darmawan ,2014).

2.1.4 Akuntabilitas Publik 2.1.4.1Pengertian Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini, perumusan kebijakan, bersama-sama dengan cara dan hasil kebijakan tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun horizontal dengan baik.

(10)

Salah satu alat untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik adalah melalui penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif (Mardiasmo, 2002).

Menurut Muindro Renyowijoyo, 2013 :

“Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah(principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut.”

Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu : a. Akuntabilitas vertikal

Akuntabilitas vertikal adalah pertanggungjawaban atas pegelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah, kemudian pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.

b. Akuntabilitas horizontal

Akuntabilitas horizontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.

Menurut Muindro Renyowijoyo, 2013 dalam melaksanakan akuntabilitas publik, organisasi sektor publik berkewajiban untuk memberikan informasi sebagai bentuk pemenuhan hak-hak publik. Hak-hak publik itu antara lain :

a. Hak untuk mengetahui (right to know), yaitu : - Menegtahui kebijakan pemerintah

(11)

- Mengetahui alasan dilakukannya suatu kebijakan dan keputusan tertentu.

b. Hak untuk diberi informasi (right to be informed), meliputi hak untuk diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahan-permasalahan tertentu yang menjadi perdebatan publik.

c. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to). Akuntabilitas publik harus dilakukan oleh organisasi sektor publik terdiri atas beberapa aspek. Menurut Mahmudi, 2011 dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga publik tersebut antara lain :

a) Akuntabilitas hukum dan kejujuran

Akuntabilitas hukum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga publik untuk berperilaku jujur dalam bekerja dan mentaati ketentuan hukum yang berlaku.

b) Akuntabilitas manajerial

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif. c) Akuntabilitas program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal.

(12)

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga publik atas kebijakan-kebijakan yang diambil.

e) Akuntabilitas keuangan

Akuntabilitas keuangan adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakana uang publik (public money) secara ekonomi, efesien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana serta korupsi. Akuntabilitas finansial menekankan pada ukuran anggaran dan finansial. Akuntabilitas finansial sangat penting karena pengelolaan keuangan publik menjadi perhatian utama masyarakat.

Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya pertanggungjawaban vertical. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik (Wahida N, 2015).

Akuntabilitas publik oleh pejabat pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, sangat penting dan merupakan keharusan, karena di alam demokrasi sekarang ini peranan masyarakat sangat sentral, seperti ikut mengawasi jalannya pemerintahan (Indra Bastian, 2010).

(13)

Untuk penyelenggaraan pemerintahan, akuntabilitas pemerintah tidak dapat diketahui oleh rakyat, jika pemerintah tidak memberitahu kepada rakyat tentang informasi sehubungan dengan dana masyarakat beserta penggunaanya. Mahmudi (2011) mengemukakan salah satu akuntabilitas publik adalah akuntabilitas keuangan dimana mengharuskan lembaga-lembaga publik untuk membuat laporan keuangan untuk menggambarkan kinerja finansial organisasi kepada pihak luar.

Menurut LAN dan BPKP, 2000 :

“Akuntabilitas keuangan merupakan pertanggungjawaban mengenai integritas keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sasaran pertanggungjawaban ini adalah laporan keuangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku mencakup penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang oleh instansi pemerintah.”

Akuntansi sektor publik memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong terciptanya akuntabilitas finansial. Kekuatan utama akuntansi adalah pada pemberian informasi. Informasi keuangan merupakan produk akuntansi yang sangat powerfull untuk mempengaruhi pengambilan keputusan , meskipun informasi keuangan bukanlah satu-satunya informasi yang dibutuhkan untuk mendukung pengambilan keputusan. Informasi keuangan merupakan bahan dasar untuk proses pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik (Mahmudi, 2011).

2.1.4.2.1 Evaluasi atas Akuntabilitas Keuangan

Menurut LAN dan BPKP (2000), evaluasi akuntabilitas keuangan diiakukan pada tahapan-tahapan yang dilalui, mulai dari perurnusan rencana

(14)

keuangan, pelaksanaan pembinaan kegiatan, evaluasi atas kinerja keuangan, dan pelaksanaan pelaporan.

A. Perumusan Rencana Keuangan (Proses Penganggaran)

Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Penganggaran merupakan proses atau metode untuk mempersiapkan anggaran. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk program atau aktivitas. Aspek-aspek anggaran sektor publik yaitu perencanaan, pengendalian, dan akuntabilitas.

Proses penganggaran akan efektif bila diawasi oleh lembaga pengawas khusus (oversight body) yang bertugas mengontrol proses perencanaan dan pengendalian anggaran. Menurut Mardiasmo (2009) secara singkat dapat dinyatakan bahwa anggaran publik merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan :

1. Berapa biaya-biaya atas rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja), dan 2. Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai

rencana tersebut (pendapatan). Perumusan rencana keuangan meliputi :

1. Pengajuan anggaran sesuai dengan prinsip-prinsip penganggaran dan peraturan-peraturan yang berlaku.

Prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi : a. Otorisasi oleh legislatif

(15)

Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.

b. Komprehensif

Anggaran harus menunjukan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh itu, adanya dana non-budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.

c. Keutuhan anggaran

Semua penerimaan dan belanja pemerintah garus terhimpun dalam dana umum (general fund).

d. Nondiscretionary Appropriation

Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efektif, dan efisien.

e. Periodik

Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multi tahunan.

f. Akurat

Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan kantong-kantong pemborosan dan inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran. g. Jelas

Anggaran hendaknya sederhana, dapat dipahami masyarakat, dan tidak membingungkan.

(16)

h. Diketahui publik

Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.

2. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran.

Pendekatan penganggaran meliputi pendekatan Penganggaran Terpadu, pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK), dan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). Penganggaran terpadu merupakan unsur yang paling mendasar bagi pelaksanaan elemen reformasi penganggaran lainnya, yaitu BPK dan KPJM. Dengan kata lain bahwa pendekatan anggaran terpadu merupakan kondisi yang harus terwujud terlebih dahulu. Penyusunan anggaran terpadu dilakukan dengan mengintegrasikan seluruh proses perencanaan dan penganggaran dilingkungan Kementrian Negara/Lembaga (K/L) untuk menghasilkan dokumen Rencana Kerja Anggaran Kementrian Negara/Lembaga (RKA-KL) dengan klasifikasi anggaran menurut organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja. Integrasi atau memadukan proses perencanaan dan penganggaran dimaksudkan agar tidak terjadi duplikasi dalam penyediaan dan untuk K/L baik yang bersifat investasi maupun untuk keperluan biaya operasional (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2011).

3. Pengajuan anggaran telah disertai dengan kelengkapan dokumen dan bukti pendukung anggaran.

Di dalam pengajuan anggaran yang dilakukan oleh SKPD, harus dilengkapi dengan dokumen dan bukti pendukung anggaran. Dokumen

(17)

anggaran diatur dalam KEPMENDAGARI No. 29/2002 yang selanjutnya diganti dengan PERMENDAGRI No. 13 Tahun 2006.

B. Pelaksanaan dan Pembiayaan Kegiatan

Pelaksanaan anggaran adalah tahap dimana sumber daya digunakan untuk melaksanakan kebijakan anggaran.

Pelaksanaan dan pembiayaan kegiatan meliputi : 1. Prinsip pelaksanaan belanja daerah

Menurut Kepres No.17 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Pasal 10 menyebutkan bahwa pelaksanaan anggaran belanja Negara didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Hemat, tidak mewah, efisien, dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan.

b. Efektif, terarah dan terkendali sesuai dengan rencana, program/ kegiatan, serta fungsi setiap Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen.

c. Mengutamakan penggunaan produksi dalam negeri, termasuk rancang bangun dan perekayasaan nasional dengan memperhatikan kemampuan/potensi nasional.

(18)

2. Sumber pendapatan daerah yang jelas Sumber-sumber pendapatan daerah yaitu :

a. Pendapatan asli daerah, yaitu dana dari pajak, retribusi serta badan usaha milik daerah

b. Dana perimbangan, menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil (BDH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH bersumber dari pajak sumber daya alam. Sedangkan DAU dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional.

c. Lain-lain pendapat daerah yang sah, misalnya kerjasama dengan investor asik (pihak ketiga).

(19)

Di dalam melakukan evaluasi kinerja keuangan harus memperhatikan prinsip ekonomis, efektif dan efisien dari setiap program dan kegiatan yang dilakukan atas penggunaan anggaran. Evaluasi pencapaian kinerja yang dilakukan menggunakan standar-standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu seperti Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Analisis Standar Belanja (ASB) dan standar satuan harga untuk mengetahui capaian dari program dan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

D. Pelaksanaan Penyelenggaraan Akuntansi 1. Penyelenggaraan akuntansi

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 7 ayat (20) menyatakan bahwa “Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Negara” Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 51 ayat (2) menyatakan bahwa :

“Menteri/pimpinan lembaga/kepala satuan kerja perangkat daerah selaku Pengguna Anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, asset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawabnya.”

2. Penyampaian laporan keuangan daerah

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 295 ayat 1 bahwa Laporan keuangan disampaikan kepada daerah melalui Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

(20)

3. Laporan keuangan disusun berdasarkan standar akuntansi pemerintah

Laporan keuangan pemerintah disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. DI dalam PP Nomor 71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa “Standar Akuntansi Pemerintahan, yang selanjutnya disingkat SAP, adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.”

4. Adanya analisis atas laporan keuangan

Analisis laporan keuangan adalah mengurai pos-pos laporan keuangan manjadi informasi yang lebih kecil, melihat hubungan antar pos laporan keuangan dengan tujuan mengetahui kondisi keuangan entitas pelapo untuk tujuan pengambilan keputusan.

Bersntein Keopold A. (dalam Sastradipraja, 2010) mendefiniskan analisis laporan keuangan sebagai berikut :

“Financial statement analysis is the judgement process that aims to evaluate the current and past financial positions and result of operation of an enterprise with primary objective of determining the best posibble estimates and predictions about the future conditions and performance.”

Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa analisis laporan keuangan adalah proses penilaian yang bertujuan untuk mengevaluasi posisi keuangan saat ini dan masa lalu dan hasil operasi dari suatu organisasi dengan tujuan utama untuk menentukan estimasi terbaik dan prediksi tentang kondisi masa depan dan kinerjanya.

(21)

Laporan keuangan akan menjadi lebih bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, apabila dengan informasi laporan keuangan tersebut dapat diprediksi apa yang akan terjadi dimasa depan yang akan datang. Dengan mengolah lebih lanjut laporan keuangan melalui proses perbandingan, evaluasi, dan analisis, akan diperoleh prediksi tentang apa yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang. Disinilah arti pentingnya suatu analisis terhadap laporan keuangan.

Pada saat ini laporan keuangan daerah pun harus akuntabilitas karena adanya tuntutan dasar dari Undang-Undang, dimana Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Maka dari itu untuk mencapai akuntabilitas tersebut diperlukan sistem akuntansi keuangan daerah yang baik, sehingga dapat tercapai akuntabilitas publik tersebut.

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan keuangan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media, seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, dan website (internet), dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet, 2004, dalam Budi Mulyana, 2006).

Menurut Jones et al (1995) dalam Budi Mulyana (2006), ketidak mampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan

(22)

para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat menurunkan kualitas dari transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

2.1.4.3Pengelolaan Keuangan Daerah

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah (Abdul Halim, 2012).

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 dijelaskan bahwa azas umum pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut:

a) Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.

b) Secara tertib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang

(23)

didukung dengan buktibukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

c) Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

d) Efektif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

e) Efisien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.

f) Ekonomis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah.

g) Transparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-Iuasnya tentang keuangan daerah.

h) Bertanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perwujudan kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

(24)

i) Keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang obyektif. Kepatutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional.

j) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Pemerintah Daerah bertanggung jawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat (Indra Bastian, 2010). Pengelolaan keuangan yang baik membuat setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dapat dipertanggungjawabkan secara financial. Oleh, sebab itu pengelolaan keuangan yang baik akan menciptakan akuntabilitas publik (Budi Mulyana, 2006).

2.2 Penelitian Terdahulu

Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh para peneliti-peneliti terdahulu menghasilkan kesimpulan mengenai pengaruh Penyajian dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah terdapat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1

(25)

Penulis Judul Penelitian Variabel Penelitian

Hasil Penelitian Anis Iqbal Mustofa (2012) Pengaruh

Penyajian dan Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Pemalang X1 : Penyajian Laporan Keuangan Daerah X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Y : Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Penyajian laporan keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan

keuangan daerah,

Aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dan Penyajian dan aksesibilitas laporan keuangan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Putu Sri Wahyuni, Ni Luh Gede Erni Sulindawati, Nyoman Trisna Herawati (2014) Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Studi Empiris Pada Pemerintahan Kabupaten Badung) X1 : Penyajian Laporan Keuangan Daerah X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Y : Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah berpengaruh signifikan dan positif secara simultan terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah

Hani Nurhayani (2013) Pengaruh

Penyajian dan Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah (Survey Pada Seluruh Dinas Pemerintahan Kota Bandung) X1 : Penyajian Laporan Keuangan Daerah X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Y : Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah 1. Penyajiian laporan keuangan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap akuntabilitas pengelelolaan keuangan daerah,

2. Aksesibilitas laporan keuangan ini mempunyai pengaruh terhadap akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah lebih besar dibandingkan penyajian laporan keuangan

3. Akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah ini dapat dipengaruhi oleh

(26)

penyajian laporan keuangan dan aksesibilitas laporan keuangan yang cukup besar.

Budi Mulyana (2006) Pengaruh

Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah X1 : Penyajian Neraca Daerah X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Y1 : Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa secara terpisah dan bersam-sama penyajian neraca daerah dan aksesiabilitas laporan

keuangan daerah

berpengaruh positif terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Siti Aliyah dan Aida Nahar (2012) Pengaruh Penyajian Laporan Keuangan Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Jepara X1 : Penyajian Laporan Keuangan Daerah X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Daerah Y1 : Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah

Penyajian laporan keuangan daerah dan aksesibilitas laporan keuangan daerah secara bersama-sama atau simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.

Oki Wildani dan Dr.Ony Widilestaringtyas.SE.,M.Si. (2013) Pengaruh Audit Kinerja Dan Aksesibilitas Laporan Keuangan Terhadap Akuntabilitas Publik (Pada Inspektorat Daerah Kabupaten Cianjur) X1 : Audit Kinerja X2 : Aksesibilitas Laporan Keuangan Y : Akuntabilitas Publik

Audit Kinerja dan Aksesibilitas Laporan Keuangan berpengaruh terhadap akuntabilitas publik

(27)

Sebagai landasan dan dukungan dasar teoritis dalam rangka memecahkan masalah dan untuk memberi jawaban terhadap pendekatan pemecahan masalah yang telah dikemukakan di atas, peneliti memerlukan kerangka pemikiran yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti yang mempunyai kemampuan dalam menangkap, menerangkan dan menunjukan perspektif masalah penelitian yang telah di identifikasi di atas. Sebagaimana diketahui, ilmu merupakan kesinambungan kegiatan yang dirintis oleh para pakar ilmiah sebelumnya.

Pada dasarnya, pemerintahan menerapkan teori keagenan (Agency Theory) karena teori ini muncul keberadaan hubungan antara agen dan prinsipal. Agen dikontrak untuk melakukan tugas tertentu bagi prinsipal serta mempunyai tanggung jawab atas tugas yang diberikan prinsipal. Prinsipal mempunyai kewajiban untuk memberi imbalan kepada agen atas jasa yang telah diberikan oleh agen (Ahmed R Belkaoui, 2001).

Di era reformasi muncul semangat otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (UU No. 32 Tahun 2004). Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, yang merupakan limpahan pemerintah pusat kepada daerah. Salah satu implikasi pendelegasian kewenangan tersebut adalah kebutuhan untuk mengatur hubungan keuangan antara Pusat-Daerah dan pertanggungjawaban pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah. Undang-undang No. 17 Tahun

(28)

2003 tentang Keuangan Negara mengatur antara lain pengelolaan keuangan daerah dan pertanggungjawabannya (Anim Wiyana dan Anna Sutrisna S, 2016).

Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah (Abdul Halim, 2012). Pemerintah Daerah bertanggung jawab kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan dalam rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat (Indra Bastian, 2010). Pengelolaan keuangan yang baik membuat setiap aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah dapat dipertanggungjawabkan secara finansial. Oleh, sebab itu pengelolaan keuangan yang baik akan menciptakan akuntabilitas publik (Budi Mulyana, 2006).

Akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Muindro Renyowijoyo, 2013).

Laporan keuangan pemerintah merupakan media pertanggungjawaban untuk memenuhi hak publik yang harus dipertanggungjawabkan oleh pemerintah. Hak publik terkait informasi keuangan tersebut muncul sebagai konsekuensi konsep pertanggungjawaban publik (Mardiasmo,2002).

Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal bukan hanya

(29)

pertanggungjawaban vertical. Tuntutan yang kemudian muncul adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan kinerja lembaga sektor publik. Aksesibilitas laporan keuangan merupakan sarana penunjang dalam rangka perwujudan lembaga pemerintah daerah sebagai lembaga sektor publik (Wahida N, 2015).

Pemerintah daerah dalam menyusun akuntabilitasnya harus transparan dan dapat menyediakan informasi tentang pengelolaan keuangan daerah secara luas, sehingga mudah diakses, diketahui, dan dievaluasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan serta masyarakat luas. Akuntabilitas publik oleh pejabat pemerintahan, baik pemerintah pusat maupun daerah, sangat penting dan merupakan keharusan, karena di alam demokrasi sekarang ini peranan masyarakat sangat sentral, seperti ikut mengawasi jalannya pemerintahan (Indra Bastian, 2010).

Dalam Undang-Undang (UU) No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pasal 103, dinyatakan bahwa informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD) adalah data terbuka yang dapat diketahui, diakses dan diperoleh oleh masyarakat. Beberapa informasi yang dimuat di dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah (SIKD), sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah pasal 102 mencakup: APBD dan laporan realisasi APBD provinsi, kabupaten, dan kota; Neraca daerah; Laporan arus kas; Tatatan atas laporan keuangan daerah.

(30)

pasal 1, bahwa informasi publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dikirim dan/atau diterima oleh badan publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan badan publik lainnya yang berkaitan dengan kepentingan publik. Dan setiap informasi publik harus dapat diperoleh dengan cepat, tepat waktu, biaya ringan dan secara sederhana. Dalam pasal 9 dikatakan bahwa Laporan keuangan merupakan salah satu informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Dengan membuka akses publik terhadap informasi diharapkan Badan Publik termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi pada pelayanan rakyat yang sebaik-baiknya.

Dengan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan secara terbuka dan terdapat kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan akan meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pertanggungjawaban keuangan dan kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah. Selain itu, aksesibilitas laporan keuangan akan dapat mengatasi masalah information asymetry antara masyarakat atau prinsipal yang memberikan amanah kepada pemerintah dalam mengelola sumber daya publik yang dipercayakan padanya. Dimana pemerintah melalui aksesibilitas laporan keuangan dapat menunjukkan akuntabilitas kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang mengandalkan informasi dalam laporan keuangan. Sehingga melalui aksesibilitas laporan keuangan akuntabilitas publik dapat ditingkatkan (Ni Made Suratmi, Nyoman Trisna Heriawati, Nyoman Ari Surya Darmawan ,2014).

(31)

Akuntabilitas yang efektif tergantung kepada akses publik terhadap laporan pertanggungjawaban maupun laporan temuan yang dapat dibaca dan dipahami. Dalam demokrasi yang terbuka, akses ini diberikan oleh media seperti surat kabar, majalah, radio, stasiun televisi, website (internet), dan forum yang memberikan perhatian langsung atau peranan yang mendorong akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat (Shende dan Bennet dalam Budi Mulyana, 2006).

Menurut Jones et al (1995) dalam Budi Mulyana (2006), ketidak mampuan laporan keuangan dalam melaksanakan akuntabilitas, tidak disebabkan karena laporan tahunan yang tidak memuat semua informasi relevan yang dibutuhkan para pengguna, tetapi juga karena laporan tersebut tidak dapat secara langsung tersedia dan aksesibel pada para pengguna potensial. Sebagai konsekuensinya, penyajian laporan keuangan yang tidak lengkap dan tidak aksesibel dapat menurunkan kualitas dari transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah.

Pemerintah daerah harus mampu memberikan kemudahan akses bagi para pengguna laporan keuangan, tidak hanya kepada lembaga legislatif dan badan pengawasan tetapi juga kepada masyarakat yang telah memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola dana publik. Hal ini sesuai dengan tujuan disahkannya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik pasal 3d yaitu untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu trasparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan (Wahida N, 2015).

(32)

Dari kerangaka pemikiran tersebut, muncul gambaran pola hubungan antara variable yang akan diteliti atau disebut juga dengan paradigma penelitian. Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.1 bagan kerangka pemikiran dan hubungan variabel sebagai berikut :

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.

(33)

Menurut Nuryaman dan Veronica (2015) pengertian hipotesis adalah “ pernyataan tentang dugaan terdapatnya hubungan secara logis antara dua atau lebih variabel penelitian, yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji”. Hasil penelitian Anies Iqbal Mustofa (2012) menyatakan bahwa aksesibilitas laporan keuangan berpengaruh positif secara signifikan terhadap upaya akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.. Oleh karena itu, pemerintah daerah mendapat motivasi agar mampu menyajikan laporan keuangan tidak hanya kepada DPRD tetapi juga harus menyajikan fasilitas kepada masyarakat berupa kemudahan dalam mengetahui atau memperoleh informasi laporan keuangan.

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan dapat dirumuskan ke dalam hipotesis penelitian sebagai berikut :

H0 : Tidak ada pengaruh signifikan antara Aksesibilitas Laporan Keuangan

Daerah terhadap Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah.

H1 : Terdapat pengaruh signifikan antara Aksesibilitas Laporan Keuangan

Gambar

Gambar 2.1  Paradigma Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Surat Kuasa Apabila dikuasakan pengurusannya an fotocopy KTP (Materai 6000). Apabila izin yang didaftar ulang dan atau perpanjangan tidak sesuai dengan kegiatan usaha

Merger horizontal adalah penggabungan yang dilakukan oleh perusahaan pada jenis yang sama. Contohnya: Perusahaan perbankan melakukan merger dan menjadi satu

Berdasarkan karakterisasi arang aktif berbahan baku bambu dengan aktivasi KOH+steam pada suhu 800 °C selama 120 menit yang menghasilkan nilai daya jerap iodin yang memenuhi

Berdasarkan hasil analisis kinerja keuangan Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung tahun anggaran 2008 - 2012, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Kinerja Keuangan

Pengawasan orang terdekat terhadap konseli akan memberikan dampak yang lebih positif pada konseli, karena dengan adanya pengawasan, maka konseli merasa bahwa mereka adalah

Sanksi adalah bentuk pembelajaran yang diputuskan oleh Dewan Etik berupa teguran tertulis, peringatan tertulis, dan merekomendasikan Anggota Konsil LSM dan Badan

Lee (1966) ini adalah bertepatan dengan kajian ini kerana faktor penolak tradisi merantau merupakan satu daripada induk kepada teori ini. Jenis jantina juga merupakan satu

Salah satu strategi yang biasanya digunakan oleh perusahaan dalam menarik simpati publik yaitu dengan program corporate social responsibility, yang merupakan bentuk