BAB I BAB I
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
A.
A. LaLatatar Br Belelakakanangg
Sejarah arsitektur telah melarihkan para pemikir dan perancang bangunan Sejarah arsitektur telah melarihkan para pemikir dan perancang bangunan yan
yang g karkaryanyanya ya sansangat gat menmengaggagumkumkan. an. GabGabungungan an karkarya ya senseni i dan dan kekkekuatuatan an yanyangg kokoh menjadikan hasil karya tersebut bertahan lama mengukir sejarah.
kokoh menjadikan hasil karya tersebut bertahan lama mengukir sejarah.
Kekuatan yang menopang keindahan itu terletak pada kesetimbangan dan Kekuatan yang menopang keindahan itu terletak pada kesetimbangan dan elastisitas yang direncanakan dengan baik. Sebagai contoh pada pembuatan atau elastisitas yang direncanakan dengan baik. Sebagai contoh pada pembuatan atau konstruksi atap bangunan, prinsip kesetimbangan benda tegar perlu diterapkan agar konstruksi atap bangunan, prinsip kesetimbangan benda tegar perlu diterapkan agar bangunan dapat menopang benda yang ada diatasnya. Selain itu konsep elastisitas bangunan dapat menopang benda yang ada diatasnya. Selain itu konsep elastisitas benda juga diterapkan dalam pemasangan daun pintu dan jendela.
benda juga diterapkan dalam pemasangan daun pintu dan jendela.
Pada makalah yang mengangkat tema tentang “Penerapan Konsep-konsep Pada makalah yang mengangkat tema tentang “Penerapan Konsep-konsep Fis
Fisika ika di di BidBidang ang KoKonstnstrukruksi si (Ba(Bangungunannan)” )” akaakan n dibdibahaahas s leblebih ih lanlanjut jut menmengengenaiai kesetimbang benda dan elastisitas benda tegar.
kesetimbang benda dan elastisitas benda tegar.
B.
B. RuRumumusasan Mn Masasalalahah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana penerapan konsep kesetimbangan benda tegar pada pembuatan atap bagaimana penerapan konsep kesetimbangan benda tegar pada pembuatan atap bangunan ?
bangunan ?
C
C.. TTuujjuuaann
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui konsep penerapan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui konsep penerapan kesetimbangankesetimbangan benda tegar pada pembuatan atap bangunan.
BAB II
KONSEP KESETIMBANGAN BENDA TEGAR
A. Kesetimbangan Gaya
Kesetimbangan gaya adalah “kesamaan pengaruh” antara gaya penganti (resultan) dengan gaya yang diganti (gaya komponen) dengan gaya arah yang dituju berlawanan, gaya pengganti (reaksi) arahnya menuju titik awal dari gaya yang
diganti (aksi). Pada gambar berikut divisualisasikan keseimbangan gaya.
P P
………….………...
A B
Benda yang dikenai gaya
Dengna kata lain keseimbangan gaya yang satu garis kerja dapat dikatakan bahwa gaya aksi dan reaksi besarnya sama dan arahnya berlawanan.
B. Menyusun Gaya Yang Setara
Istilah lain menyusun gaya adalah memandu gaya atau mencari resultan gaya. Pada prinsipnya gaya-gaya yang dipadu harus setara (ekuivalen) dengan gaya resultanya.
1. Menyusun gaya yang kongruen
Secara garifis, gaya resultan dapat ditentukan dengan menggunakan jajaran genjang gaya atau segitiga gaya.
P1 P1 R P1 R
P sin↴= Y
A
θ
P2 Aθ
P2 Aθ
P2P sin↴= X
Secara analitis besarnya gaya resultan adalah : R=
√
P12+P22+ P1.P2.cosθ
2. Menyusun beberapa gaya kongruen
Gaya-gaya yang akan dicari resultanya diuraikan dalam arah sumbu X dan sumbu Y. titik tangkap gaya-gaya harus dilalui oleh kedua sumbu tersebut. Sumbu X dapat horizontal ataupun miring. Dipilih mana yang memudahkan perhitungan. Yang penting kedua sumbu itu saling tegak lurus. Perhatikan
gambar dibawah ini. Dalam gambar tersebut dipilih sumbu X horizontal dan sumbu Y Vertikal. P1 diuraikan menjadi X1 = P1 cos a1 dan Y1 = P1 sin a1 ; P2
diuraikan menjadi X2 = P2 cos a2 dan Y2 = P2 sin a2 dan seterusnya. Sehingga
diuraikan menjadi Xn = Pn cos an dan Yn = Pn sin an. Jadi diperoleh :
Xr = P1cos a1 + P2cos a2 + …… +Pn cos an
Yr = P1sin a1 + P2sin a2= …….. + Pn sin an
P2 P2 P1 P1 A P1cos a1 P3 P3 P3sin a3
Besarnya Resultan : R =
√
Xr 2+ Yr 2Yr Yr
Arah Resultan : tg
θ
= atauθ
= arXr Xr
3. Menguraikan sebuah gaya menjadi dua buah gaya
Istilah lain yang digunakan untuk mengganti istilah menguraikan gaya adalah membagi gaya. Berbeda dengan resultan gaya, membagi gaya adalah mencari besar dan arah gaya yang sudah diketahui garis kerjanya.
Beban 24 Kg di ikat dengan tali seperti pada gambar. Pada persambungan ketiga tali. Berapakah tegangan masing-masing tali jika sistem
dalam keadaan diam ?
37o 53o
T3 T1
T2
Jawab
Langkah pertama adalah menggabarkan diagram gaya pada sistem yaitu gaya berat gaya tegangan tali.
37o T 1y 53o T3 T3y T1 T3x T1x T2 w
Gunakan prinsip kesetimbangan benda titik, yaitu :
∑
F = 0∑
Fx = 0 T1x – T3x = 0 T1x = T3x T1cos 53o = T3x cos 37o T13/5 = T3 4/5 T1= 4/3 T3∑
Fy = 0T2= w = 240T1y + T3y – T2= 0
T1sin 53o+ T3sin 37o= T2
4/3 T34/5 + T3¾ = 240
24/55 T3+ 240 = T3+ 144 N
T1+ 4/3 x 144 + 192 N
4. Menyusun gaya kongruen yang seimbang
Menyusun gaya yang seimbang adalah hampir sama dengan menyusun gaya yang setara, bedanya pada arah gayanya. Pada keseimbangan gaya jumlah gaya aksi dapat lebih dari satu sampai beberapa buah dan reaksinya dapat satu, dua, atau tiga. Bila lebih dari tiga reaksi tidak cukup diselesaikan dengan persamaan keseimbangan SM = 0, SGy = 0, SGx = 0. Dalam uraian ini akan
diberikan contoh untuk menyusun gaya yang seimbang (mencari r eaksi).
Pada sebuah titik buhul suatu kuda-kuda yang terdapat dua batang dan sebuah gaya sebesar S1 = 20 kN, yang arahnya menuju titik buhul. Tentukan
gaya pada kedua batang yang belum diketahui agar titik buhul itu seimbang. Secara grafis dapat dilakukan dengan lukisan tertutup. Gambarlah gaya S1 yang besarnya 20 kN dengan skala tertentu, missal 1 cm = 10 kN. Tarik garis
sejajar dengan batang 3 pada ujung gaya S1, tarik juga garis sejajar batang 2
yang melalui pangkal gaya S1 sehingga kedua garis ini berpotongan. Sekarang
urutkan arah gaya yang dimulai dari gaya S1 ke atas kemudian gaya 3
(mendatar), gaya 2 (miring). Dengan demikian arah gaya dapat diketahui yaitu gaya pada batang 3 meninggalkan titik buhul ( kekanan ), gaya pada batang 3 menuju titik buhul (miring kebawah). Besarnya gaya batang dapat diketahui dengan mengukur panjang masing-masing garis yang dikalikan dengan skala gayanya. Dalam soal ini besar gaya batang S3 adalah 34 kN dan besar gaya
batang S2adalah 40 kN.
Secara analitis dapat dihitung dengan persamaan keseimbangan (dalam hal ini keseimbangan translasi). Dimisalkan arah gaya S2 meninggalakan titik
buhul. Apabila nanti hasilnya negatif maka arah gaya yang seharusnya adalah kebalikannya yang dalam hal ini menjadi menuju titik buhul.
S2= - 20/sin 30o
S2= - 40 kN (berarti arahnya menuju titik buhul)
SGx = 0S3+ S2cos 30o = 0
S3= - S2cos 30o= - (-40) cos 30o
S3 = + 34 kN (arahnya sesuai dengan perkiraan yaitu
meninggalkan titik buhul)
S2
S2sin 30o
A S2cos 30o S3
20 kN
5. Keseimbangan gaya yang tidak kongruen
a. Keseimbangan sebuah gaya akasi dengan dua gaya reaksi
Pristiwa ini terjadi pada konstruksi balok sederhana yang dibebani oleh beban terpusat atau beban lainya, baik satu buah gaya maupun lebih. Sebagai contoh sebuah gaya P (aksi) bekerja pada balok AB direaksi oleh gaya yang bekerja melalui titik A dan B. untuk menyusun gaya aksi dan reaksi menjadi seimbang dapat dilakukan secara grafis ataupun analitis.
Secara grafis adalah sebagai berikut : lukis garis P dengan skala tertentu. Tentukan letak titik kutub O. tarik garis 1 malalui ujung P dan titik O. Pindahkan garis satu ini pada garis kerja gaya P dan garis kerja gaya reaksi di A (sebut garis ini garis I). tarik garis 2 melalui ujung P dan titik O. pindahkan garis 2 melalui garis kerja P dan garis kerja reaksi di B (sebut
garis ini garis II). Hubungkan titik potong antara garis I dan garis reaksi di A dengan garis II dan gaya reaksi di B (sebut garis ini garis S). pindahkan garis S ini pada lukisan kutub melalui titik O ( sebut garis ini garis S ). Jarak antara pangkal gaya P sampai titik potong garis S adalah besarnya reaksi di A ( R A) yang arahnya keatas dan jarak antara titik potong garis S dengan
ujung gaya P adalah besarnya gaya reaksi di B (R B) yang arahnya keatas.
Dengan demikian diperoleh gaya seimbang antara aksi (P) dan reaksi (R A
P A B L a b R A 1 S O S II 2 I R B P
Dalam persoalan ini gaya aksi dan reaksi tidak kongruen sehingga terjadi gerak rotasi. Oleh karena itu untuk menghitung secara analitis perlu menggunakan persamaan keseimbangan rotasi (SM = 0). Sedangkan keseimbangan translasi dipakai sebagai control saja.
SMB= 0 (Dimisalkan arah R Ake atas)
P . b
(R A.I) – (P.a) = 0, R A= (ke atas)
I
SMA= 0 (dimisalkan arah R Bke atas)
P . a
(R B. I) – (P.a) = 0, R B= (arahnya ke atas)
I Coba control SGy = 0
Contoh lain yang terdiri atas dua gaya aksi P1 dan P2 dengan dua gaya reaksi
sebagai berikut. Dalam hal ini P1> P2.
Secara analitis : SMB= 0 (R Adimisalkan ke atas) (R A. I) – (P1.(b + c)) – (P2. c) = 0 (P1. (b + c)) – (P2 . c) R A= (ke atas) I SMA= 0 (R Bdimisalkan k eatas) (- R B. I) + (P1 . a) + (P2.(a + b)) = 0 (P1. a) + (P2.(a + b)) R B = (ke atas)
I P1 P2 R A A l B a b c P1 S 2 S O P2 3 I R B III II
b. Keseimbangan dua buah gaya aksi dengan tiga buah gaya reaksi Peristiwa ini terjadi antara lain pada pencarian gaya batang yang menggunakan metode potongan. Sebenarnya cara menyusun keseimbangan gaya sama dengan menyusun gaya yang setara, bedanya hanya arah gaya reaksi yang merupakan kebalikan dari arah gaya aksi. Berikut ini diberikan arah gaya secara grafis dan analitis.
Sebuah rangka batang yang secara abstrak dipotong maka potonganya sebelah kiri harus seimbang dengan gaya-gaya yang bekerja disebelah kiri potongan tersebut, demikian juga yang sebelah kanan. Dalam peristiwa ini ada tiga gaya reaksi yang itmbul (paling banyak). Lebih dari tiga gaya reaksi tidak cukup diselesaikan dengan persamaan keseimbangan. Pada gambar dibawah ini gaya R A, P1, dan gaya yang bergaris kerja 1, 2, dan
3 harus seimbang.
P1 = 20 kN
A 30o B l 2 C l 3 RA = 50 kN a = 3m a = 3m P1 l 1 P 2 P1 R R P1P2 l 1l 2 P 3 l 2 l 3 R A R A a a 2 P1 III R 3 II I 1 P = 20 kN S1 C d e S2 S3 A R A= 50 B D
Secara analitis perhitungan mengunakan keseimbangan rotasi (SM=0). Untuk mecari gaya S3, maka gaya S1 dan S2 harga momennya
dibuat nol. Oleh karena itu dipilih SMD = 0. Dimisalkan arah gaya S3
R A. 3 + P1. 0 + S1. 0 + S2. 0 – S3. 3 tg 30o= 0
S3 = R A . 3 : 3 . tg 30o = 86,6 kN (berarti arahnya sesuai dengan
perkiraan yaitu meninggalkan titik buhul.
Untuk mencari S1, maka momen akibat S2 dibuat nol dengan
menggunakan SMC = 0. misal arah gaya S1 terhadap titik C meninggalkan
titik buhul D. jarak lengan gaya S1 terhadap titik C adalah d = 6. sin 30o = 3
m. diperoleh persamaan : R A. 6 – P1 . 3 + S3. 0 + S2. 0 + S1. d = 0 -R A. 6 + P . 3 S1= 6 = -50 . 6 + 20 . 3 6 = -300 + 60 6 = - 240 6
= - 40 kN (berarti arahnya berlawanan dengan perkiraan. Jadi arah S1sebenarnya menuju titik buhul D)
Untuk mencari S2, dipilih yang komponen gaya momennya sebanyak
mungkin harganya nol. Untuk itu dipilih SMA = 0. Gaya S2 dimisalkan
arahnya meninggalkan titik buhul D. Jarak lengan momen gaya S2 terhadap
titik A adalah e = 6. sin 30o= 3 m, diperoleh persamaan :
P . 3 + S2. e + R A. 0 + S1. 0 + S2. 0 = 0 P . 3 = - S2 . e S2= - P . 3 e = - 20 . 3 = - 20 kN 3
Berarti arah S2 berlawanan dari perkiraan, jadi sebenarnya menuju titik buhul D.
BAB III PENUTUP
a. Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temui penerapan konsep-konsep fisika. Penerapan konsep-konsep fisika dapat kita temui di dalam berbagai bidang misalnya : kesehatan, otomotif, astronomi, konstruksi (bangunan) dan lain-lain. Sebagai contoh di bidang konstruksi bangunan, menerapkan konsep kesetimbangna benda tegar dalam pembuatan atap bangunan dengan adanya penerapan
konsep-konsep dasar maka kita dapat mengembangkan bentuk dan variasi dari sebuah atap bangunan.
b. Saran
Atap bangunan merupakan salah satu bagian vital dari sebuah bangunan. Dalam pembuatan dan pengerjaanya sangat memerlukan ketelitian dan perhitungan yang telit dan tepat agar atap dari bangunan tersebut dapat kokoh.