TRIWULAN IV
KAJIAN EKONOMI
REGIONAL
VISI BANK INDONESIA :
kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil
MISI BANK INDONESIA :
1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas;
2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional;
3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan
stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional;
4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas
NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :
-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity,
BUKU
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV-2013 dengan penekanan kajian pada kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Prakiraan Perkembangan Ekonomi Daerah pada triwulan I-2014. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada
stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,
dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.
Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi sangat diharapkan.
Pekanbaru, 17 Februari 2014
Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Riau ttd
Mahdi Muhammad Kepala Perwakilan
Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV Indeks Harga Konsumen :
- Kota Pekanbaru 133.68 137.18 138.96 143.15 145.49 - Kota Dumai 138.28 140.61 143.38 147.48 150.17 Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) :
- Kota Pekanbaru 3.35 5.36 5.56 7.79 8.83 - Kota Dumai 3.21 5.56 6.28 7.53 8.60
Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 2.40 1.82 2.62 2.20 3.77 Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 7.35 8.04 6.74 3.93 6.01
Nilai Ekspor Non Migas (Juta USD) 3,094.51 2,889.77 2,750.91 2,717.58 3,278.42 Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) 4,989.14 4,838.19 4,554.44 4,515.89 5,246.62
Nilai Impor Non Migas (Juta USD) 443.14 375.60 392.69 372.88 462.05 Volume Impor Non Migas (ribu Ton) 611.83 460.84 648.51 419.97 546.35
INDIKATOR
(dalam Rp juta) Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV
Bank Umum Total Aset 72,349,212 73,223,820 78,286,527 80,675,676 76,861,876 DPK 52,242,540 52,753,768 55,990,071 56,878,350 55,523,886 - Giro 14,149,049 15,784,036 16,721,201 15,832,861 13,298,066 - Tabungan 25,373,740 23,838,197 23,861,366 25,713,538 28,588,150 - Deposito 12,719,750 13,131,535 15,407,504 15,331,951 13,637,670
Kredit - berdasarkan lokasi proyek 58,954,331 60,296,662 62,761,261 64,359,544 66,696,948
LDR - Lokasi Proyek (%) 112.85 114.30 112.09 111.77 118.63 Kredit 43,443,660 44,090,792 44,090,792 47,548,033 48,745,468 - Modal Kerja 15,201,999 15,423,020 14,593,372 14,789,614 15,413,714 - Investasi 12,252,477 12,326,636 14,941,919 15,313,208 15,383,108 - Konsumsi 15,989,184 16,341,136 17,014,991 17,445,211 17,948,646 - LDR (%) 83.16 83.58 83.14 83,89 88.04 - NPL (%) 2.89% 3.21% 3.19% 3.67% 3.25% Kredit UMKM - Mikro 3,843,216 3,973,181 4,239,979 4,287,628 4,317,958 - Kecil 6,057,104 6,070,237 6,271,690 6,566,675 6,912,290 - Menengah 5,729,879 5,686,988 6,610,748 6,490,190 6,384,535 NPL MKM (%) 4.03% 4.57% 4.64% 5.38% 4.83% BPR Total Aset 1,038,271 1,019,107 1,027,508 1,063,827 1,043,922 DPK 694,541 688,364 662,084 702,399 700,027 Kredit - berdasarkan lokasi proyek 708,530 715,763 731,831 757,009 753,672
Rasio NPL 13.11% 14.44% 14.73% 15.52% 15.61% LDR 102.01% 103.98% 110.53% 107.77% 107.78% *) SBH 2007 2013 2013 A. INFLASI DAN PDRB INDIKATOR 2012 2012 B. PERBANKAN
C. SISTEM PEMBAYARAN Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV 3,291,115 (98,037) 2,011,793 2,243,321 4,850,976 957,321 1,640,158 1,147,027 2,456,580 744,382 4,248,435 1,542,121 3,158,820 4,699,901 5,595,358 Pemusnahan Uang (Jutaan lembar/keping) 99,164 171,690 322,720 264,841 265,924 Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 84,580 90,785 96,628 82,740 91,492 Volume Transaksi RTGS (lembar) 59,648 51,596 53,531 52,745 71,150
Rata-rata Harian Nominal Transaksi RTGS (Rp miliar) 1,387 1,513 1,534 1,293 1,500
Rata-rata Harian Volume Transaksi RTGS (lembar) 978 860 850 824 1,166
Nominal Tolakan Cek/BG Kosong 159,869 165,983 246,978 187,273 198,697
Volume Tolakan Cek/BG Kosong 5,523 5,703 6,254 6,749 5,869
Rata-rata Harian Nominal Cek/BG Kosong 2,621 2,766 3,920 2,926 3,257
Rata-rata Harian Cek/BG Kosong 61 60 63 64 61 2012
Inflow Outflow
Posisi Kas Gabungan
INDIKATOR 2013
I. GAMBARAN UMUM
Kondisi perekonomian Riau pada triwulan IV-2013, sebagaimana telah diperkirakan, tercatat mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik dari triwulan sebelumnya dengan kualitas yang lebih berimbang. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Riau triwulan IV-2013 masing-masing tercatat sebesar 3,77% dan 6,01%
(tanpa migas). Meskipun menunjukkan peningkatan pada triwulan laporan, namun
pertumbuhan ekonomi Riau sepanjang tahun 2013 berada pada kondisi yang kurang menggembirakan dimana tumbuh melambat hingga sebesar 2,61% dan 6,13% (tanpa migas), atau merupakan titik terendah dalam kurun 10 tahun terakhir.
RINGKASAN
EKSEKUTIF
Pertumbuhan ekonomi Riau sepanjang tahun 2013 berada pada kondisi yang kurang begituKondisi ini utamanya bersumber dari pengaruh eksternal yang berasal dari faktor perlambatan ekonomi global dan pemberlakuan hambatan tarif dan non-tarif terhadap produk Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya di sejumlah negara. Selain itu, beberapa pengaruh internal juga turut berperan diantaranya terkait
event penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) tahun 2012, minimnya
penemuan sumur minyak baru yang lebih produktif dan menurunnya margin keuntungan pelaku usaha sejalan dengan meningkatnya biaya produksi akibat penyesuaian biaya energi.
II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL
Kinerja ekonomi Riau pada triwulan IV-2013 mengalami perbaikan dan
tumbuh diatas perkiraan Bank Indonesia. Peningkatan ekonomi Riau pada triwulan IV-2013 utamanya tidak terlepas dari membaiknya kinerja sektor
tradables dimana peningkatan pertumbuhan terjadi pada seluruh sektor
ekonomi. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan membaiknya kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi kedepan.
Ditinjau dari sisi penggunaan, secara spesifik, motor penggerak ekonomi Riau berasal dari permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga dan ekspor non migas. Faktor yang berperan penting dalam mendukung meningkatnya pertumbuhan konsumsi Riau diindikasikan berasal dari membaiknya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Sementara itu, meningkatnya ekspor Riau pada triwulan laporan diperkirakan tidak terlepas kenaikan ekspor non migas sejalan dengan perayaan hari raya Diwali di India yang sedikit banyak berpengaruh terhadap permintaan produk CPO dan turunannya.
Dari sisi sektoral, kondisi ekonomi sektoral Riau menunjukkan perkembangan
yang menggembirakan dimana sektor tradables tercatat sebagai motor
penggerak utama pertumbuhan triwulan IV-2013. Secara tahunan,
pertumbuhan sektor tradables Riau tumbuh meningkat menjadi 3,36% (yoy).
Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables
tumbuh lebih tinggi yakni mencapai 7,20% (yoy). Lebih lanjut, selain didorong
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2013 mencatat
peningkatan sejalan dengan membaiknya kinerja sektor non-tradables
Sumber perlambatan berasal dari perlambatan ekonomi global, hambatan tarif dan non-tarif serta minimnya penemuan sumur minyak baru
Motor penggerak ekonomi Riau berasal dari konsumsi dan ekspor non migas
Secara sektoral, motor penggerak ekonomi utamanya ditopang olah sektor tradables
triwulan laporan juga tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan sektor
non-tradables yang tercatat tumbuh dari 2,88% (yoy) pada triwulan III-2013
menjadi 4,84% (yoy) pada triwuan IV-2013.
III. ASSESMEN INFLASI
Tekanan inflasi Riau pada tahun 2013 (yoy) mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu dari 3,32% (yoy) menjadi 8,79% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi Riau s.d. triwulan IV-2013 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 4,5%±1%. Faktor yang dominan mendorong inflasi luar biasa adalah kenaikan harga BBM sebesar 44,44% yang didahului ketidakpastian dan berlanjutnya rencana kenaikan BBM yang mendorong tingginya ekspektasi produsen. Selain itu, pembatasan impor holtilkulturapada awal tahun 2013, kenaikan TDL secara progresif dan bencana alam di daerah senta produksi juga turut memberikan tekanan yang berarti.
Secara tahunan (yoy), inflasi Riau pada triwulan IV-2013 mengalami peningkatan dari 7,74% menjadi 8,79%. Bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi historisnya sejak tahun 2009 2012 yang mencapai 4,28%, inflasi Riau pada triwulan IV-2013 tercatat jauh lebih tinggi. Namun demikian, inflasi Riau masih lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Sumatera yang mencapai 8,91% (yoy), tetapi lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,38% (yoy).
Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 8,83% (yoy) dari 7,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi di Kota Dumai mencapai 8,60% (yoy) juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,53%. Seperti pada periode periode sebelumnya, inflasi yang terjadi di Kota Pekanbaru tercatat masih memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi Riau triwulan IV-2013 sebesar 7,25%.
Faktor utama penyebab meningkatnya inflasi Riau pada tahun 2013 didominasi oleh kenaikan harga BBM bersubsidi, pembatasan impor holtikultura di awal tahun dan bencana alam di daerah sentra produksi. Kota Pekanbaru tercatat mengalami inflasi sebesar 8,83% (yoy), sementara Kota Dumai mencatat inflasi sebesar 7,79% (yoy).
IV. ASSESMEN KEUANGAN Perbankan
Pertumbuhan kinerja perbankan Riau pada periode laporan mengalami
perlambatan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini tercermin dari melambatnya pertumbuhan indikator utama yaitu aset, dana dan kredit dibandingkan periode sebelumnya baik secara tahunan (yoy) maupun triwulanan (qtq). Pada tahun 2013, aset perbankan Riau tercatat sebesar Rp77,91 triliun atau hanya tumbuh sebesar 6,16% (yoy), lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 21% (yoy). Aset bank umum tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan aset BPR/S yaitu masing-masing sebesar 6,24% dan 0,54%.
Posisi LDR bank umum di Riau pada tahun 2013 tercatat cukup tinggi yaitu sebesar 87,79%, meningkat dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebesar 83,60%. Sementara itu, dengan memperhitungkan
kredit berdasarkan lokasi proyek1, LDR bank umum Riau dalam
periodelaporan mencapai angka yang lebih tinggi yakni sebesar 120,12%, juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan LDR nasional2 yang tercatat
sebesar 90,95% pada periode yang sama.
Penyaluran kredit kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) oleh bank
umum di Riau pada tahun 2013 mencapai Rp17,61 triliun atau tumbuh sebesar 12,70% (yoy). Pangsa kredit nya mencapai 36,14% dari total kredit bank umum di Riau, meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2012. Secara spesifik, jika dilihat menurut skala usahanya, kredit yang disalurkan sebagian besar diserap oleh usaha kecil dengan nilai kredit sebesar Rp6,91 triliun, diikuti oleh skala usaha menengah dan skala mikro masing-masing sebesar Rp6,38 triliun dan Rp4,32 triliun.
Kondisi perbankan syariah Riau pada triwulan IV-2013 juga menunjukkan penurunan secara triwulanan (qtq), namun tetap tumbuh relatif melambat (yoy) bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kondisi ini tercermin
dari menurunnya pertumbuhan aset, dana, maupun pembiayaan. Aset
Perkembangan perbankan syariah meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Aset perbankan syariah tumbuh 11,53% (yoy) menjadi Rp51,11triliun atau naik lebih tinggi dibandingkan indikator DPK namun lebih rendah dibandong pertumbuhan pembiayaan. Kegiatan usaha perbankan Riau pada tahun 2013 melambat signifikan dibandingkan tahun 2012. Aset perbankan Riau tercatat sebesar Rp77,91 triliun, sementara DPK dan kredit yang disalurkan masing-masing tercatat sebesar Rp56,22 triliun dan Rp49,50 triliun.
perbankan syariah Riau pada triwulan IV-2013 mencapai Rp5,11 triliun atau turun 5,70% (qtq), namun meningkat 11,53% (yoy) dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Penurunan aset ini utamanya didorong oleh menurunnya dana yang dihimpun menjadi Rp3,71 triliun atau turun 5,94% (qtq) dan namun meningkat dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 7,46% (yoy).
Intermediasi perbankan syariah pada periode laporan tercatat mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya rasio FDR yaitu dari 84,30% pada tahun 2012 menjadi 90,34%. Namun, rasio NPF meningkat dibandingkan tahun 2012 yaitu dari 2,98% menjadi 4,01%. Rasio NPF perbankan syariah tercatat lebih tinggi dari pada rasio NPL secara umum, sehingga perlu mendapat perhatian perbankan syariah.
Keuangan Daerah
Realisasi Belanja Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Riau sampai dengan akhir tahun 2013 relatif meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2012. Namun bila dilihat dari sisi pendapatan tercatat menurun bila dibandingkan dengan tahun 2012. Meningkatnya realisasi belanja utamanya didorong oleh peningkatan pada realisasi belanja operasi dan belanja modal.
V. PROSPEK
Perekonomian Daerah
Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan I-2014 secara umum diperkirakan
relatif melambat dibandingkan triwulan IV-2013. Dengan memasukkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan secara tahunan berada pada kisaran 3,0%-3,6% (yoy). Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tumbuh lebih tinggi yakni berada pada kisaran 5,9%-6,5% (yoy).
Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak pertumbuhan diperkirakan masih ditopang oleh permintaan domestik terutama konsumsi rumah tangga.
Prospek perekonomian Riau pada triwulan I-2014 diperkirakan tumbuh relatif melambat yakni berada pada kisaran 3,0%-3,6% (yoy). Realisasi anggaran pendapatan dan belanja Riau pada tahun 2013 masing-masing tercatat sebesar 97,92% dan 84,17%.
Hal ini diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi oleh mulai membaiknya harga Tandan Buah Segar (TBS) lokal sehingga berpotensi meningkatkan daya beli dan tingkat keyakinan masyarakat secara umum. Sementara itu, dari sisi sektoral, membaiknya daya beli diperkirkaan akan berpengaruh terhadap kenaikan pertumbuhan sektor perdagangan.
Meskipun demikian, terdapat risiko yang berpotensi membawa pertumbuhan ekonomi Riau menyentuh batas bawah proyeksi (downside risks). terutama terkait dengab kondisi sumur minyak yang tidak produktif yang diperkirakan berpotensi mengakibatkan pertumbuhan sektor pertambangan migas mengalami kontraksi. Sementara itu, salah satu faktor yang berpotensi membawa pertumbuhan menyentuh batas atas (upside risks) adalah potensi pemulihan ekonomi negara mitra dagang utama Riau dan negara berkembang
(emerging market) di kawasan Asia yang diperkirakan akan memberikan spill
over positif bagi kinerja ekspor utama Riau.
Inflasi
Perkembangan inflasi Riau pada triwulan mendatang diperkirakan berada pada
kisaran 6,6% - 7,0% (yoy). Sedangkan secara triwulanan, inflasi diperkirakan
berkisar 0,6% - 1,0% (qtq). Terjadinya inflasi Kota Pekanbaru pada kisaran tersebut diperkirakan sedikit banyak dipengaruhi oleh faktor depresiasi
depresiasi Rupiah yang berpotensi mendongkrak laju inflasi barang impor dan gangguan pasokan bahan makanan yang berpotensi meningkatkan inflasi bahan makanan sejalan degan terjadinya bencana alam di beberapa daerah yang menjadi pemasok utama.
Sementara itu, beberapa faktor yang diidentifikasi berpotensi membawa inflasi melewati batas atas kisaran proyeksi (upside risks) antara lain (i) kenaikan ekspektasi pelaku usaha sejalan gangguan distribusi akibat bencana alam, (ii) rencana kebijakan untuk menaikkan harga gas elpiji non subsidi 12 kg, serta (ii) hambatan distribusi dan infrastruktur. Selanjutnya, beberapa faktor yang berpotensi membawa inflasi ke batas bawah (downside risks) proyeksi adalah solusi dini TPID yang dihasilkan melalui koordinasi dengan berbagai instansi terkait melalui penguatan strategi komunikasi dalam menjaga ekspektasi
Inflasi Riau pada triwulan I-2013 diperkirakan berada pada kisaran 6,6% - 7,0% (yoy)
1. KONDISI UMUM
Kinerja ekonomi Riau pada triwulan IV-2013 mengalami perbaikan dan tumbuh diatas perkiraan Bank Indonesia. Dengan memperhitungkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau mencapai 3,77% (yoy) atau merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya selama tahun 2013. Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau tercatat sebesar 6,01% (yoy), meningkat dari triwulan III-2013 dan juga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi non migas secara nasional yang tercatat sebesar 5,90% (yoy).
Bab 1
KONDISI EKONOMI
Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)
Sumber : BPS
Peningkatan ekonomi Riau pada triwulan IV-2013 utamanya tidak terlepas dari membaiknya kinerja sektor tradables dimana peningkatan pertumbuhan terjadi pada hampir seluruh sektor. Selain itu, peningkatan juga didorong oleh meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan membaiknya kepercayaan konsumen terhadap kondisi ekonomi kedepan
Meskipun tumbuh membaik pada triwulan laporan, namun secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi Riau selama tahun 2013 menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Hal ini terlihat dari angka pertumbuhan kumulatif yang tercatat 2,61% dan 6,13% (tanpa migas), atau merupakan titik terendah dalam 10 tahun terakhir. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh faktor eksternal antara lain persoalan krisis ekonomi global yang berimbas terhadap rendahnya harga komoditas internasional, melemahnya kinerja ekonomi di negara mitra dagang utama khususnya Cina dan India dan pemberlakuan hambatan tarif dan non-tarif terhadap produk Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional.
Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, pelemahan ekonomi juga tidak
terlepas dari faktor internal diantaranya terkait dengan event
penyelenggaraan PON tahun 2012, minimnya penemuan sumur minyak baru yang lebih produktif dan melonjaknya tekanan inflasi akibat kebijakan pemerintah mengenai penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Tarif Tenaga Listrik
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013
Riau 5,1 2,1 1,6 3,0 2,8 3,5 4,8 5,5 5,2 5,2 5,1 4,5 4,5 3,5 3,7 2,4 1,8 2,6 2,2 3,7 Nasional 4,5 4,0 4,1 5,4 5,6 6,1 5,8 6,9 6,5 6,5 6,5 6,5 6,3 6,4 6,1 6,1 6,0 5,8 5,6 5,7 Riau (Tanpa Migas) 6,6 6,5 5,7 7,3 5,9 6,8 7,9 7,8 7,9 7,7 7,8 7,5 7,1 7,8 9,0 7,3 8,0 6,7 3,9 6,0 Nasional (Tanpa Migas) 4,9 4,4 4,5 5,8 6,2 6,5 6,2 7,4 6,9 7,0 6,9 6,9 6,7 6,9 6,8 6,7 6,7 6,3 6,0 5,9
-1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00 yo y (%) 7,8 3,6 6,1 2,6 5,0 7,8 4,2 7,2 Kumulatif 3,0 6,6
(TTL) pada tahun 20131, terutama pada semester II-2013, yang sedikit banyak
mempengaruhi margin keuntungan pelaku usaha.
2.
PDRB SISI PENGGUNAAN
Ditinjau dari sisi penggunaan, motor penggerak ekonomi Riau berasal dari permintaan domestik terutama konsumsi dan ekspor non migas. Faktor yang berperan penting dalam mendukung meningkatnya pertumbuhan konsumsi Riau diindikasikan berasal dari membaiknya optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini. Selain itu, meningkatnya realisasi APBD dibandingkan dengan tahun sebelumnya juga turut memberikan dorongan berarti. Sementara itu, meningkatnya ekspor Riau pada triwulan laporan diperkirakan tidak terlepas kenaikan ekspor non migas sejalan dengan perayaan hari raya Diwali di India yang sedikit banyak berpengaruh terhadap permintaan produk CPO dan turunannya.
Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Dengan Migas (yoy)
Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan Tanpa Migas (yoy)
1 Pemerintah telah menetapkan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp2000/lt untuk premium dan Rp1.500/lt untuk solar. Disamping itu, PLN telah memberlakukan TTL baru (progresif) sejak awal tahun2013 dengan rata-rata kenaikan mencapai 30% sepanjang tahun 2013.
III*** IV*** 2012 III-13 IV-13 2013
1. Konsumsi 6.35 6.63 7.36 7.33 2.73 2.93 3.36 3.24 2 Investasi 1.79 0.50 (2.98) 0.03 0.57 0.16 (0.92) 0.01 3. Ekspor 4.15 (0.06) 4.83 1.24 2.36 (0.03) 2.72 0.71 4. Impor 6.70 2.62 4.25 4.18 2.11 0.86 1.39 1.36 3.55 2.20 3.77 2.60 3.55 2.20 3.77 2.60
Sumber : BPS Provinsi Riau
Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS
Sumbangan (%)
Total
2012*** 2013 (r)
Komponen 2013
III*** IV*** 2012 III-13 IV-13 2013
1. Konsumsi 6.35 6.63 7.36 7.33 5.36 5.41 6.16 6.10 2 Investasi 7.13 3.17 5.51 6.15 2.19 0.99 1.68 1.88 3. Ekspor 8.58 0.02 2.44 1.92 3.80 0.01 1.05 0.86 4. Impor 5.95 4.37 5.01 4.56 3.53 2.48 2.88 2.66 7.82 3.93 6.01 6.17 7.82 3.93 6.01 6.17 Sumber : BPS Provinsi Riau
Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) angka revisi BPS
Sumbangan (%)
Total Non Migas
2012*** 2013 (r)
2.1.
Konsumsi
Pertumbuhan konsumsi Riau pada triwulan IV-2013 mengalami peningkatan yakni dari 6,63% (yoy) menjadi 7,36% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh menguatnya konsumsi rumah tangga Riau yang tercatat tumbuh dari 7,22% (yoy) pada triwulan III-2013 menjadi 7,95% (yoy) pada triwulan IV-2013. Namun demikian, peningkatan tidak hanya terjadi pada konsumsi rumah tangga tetapi juga pada konsumsi swasta dan pemerintah. Bahkan konsumsi pemerintah juga tercatat lebih tinggi dari tahun sebelumnya yang didorong oleh realisasi APBD yang lebih besar dari tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi pada triwulan laporan diindikasikan tidak terlepas dari meningkatnya optimisnya konsumen sebagaimana terlihat dari kenaikan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Riau dari 112,45 pada triwulan III-2013 menjadi 129,70 pada triwulan IV-2013 (Grafik 1.3.).
Selain diindikasikan dari kenaikan IKK, meningkatnya pertumbuhan konsumsi juga secara implisit tercermin dari peningkatan kegiatan konsumsi yang dibiayai melalui kredit perbankan. Penyaluran kredit konsumsi oleh perbankan Riau pada triwulan IV-2013 mencapai Rp17,95 triliun atau tumbuh meningkat menjadi 12,26% (yoy). Adanya peningkatan utamanya didorong oleh peningkatan pada kredit perumahan tipe 22 s.d 70 yang mencerminkan perbaikan daya beli masyarakat. Sebagaimana diketahui, penyaluran kredit perumahan tipe menengah pada semester I-2013 sempat mengalami penurunan seiring dengan melemahnya keyakinan konsumen
Grafik 1.2. Pertumbuhan Komponen Konsumsi Riau Tahun 2010-2013 (yoy)
Grafik 1.3. Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau 2010-2013
Sumber : BPS Provinsi Riau -8,0 -6,0 -4,0 -2,0 0,0 2,0 4,0 6,0 8,0 10,0 12,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013
%
, y
oy
Rumah Tangga Swasta Pemerintah
50 70 90 110 130 150 170
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013
Indeks Keyakinan Konsumen Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini Baseline
2.2.
Investasi
Perkembangan investasi di Riau secara umum menunjukkan hal yang kurang begitu menggembirakan sebagaimana yang terlihat dari kontraksi yang terjadi pada
triwulan laporan. Investasi Riau tercatat terkontraksi atau turun sebesar 2,98% (yoy) yang merupakan pertumbuhan investasi terendah dalam tahun 2013.
Menurunnya pertumbuhan investasi diperkirakan tidak terlepas dari menurunnya minat investasi di sektor migas yang memiliki pangsa sebesar 40% terhadap investasi di Provinsi Riau.
Sementara itu, tanpa
memperhitungkan unsur migas,
investasi Riau tercatat mengalami peningkatan yakni dari 3,17% (yoy) menjadi 5,51% (yoy). Meningkatnya
investasi non migas diperkirakan
berkaitan dengan investasi infrastruktur
yang masih berlanjut, khususnya
investasi bangunan. Hal ini secara tidak langsung tercermin dari peningkatan pertumbuhan konsumsi semen yang tercatat tumbuh dari 17,78% menjadi 19,59% dengan nilai mencapai 500 ribu ton. Indikator lain yang mendukung kenaikan investasi di Riau adalah meningkatnya jumlah proyek Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari 49 proyek menjadi 63 proyek.
Grafik 1.4. Perkembangan Kredit Konsumsi Riau
Grafik 1.5. Perkembangan Kredit Perumahan Tipe 22 s.d 70 dan diatas 70
Grafik 1.6. Perkembangan Investasi Riau
Sumber : BPS Riau 12,21 12,26 -2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00 22,00 24,00 26,00 28,00 -2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00 14,00 16,00 18,00 20,00
I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 % R p m il ia r
K. Konsumsi (kiri) yoy (kanan)
(20,00) (10,00) -10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 -500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500
I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 R p m il ia r KPR 22 s.d 70 (lhs) KPR diatas 70 (lhs) yoy (rhs) yoy (rhs) (20,00) (15,00) (10,00) (5,00) -5,00 10,00 15,00 20,00 25,00
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013
%
Migas Non Migas
2.3.
Ekspor ImporKinerja neraca perdagangan eksternal Riau sepanjang tahun 20132 masih mencatat
net ekspor dengan angka sebesar USD14,27 miliar. Lebih rendahnya realisasi net ekspor Riau pada tahun 2013 dibanding 2012 bersumber dari penurunan yang lebih tinggi pada nilai ekspor (USD1,56 miliar) dibandingkan dengan penurunan nilai impor (USD0,33 miliar). Kondisi ini disebabkan oleh menurunnya harga komoditas ekspor unggulan Riau seperti CPO, karet dan batubara di pasar internasional akibat relatif lambannya pemulihan krisis ekonomi di zona Eropa serta pelemahan ekonomi di negara mitra dagang utama (India, Cina dan Eropa) yang sedikit banyak mengakibatkan volume ekspor ke wilayah tersebut tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Depresiasi nilai tukar Rupiah juga belum dapat mendorong ekspor tumbuh lebih tinggi lagi. Selain itu, pemberlakuan hambatan tarif dan non-tarif produk CPO dan turunannya oleh sejumlah negara maju dan
Grafik 1.7. Perkembangan Konsumsi Semen di Provinsi Riau
Grafik 1.8. Perkembangan Jumlah proyek PMA dan PMDN di Provinsi Riau
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Grafik 1.9. Perkembangan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi Riau
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal -20,00 -10,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 -100 200 300 400 500 600
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012 2013 % ri b u T o n
Konsumsi Semen (kiri) g.yoy (kanan)
I II III IV I II III IV 2012 2013 PMDN 9 25 8 23 2 34 39 39 PMA 25 31 15 39 30 54 10 10 Proyek 34 56 23 62 32 88 49 63 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 U ni t I II III IV I II III IV 2012 2013 Nilai PMA 1,28 2,74 5,63 1,33 5,72 1,32 4,26 2,38 Nilai PMDN 0,35 3,51 0,31 1,29 0,15 1,99 2,02 0,71 Nilai (kiri) 1,63 6,25 5,94 2,61 5,87 3,31 6,29 3,10 -1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 R p t ri liu n
mitra dagang juga berdampak cukup signifikan terhadap terbatasnya permintaan ekspor CPO selama tahun 2013.
Grafik 1.10. Perkembangan Kinerja Ekspor dan Impor Riau Tahun 2007-2013
Sumber : BPS Riau
Jika dilihat secara triwulanan, perkembangan ekspor Riau pada triwulan IV-2013 menunjukkan kondisi yang cukup menggembirakan sebagaimana terlihat dari bertumbuhnya ekspor, baik secara total maupun tanpa unsur migas. Volume Ekspor produk CPO (Tabel 1.3) memiliki pangsa sebesar 52,98% atau lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2013 yang tercatat sebesar 49,74%. Secara tahunan, pertumbuhan volume ekspor produk CPO dan turunannya pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,16%, lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2013 yang tercatat mengalami kontraksi sebesar 14,46%.
Meningkatnya kinerja ekspor diindikasikan tidak terlepas dari membaiknya kinerja ekspor non migas komoditas unggulan Riau terutama CPO dan produk turunannya seiring dengan perayaan hari Diwali yang berlangsung pada triwulan IV-2013 di India. Sementara itu, produk ekspor unggulan lain seperti pulp and paper, karet alam dan batubara cenderung menunjukkan perlambatan sejalan dengan masih belum begitu membaiknya negara tujuan ekspor utama seperti Cina dan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada triwulan laporan.
2 Data tahun 2013 hingga November.
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Net X 10.18 13.60 10.23 13.76 18.10 15.50 14.27 Ekspor 11.08 15.22 10.96 14.86 20.14 17.61 16.05 Impor 0.90 1.63 0.73 1.10 2.04 2.11 1.78 (2.00) 3.00 8.00 13.00 18.00 23.00 U S D m ili a r
Tabel 1.3. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau (ribu Ton)
Dilihat dari negara tujuan ekspornya, volume ekspor non migas Riau mengalami kenaikan yang cukup tajam terutama pada wilayah India dan Cina. Pada triwulan IV-2013, volume ekspor ke India tercatat sebesar 920 ribu ton atau naik 285 ribu ton dari triwulan sebelumnya. Sedangkan volume ekspor ke Cina tercatat sebesar 1.024 ribu ton atau naik sebesar 258 ribu ton dari triwulan sebelumnya. Relatif tingginya kenaikan ekspor tersebut di India utamanya tidak terlepas dari adanya perayaan Hari Raya Diwali yang berlangsung pada triwulan laporan.
Secara spesifik, perkembangan ekspor komoditas batubara (Grafik 1.14) dan karet olahan (Grafik 1.15) menunjukkan arah pertumbuhan yang relatif stagnan pada triwulan IV-2013. Relatif stagnannya pertumbuhan kedua produk ini tidak terlepas dari rendahnya harga jual produk di pasar internasional. Berdasarkan hasil survei kepada pelaku industri, diketahui bahwa rendahnya harga jual internasional mengakibatkan beberapa industri terpaksa mengoreksi dan mengurangi target penjualan (kuota produksi) untuk mempertahankan tingkat margin keuntungan, terlebih ditengah meningkatnya tekanan biaya produksi yang berasal dari biaya
overhead terutama energi.
I II III IV III-13 IV-13 III-13 IV-13
Makanan dan Hewan Bernyawa 419.68 338.40 388.46 454.68 8.60 8.67 35.54 11.64
Tembakau dan Minuman 6.02 7.22 4.57 6.64 0.10 0.13 38.03 27.37
Barang Mentah 690.15 762.50 846.27 861.70 18.74 16.42 28.95 17.20
Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 467.36 463.70 316.73 362.14 7.01 6.90 (33.22) (27.76)
Minyak dan Lemak Nabati 2568.62 2375.58 2246.22 2779.74 49.74 52.98 (14.46) 2.16
Bahan Kimia 318.75 235.53 335.32 372.82 7.43 7.11 10.14 48.43
Barang Manufaktur 367.56 371.51 378.30 408.87 8.38 7.79 (2.54) 11.13
Mesin dan Peralatan 0.02 0.00 0.00 0.02 - 0.00 (100.00) 913.93
Hasil Olahan Manufaktur 0.01 0.01 0.01 0.00 0.00 - 0.00 (100.00)
Koin, bukan mata uang 0.00 0.00 0.00 0.00 - - - -4,838.19 4,554.44 4,515.89 5,246.62 (4.71) 5.16 Jenis Pangsa (%) 100 yoy (%) Total 2013
Grafik 1.11. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Riau Menurut Wilayah Tujuan
629 756 931 910 786 762 1.078 1.034 678 759 766 1.024 485 1.101 713 884 511 481 787 675 835 818 635 920 784 534 648 638 783 733 842 922 851 662 814 920 510 844 856 730 734 563 600 901 644 585 658 609 1.019 1.465 1.396 1.477 1.343 1.257 1.433 1.457 1.830 1.657 1.558 (900) 100 1.100 2.100 3.100 4.100 5.100
I II III IV I II III IV I II III IV
2011 2012 2013 Lainnya MEE ASEAN India Cina 1.667
Grafik 1.12. Perkembangan Volume Ekspor CPO Riau
Grafik 1.13. Perkembangan Ekspor Pulp and Paper Riau
Grafik 1.14. Perkembangan Volume Ekspor Batubara Riau
Grafik 1.15. Perkembangan Volume Ekspor Karet Olahan Riau
Di sisi lain, impor Riau pada triwulan IV-2013 juga menunjukkan peningkatan yakni dari 2,62% (yoy) pada triwulan III-2013 menjadi 4,25% (yoy). Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas, impor non migas mengalami peningkatan pertumbuhan yakni dari 4,27% (yoy) pada triwulan III-2013 menjadi 5,01% (yoy). Kondisi ini utamanya didorong oleh meningkatnya impor barang modal terutama pupuk sejalan dengan kebutuhan yang terkait dengan pemeliharaan kebun kelapa sawit dan bertambahnya luas lahan kelapa sawit di Provinsi Riau. Meskipun demikian, volume impor barang intermedier yang sebagian besar didominasi untuk pasokan industri seperti bahan makanan setengah jadi, dan bahan baku industri tercatat mengalami penurunan sebesar 13,15% (yoy). Penurunan ini diperkirakan terjadi akibat depresiasi nilai tukar Rupiah sepanjang tahun 2013 yang mengakibatkan kenaikan biaya barang impor.
(100,0) (50,0) -50,0 100,0 150,0 200,0 0 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000
I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I IIIIIIV I II IIIIV I IIIIIIV 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 % ri b u t o n
Vol (kiri) yoy (kanan)
(100,0) (50,0) -50,0 100,0 150,0 200,0 -100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 800,0 900,0
I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 % ri b u t o n
Vol (kiri) yoy (kanan)
(200,0) (100,0) -100,0 200,0 300,0 400,0 500,0 600,0 700,0 -200,0 400,0 600,0 800,0 1.000,0 1.200,0 1.400,0 1.600,0
I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 20062007200820092010201120122013 % ri b u t o n
Vol (kiri) yoy (kanan)
(500,0) -500,0 1.000,0 1.500,0 2.000,0 2.500,0 -1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0
I IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIVI IIIIIIV 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 % ri b u t o n
Grafik 1.16. Perkembangan Volume Impor Barang Modal di Provinsi Riau
Grafik 1.17. Perkembangan Impor Barang Konsumsi
Grafik 1.18. Perkembangan Volume Impor Barang Intermedier
3.
PDRB SEKTORAL
Dari sisi sektoral, kondisi ekonomi sektoral Riau menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan dimana sektor tradables tercatat sebagai motor penggerak
utama pertumbuhan triwulan IV-2013. Secara tahunan, pertumbuhan sektor
tradables Riau tumbuh meningkat menjadi 3,36% (yoy). Sementara dengan
mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor tradables tumbuh lebih tinggi yakni mencapai 7,20% (yoy). Lebih lanjut, selain didorong oleh kenaikan pertumbuhan sektor tradables, peningkatan ekonomi Riau pada triwulan laporan juga tidak terlepas dari membaiknya pertumbuhan sektor non-tradables yang
(200) (100) -100 200 300 400 500 -5 10 15 20 25 30 35 40 45
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 ri b u T o n
Barang Modal(lhs) yoy (rhs)
(100) (50) -50 100 150 -10 20 30 40 50 60
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 ri b u T o n
Barang Konsumsi (lhs) yoy (rhs)
(100) (80) (60) (40) (20) -20 40 60 80 100 120 -100 200 300 400 500 600 700 800 900
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2009 2010 2011 2012 2013 ri b u T o n
tercatat tumbuh dari 2,88% (yoy) pada triwulan III-2013 menjadi 4,84% (yoy) pada triwuan IV-2013.
Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Dengan Migas (yoy,%)
Tabel 1.4. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral Tanpa Migas (yoy,%)
3.1. Sektor Pertanian
Pertumbuhan sektor pertanian Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan yaitu dari 4,05% (yoy) menjadi 5,70% (yoy). Peningkatan diperkirakan bersumber dari meningkatnya produksi sub sektor tanaman perkebunan yang berasal dari panen tanaman kelapa sawit yang berlangsung selama triwulan laporan. Berdasarkan informasi liason kepada pelaku usaha, diketahui umumnya kenaikan produksi tanaman kelapa sawit terjadi pada bulan Oktober hingga Januari sejalan dengan siklus panen tanaman kelapa sawit.
Sementara itu, produksi sub sektor tanaman bahan makanan diperkirakan relatif menurun dibandingkan dari triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat dari
III*** IV*** 2012 III-13 IV-13 2013
A. Sektor Tradables 0.44 1.95 3.36 1.20 0.34 1.42 2.44 0.89
1 Pertanian 2.60 4.05 5.70 4.48 0.44 0.68 0.96 0.75 2 Pertambangan (0.98) 0.13 1.14 (1.47) -0.47 0.06 0.50 -0.67 3 Industri Pengolahan 3.14 5.86 8.46 6.97 0.36 0.68 0.98 0.80
B. Sektor Non Tradables 13.37 2.88 4.84 6.57 3.20 0.78 1.33 1.72
4 Listrik, Gas dan Air 3.64 2.01 3.28 3.82 0.01 0.00 0.01 0.01 5 Bangunan 14.13 3.68 7.97 6.68 0.55 0.16 0.36 0.28 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 16.02 0.11 2.23 5.62 1.55 0.01 0.26 0.61 7 Pengangkutan dan Komunikasi 12.03 3.99 4.94 7.84 0.39 0.15 0.18 0.28 8 Keuangan dan Jasa Perusahaan 14.21 5.31 4.76 8.21 0.21 0.09 0.08 0.13 9 Jasa-jasa 9.12 6.33 7.58 7.16 0.50 0.37 0.45 0.41
3.54
2.20 3.77 2.61 3.54 2.20 3.77 2.61 Sumber : BPS Provinsi Riau
Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) revisi
Sumbangan (%)
Total
Keterangan 2012*** 2013 (r) 2013
III*** IV*** 2012 III-13 IV-13 2013
A. Sektor Tradables 3.00 4.98 7.20 5.69 1.59 2.49 3.57 2.89
1 Pertanian 2.60 4.05 5.70 4.48 0.86 1.26 1.76 1.42 2 Pertambangan 7.21 3.34 2.90 4.50 0.15 0.07 0.06 0.09 3 Industri Pengolahan 3.27 6.87 10.49 8.08 0.58 1.17 1.76 1.38
B. Sektor Non Tradables 13.37 2.88 4.84 6.57 6.27 1.44 2.44 3.24
4 Listrik, Gas dan Air 3.64 2.01 3.28 3.82 0.02 0.01 0.01 0.02 5 Bangunan 14.13 3.68 7.97 6.68 1.07 0.29 0.65 0.53 6 Perdagangan, Hotel & Restoran 16.02 0.11 2.23 5.62 3.03 0.02 0.47 1.14 7 Pengangkutan dan Komunikasi 12.03 3.99 4.94 7.84 0.77 0.27 0.33 0.52 8 Keuangan dan Jasa Perusahaan 14.21 5.31 4.76 8.21 0.41 0.16 0.15 0.25 9 Jasa-jasa 9.12 6.33 7.58 7.16 0.97 0.68 0.82 0.77
7.86
3.93 6.01 6.13 7.86 3.93 6.01 6.13 Sumber : BPS Provinsi Riau
Keterangan : ***(data sangat sementara), (r) revisi
Sumbangan (%) Keterangan
Non Migas
perkembangan produksi padi periode September hingga Desember yang mencapai 89.020 ton atau turun sebesar 24,58% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan penurunan yang terjadi pada periode sebelumnya. Namun, peranan sub sektor ini relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan sub sektor tanamn perkebunan khususnya kelapa sawit.
Tabel 1.5. Perkembangan Produksi Padi Berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) di Riau
Sumber : BPS Riau
3.1.
Pertambangan dan Penggalian
Kinerja sektor pertambangan Riau menunjukkan pertumbuhan yang meningkat yakni dari 0,13% (yoy) pada triwulan III-2013 menjadi 1,14% (yoy) pada triwulan IV-2013. Kemudian, dengan mengeluarkan unsur migas, laju pertumbuhan sektor pertambangan mencatat angka yang lebih tinggi yaitu sebesar 2,90% (yoy), meskipun melambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan III-2013 yang tercatat sebesar 3,34% (yoy).
Terjadinya peningkatan pertumbuhan di sektor pertambangan diperkirakan bersumber dari optimalisasi sumur minyak yang telah ada dan juga kenaikan produksi gas sejalan dengan penemuan sumber baru. Sementara itu, melambatnya produksi sektor pertambangan non migas diperkirakan terbatasnya produksi batubara sejalan dengan faktor lokasi tambang yang sudah cukup dalam.
2013
ARAM II Absolut % Absolut %
a Luas Panen (ha)
- Januari - April 77,561 69,255 55,658 (8,306) (10.71) (13,597) (19.63) - Mei - Agustus 38,078 42,466 41,213 4,388 11.52 (1,253) (2.95) - September - Desember 29,603 32,294 23,962 2,691 9.09 (8,332) (25.80) - Januari - Desember 145,242 144,015 120,833 (1,227) (0.84) (23,182) (16.10) b Produkstivitas (ku/ha) - Januari - April 34.71 31.49 33.39 (3.22) (9.28) 1.90 6.05 - Mei - Agustus 40.81 41.45 40.09 0.64 1.56 (1.36) (3.28) - September - Desember 37.54 36.55 37.15 (1.00) (2.65) 0.60 1.65 - Januari - Desember 36.89 35.56 36.42 (1.33) (3.60) 0.86 2.42 c Produksi (ton) - Januari - April 269,231 218,088 185,869 (51,143) (19.00) (32,219) (14.77) - Mei - Agustus 155,415 176,036 165,242 20,621 13.27 (10,794) (6.13) - September - Desember 111,142 118,028 89,020 6,886 6.20 (29,008) (24.58) - Januari - Desember 535,788 512,152 440,131 (23,636) (4.41) (72,021) (14.06)
Keterangan : Bentuk Produksi Padi adalah Gabah Kering Giling (GKG)
2012-2013 2012 Periode Perkembangan 2011-2012 Keterangan 2011
Grafik 1.19. Perkembangan Volume Lifting Minyak Bumi di Riau
Grafik 1.20. Perkembangan Volume Lifting Gas Bumi di Riau
Sumber : Departmen ESDM RI Sumber : Departmen ESDM RI
3.2.
Industri Pengolahan
Dalam triwulan laporan, sektor industri pengolahan Riau menunjukkan kondisi yang menggembirakan. Pertumbuhan sektor industri pengolahan tumbuh masing-masing sebesar 8,46% dan 10,49 (tanpa migas), atau lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2013. Terjadinya peningkatan ini diperkirakan bersumber dari peningkatan produksi Industri Mikro dan Kecil khususnya di sektor industri bahan makanan. 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 -5 10 15 20 25
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2008 2009 2010 2011 2012 2013 ju ta b a re l ju ta b a re l
Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti Rokan Hilir Rokan Hulu
Siak Total (kanan)
-0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50 -500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2008 2009 2010 2011 2012 2013 M ili a r B T U M ili a r B T U
Pelalawan Pekanbaru Kep. Meranti Total (kanan)
Grafik 1.21. Perkembangan Pertumbuhan Produksi Industri di Riau (%)
Sumber : BPS Riau
Ket. : Industri Besar dan Menengah (IBS), Industri Mikro dan Kecil (IMK)
Grafik 1.22. Perkembangan Harga TBS Domestik dan CPO Global
Sumber : USDA -20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20 IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 yo y, % IBS IMK -200 400 600 800 1,000 1,200 1,400 1,000 1,100 1,200 1,300 1,400 1,500 1,600 1,700 1,800 1,900 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2010 2011 2012 2013 U S D /M T R p /K g
Berdasarkan hasil survei liason, kapasitas terpakai sektor industri
pengolahan di Riau tercatat
meningkat dari 80,03% menjadi 95,43% pada triwulan IV-2013. Disamping itu, peningkatan ini juga ditopang oleh mulai meningkatnya harga CPO internasional sehingga sedikit banyak menopang insentif
pelaku usaha. Sebagaimana
diketahui, konsumsi CPO Indonesia terus menunjukkan kecenderungan peningkatan yang cukup signifikan khususnya sejak awal tahun 2012. Bahkan, sejak awal tahun 2012 lalu, tingkat konsumsi domestik Indonesia telah melewati China dengan angka mencapai 7,8 juta ton. Hal ini diperkirakan turut mendorong peningkatan kebutuhan minyak sawit mentah dalam negeri yang selanjutnya akan diproses menjadi produk turunan.
3.3.
Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)
Sektor PHR Riau pada triwulan laporan tumbuh meningkat peningkatan yakni 0,11% (yoy) pada triwulan III-2013 menjadi 2,23% (yoy) pada triwulan IV-2013. Di sisi eksternal, peningkatan ini diperkirakan tidak terlepas dari membaiknya kinerja ekspor yang sedikit banyak mempengaruhi kenaikan tingkat pendapatan dan penjualan pelaku usaha.
Sementara itu, di sisi internal, kenaikan sektor PHR diperkirakan dipengaruhi oleh kegiatan perayaan hari raya Natal dan persiapan kegiatan menjelang tahun baru yang
berpengaruh terhadap kenaikan
tingkat hunian (occupancy rate) di Provinsi Riau pada triwulan laporan.
Grafik 1.23. Perkembangan Konsumsi CPO Dunia
Sumber : USDA
Grafik.1.24. Perkembangan Tingkat Hunian Hotel Bintang 3,4,5 di Riau
Sumber : Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia
0 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000 60.000 3.000 4.000 5.000 6.000 7.000 8.000 9.000 10.000 Fe b -09 A p r-09 Ju n -09 A u g-09 O ct -09 De c-09 Fe b -10 A p r-10 Ju n -10 A u g-10 O ct -10 De c-10 Fe b -11 A p r-11 Ju n -11 A u g-11 O ct -11 De c-11 Fe b -12 A p r-12 Ju n -12 A u g-12 O ct -12 De c-12 Fe b -13 A p r-13 Ju n -13 A u g-13 O ct -13 De c-13
India China EU-27 Indonesia Total (kanan)
47% 54% 48% 56% 46% 51% 44% 52% 49% 52%52% 61% 41% 56% 42% 52% 40% 45% 50% 55% 60% 65%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2010 2011 2012 2013
3.4.
Pengangkutan dan Komunikasi
Secara umum kegiatan perkembangan sektor pengangkutan dalam triwulan laporan menunjukkan peningkatan. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi di Riau mencapai 4,94% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,99% (yoy), namun relatif melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 12,84% (yoy) yang didorong faktor PON tahun 2012.
Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah meningkatnya pertumbuhan kedatangan arus penumpang di Bandara Internasional SSK II. Jumlah penumpang yang datang di Bandara Internasional SSK II meningkat 39.395 jiwa hingga 421.349 jiwa pada triwulan IV-2013, tumbuh sebesar 16,74% (yoy) dan lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III-2013 yang tercatat sebesra 8,63% (yoy). Peningkatan jumlah penumpang yang datang ke Provinsi Riau diperkirakan dipengaruhi oleh pelaksanaan libur akhir tahun, berlangsungnya kegiatan Hari Raya Natal dan persiapan kegiatan menjelang tahun baru.
Di sisi lain, jumlah pesawat yang datang ke Provinsi Riau pada triwulan laporan mencapai 3.736 unit atau tumbuh sebesar 17,19% (yoy). Pertumbuhan ini relatif melambat jika dibandingkan dengan triwulan III-2013 yang tercatat sebesar 34,93% namun relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar 2,36%. Relatif tingginya pertumbuhan diperkirakan dipengaruhi oleh dibukanya beberapa rute baru ke
Grafik 1.25. Pertumbuhan Arus Kedatangan Penumpang di Bandara
Internasional Sultan Syarif Kasim
Grafik 1.26. Pertumbuhan Arus Kedatangan Pesawat di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim
Sumber : PT. Angkasa Pura II Sumber : PT. Angkasa Pura II
-10 -5 0 5 10 15 20 25 -50.000 100.000 150.000 200.000 250.000 300.000 350.000 400.000 450.000
I III I III I III I III I III 2009 2010 2011 2012 2013 % Ji w a Penumpang yoy (%) -10 -5 0 5 10 15 20 25 30 35 40 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500
I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV I II IIIIV 2009 2010 2011 2012 2013
%
un
it
Pekanbaru seiring dengan relatif tingginya pertumbuhan kegiatan usaha di Provinsi Riau serta permintaan kunjungan ke luar Provinsi Riau.
1. KONDISI UMUM
Sejalan
dengan perkiraan sebelumnya, tekanan inflasi Riau pada tahun 2013 (yoy)1 mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu dari3,32% (yoy) menjadi 8,79% (yoy). Secara keseluruhan, inflasi Riau s.d. triwulan IV-2013 masih berada di luar sasaran inflasi nasional tahun IV-2013 yang ditetapkan sebesar 4,5%±1%. Faktor yang dominan mendorong inflasi luar biasa adalah kenaikan harga BBM sebesar 44,44% yang didahului ketidakpastian dan berlanjutnya rencana kenaikan BBM yang mendorong tingginya ekspektasi produsen. Selain itu, pembatasan impor holtilkulturapada awal tahun 2013, kenaikan TDL secara progresif dan bencana alam di daerah senta produksi juga turut memberikan tekanan yang berarti.
1yoy (year on year) atau inflasi tahunan merupakan perbandingan Indeks Harga Konsumen (IHK) pada bulan
laporan dengan IHK di bulan yang sama tahun sebelumnya
PERKEMBANGAN
INFLASI DAERAH
Namun demikian, inflasi Riau tercatat masih lebih rendah dibandingkan dengan inflasi Sumatera sebesar 8,91% (yoy), yang menunjukkan bahwa inflasi Riau relatif lebih terkendali dibandingkan daerah lain di Sumatera. Inflasi Riau pada tahun 2013 sebagai dampak kenaikan BBM juga relaif terkendali pada single digit dibandingkan kondisi yang sama pada tahun 2008 yang mencapai double digit.
Kondisi ini tidak terlepas dari peran TPID di Riau (TPID Provinsi Riau, TPID Kota Pekanbaru, dan TPID Kota Dumai) yang bersama-sama dengan pemda untuk mengendalikan dampak lanjutan dari kenaikan inflasi pada kelompok administered
price dan kelompok volatile foods terhadap tekanan inflasi secara umum. Selain itu,
perlambatan kegiatan ekonomi juga turut memberikan kontribusi terhadap terkendalinya inflasi 2013.
Dampak pelemahan nilai tukar rupiah juga masih minimal karena diindikasikan belum sepenuhnya ditransmisikan ke harga konsumen. Pelaku usaha diperkirakan cenderung menahan harga jual dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat yang masih melemah akibat kenaikan BBM bersubsidi dan tingginya kompetisi. Selain itu, masih rendahnya harga komoditas global juga membantu meredam dampak pelemahan nilai tukar rupiah tersebut
2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY)
Secara tahunan (yoy), inflasi Riau pada triwulan IV-2013 mengalami peningkatan dari 7,74% menjadi 8,79%. Bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi historisnya sejak tahun 2009 2012 yang mencapai 4,28%, inflasi Riau pada triwulan IV-2013 tercatat jauh lebih tinggi. Namun demikian, inflasi Riau masih lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi Sumatera yang mencapai 8,91% (yoy), tetapi lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 8,38% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, inflasi Riau, Sumatera dan nasional pada triwulan IV-2013 berada di luar sasaran inflasi nasional tahun 2013 yang ditetapkan sebesar 4,5% ± 1%, namun tetap terkendali pada single digit dibandingkan dengan periode kenaikan harga BBM pada tahun 2005 dan 2008 yang mencapai double digit.
Gambar 2.1. Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional dibandingkan dengan Historisnya (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Realisasi inflasi yang berada di atas target bersumber dari tingginya inflasi administered price (AP) dan volatile foods (VF). Hal ini disebabkan oleh kenaikan harga BBM bersubsidi pada bulan Juni 2013 serta kebijakan pembatasan impor produk holtikulura di awal tahun. Selain itu, anomali cuaca juga menyebabkan pasokan pangan domestik terganggu.
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi di Riau, Sumatera dan Nasional secara Tahunan (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa yang disurvei, kenaikan inflasi Riau pada triwulan IV-2013 (yoy) utamanya berasal dari tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan (12,17%), kelompok transportasi (13,48%), kelompok makanan jadi (8,65%), kelompok pendidikan (8,36%), kelompok perumahan (6,48%), dan kelompok kesehatan (3,14%). Sementara itu, seperti pada triwulan sebelumnya, kelompok sandang (-1,58%) masih tercatat memberikan sumbangan
2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2010 2011 2012 2013 Nasional 3.65 2.83 2.78 3.43 5.05 5.80 6.96 6.65 5.54 4.61 3.79 3.97 4.53 4.31 4.30 5.90 5.90 8.40 8.38 Sumatera 3.03 3.36 2.44 3.40 5.96 5.25 7.83 7.47 5.48 6.12 3.98 3.75 4.99 3.38 3.51 5.57 5.82 8.27 8.91 P.baru 3.68 2.20 1.94 2.26 4.58 4.72 7.00 7.76 5.61 6.10 5.09 4.20 5.67 4.21 3.35 5.36 5.56 7.79 8.83 Dumai 2.74 3.22 0.80 1.81 5.27 3.94 9.05 8.49 5.42 5.78 3.10 2.75 4.38 3.47 3.20 5.56 6.28 7.53 8.60 Riau 3.50 2.39 1.73 2.18 4.71 4.57 7.37 7.90 5.57 6.04 4.72 3.94 5.44 4.08 3.32 5.39 5.69 7.74 8.79 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 Sumatera Riau Nasional 8.40 8.38 4.46 7.74 8.79 4.28 Tw III-13 (yoy) Tw IV-13 (yoy) Rata-rata Tw IV 2009-2012 (yoy) 8.27 8.91 4.44
deflasi terhadap inflasi Riau akibat menurunnya harga emas. Kenaikan harga pada subkelompok bumbu-bumbuan menjadi pemicu utama peningkatan inflasi pada triwulan laporan.
Grafik 2.2. Inflasi dan Sumbangan Kelompok Barang dan Jasa yang di Survey
(yoy)
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.3. Sumbangan Inflasi Kota yang disurvey di Provinsi Riau(yoy)
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan kota yang disurvei di Provinsi Riau, inflasi tertinggi terjadi di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 8,83% (yoy) dari 7,79% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, inflasi di Kota Dumai mencapai 8,60% (yoy) juga meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,53%. Seperti pada periode periode sebelumnya, inflasi yang terjadi di Kota Pekanbaru tercatat masih memberikan sumbangan tertinggi terhadap inflasi Riau triwulan IV-2013 sebesar 7,25%.
2.1. Inflasi Kota
2.1.1. Inflasi Kota Pekanbaru
Pada triwulan IV-2013, inflasi Kota Pekanbaru tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, bahkan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata historisnya sejak tahun 2009 2012 (5,24%). Kelompok transportasi (13,48%) tercatat mengalami inflasi tertinggi diikuti oleh kelompok bahan makanan (12,36%). Namun apabila dilihat dari andilnya, kelompok bahan makanan memberikan kontribusi tertinggi sebesar 3,12% terhadap inflasi Kota Pekanbaru diikuti oleh kelompok transportasi yang tercatat sebesar 1,89%. Kenaikan harga bumbu-bumbuan (pembatasan impor holtikultura) yang diikuti dengan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik, merupakan pendorong utama meningkatnya inflasi pada kelompok tersebut.
(3.00) (2.00) (1.00) -1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 Bahan Makanan Makanan Jadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transportasi
Inflasi Andil Inflasi Riau
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2011 2012 2013 Dumai Pbr
Grafik 2.4 Perkembangan Inflasi Kota Pekanbaru dan Rata-rata Historis Tw III 2009-2013
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.5. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Pekanbaru Tw
III-2013
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan komoditasnya, inflasi tertinggi dialami oleh komoditas cabe hijau diikuti oleh petai dan cabe merah. Namun, jika dilihat dari andilnya terhadap inflasi Pekanbaru triwulan IV-2013 maka bensin (1,39%) tercatat memberikan kontribusi tertinggi diikuti oleh cabe merah (0,65%) dan beras (0,51%). Di sisi lain, penurunan harga emas perhiasan, gula pasir, beberapa jenis ikan, dan bawang putih merupakan faktor yang meredam tekanan inflasi Pekanbaru pada triwulan laporan.
Tabel 2.1. Komoditas yang Mengalami Inflasi dan Andil Tertinggi di Kota Pekanbaru (yoy)
Sumber : BPS, diolah
2.1.2. Inflasi Kota Dumai
Inflasi Kota Dumai pada triwulan IV-2013 juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, juga jauh lebih tinggi dari rata-rata historisnya sejak tahun 2009 2012 (4,95%). Seperti halnya yang terjadi di Kota Pekanbaru, inflasi tertinggi di Kota Dumai dialami oleh kelompok transportasi (13,61%) diikuti oleh kelompok bahan makanan (11,34%). Kedua kelompok ini juga tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Kota Dumai pada triwulan IV-2013. Kenaikan harga bumbu-bumbuan yang diikuti dengan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik, merupakan pendorong utama meningkatnya inflasi pada triwulan laporan, khususnya pada kedua kelompok tersebut.
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2009 2010 2011 2012 2013
yoy Pekanbaru Rata-rata Historis Tw IV
(4.00) (2.00) -2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 Bahan Makanan Makanan Jadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor Inflasi Andil Inflasi Pbr
Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,%
Cabe Hijau 109.92Bensin 1.39 Baung -34.76 Emas Perhiasan -0.23 Petai 107.62Cabe Merah 0.65 Daun Bawang -25.00 Gula Pasir -0.08 Cabe Merah 103.86Beras 0.51 Selais Asap -25.00 Baung -0.07 Bioskop 80.00 Sewa Rumah 0.43 Nangka Muda -21.74 Bawang Putih -0.04 Sandal Karet 60.40 Tarip Listrik 0.42 Pampers -18.28 Selais Asap -0.03
Inflasi Tertinggi Andil Tertinggi
INFLASI
Keterangan
DEFLASI
Grafik 2.8. Inflasi IHK dan Disagregasi Inflasi (yoy) Sumber : BPS, diolah -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2009 2010 2011 2012 2013
Core Volatile Foods Administered Price IHK
Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kota Dumai dan Rata-rata Historis Tw III 2009-2012
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.7. Andil Berdasarkan Kelompok Barang dan Jasa di Kota Dumai Tw III-2013
Sumber : BPS, diolah
Berdasarkan komoditasnya, inflasi tertinggi dialami oleh komoditas bawang merah diikuti oleh cabe merah, apel, dan bensin. Sementara itu, komoditas bensin (1,32%) tercatat memberikan kontribusi tertinggi terhadap inflasi Dumai diikuti oleh cabe merah (1,03%) dan angkutan udara (0,64%). Di sisi lain, penurunan harga emas perhiasan, minyak goreng, beberapa jenis ikan dan bawang putih merupakan komoditas yang meredam tekanan inflasi Kota Dumai pada triwulan IV-2013.
Tabel 2.2. Komoditas yang Mengalami Inflasi dan Andil Tertinggi di Kota Dumai (yoy)
Sumber : BPS, diolah
2.2. Disagregasi Inflasi2
Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan IV-2013, utamanya masih berasal dari faktor non fundamental yaitu kenaikan inflasi kelompok volatile
foods yang merupakan dampak
dari kebijakan pembatasan
holtikultura pada awal tahun
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2009 2010 2011 2012 2013
yoy Dumai Rata-rata Historis Tw IV
-2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 Bahan Makanan Makanan Jadi
Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan Transpor
Inflasi Andil Inflasi Dumai
Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,% Komoditas yoy,%
Bawang Merah 106.07Bensin 1.32 Gabus -13.16 Emas Perhiasan -0.10 Cabe Merah 82.96 Cabe Merah 1.03 Bawang Putih -10.53 Minyak Goreng -0.04 Apel 66.94 Angkutan Udara 0.64 Tenggiri -6.93 Gabus -0.01 Bensin 41.79 Bawang Merah 0.58 Kol Putih/Kubis -6.76 Bawang Putih -0.01 Gaun 40.04 Ketupat/Lontong Sayur 0.38 Tepung Terigu -6.36 Tenggiri -0.01 INFLASI
Keterangan Inflasi Tertinggi Andil Tertinggi
DEFLASI
serta terbatasnya pasokan pada triwulan laporan. Sementara itu, tingginya inflasi kelompok administered price masih merupakan dampak lanjutan dari kenaikan BBM bersubsidi. Di sisi lain, meskipun tekanan eksternal masih terus mengalami peningkatan seiring dengan masih berlanjutnya depresiasi nilai tukar Rupiah, inflasi inti Riau masih relatif terjaga.
2.2.1. Inflasi Inti (Core)
Laju inflasi inti (core) Riau pada triwulan IV-2013 masih dalam level yang terjaga meskipun menunjukkan sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya karena depresiasi nilai rupiah. Pelemahan nilai tukar rupiah diindikasikan belum sepenuhnya ditransmisikan oleh pelaku usaha ke harga konsumen. Kondisi ini disebabkan pelaku usaha melihat daya beli masyarakat masih lemah pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Hal initercermin dari terkendalinya inflasi tradable goods pada triwulan IV-2013. Terjaganya inflasi inti juga disumbang oleh turunnya harga emas dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sumber inflasi dari kelompok inti utamanya berasal dari peningkatan harga pada angkutan udara. Berdasarkan kota yang disurvei, inflasi inti tertinggi dialami oleh Kota Dumai.
Grafik 2.9. Perkembangan Inflasi Inti (core) di Riau (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.10. Perkembangan Inflasi Tradable Goods (yoy) Sumber : BPS, diolah -40.00 -30.00 -20.00 -10.00 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2009 2010 2011 2011 2012 2013
Pekanbaru Dumai Riau Harga Emas (yoy,RHS)
-2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 2011 2012 2013 Yo y, %
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Volatile Food (yoy) Sumber : BPS, diolah -10.00 -5.00 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2009 2010 2011 2012 2013 Pekanbaru Dumai Riau Grafik 2.11. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah
Terhadap USD
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 2.12. Ekspektasi Konsumen Terhadap Harga
Sumber : Bank Indonesia
2.2.2. Inflasi Volatile Foods
Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok volatile food mengalami peningkatan yang berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, dengan tekanan inflasi tertinggi dialami oleh Kota Pekanbaru dan tercatat meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Begitu pula di Kota Dumai, inflasi volatile foods mengalami peningkatan dibandingkan
dengan triwulan sebelumnya.
Meningkatnya tekanan inflasi
kelompok volatile food pada triwulan laporan sangat dipengaruhi kebijakan pembatasan impor holtikultura di awal tahun dan bencana di Sumatera utara (bencana Gunung Sinabung) yang menyebabkan terbatasnya pasokan. Selain itu, faktor natal dan liburan akhir tahun turut memberikan kontribusi terhadap inflasi volatile foods triwulan IV-2013. Riau merupakan daerah yang mengalami defisit produksi cabe merah dan bawang merah sehingga sangat dipengaruhi oleh pasokan.Dilihat dari komoditasnya, tekanan inflasi volatile foods di Riau utamanya disebabkan meningkatnya harga pada komoditas beras dan cabe merah dibandingkan triwulan sebelumnya. -1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 160.00 165.00 170.00 175.00 180.00 185.00 190.00 195.00 200.00 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2011 2012 2013 Y o y, %
Inflasi Riau (RHS) Ekspektasi harga 3bulan yad Ekspektasi harga 6 bulan yad Ekspektasi harga 12 bulan yad
2.2.3. Inflasi Administered Prices
Inflasi kelompok administered prices Riau pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya dan merupakan pemicu utama peningkatan inflasi pada triwulan laporan. Kondisi ini masih merupakan dampak lanjutan kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada triwulan II-2013, serta peningkatan tarif dasar listrik secara progresif sejak awal tahun. Hal ini tercermin dari inflasi bensin dan tarif listrik yang terus mengalami peningkatan sejak awal triwulan laporan.
Inflasi bensin di Kota Pekanbaru dan Dumai secara tahunan (yoy) meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu masing - masing dari 42,48% dan 40,83% menjadi 43,02% dan 41,79%. Inflasi pada tarif listrik juga meningkat yaitu masing-masing dari 11,88% dan 8,64% pada triwulan III-2013 menjadi 16,03% dan 11,71% pada triwulan laporan.
Grafik 2.14. Perkembangan Inflasi Administered Price (yoy)
Sumber : BPS, diolah
3. PERKEMBANGAN INFLASI SELAMA TAHUN 2013
Perkembangan inflasi Provinsi Riau selama tahun 2013 meningkat siginifikan dibandingkan inflasi pada tahun 2012, yaitu dari 3,32% (yoy) menjadi 8,79% (yoy). Kondisi ini disebabkan oleh beberapa kebijakan pemerintah selama tahun 2013 yang mendorong peningkatan inflasi volatile foods dan administered price yaitu pembatasan impor holtikultura dan kenaikan harga BBM bersubsidi. Selain itu, kuatnya tekanan eksternal yaitu pelemahan nilai tukar rupiah selama tahun 2013 juga turut memberikan kontribusi. Kondisi yang sama terjadi pada inflasi Sumatera dan Nasional. -8.00 2.00 12.00 22.00 32.00 42.00 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 2009 2010 2011 2012 2013 Pekanbaru Dumai Riau Inflasi Bensin Pbr Inf. Bensin Dumai Inf. Tarif Listrik Inf. Tarif Listrik Dumai