• Tidak ada hasil yang ditemukan

DEWAN REDAKSI. Pelindung : Ketua STIKes 'Aisyiyah Bandung. Penanggung Jawab: Reyni Purnama Raya, SKM., M.Epid

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DEWAN REDAKSI. Pelindung : Ketua STIKes 'Aisyiyah Bandung. Penanggung Jawab: Reyni Purnama Raya, SKM., M.Epid"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DEWAN REDAKSI

JURNAL KEPERAWATAN 'AISYIYAH (JKA) Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

Pelindung :

Ketua STIKes 'Aisyiyah Bandung Penanggung Jawab: Reyni Purnama Raya, SKM., M.Epid

Ketua Dewan Redaksi : Sajodin, S.Kep., M.Kes., AIFO

Sekretaris : Perla Yualita, S.Pd., M.Pd

Bendahara:

Riza Garini, A.Md.

Mitra Bastari:

Dewi Irawati, MA., Ph.D. Suryani, S.Kp., MHSc., Ph.D.

DR.Kusnanto, S.Kp., M.Kes. Iyus Yosef, S.Kp., MSi., MN. Irma Nursanti, M.Kep., Sp. Mat.

Penyunting/Editor:

Perla Yualita, S.Pd., M.Pd. (Editor Bahasa) Triana Dewi S, S.Kp., M.Kep. (Editor Keperawatan)

Setting/Layout:

F. Mugia Mukti, S.Sn.

Pemasaran dan Sirkulasi:

Nandang JN., S.Kp., M.Kep., Ns., Sp.Kep.Kom.

Alamat Redaksi:

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah

Jl. KH. Ahmad Dahlan Dalam No. 6, Bandung Telp. (022) 7305269, 7312423 - Fax. (022) 7305269

email: mwac.aisyiyah_bdg@yahoo.com jurnal_aisyiyahbdg@yahoo.co.id

(2)

DAFTAR ISI

1-6 7-17 19-27 29-46 47-55 57-67 69-76 77-85 87-92 93-101 1. Pengaruh Terapi Relaksasi Autogenik terhadap Penurunan Tekanan Darah

pada Lansia dengan Hipertensi

Popy Irawati, Salami, Irma Halimatus Sadiah ... 2. Efektivitas Akupuntur terhadap Mual pada Pasien yang sedang Menjalani

Pengobatan TB

Yayat Hidayat ... 3. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Dan Manajemen Waktu Perawat

Dengan Pendokumentasian Keperawatan

Inggriane Puspita Dewi ... 4. Pengaruh Biblioterapi Versi Islam Terhadap Kesejahteraan Spiritual pada

Pasien Penyakit Jantung Koroner

Triana Dewi Safariah ... 5. Pengaruh Supervisi Klinik Ketua Tim Model 4S terhadap Kinerja Perawat

Pelaksana dalam Metode Asuhan Keperawatan Tim

Dewi Mustikaningsih ... 6. Pengaruh Pemberian Edukasi Batuk Efektif Terhadap Kemampuan

Pengeluaran Sekret Paska Narkose Umum

Elizabeth Ari, Yustina Suparni ... 7. Perilaku Seksual Mahasiswa Akademi Keperawatan dan Akademi

Kebidanan ‘Aisyiyah Bandung Tahun Akademik 2011-2012

Angga Wilandika, Popy Siti Aisyiyah, Yulianti ... 8. Manajemen Pemberdayaan Kader dengan Pendekatan Intervensi

Berjenjang dalam Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi

Nandang Jamiat ... 9. Tingkat Pengetahuan Siswi Kelas XI Sekolah Menengah Kejuruan tentang

Pengaruh Seks Dini terhadap Kesehatan Reproduksi

Sajodin ... 10. Pengetahuan Jargon Proses Keperawatan HIV-AIDS pada Mahasiswa

Tingkat I Tahun Akademik 2013/2014 STIKes ‘Aisyiyah Bandung

(3)

ARTIKEL PENELITIAN

JKA. 2014;1(1): 77-85

77

MANAJEMEN PEMBERDAYAAN KADER DENGAN PENDEKATAN

INTERVENSI BERJENJANG DALAM PELAYANAN KEPERAWATAN

KOMUNITAS PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI

Nandang Jamiat

STIKes ‘Aisyiyah Bandung ndgjem@yahoo.com

ABSTRAK

Aggregate lansia merupakan kelompok berisiko dan rentan dengan kondisi penyakitnya, karena kurangnya mengakses pelayanan dan dukungan. Keterbatasan tersebut diperberat dengan adanya gangguan mobilisasi. Diperlukan dukungan dari kader kesehatan untuk membina kesehatan lansia terutama dalam upaya pencegahan gangguan mobilisasi dan kecacatan. Tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran pelaksanaan pemberdayaan kader dengan pendekatan intervensi berjenjang dalam pelayanan keperawatan komunitas pada lansia dengan gangguan mobilisasi. Karya tulis ini merupakan inovasi yang diaplikasikan dalam pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas, dengan mengintegrasikan model manajemen pelayanan kesehatandan model community as partner. Hasil implementasi adalah telah terbentuknya model intervensi berjenjang dengan memberdayakan kader dan didukung petugas puskesmas, peningkatan kemampuan kader dalam penatalaksanaan gangguan mobilisasi, meningkatnya kemandirian keluarga, meningkatnya kemampuan lansia, menurunnya tingkat nyeri. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif acuan dalam pembinaan kader di masyarakat.

Kata kunci: gangguan mobilisasi, intervensi berjenjang, kader

ABSTRACT

Aggregate risk group sand the elderly area vulnerable group as well as the condition of the disease, due to lack of access to services and support are obtained. Limitations are compounded by the disruption.. This paper goal is to provide a picture of the empowerment of cadres with of multilevel intervention approach in community care and nursing care of the elderly with impaired mobilization. Result of this paper the innovations applied in the management of community nursing services, by integrating theory and models of health service management The results of the implementation multilevel intervention approach is formulated to empower cadres, increase the ability of cadres in the management of rheumatic disorders in the aggregate due to the mobilization of the elderly, increased family self-suf iciency, increasing the ability of the elderly, reduced levels of pain. This paper is expected to be a reference in building alternative families and elderly in the community.

Key words: cadre, multilevel intervention, impaired mobilization PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan telah berhasil menurunkan angka kematian bayi, ibu dan angka kesakitan serta menghasilkan

perbaikan gizi masyarakat sehingga terjadi peningkatan jumlah lansia di Indonesia. Dampak positif yang dihasilkan adalah meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH)

(4)

78 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

yang pada akhirnya akan mengakibatkan peningkatan jumlah dan proporsi penduduk usia lanjut. Perubahan demogra i ini berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan usia lanjut, baik secara individu maupun dalam kaitannya dengan keluarga dan masyarakat. Secara individu akibat bertambahnya usia terjadi proses menua yang menimbulkan berbagai masalah baik isik, biologis/kesehatan, mental, maupun sosial ekonomi.

Menurut Stanhope dan Lancaster (2004), lansia merupakan kelompok yang mempunyai risiko terhadap gangguan biologi/kesehatan. Lansia termasuk kelompok berisiko (at risk) karena pada lansia terdapat faktor-faktor resiko kesehatan yang mempengaruhi terjadinya penyakit atau tidak sehat yaitu :

Biologic risk age (risiko usia dan biologi),

Social risk (risiko sosial), Economic risk (risiko ekonomi), Life-style risk (risiko gaya hidup),

Life-event risk (risiko kejadian dalam kehidupan). Faktor risiko usia dan biologi sesuai dengan teori konsekuensi, menurut Miller (2004), Teori Konsekuensi mendalilkan bahwa lansia mengalami konsekuensi fungsional karena perubahan yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko tambahan. Kombinasi dari perubahan yang berkaitan dengan usia dan faktor risiko ini dapat mengganggu kemampuan fungsional biologis tubuh. Salah satu sistem yang terpengaruh adalah sistem muskuloskeletal (otot rangka). Adanya keterbatasan pergerakan dan berkurangnya pemakaian sendi dapat memperparah kondisi tersebut (Miller, 2004).

Penurunan kemampuan muskuloskeletal dapat menurunkan aktivitas isik dan latihan,

sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari

(activity daily living atau ADL) (Westerterp & Meijer, 2001 dalam Miller, 2004). Gangguan mobilisasi akan menyebabkan lansia menjadi rentan terhadap masalah kesehatan. Polpulasi

vulnerable lebih mudah untuk terjadinya masalah-masalah kesehatan. Kerentanan terjadi sebagai akibat dari interaksi faktor internal dan eksternal yang menyebabkan seseorang menjadi rentan mengalami kondisi kesehatan yang buruk (Stanhope & Lancaster, 2004).

Penanganan terhadap gangguan mobilisasi akibat Rematik dapat dilakukan oleh perawat komunitas. Perawat komunitas dapat melakukan upaya promotif dan preventif pada gangguan mobilisasi. Penanganan terhadap gangguan mobilisasi dapat dilakukan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat melalui intervensi berjenjang (multilevel intervention). Penggunaan model intervensi berjenjang dilakukan untuk merubah kemampuan komunitas mengatasi masalah secara menyeluruh (Helvie, 1998). Sedangkan Downie, Tannahill, dan Tannahill (1996, dalam Stanhope & Lancaster 2004) menjelaskan bahwa intervensi berjenjang merupakan respon komunitas dalam promosi kesehatan secara sistematik terhadap individu, keluarga, kelompok atau aggregate, komunitas dan sosial. Intervensi berjenjang dimulai dari petugas kesehatan yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan kepada kader,

(5)

79

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

Manajemen Pemberdayaan Kader dengan Pendekatan Intervensi Berjenjang dalam Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi

kemudian kader membina keluarga dan lansia yang mengalami gangguan mobilisasi.

Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas selalu berdasarkan strategi intervensi. Menurut Ervin (2002), strategi intervensi keperawatan meliputi : pendidikan kesehatan, proses kelompok, pemberdayaan dan kemitraan. Salah satu pemberdayaan yang dimaksud adalah pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran kader posbindu. Pemberdayaan kader dapat dimodi ikasi dengan menggunakan pendekatan intervensi berjenjang. Inovasi yang dikembangkan untuk memberdayakan kader dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Kader harus memiliki kemampuan dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada warga yang mengalami masalah kesehatan termasuk Rematik. Kader diberikan pelatihan terlebih dahulu sehingga dapat diukur kemampuannya dalam memberikan pendidikan kesehatan.

Hasil penelitian Ansari dan Andersson (2011) melaporkan bahwa terdapat keuntungan dari pemberdayaan kader yang telah dilakukan yaitu penekanan pada biaya (cost) dari program kesehatan di Inggris. Amendola (2011) juga melaporkan hasil penelitiannya, kader yang diberdayakan (empowerment) telah memberikan kontribusi yang sangat besar di Amerika Serikat khususnya pada penduduk Hispanic/Latin. Kontribusi yang telah dihasilkan adalah adanya penerimaan positif dari warga dalam pemeliharaan kesehatannya, Middling et al (2011) menyebutkan adanya ketertarikan yang sangat tinggi dari kader, sehingga adanya

peningkatan jumlah kader setelah proses rekruitmen yang dilakukan kader itu sendiri. Selain itu kader juga mendapatkan dukungan eksternal dari pemerintah distrik setempat (Manchester Inggris).

Keperawatan komunitas bertugas untuk memberikan asuhan keperawatan pada lansia sehat maupun sakit. Asuhan yang diberikan hendaknya sesuai dengan kaidah keilmuwan keperawatan yang ditunjang dengan kolaborasi tim kesehatan lain untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi lansia khsususnya yang mengalami gangguan mobilisasi akibat Rematik. Keperawatan komunitas bertanggung jawab untuk mengutamakan pelayanan yang bersifat upaya promotif, protektif dan preventif sesuai dengan kewenangannya, berkolaborasi dengan tim lain, menggerakkan dan memberdayakan masyarakat, sehingga terwujud masyarakat mandiri yang mampu mengatasi permasalahannya. Pelaksanaan asuhan keperawatan komunitas dapat dilakukan dengan menggunakan model keperawatan atau pendekatan intervensi.

Bagaimana peran kader kesehatan dengan pendekatan intervensi berjenjang dalam memberikan pelayanan bagi lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat rematik?

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode observasi. Observasi dilakukan di lahan praktik kepada kader yang telah dilatih. Observasi menggunakan format cek lis

(6)

80 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

tentang perilaku atau tindakan kader terhadap klien dengan gangguan mobilisasi.

HASIL

Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas.

Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas pertama adalah belum optimalnya peran dan fungsi kader posbindu. Telah dilakukan kegiatan pelatihan bagi kader posbindu tingkat kelurahan Pasir Gunung Selatan, diperoleh hasil sebagai berikut : Rata-rata hasil pre test adalah 71,67%. Setelah kegiatan pelatihan dilakukan post test dengan hasil rata-rata sebesar 92,50%. Pengetahuan kader meningkat sebesar 20,83% setelah mengetahui pelatihan.

Kemudian hasil penyuluhan kesehatan yang dilakukan kader pada keluarga dan kelompok lansia diperoleh rata-rata nilai kemampuan kader memberikan penyuluhan sebesar 72,17% termasuk kategori baik.

Masalah manajemen pelayanan keperawatan komunitas kedua adalah belum optimalnya supervisi. Kegiatan yang telah dilakukan adalah supervisi terhadap kader oleh petugas puskesmas, ketua paguyuban kader dan residen.

Hasil asuhan keperawatan yang dilakukan residen pada sepuluh keluarga binaan diperoleh hasil sebagai berikut: Adanya penurunan tingkat nyeri: 80% menurun, 10% tetap, dan 10% meningkat tingkat nyerinya. Selain itu, adanya peningkatan angka pada Barthel Index pada 60% keluarga, 30% tetap, dan 10% menurun.

Masalah keperawatan keluarga yang kedua adalah pemeliharaan kesehatan tidak efektif. Klien mampu menyebutkan pengertian, tanda gejala, penyebab dan bahaya Rematik seperti cacat pada tangan dan kaki. Klien juga mampu melakukan gerakan latihan sendi dengan baik. Klien menyebutkan gerakannya sederhana, tidak ribet dan mudah dilakukan. Klien dapat menyebutkan makanan yang boleh dan tidak boleh bagi penderita Rematik serta waktu dan jumlah yang harus dikonsumsi. Klien mampu menentukan tanaman obat tradisional yang dipilihnya yaitu jahe hangat. Klien mampu menyebutkan manfaat pelayanan kesehatan untuk memelihara kesehatannya.

Berdasarkan hasil pembinaan pada sepuluh keluarga diperoleh bahwa tingkat kemandirian keluarga pada lansia dengan gangguan mobilisasi isik meningkat. Awal pengkajian diperoleh tingkat Keluarga Mandiri (KM): 70% KM III, 30% KM II. Pada akhir evaluasi 10 keluarga binaan, terdapat peningkatan yaitu KM IV 80% dan KM III 20%.

Masalah keperawatan komunitas adalah tidak efektifnya koping keluarga dan masyarakat kelurahan PGS dalam mengatasi masalah Rematik pada aggregatelansia. Kegiatan yang dilakukan adalah pendidikan kesehatan pada berbagai kelompok lansia di wilayah binaan. Hasil dari pre test dan post test yang diberikan adalah adanya kenaikan sebesar 17%, dimana hasil awal diperoleh rata-rata 67% dan nilai post test sebesar 84%.

(7)

81

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

Manajemen Pemberdayaan Kader dengan Pendekatan Intervensi Berjenjang dalam Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi

PEMBAHASAN

Pengelolaan pelayanan keperawatan komunitas. Pelaksana pelayanan kesehatan komunitas memerlukan pemahaman terhadap fungsi manajemen untuk memanfaatkan potensi dan sumber daya yang dimiliki oleh organisasi untuk mencapai tujuan bersama. Fungsi manajemen meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian/pengawasan (Marquis dan Houston, 2003). Salah satu elemen dalam pengorganisasian adalah pembagian tugas (peran dan fungsi) dari bagian sistem pelaksana pelayanan kesehatan, salah satunya adalah kader posbindu. Peran kader posbindu antara lain menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan posbindu, memberikan penyuluhan atau penyebaran informasi kesehatan (Depkes, 2010).

Keterampilan memberikan penyuluhan tentunya didasari pengetahuan yang baik. Hasil evaluasi kader melalui kegiatan pelatihan terkait pengetahuan rematik dan penataksanaannya meningkat.. Menurut Azwar (1996) pelatihan kader bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader sehingga lebih percaya diri dalam menyelenggarakan tugas berikutnya. Perilaku dibentuk dari pengetahuan dan sikap (Hidayat, 2009). Suatu perilaku dapat dipertahankan secara gigih oleh seseorang apabila memiliki pengetahuan yang kuat dan daya (keinginan dengan intensitas yang kuat). Perilaku/keterampilan kader dalam memberikan penyuluhan kepada keluarga dan lansia harus terus dibina agar

perilaku positif tetap bisa dipertahankan. Domain praktik memiliki derajat tingkatan keterampilan sederhana hingga tingkatan keterampilan yang sulit (komplek). Seseorang membutuhkan latihan dan proses aplikasi keterampilan yang didapat secara konsisten untuk mencapai tingkatan keterampilan yang komplek. Berdasarkan teori tersebut, maka sangatlah tepat penulis menyelenggarakan kegiatan pelatihan berupa penyegaran kader posbindu yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang tehnik memberikan penyuluhan kepada individu, kelompok dan masyarakat.

Fungsi pengawasan berupa penilaian dalam bentuk supervisi untuk melihat langsung proses penyuluhan merupakan bentuk pengawasan bagi stakeholders. Fungsi pengarahan menekankan pada kemampuan manajer dalam mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan yang telah disepakati termasuk didalamnya memotivasi bawahan supaya bekerja dengan optimal (Marquis & Houston, 2003). Dukungan harus selalu diberikan kepada kader oleh PJ wilayah dan Ketua Paguyuban Kader. Hal ini akan meningkatkan motivasi kader dalam menghadiri kegiatan-kegiatan di posbindu serta kegiatan sosial lainnya. Kegiatan supervisi yang berkesinambungan akan meningkatkan kepercayaan diri bagi kader.

Berdasarkan hasil asuhan keperawatan keluarga, diperoleh hasil bahwa nyeri merupakan keluhan yang paling banyak dari lansia yang mengalami gangguan akibat

(8)

82 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

rematik. Nyeri yang dirasakan antara lain nyeri leher dan punggung, nyeri bahu, nyeri bokong dan nyeri pada kaki (Miller, 2004). Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain. (Loretz, 2005).

Kemampuan melakukan kompres merupakan pelaksanaan tugas kesehatan keluarga yang ketiga, yaitu keluarga mampu memberikan perawatan pada anggota keluarga yang sakit. Kompres panas dan dingin merupakan stimulasi kutaneus. Stimulus kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri. Pilihan terapi panas dan dingin bervariasi menurut kondisi lansia (Perry & Potter, 2002).

Latihan gerak sendi latihan isikyangdiberikan pada lansia yang mengalami risikoatau keterbatasan mobilisasi. Latihan Range of Motionmerupakan salah satu jenis latihan isik, komponen kebugaran jasmani yang dapat dilatih adalah kelenturan (lexibility) yang merupakan kemampuan untuk menggerakkan otot dan sendi pada seluruh pergerakan. Latihan isik yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan memperbaiki kelenturan. Manfaat latihan ROM ini anatara lain; mengoptimalkan gerak otot dan sendi; meningkatkan kebugaran jasmani; mengurangi risiko cedera otot dan sendi; mengurangi ketegangan dan nyeri otot. (Perry & Potter, 2002)

Friedman, Bowden, dan Jones (2003) menyatakan bahwa keluarga perlu dilibatkan dalam memberikan bantuan pada anggota keluarga yang sakit (masalah kesehatan) sebagai upaya pelaksanaan tugas kesehatan keluarga. Keluarga juga harus mendapat dukungan dari lingkungan sosial terutama kelompok kader yang telah terlatih. Intervensi berjenjang dapat dilakukan dari kader pada keluarga dan akhirnya keluarga mampu memberikan perawatan pada lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat rematik. Kader dan keluarga harus terus bekerjasama dalam meningkatkan kemampuan optimal dari lansia.

Strategi intervensi yang digunakan dalam asuhan keperawatan komunitas adalah Pendidikan kesehatan berupa penyuluhan kesehatan, penyebaran lea let dan konseling dan Pemberdayaan berupa pembentukan kelompok Support Group. Anderson dan Mc.Farlane (2000) menjelaskan bahwa perawat komunitas bertanggung jawab terhadap berbagai program kesehatan termasuk program pendidikan kesehatan di masyarakat terkait dengan resiko dan dampak dari penyakit.

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai suatu proses pemberian kemauan dan kemampuan kepada masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Depkes, 2002). Proses pemberdayaan ini memerlukan dukungan dari semua unsur. Partisipasi masyarakat merupakan bagian penting dalam membangun pemberdayaan masyarakat

(9)

83

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

Manajemen Pemberdayaan Kader dengan Pendekatan Intervensi Berjenjang dalam Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi

dengan melibatkan masyarakat secara penuh mulai dari identi ikasi masalah kesehatan dan menyusun rencana penanggulangannya, sehingga masyarakat bukan hanya sebagai objek tetapi juga subjek dalam upaya mewujudkan masyarakat yang mandiri (Parker, 1994 dalam Helvie, 1998).

IMPLIKASI

Pengelolaan Pelayanan Kesehatan Komunitas. Intervensi berjenjang melalui pemberdayaan kader tepat dilakukan untuk mengelola dan memberikan asuhan keperawatan komunitas. Implikasi terhadap pengelola pelayanan kesehatan komunitas adalah perlu ditingkatkannya sistem supervisi dari PJ wilayah serta alat evaluasi yang disediakan, sehingga mudah untuk melakukan evaluasi kinerja PJ wilayah.Kegiatan pembinaan pada keluarga dan lansia memerlukan anggaran yang cukup besar. Implikasi dari pelaksanaan supervisi dan pemberdayaan kader memerlukan bantuan anggaran dari Dinas Kesehatan dan Pemerintah Kota Depok.

1. Perkembangan Ilmu Keperawatan Komunitas.

Hasil dari inovasi yang dikembangkan dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu keperawatan komunitas. Pemberdayaan kader melalui intervensi berjenjang ini sangat efektif dalam menangani masalah kesehatan pada lansia yang mengalami gangguan mobilisasi akibat rematik.

SIMPULAN

1) Telah terbentuk model intervensi berjenjang dengan memberdayakan kader posbindu dan didukung oleh PJ wilayah.

2) Adanya peningkatan pengetahuan kader sebesar 20,83% dalam pelaksanaan peran dan fungsinya terutama dalam penyuluhan kesehatan dan kunjungan rumah dalam upaya bina keluarga lansia.

3) Terjadinya peningkatan keterampilan kader dalam memberikan penyuluhan kesehatan sebagai upaya mengatasi gangguan mobilisasi akibat rematik pada lansia sebesar 72,17%.

4) Keberhasilan pengelolaan dan pelayanan asuhan keperawatan pada lansia dengan menurunnya rasa nyeri sebesar 80% dan meningkatnya angka kemandirian melalui peningkatan angka Barthel Index sebesar 60%.

5) Pengelolaan keperawatan keluarga berhasil meningkatkan tingkat kemandirian keluarga. 80% keluarga menjadi Keluarga Mandiri IV dan 20% keluarga menjadi Keluarga Mandiri III.

6) Tingkat pengetahuan lansia tentang rematik dan penataksanaannya sebesar 76,86% dan termasuk kategori Baik. Hal ini menunjukkan kader sudah mampu memberikan pendidikan kesehatan pada

aggregate lansia.

7) Adanya peningkatan keterampilan lansia dalam melakukan latihan gerak sendi dan penanganan nyeri, sehingga kelompok lansia.

(10)

84 Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

SARAN

Dinas Kesehatan perlu mengalokasikan dana untuk: 1) Pelatihan kader sehingga kader posbindu akan semakin percaya diri dalam melaksanakan peran dan fungsinya, 2) PJ wilayah yang akan melakukan pembinaan pada masyarakat, kelompok/aggregate lansia dan keluarga. Kerjasama dengan institusi pendidikan keperawatan perlu terus dijalin, karena telah dirasakan manfaatnya bagi

aggregate lansia, kader, dan masyarakat tempat dilaksanakannya praktik komunitas. Perlu juga dilakukan koordinasi dan advokasi pada Unit Kegiatan Berbasis Masyarakat yang mengelola lansia. Hasil Karya Tulis ini juga dapat ditindaklanjuti dengan penelitian terkait dengan kemampuan kader dalam memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga dan lansia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi kader melakukan peran dan fungsinya.

DAFTAR PUSTAKA

Amendola, MG. (2011). Empowerment: Healthcare Professional's and Community Member's Contributions. Diunduh dari www.ebsco/journal of cultural diversity pada tanggal 18 April 2012)

Ansari WE, dan Andersson E. (2011). Beyond value? Measuring the costs and Bene its of Public Participation. Diunduh dari www. Ebsco..Pada tanggal 18 April 2012)

Anderson,E.T, & Mc Farlane, J.(2000).

Community As Partner: Theory and Practice in Nursing. Philadelpia: Lippincott Company

Azwar, A (1996). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Departemen Kesehatan RI. (2003). Kebijakan dan Strategi Desentralisasi Bidang Kesehatan. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2008). Posbindu PTM. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman pembinaan kesehatan usia lanjut bagi petugas kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI.

Departemen Kesehatan RI. (2010). Pedoman Pengelolaan Kegiatan Kesehatan di Kelompok Lanjut Usia, Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Departemen Kesehatan RI.

Friedman, M., Bowden, V.R, Jones, G.Elaine (2003). Family nursing: research, theory &

th

practice. 5 Ed. New Jersey

Helvie.C.O,(1998). Advanced Practice Nursing in The Community, Sage Publications Thousand Oaks London. New Delhi.

Hidayat D.R. (2009). Ilmu Perilaku Manusia. Jakarta. Trans Info Media

Loretz L. (2005). Primary Care; Tools for Clinicians, A Compendium of Forms, Questionnaire, and Rating Scale for everyday Practice. Elsevier. Mosby - USA Marquis, Bessie L. & Huston, Carol J. (2003).

Leadership roles and management function th in nursing: theory and application. 4 edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Middling et. al. (2011). Gardening and the social engagement of older people. Diunduh dari www. Ebsco. Pada tanggal 18 April 2012

(11)

85

JKA | Volume 1 | Nomor 1 | Juni 2014

Manajemen Pemberdayaan Kader dengan Pendekatan Intervensi Berjenjang dalam Pelayanan Keperawatan Komunitas pada Lansia dengan Gangguan Mobilisasi

Miller,C.A (1999). Nursing care of older adult: rd

Theory and practice. 3 edition. Lippincot Perry dan Potter. (2002). Fundamental of

Nursing. New Jersey: Mosby

Stanhope, M. & Lancaster, J (2004). Community health nursing: promoting health of

th aggregates, families, and individuals. 6 ed. USA: Mosby

Referensi

Dokumen terkait

Kekritisan dihitung dengan “running” program MCNP dengan data input sesuai dengan kondisi teras, yaitu kondisi semua penyerap di atas teras, di dalam teras, dan kondisi

Penambahan glutathione pada medium maturasi ataupun medium kultur dengan konsentrasi yang tepat untuk melindungi embrio dari serangan radikal bebas yang mungkin terjadi saat gamet

Berdasar potensi di atas, fokus yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah mengakaji Membran Elektrolit dari Komposit Polimer PVA-LiOH dengan Nanopartikel Silika

ini didu2un3 oleh pe0nyataan P0esiden Asosiasi Pilot a0uda' Stephanus e00a0dus$. Stehanus membantah keterlambatan itu akibat ilot Garuda

Salah satu perhitungan alokasi unit penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang dilakukan dengan mempertimbangkan luas wilayah perairan Pandeglang, jumlah inputan, serta nilai

Pada model dengan menggunakan variabel dependen Indeks Gini, IPM juga merupakan sumber ketimpangan pembangunan yang sangat signifikan, dengan probabilitas sebesar

Biomassa dapat diubah menjadi briket arang yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi seperti untuk proses pengeringan dalam pengolahan karet remah dan sit

Data dasar yang digunakan untuk perhitungan dampak perkembangan penerapan kebijakan proteksi impor gula secara histories dan beberapa alternative kebijakan terhadap surplus