Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Pertumbuhan dan Hasil Benih
Kentang (Solanum tuberosum L.) G2 Kultivar Granola
Effect of Chitosan and Coumarin on Growth and Yield of Potato (
Solanum
tuberosum
L.) G
2Cultivar Granola
Fitra Anisa1 1
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Kentang yang ditanam di dataran medium mengalami perubahan morfologis dimana terus terjadi pembelahan sel yang membuat produksi ubi rendah. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi chitosan dan coumarin yang dapat memberikan pengaruh
terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil benih kentang G2 kultivar Granola. Percobaan
dilakukan dari bulan Maret 2014 hingga Juni 2014 di Screen House Kebun Percobaan
Fakultas Pertanian UNPAD, dengan ketinggian 853 m dpl. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan enam belas perlakuan dan tiga ulangan, yaitu terdiri dari :
0 mL L-1 chitosan dan 0 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 0 mL L-1
chitosan dan 125 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan dan 150 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan
dan 0 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan dan 125
ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan dan 150 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 0 ppm
coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 125 ppm
coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 150 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan dan 0 ppm coumarin,
9 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan dan 125 ppm coumarin, 9 mL L
-1
chitosan dan 150 ppm coumarin. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian chitosan dan coumarin memberikan hasil terbaik pada jumlah daun 63 HST, kadar klorofil, bobot segar ubi, dan jumlah ubi per kelas SS. Pemberian chitosan dan coumarin belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil benih kentang, namun pemberian 100 ppm coumarin cenderung memperlihatkan hasil yang lebih baik.
Kata kunci : Chitosan, Coumarin, Kentang
ABSTRACT
Planting of potato at medium land area may cause change on its morphological characteristics in which the cell division continued that make the yield of tuber is low. This experiment aims to determine the combination of chitosan and coumarin that can give the best effect on the potato seed size G2 cultivars Granola. The experiment was conducted from March 2014 until June 2014 at screen house field of Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran, with Randomized Block Design (RBD) with sixteen treatments and three replications, consisted of: 0 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin. The results showed that treatment of chitosan and coumarin gives better results on number of leaves 63 DAP (Day After Plant),
content of chlorophyll, tuber fresh weight, and number of seed SS class. Giving of chitosan and coumarin have not produced growth and yield of potato, but the treatment 100 ppm coumarin tend showed better results.
Keywords : chitosan, coumarin, potato
PENDAHULUAN
Tanaman kentang (Solanum
tuberosum L.) merupakan tanaman sayuran
yang dikonsumsi ubinya. Kentang berada pada peringkat ke tiga tanaman yang dikonsumsi masyarakat dunia setelah beras dan gandum (International Potato Center, 2013). Direktorat Teknologi Pengolahan
Hasil Hortikultura (2004), Kentang
mempunyai karbohidrat dan kadar air yang cukup tinggi, sumber vitamin C, dan B1, serta beberapa mineral seperti fosfor, kalium, dan zat besi. Kentang mengandung karbohidrat yang tinggi dibandingkan jagung, beras, dan gandum, sehingga
kentang memiliki prospek untuk
dikembangkan sebagai pangan alternatif
dimana sebelumnya kentang hanya
digunakan sebagai pelengkap sayur atau lauk pauk. Jumlah penduduk yang terus
bertambah dan program diversifikasi
pangan membuat konsumsi kentang terus meningkat baik sebagai makanan pokok, sayuran maupun bahan baku olahan industri makanan.
Pemanfaatan kentang sebagai pangan alternatif mendorong berbagai produsen untuk meningkatkan produksi kentang, namun biaya produksi yang tinggi menjadi hambatan dalam peningkatan produksi kentang. Nilai impor kentang sebesar 81,7 US Dollar sedangkan nilai ekspornya sebesar 2,96 US Dollar (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012). Hal ini menunjukkan
bahwa kentang di Indonesia masih
bergantung pada impor yang sangat tinggi. Produktivitas kentang di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2008 produktivitas kentang sebesar 16,70 ton/ ha, kemudian menurun 0,19% pada tahun berikutnya sebesar 16,51 ton/ ha. Pada tahun 2010 produktivitas menurun menjadi 15, 94 ton/ ha, kemudian meningkat pada tahun 2011
dan 2012 masing- masing sebesar 15, 96 ton/ ha dan 16,58 ton/ ha (Badan Pusat Statistik, 2012). Petani masih banyak menggunakan bibit kentang yang tidak bermutu sehingga produktivitas kentang relatif fluktuatif.
Benih kentang yang mahal
menyebabkan tingginya harga kentang di Indonesia. Ketersediaan benih yang rendah dan distribusi yang tidak merata merupakan faktor yang menyebabkan tingginya harga kentang (Baharuddin, dkk., 2007). Selain itu, jumlah penangkar benih kentang masih terbatas sehingga kebutuhan benih kentang
belum tercukupi. Oleh karena itu,
penyediaan benih kentang yang bermutu
sangat dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan petani.
Kentang merupakan komoditas
hortikultura yang memiliki organ target berupa ubi. Pembentukan ubi kentang dipengaruhi oleh kegiatan fisiologis yang dijalankan oleh suatu tanaman. Ubi kentang merupakan penyimpan cadangan makanan yang dihasilkan dari proses aliran fotosintat dari daun ke ubi tanaman. Pertumbuhan
vegetatif sangatlah penting untuk
menentukan produksi ubi kentang, salah satu cara yang dapat dilakukan dengan pemanfaatan chitosan. Chitosan adalah senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial kitin yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti zat pemacu pertumbuhan tanaman,
biopestisida alami untuk melindungi
tanaman dari serangan bakteri maupun
jamur, dan sebagai bahan pelapis pada
berbagai benih tanaman (Uthairatanakij, et
al., 2007). Di samping itu, chitosan
berperan sebagai pupuk untuk memperkuat
perkecambahan dan pertumbuhan
(Wulandhini, 2002). Chitosan menginduksi tanaman untuk meningkatkan biosintesis lignin dan lignifikasi dinding sel tanaman
sehingga menjadi lebih kuat dan
menghambat penetrasi cendawan
pengganggu.
Pembentukan ubi kentang yang
optimal dapat diperoleh dari aplikasi zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan pada tanaman
memiliki sifat menginduksi dan
menghambat proses fisiologis tanaman. Salah satu contoh zat pengatur tumbuh yang bersifat menghambat (retardan) adalah coumarin. Mekanisme kerja coumarin adalah menghambat aktivitas GA yang
berperan dalam pemanjangan dan
pembelahan sel, sehingga pertumbuhan difokuskan pada bagian bawah tanaman dengan meningkatkan cadangan makanan dalam ubi. Pengaruh pemberian coumarin terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang berperan adalah besarnya konsentrasi yang digunakan. Konsentrasi yang tepat pada tanaman akan
menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan yang baik. Penggunaan retardan menurunkan tinggi tanaman, luas
daun dan indeks luas daun, serta
meningkatkan total bobot ubi per plot pada tanaman kentang asal stek kultur jaringan (Ani, 2004).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pemberian chitosan dan coumarin
dengan harapan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman, meningkatkan hasil
ubi tanaman kentang, dan dapat
menghasilkan benih kentang yang
berkualitas baik, sehingga kebutuhan petani akan benih kentang terpenuhi.
BAHAN DAN METODE
Percobaan dilakukan di Screen
House Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Desa Ciparanje,
Kecamatan Jatinangor, Kabupaten
Sumedang dengan ketinggian tempat lokasi percobaan sekitar 853 meter di atas permukaan laut (dpl). Waktu percobaan dilaksanakan dari bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014. Bahan-bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah ubi
kentang kultivar Granola G1 dengan ukuran
30-60 g. Media tanam yang digunakan
berupa arang sekam, cocopeat, dan kompos
dengan perbandingan 2:1:1, polybag ukuran
(40x50) cm, pupuk NPK, chitosan Chi-
Farm dan coumarin murni yang berperan sebagai retardan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 16 perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Masing- masing perlakuan terdiri dari empat unit, sehingga diperoleh 192 satuan unit percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah :
A : Tanpa pemberian chitosan dan coumarin (kontrol) B : 0 ml L-1 chitosan + 100 ppm coumarin C : 0 ml L-1 chitosan + 125 ppm coumarin D : 0 ml L-1 chitosan + 150 ppm coumarin E : 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin F : 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin G : 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin H : 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin I : 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin J : 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin K : 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin L : 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin M : 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin N : 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin O : 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin P : 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin
Data yang diperoleh dianalisis dengan meggunakan uji-F pada taraf 5%. Jika
dalam analisis ragam menunjukkan
pengaruh nyata maka dilakukan uji jarak
berganda Duncan (Duncan Multiple Range
Test) pada taraf 5% untuk melihat
perbedaan antar perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu selama percobaan berkisar antara19,60 C – 25,40 C dengan suhu
rata-rata sebesar 22.870 C. Kelembaban screen
house pada saat percobaan berkisar antara 46,2% - 69%, dengan kelembaban rata-rata harian sekitar 58,32%. Selama percobaan berlangsung ditemukan berbagai serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang. Hama yang menyerang
antara lain; belalang (Valanga nigricornis),
Aphids sp. Penyakit yang menyerang selama percobaan adalah penyakit bercak kering yang disebabkan oleh cendawan
Alternaria solani. Spora cendawan ini berwarna kecoklatan dan memanjang. Serangan terlihat ketika tanaman memasuki umur 56 HST. Gulma yang tumbuh di areal
percobaan adalah babadotan (Ageratum
conyzoides), teki (Cyperus compressus L.), dan Marsilea crenata. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di areal percobaan setiap kali pengamatan.
Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun
Hasil analisis statistik menunjukkan
kombinasi pemberian chitosan dan
coumarin tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 63 HST. Tabel 3
memperlihatkan perlakuan kombinasi
konsentrasi chitosan dan coumarin belum
dapat meningkatkan tinggi tanaman
kentang, hal ini terlihat dari berbagai
perlakuan yang diberikan. Pemberian
chitosan tidak terlihat pengaruhnya pada
parameter pertumbuhan ini, adanya
kecenderungan bahwa chitosan memiliki pengaruh kepada komponen pertumbuhan lainnya, namun tidak pada tinggi tanaman.
Tabel 3. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Tanaman Kentang 63 HST
Perlakuan Tinggi Tanaman Jumlah Daun
9 MST 9 MST A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 79.56 a 104.00 ab B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 79.89 a 93.00 ab C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 77.22 a 89.89 b D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 80.33 a 97.22 ab E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 88.44 a 117.67 ab F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 75.89 a 103.56 ab G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 75.89 a 102.44 ab H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 84.11 a 104.56 ab I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 76.89 a 102.89 ab J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 74.22 a 108.78 ab K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 84.22 a 112.00 ab L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 76.44 a 91.33 ab M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 78.78 a 93.33 ab N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 76.89 a 95.11 ab O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 81.67 a 105.11 ab P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 79.89 a 121.00 a
Rata-rata tinggi tanaman yang diamati memiliki hasil yang sama berarti
ada kemungkinan waktu pemberian
coumarin terlambat dipalikasikan, sehingga penghambatan pada pemanjangan sel tidak terjadi disebabkan tanaman telah mencapai batas maksimal untuk pertumbuhan tinggi tanamannya. Pengaruh zat penghambat tumbuh pada tanaman dipengaruhi oleh
konsentrasi, dosis, cara, dan waktu
pemberian, serta kondisi lingkungan. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Sanchez et
al. (1988), dengan pemberian zat
penghambat tumbuh berupa paclobutrazol yang diberikan ke daun membutuhkan
beberapa kali penyemprotan karena
pengaruhnya terhadap tanaman hanya sebentar.
Daun berfungsi sebagai tempat
terjadinya proses asimilasi yang
membentuk karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Hasil analisis statistik
menunjukkan kombinasi pemberian chitosan dan coumarin berbeda nyata terhadap jumlah daun tanaman kentang pada 63 HST. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umur 63 HST,
perlakuan kombinasi 9 mL L-1 chitosan +
150 ppm coumarin (P) memberikan rata- rata jumlah daun lebih banyak dibanding perlakuan 125 ppm coumarin (C). Hal ini diduga karena konsentrasi chitosan yang tinggi berarti mengandung hara makro dan
mikro yang lebih banyak, sehingga
memperbanyak jumlah daun, sedangkan kombinasinya dengan coumarin sebesar 150 ppm belum mampu menghambat pertumbuhan bagian atas tanaman dalam hal ini pada bagian daun tanaman kentang, diduga disebabkan tingginya konsentrasi chitosan yang diberikan, sehingga pengaruh dari retardan tidak terlihat. Pada pemberian
tunggal coumarin 125 ppm telah
menghambat pertumbuhan daun yang membuat jumlah daun lebih sedikit, hal ini terjadi karena sintesis giberelin yang terhambat oleh akumulasi coumarin di daun, sehingga asimilat lebih banyak dialirkan ke ubi. Pembentukan daun dipengaruhi oleh unsur nitrogen dimana penggunaan chitosan yang merupakan
senyawa kitin terdegradasi dapat menjadi sumber nitrogen yang efisien untuk
membantu proses fotosintesis yang
selanjutnya digunakan pada pembentukan sel baru, pemanjangan sel, dan penebalan jaringan selama pertumbuhan vegetatif
(Goldsworthy and Fisher, 1992).
Kandungan Klorofil Tanaman dan Jumlah Buku
Kandungan klorofil merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh pada proses metabolisme tumbuhan melalui proses fotosintesis. Laju fotosintesis dan kandungan klorofil adalah tolak ukur pertumbuhan yang berhubungan dengan produksi tanaman (Proklamasiningsih, dkk., 2012). Tabel 4 menunjukkan bahwa
kombinasi perlakuan 3 mL L-1 chitosan +
125 ppm coumarin (G) dan 9 mL L-1
chitosan + 100 ppm coumarin (N) memiliki kandungan klorofil lebih besar dibanding
perlakuan 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm
coumarin (K). Hal ini diduga bahwa pemberian chitosan dengan konsentrasi tinggi (9 mL) yang diaplikasikan sebanyak dua kali mampu mensuplai hara makro dan mikro yang dibutuhkan pada pertumbuhan vegetatif tanaman dalam hal ini pada pembentukan klorofil tanaman.
Tabel 4. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Kandungan Klorofil dan Jumlah Buku Tanaman Kentang
Perlakuan Kadar Klorofil (cci) Jumlah buku
A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 38.39 ab 15.67 a B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 43.14 ab 13.33 a C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 43.09 ab 15.00 a D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 43.22 ab 15.00 a E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 43.91 ab 16.33 a F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 40.69 ab 17.33 a G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 45.53 a 13.33 a H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 38.45 ab 16.67 a I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 40.73 ab 15.33 a J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 39.02 ab 13.00 a K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 36.50 b 14.00 a L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 42.76 ab 13.67 a M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 41.79 ab 14.00 a N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 46.33 a 12.67 a O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 41.97 ab 14.33 a P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 41.47 ab 14.00 a
Penyusun klorofil terdiri dari unsur nitrogen dan unsur hara mikro yang dapat meningkatan aktivitas fotosintesis sehingga menghasilkan fotosintat yang berguna bagi perkembangan jaringan meristem daun (Parman, 2007).
Berdasarkan analisis ragam
kombinasi perlakuan chitosan dan coumarin memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah buku tanaman kentang. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada 75 HST, pemberian kombinasi berbagai
konsentrasi chitosan dan coumarin
memperlihatkan hasil yang sama pada tiap perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi perlakuan chitosan dan coumarin belum mampu mempengaruhi
keseimbangan zat pengatur tumbuh yang ada pada tanaman tersebut. Pertambahan jumlah buku pada tanaman dipengaruhi oleh hormon. Sebagaimana menurut Satria (2004), jumlah buku akan bertambah apabila terjadi keseimbangan antara auksin dan sitokinin.
Bobot Kering Tanaman
Hasil penumpukan asimilat melalui kegiatan fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian cadangan makanan dapat diketahui melalui pengukuran bobot kering tanaman. Tabel 5 memperlihatkan bahwa pengaruh chitosan dan coumarin untuk tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena fotosintat digunakan untuk inisiasi ubi. Tabel 5. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Bobot Kering Tanaman Kentang 75 HST
Perlakuan Bobot Kering Tanaman (g)
A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 42.00 a B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 41.08 a C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 27.71 a D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 28.98 a E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 81.97 a F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 47.98 a G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 34.05 a H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 83.30 a I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 29.97 a J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 42.23 a K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 52.41 a L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 50.30 a M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 47.89 a N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 33.11 a O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 30.30 a P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 53.08 a
Cadangan makanan lebih banyak disimpan untuk mendukung pembesaran
stolon daripada yang dipakai untuk
fotosintesis. Semakin banyak energi cahaya matahari yang dikonversi pada proses fotosintesis menjadi fotosintat, maka bobot kering total tanaman akan semakin banyak (Samadi, 2007). Komponen jumlah daun dan kandungan klorofil memiliki hubungan dengan produksi bobot kering
atau biomassa tanaman terjalin dalam proses fotosintesis.
Presentase Stolon yang Membentuk Ubi, Jumlah Ubi, dan Bobot Ubi
Stolon terletak pada batang di
bawah permukaan tanah. Menurut
Rubatzky dan Yamaguchi (1998), fase pembentukan ubi terdiri dari tiga fase, antara lain; inisiasi, yaitu terjadinya diferensiasi tunas pada stolon menjadi primordia ubi, pembesaran ubi ditandai
dengan pembelahan sel yang cepat bersamaan dengan penumpukan pati, dan pematangan ubi yang terjadi ketika ubi memasuki fase dormansi.
Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan kombinasi chitosan dan coumarin
tidak berpengaruh nyata terhadap
presentase stolon yang membentuk ubi. Hal ini diduga kandungan asimilat yang tersebar ke ubi kentang. Pemberian chitosan dengan konsentrasi tinggi memicu pembelahan sel
sehingga menghasilkan stolon yang
membentuk ubi yang banyak.
Tabel 6. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Presentase Stolon Membentuk Ubi, Jumlah Ubi, dan Bobot Ubi
Perlakuan Presentase Stolon
Membentuk Ubi Jumlah Ubi (knol) Bobot Ubi (g) A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 32.91 a 13.00 a 202.80 ab B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 34.24 a 9.33 a 291.67 a
C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 34.65 a 12.00 a 165.12 abc
D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 44.51 a 11.67 a 188.62 ab
E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 28.05 a 7.33 a 202.84 ab
F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 19.03 a 11.00 a 202.44 abc
G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 41.11 a 11.33 a 211.30 ab
H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 31.81 a 9.83 a 112.35 c
I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 34,27 a 10.83 a 222.75 ab
J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 32.98 a 10.50 a 141.72 bc
K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 37.61 a 10.50 a 168.43 abc
L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 33.59 a 10.50 a 252.60 ab
M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 53.69 a 7.50 a 159.44 bc
N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 21.51 a 7.83 a 198.43 ab
O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 34.24 a 10.50 a 198.42 ab
P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 21.42 a 11.50 a 153.54 bc
Banyaknya jumlah ubi yang
terbentuk dapat dilihat juga dari banyaknya jumlah batang tanaman. Jumlah batang yang banyak menghasilkan ubi yang banyak, sebaliknya jumlah batang yang sedikit menghasilkan jumlah ubi yang sedikit dengan ukuran yang lebih besar dikarenakan tidak terjadi kompetisi dalam pengisian ubi kentang (Wulandari, dkk., 2014). Tabel 6 menunjukkan rata- rata
jumlah ubi yang dihasilkan semua
perlakuan adalah sama, kemungkinan
disebabkan hormon endogen dalam
tanaman telah mencukupi, sehingga tidak diperlukan penambahan dari luar. Perlakuan chitosan yang dikombinasikan dengan coumarin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada bobot ubi per tanaman kentang. Hasil analisis dengan uji Duncan
pada taraf 5% disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6. bobot ubi per
tanaman lebih tinggi diperoleh dari
perlakuan tunggal yaitu pemberian 100 ppm
coumarin (B) dibandingkan dengan
perlakuan 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm
coumarin (H), hal ini diduga karena peranan dari zat penghambat tumbuh yang mengalirkan fotosintat ke ubi sebagai
tempat cadangan makanan sehingga
pengisian cadangan makanan ke ubi lebih banyak dihasilkan oleh perlakuan tunggal coumarin dibandingkan dengan kombinasi perlakuan chitosan dan coumarin.
Jumlah Ubi per Kelas SS, S, M, dan L
Pengkelasan ubi kentang dilakukan berdasarkan bobot ubi per knol, data pengkelasan ubi menurut Ummah dan Purwito (2009). Berdasarkan hasil analisis
statistic menunjukkan perlakuan kombinasi chitosan dan coumarin berbeda nyata terhadap rata-rata jumlah ubi per kelas SS ( < 20 g) dan jumlah ubi per kelas S (20-30
g), sedangkan kombinasi perlakuan
chitosan dan coumarin tidak berbeda nyata terhadap jumlah ubi kelas M (30-60 g), dan jumlah ubi kelas L (60- 120 g). Hasil analisis lanjut tercantum pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Jumlah Ubi per Kelas SS, S, M, dan L
Perlakuan Grading Ubi
SS S M L A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 5.50 a 5.50 ab 2.00 a 0.00 a B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 3.33 ab 5.50 ab 2.83 a 0.50 a C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 5.67 a 3.67 ab 2.50 a 0.33 a D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 1.67 ab 5.33 ab 3.17 a 0.00 a E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 2.50 ab 3.17 b 2.00 a 0.50 a F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 2.83 ab 7.33 a 1.83 a 0.33 a G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 2.50 ab 7.00 ab 2.33 a 0.17 a H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 4.00 ab 5.50 ab 1.50 a 0.17 a I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 4.00 ab 6.83 ab 1.50 a 0.00 a J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 3.50 ab 6.17 ab 1.17 a 0.67 a K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 3.83 ab 5.67 ab 1.33 a 0.17 a L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 3.33 ab 4.67 ab 2.83 a 0.00 a M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 1.33 b 3.67 ab 2.83 a 0.67 a N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 1.00 b 5.17 ab 3.00 a 0.33 a O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 2.83 ab 6.17 ab 1.67 a 0.00 a P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 2.67 ab 4.83 ab 3.17 a 0.00 a
Perlakuan tanpa chitosan dan
coumarin (A) dan perlakuan coumarin
sebanyak 125 ppm coumarin (C)
menghasilkan jumlah ubi kelas SS lebih banyak dibandingkan perlakuan kombinasi
chitosan 9 mL L-1 + 100 ppm coumarin (N).
Hal ini diduga karena mekanisme
penghambatan yang dilakukan
oleh coumarin pada pertumbuhan bagian atas tanaman yaitu menghambat biosintesis GA, sehingga terjadi pembentukan organ di bagian bawah tanaman yaitu ubi yang banyak, namun berukuran kecil. Pemberian
chitosan dengan konsentrasi 3 mL L-1 yang
dikombinasikan dengan coumarin sebesar 100 ppm (F) memberikan jumlah ubi kelas
S yang lebih banyak dibandingkan
perlakuan tunggal chitosan sebesar 3 mL L
-1
(E). Pemberian hara pada fase vegetatif
melalui aplikasi chitosan dan zat
penghambat tumbuh (coumarin) yang
mengalihkan fotosintat ke ubi membuat ubi memiliki cadangan makanan yang banyak, sehingga terjadi keseimbangan hormon pada tanaman. Ukuran benih ubi kentang yang tergolong dalam kelas S merupakan ukuran yang cocok untuk meningkatkan produksi disebabkan tunas yang muncul lambat, namun sistem perakarannya lebih cepat merambat (Setiadi, 2009). Jumlah ubi yang tergolong kedalam kelas M ( 30- 60 g) rata- rata tinggi diperoleh melalui aplikasi 150 ppm coumarin yang menghambat
pemanjangan batang, sehingga aliran
fotosintat lebih banyak diserap ke ubi kentang. Kelas ubi L di seluruh perlakuan memiliki rata- rata yang sama pada penelitian ini. Hal ini diduga karena kandungan coumarin yang merata di seluruh ubi yang terbentuk, sehingga tidak terdapat ubi yang memiliki cadangan makanan paling besar. Aplikasi chitosan
memberikan komponen pertumbuhan yang tinggi yang menjadikan aliran fotosintat terbagi kedalam banyak ubi. Suhu selama
percobaan juga dapat mempengaruhi
inisiasi ubi. Menurut Rubatzky dan
Yamaguchi, 1998), inisiasi dan pembesaran
ubi berlangsung pada suhu dibawah 200 C.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
1. Terdapat pengaruh kombinasi
chitosan dan coumarin terhadap jumlah daun pada pengamatan 63 HST, kadar klorofil tanaman, bobot segar ubi, dan jumlah ubi kelas SS.
2. Pemberian chitosan dan coumarin
belum mampu meningkatkan
pertumbuhan dan hasil benih ubi kentang, namun perlakuan 100 ppm
coumarin cenderung
memperlihatkan hasil yang lebih baik.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai interval waktu pemberian chitosan dan coumarin.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang pemberian chitosan
dan coumarin pada kondisi
lingkungan yang sesuai untuk
pertanaman kentang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Benih Kentang (Solanum tuberosum
L.) G2 Kultivar Granola”. Penulisan skripsi
ini sebagai syarat untuk menempuh ujian Sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1) Dr. Hj. Anne Nuraini, Ir., MP. ketua
komisi pembimbing yang senantiasa
membimbing, memotivasi dan
memberikan banyak masukan kepada penulis.
2) Prof. Dr. Jajang Sauman Hamdani, Ir.,
MS. anggota komisi pembimbing yang membimbing dan memberikan banyak masukan kepada penulis.
3) Dr. Emma Trinurani Sofyan ST., MP.
sebagai dosen wali sekaligus komisi penelaah atas saran dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.
4) Dr.Sumadi, Ir.,MS. sebagai komisi
penelaah yang memberikan saran dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.
5) Wawan Sutari, SP., MP. sebagai
komisi penelaah yang juga memberikan
masukan dalam penyempurnaan
skripsi.
6) Para dosen dan staf Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran atas ilmu, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama ini.
Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada keluarga tercinta, Bapak Marjoni, Ibu Sri Refiati S.Pd, adikku Nanda Maghfirah, Mak Anto, Ucu, Om Yepri, Tante Susi, serta sepupu Tika dan Fiya atas doa, motivasi, serta kasih sayang
yang akan selalu mendukung dan
menyayangi penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ani, Nurma. 2008. Pengaruh Konsentrasi Paclobutrazol dan Urea pada Stek Kentang terhadap Produksi Tuberlet Varietas Granola. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Vol.2, No.1, April 2004: 29-35.
Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Kentang Menurut Provinsi 2008- 2012. Melalui
http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/
horti/ATAP-Horti2012/LP-Kentang.pdf diakses pada 14 Januari 2014.
Baharuddin., Ach, S., Nur, R. 2007.
Membangun Kawasan Perbenihan
Kentang melalui Program Iptekda-LIPI di Sulawesi Selatan. Melalui http//: www.opi.lipi.go.id diakses pada 25 Februari 2014.
Dewi, Yulia. 2010. Pengaruh Pemberian
Beberapa Konsentrasi Coumarin
terhadap Ubi Kentang G1 (Solanum
tuberosum L.). Melalui
http://repository.unand.ac.id/id/eprint/1 7625 diakses pada 4 Maret 2014. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012.
Nilai Ekspor dan Impor Sayuran Tahun
2012. Melalui
http://hortikultura.deptan.go.id/ diakses pada 17 Februari 2014.
Direktorat Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura. 2004. Manfaat Kentang bagi Kesehatan. Bul. TekPro. Hort Edisi 68.
Gaspersz, V. 2006. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan Jilid 1. Penerbit Tarsito Bandung.
Goldsworthy,P.R., and Fisher,N.M. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.
Universitas Gadjah Mada Press:
Yogyakarta.
Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting menjadi Kitosan
sebagai Bahan Pelapis (coater) pada
Buah Strobery. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.
Hilman,Y. 2010. Penelitian Kentang di Indonesia.Melalui
http://www.unece.org diakses pada 5 Oktober 2014
International Potato Center. 2013. Potato.
Melalui http://cipotato.org/potato
diakses pada 25 Februari 2014.
Kaban, J. 2006. Pemanfaatan Chitosan dari
Kulit Udang sebagai Membran
Hemodialisa. Info Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat USU (X)1: 32-37.
Karjadi, A. K. dan Buchory A. 2008.
Pengaruh Auksin dan Sitokinin
terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Jaringan Meristem
Kentang Kultivar Granola. Jurnal Hortikultura. 18(4) : 380- 384, 2008. Krauss, A., and H. Marschner. 1984.
Growth Rate and Carbohydrate
Metabolism of Potato Tuber Exposed to High Temperature. Potato Res. 27:297-303
Lubis, Lahmuddin. 2004. Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kubis
(Brassica oleracca) dan Kentang
(Solanum tuberosum). Melalui
:http://www. repository.usu.ac.id
(diakses pada 25 September 2014). Mawgoud, A.M.R., Tantawy, A.S.,
El-Nemr, M.A., Sassine, Y.N. 2010. Growth and Yields Responses of
Strawberry Plants to Chitosan
Apllication. European J of Sci Res; Jan 2010, Vol. 39 Issue 1, p161.
Mirunalini dan M. Krishnaveni. 2011. Coumarin: A plant derived Polyphenol with wide Biomedical Applications. Int. J. of Pharmatech. Res.Cd. (USA). Vol.3 No.3,pp 1693-1696, July- Sept 2011.
Mondal, M. M. A., A. B. Puteh., N.C. Dafader., M. Y. Rafii., M. A. Malek. 2013. Foliar application of chitosan improves growth and yield in maize. J. Food, Agr, and Envr (11)2: 520- 523. Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian
Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Kentang (Solanum
tuberosum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi (XV)2: 11
Pitojo, S. 2008. Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta.
Proklamasiningsih, E., Irfan,D.P., Diah, R., Retno,P.S. 2012. Laju Fotoosintesis dan Kandungan Klorofil Kedelai pada
Media Tanam Masam dengan
Pemberian Garam Aluminium.
Agrotrop (2)1: 17- 24.
Rubatzky V., and Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB. Bandung.
Sakya, A.T., Ahmad, Y., Samanhudi., Ummul, B. 2002. Pengaruh Coumarin dan Aspirin dalam Menginduksi Umbi
Mikro Kentang (Solanum tuberosum
L.). Melalui
:http//www.pertanian.uns.ac.id diakses pada 4 Oktober 2014.
Salisbury, F.B. dan C.W Ross. 1995.
Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.
Terjemahan Lukman, V.R dan
Sumaryono. ITB. Bandung.
Samadi, B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani, Edisi Revisi.Penerbit
Kanisius ( Anggota IKAPI).
Yogyakarta.
Samanhudi., Ahmad Y., Amalia TS., dan Reny H. 2002. Pengaruh paklobutrazol dan aspirin dalam pembentukan umbi
kentang (Solanum tuberosum L.) secara
in vitro. Melalui
http://www.researchgate.net diakses
pada 21 September 2014.
Sanchez, L. E., F. Prieto and M. Becerra. 1988. Control of vegetatif growth of stone fruits with paclobutrazol. Hort Sci. 23 (3) : 467- 470.
Saputra. A. 2009. Pengaruh Pemberian
Beberapa Konsentrasi Coumarin
terhadap Pengumbian Kentang
(Solanum tuberosum L.) secara in
vitro.Melalui http://
repository.unand.ac.id/id/eprint/597dia kses pada 4 Maret 2014.
Satria, B. 2004. Perbanyakan Vegetatif
Klon Kentang Unggul (Solanum
tuberosum L.) dengan Pemberian
Berbagai Konsentrasi BAP pada Media MS Melalui Kultur Jaringan. Stigma Volume XII No.1, Januari – Maret 2004.
Suwarno, B.W. 2008. Sistem Perbenihan Kentang di Indonesia. Jurnal Institut Pertanian Bogor. 64 Hal.
Ummah, Khoirul, dan Agus Purwito. 2009. Budidaya Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.) dengan Aspek
Khusus Pembibitan di Hikmah Farm, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat.
Makalah Seminar. Departemen
Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2009.
Uthairatanakij, A. Silva J.A.T, and
Obsuwan K. 2007. Chitosan for Improving Orchid Production and Quality. Orchid Sci and Biotech Global Science Books. Bangkok, Thailand. Wulandari A., Suwasono H., dan Agus S.
2014. Penggunaan Bobot Umbi Bibit pada Peningkatan Hasil Tanaman
Kentang (Solanum tuberosum L.) G3
dan G4 Varietas Granola. J. Prod. Tan (2)1: 65- 72.
Wulandhini, R. 2002. Pemanfaatan
Chitosan dan Trichoderma Harzianum untuk Peningkatan Mutu Benih Pinus merkusii.Melalui
http://repository.ipb.ac.id/diakses pada 26 Januari 2014.