• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Pertumbuhan dan Hasil Benih Kentang (Solanum tuberosum L.) G2 Kultivar Granola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Pertumbuhan dan Hasil Benih Kentang (Solanum tuberosum L.) G2 Kultivar Granola"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Pertumbuhan dan Hasil Benih

Kentang (Solanum tuberosum L.) G2 Kultivar Granola

Effect of Chitosan and Coumarin on Growth and Yield of Potato (

Solanum

tuberosum

L.) G

2

Cultivar Granola

Fitra Anisa1 1

Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran

ABSTRAK

Kentang yang ditanam di dataran medium mengalami perubahan morfologis dimana terus terjadi pembelahan sel yang membuat produksi ubi rendah. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi chitosan dan coumarin yang dapat memberikan pengaruh

terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil benih kentang G2 kultivar Granola. Percobaan

dilakukan dari bulan Maret 2014 hingga Juni 2014 di Screen House Kebun Percobaan

Fakultas Pertanian UNPAD, dengan ketinggian 853 m dpl. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan enam belas perlakuan dan tiga ulangan, yaitu terdiri dari :

0 mL L-1 chitosan dan 0 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 0 mL L-1

chitosan dan 125 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan dan 150 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan

dan 0 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan dan 125

ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan dan 150 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 0 ppm

coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 125 ppm

coumarin, 6 mL L-1 chitosan dan 150 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan dan 0 ppm coumarin,

9 mL L-1 chitosan dan 100 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan dan 125 ppm coumarin, 9 mL L

-1

chitosan dan 150 ppm coumarin. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pemberian chitosan dan coumarin memberikan hasil terbaik pada jumlah daun 63 HST, kadar klorofil, bobot segar ubi, dan jumlah ubi per kelas SS. Pemberian chitosan dan coumarin belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil benih kentang, namun pemberian 100 ppm coumarin cenderung memperlihatkan hasil yang lebih baik.

Kata kunci : Chitosan, Coumarin, Kentang

ABSTRACT

Planting of potato at medium land area may cause change on its morphological characteristics in which the cell division continued that make the yield of tuber is low. This experiment aims to determine the combination of chitosan and coumarin that can give the best effect on the potato seed size G2 cultivars Granola. The experiment was conducted from March 2014 until June 2014 at screen house field of Faculty of Agriculture, Universitas Padjadjaran, with Randomized Block Design (RBD) with sixteen treatments and three replications, consisted of: 0 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 0 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 3 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 6 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 0 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 100 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 125 ppm coumarin, 9 mL L-1 chitosan and 150 ppm coumarin. The results showed that treatment of chitosan and coumarin gives better results on number of leaves 63 DAP (Day After Plant),

(2)

content of chlorophyll, tuber fresh weight, and number of seed SS class. Giving of chitosan and coumarin have not produced growth and yield of potato, but the treatment 100 ppm coumarin tend showed better results.

Keywords : chitosan, coumarin, potato

PENDAHULUAN

Tanaman kentang (Solanum

tuberosum L.) merupakan tanaman sayuran

yang dikonsumsi ubinya. Kentang berada pada peringkat ke tiga tanaman yang dikonsumsi masyarakat dunia setelah beras dan gandum (International Potato Center, 2013). Direktorat Teknologi Pengolahan

Hasil Hortikultura (2004), Kentang

mempunyai karbohidrat dan kadar air yang cukup tinggi, sumber vitamin C, dan B1, serta beberapa mineral seperti fosfor, kalium, dan zat besi. Kentang mengandung karbohidrat yang tinggi dibandingkan jagung, beras, dan gandum, sehingga

kentang memiliki prospek untuk

dikembangkan sebagai pangan alternatif

dimana sebelumnya kentang hanya

digunakan sebagai pelengkap sayur atau lauk pauk. Jumlah penduduk yang terus

bertambah dan program diversifikasi

pangan membuat konsumsi kentang terus meningkat baik sebagai makanan pokok, sayuran maupun bahan baku olahan industri makanan.

Pemanfaatan kentang sebagai pangan alternatif mendorong berbagai produsen untuk meningkatkan produksi kentang, namun biaya produksi yang tinggi menjadi hambatan dalam peningkatan produksi kentang. Nilai impor kentang sebesar 81,7 US Dollar sedangkan nilai ekspornya sebesar 2,96 US Dollar (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012). Hal ini menunjukkan

bahwa kentang di Indonesia masih

bergantung pada impor yang sangat tinggi. Produktivitas kentang di Indonesia dari tahun 2008 hingga 2012 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2008 produktivitas kentang sebesar 16,70 ton/ ha, kemudian menurun 0,19% pada tahun berikutnya sebesar 16,51 ton/ ha. Pada tahun 2010 produktivitas menurun menjadi 15, 94 ton/ ha, kemudian meningkat pada tahun 2011

dan 2012 masing- masing sebesar 15, 96 ton/ ha dan 16,58 ton/ ha (Badan Pusat Statistik, 2012). Petani masih banyak menggunakan bibit kentang yang tidak bermutu sehingga produktivitas kentang relatif fluktuatif.

Benih kentang yang mahal

menyebabkan tingginya harga kentang di Indonesia. Ketersediaan benih yang rendah dan distribusi yang tidak merata merupakan faktor yang menyebabkan tingginya harga kentang (Baharuddin, dkk., 2007). Selain itu, jumlah penangkar benih kentang masih terbatas sehingga kebutuhan benih kentang

belum tercukupi. Oleh karena itu,

penyediaan benih kentang yang bermutu

sangat dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan petani.

Kentang merupakan komoditas

hortikultura yang memiliki organ target berupa ubi. Pembentukan ubi kentang dipengaruhi oleh kegiatan fisiologis yang dijalankan oleh suatu tanaman. Ubi kentang merupakan penyimpan cadangan makanan yang dihasilkan dari proses aliran fotosintat dari daun ke ubi tanaman. Pertumbuhan

vegetatif sangatlah penting untuk

menentukan produksi ubi kentang, salah satu cara yang dapat dilakukan dengan pemanfaatan chitosan. Chitosan adalah senyawa organik turunan kitin, berasal dari biomaterial kitin yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti zat pemacu pertumbuhan tanaman,

biopestisida alami untuk melindungi

tanaman dari serangan bakteri maupun

jamur, dan sebagai bahan pelapis pada

berbagai benih tanaman (Uthairatanakij, et

al., 2007). Di samping itu, chitosan

berperan sebagai pupuk untuk memperkuat

perkecambahan dan pertumbuhan

(Wulandhini, 2002). Chitosan menginduksi tanaman untuk meningkatkan biosintesis lignin dan lignifikasi dinding sel tanaman

(3)

sehingga menjadi lebih kuat dan

menghambat penetrasi cendawan

pengganggu.

Pembentukan ubi kentang yang

optimal dapat diperoleh dari aplikasi zat pengatur tumbuh. Zat pengatur tumbuh yang dapat digunakan pada tanaman

memiliki sifat menginduksi dan

menghambat proses fisiologis tanaman. Salah satu contoh zat pengatur tumbuh yang bersifat menghambat (retardan) adalah coumarin. Mekanisme kerja coumarin adalah menghambat aktivitas GA yang

berperan dalam pemanjangan dan

pembelahan sel, sehingga pertumbuhan difokuskan pada bagian bawah tanaman dengan meningkatkan cadangan makanan dalam ubi. Pengaruh pemberian coumarin terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman ditentukan oleh berbagai faktor, salah satu faktor yang berperan adalah besarnya konsentrasi yang digunakan. Konsentrasi yang tepat pada tanaman akan

menyebabkan pertumbuhan dan

perkembangan yang baik. Penggunaan retardan menurunkan tinggi tanaman, luas

daun dan indeks luas daun, serta

meningkatkan total bobot ubi per plot pada tanaman kentang asal stek kultur jaringan (Ani, 2004).

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian tentang pemberian chitosan dan coumarin

dengan harapan dapat meningkatkan

pertumbuhan tanaman, meningkatkan hasil

ubi tanaman kentang, dan dapat

menghasilkan benih kentang yang

berkualitas baik, sehingga kebutuhan petani akan benih kentang terpenuhi.

BAHAN DAN METODE

Percobaan dilakukan di Screen

House Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Desa Ciparanje,

Kecamatan Jatinangor, Kabupaten

Sumedang dengan ketinggian tempat lokasi percobaan sekitar 853 meter di atas permukaan laut (dpl). Waktu percobaan dilaksanakan dari bulan Maret 2014 sampai dengan Juni 2014. Bahan-bahan yang

digunakan dalam percobaan ini adalah ubi

kentang kultivar Granola G1 dengan ukuran

30-60 g. Media tanam yang digunakan

berupa arang sekam, cocopeat, dan kompos

dengan perbandingan 2:1:1, polybag ukuran

(40x50) cm, pupuk NPK, chitosan Chi-

Farm dan coumarin murni yang berperan sebagai retardan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 16 perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali, sehingga diperoleh 48 satuan percobaan. Masing- masing perlakuan terdiri dari empat unit, sehingga diperoleh 192 satuan unit percobaan. Perlakuan yang diberikan adalah :

A : Tanpa pemberian chitosan dan coumarin (kontrol) B : 0 ml L-1 chitosan + 100 ppm coumarin C : 0 ml L-1 chitosan + 125 ppm coumarin D : 0 ml L-1 chitosan + 150 ppm coumarin E : 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin F : 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin G : 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin H : 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin I : 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin J : 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin K : 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin L : 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin M : 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin N : 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin O : 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin P : 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin

Data yang diperoleh dianalisis dengan meggunakan uji-F pada taraf 5%. Jika

dalam analisis ragam menunjukkan

pengaruh nyata maka dilakukan uji jarak

berganda Duncan (Duncan Multiple Range

Test) pada taraf 5% untuk melihat

perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu selama percobaan berkisar antara19,60 C – 25,40 C dengan suhu

rata-rata sebesar 22.870 C. Kelembaban screen

house pada saat percobaan berkisar antara 46,2% - 69%, dengan kelembaban rata-rata harian sekitar 58,32%. Selama percobaan berlangsung ditemukan berbagai serangan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kentang. Hama yang menyerang

antara lain; belalang (Valanga nigricornis),

(4)

Aphids sp. Penyakit yang menyerang selama percobaan adalah penyakit bercak kering yang disebabkan oleh cendawan

Alternaria solani. Spora cendawan ini berwarna kecoklatan dan memanjang. Serangan terlihat ketika tanaman memasuki umur 56 HST. Gulma yang tumbuh di areal

percobaan adalah babadotan (Ageratum

conyzoides), teki (Cyperus compressus L.), dan Marsilea crenata. Pengendalian gulma dilakukan secara mekanik dengan cara mencabut gulma yang tumbuh di areal percobaan setiap kali pengamatan.

Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

Hasil analisis statistik menunjukkan

kombinasi pemberian chitosan dan

coumarin tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman pada 63 HST. Tabel 3

memperlihatkan perlakuan kombinasi

konsentrasi chitosan dan coumarin belum

dapat meningkatkan tinggi tanaman

kentang, hal ini terlihat dari berbagai

perlakuan yang diberikan. Pemberian

chitosan tidak terlihat pengaruhnya pada

parameter pertumbuhan ini, adanya

kecenderungan bahwa chitosan memiliki pengaruh kepada komponen pertumbuhan lainnya, namun tidak pada tinggi tanaman.

Tabel 3. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun Tanaman Kentang 63 HST

Perlakuan Tinggi Tanaman Jumlah Daun

9 MST 9 MST A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 79.56 a 104.00 ab B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 79.89 a 93.00 ab C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 77.22 a 89.89 b D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 80.33 a 97.22 ab E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 88.44 a 117.67 ab F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 75.89 a 103.56 ab G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 75.89 a 102.44 ab H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 84.11 a 104.56 ab I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 76.89 a 102.89 ab J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 74.22 a 108.78 ab K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 84.22 a 112.00 ab L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 76.44 a 91.33 ab M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 78.78 a 93.33 ab N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 76.89 a 95.11 ab O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 81.67 a 105.11 ab P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 79.89 a 121.00 a

Rata-rata tinggi tanaman yang diamati memiliki hasil yang sama berarti

ada kemungkinan waktu pemberian

coumarin terlambat dipalikasikan, sehingga penghambatan pada pemanjangan sel tidak terjadi disebabkan tanaman telah mencapai batas maksimal untuk pertumbuhan tinggi tanamannya. Pengaruh zat penghambat tumbuh pada tanaman dipengaruhi oleh

konsentrasi, dosis, cara, dan waktu

pemberian, serta kondisi lingkungan. Pada

penelitian yang dilakukan oleh Sanchez et

al. (1988), dengan pemberian zat

penghambat tumbuh berupa paclobutrazol yang diberikan ke daun membutuhkan

beberapa kali penyemprotan karena

pengaruhnya terhadap tanaman hanya sebentar.

Daun berfungsi sebagai tempat

terjadinya proses asimilasi yang

membentuk karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Hasil analisis statistik

(5)

menunjukkan kombinasi pemberian chitosan dan coumarin berbeda nyata terhadap jumlah daun tanaman kentang pada 63 HST. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada umur 63 HST,

perlakuan kombinasi 9 mL L-1 chitosan +

150 ppm coumarin (P) memberikan rata- rata jumlah daun lebih banyak dibanding perlakuan 125 ppm coumarin (C). Hal ini diduga karena konsentrasi chitosan yang tinggi berarti mengandung hara makro dan

mikro yang lebih banyak, sehingga

memperbanyak jumlah daun, sedangkan kombinasinya dengan coumarin sebesar 150 ppm belum mampu menghambat pertumbuhan bagian atas tanaman dalam hal ini pada bagian daun tanaman kentang, diduga disebabkan tingginya konsentrasi chitosan yang diberikan, sehingga pengaruh dari retardan tidak terlihat. Pada pemberian

tunggal coumarin 125 ppm telah

menghambat pertumbuhan daun yang membuat jumlah daun lebih sedikit, hal ini terjadi karena sintesis giberelin yang terhambat oleh akumulasi coumarin di daun, sehingga asimilat lebih banyak dialirkan ke ubi. Pembentukan daun dipengaruhi oleh unsur nitrogen dimana penggunaan chitosan yang merupakan

senyawa kitin terdegradasi dapat menjadi sumber nitrogen yang efisien untuk

membantu proses fotosintesis yang

selanjutnya digunakan pada pembentukan sel baru, pemanjangan sel, dan penebalan jaringan selama pertumbuhan vegetatif

(Goldsworthy and Fisher, 1992).

Kandungan Klorofil Tanaman dan Jumlah Buku

Kandungan klorofil merupakan

salah satu faktor yang berpengaruh pada proses metabolisme tumbuhan melalui proses fotosintesis. Laju fotosintesis dan kandungan klorofil adalah tolak ukur pertumbuhan yang berhubungan dengan produksi tanaman (Proklamasiningsih, dkk., 2012). Tabel 4 menunjukkan bahwa

kombinasi perlakuan 3 mL L-1 chitosan +

125 ppm coumarin (G) dan 9 mL L-1

chitosan + 100 ppm coumarin (N) memiliki kandungan klorofil lebih besar dibanding

perlakuan 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm

coumarin (K). Hal ini diduga bahwa pemberian chitosan dengan konsentrasi tinggi (9 mL) yang diaplikasikan sebanyak dua kali mampu mensuplai hara makro dan mikro yang dibutuhkan pada pertumbuhan vegetatif tanaman dalam hal ini pada pembentukan klorofil tanaman.

Tabel 4. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Kandungan Klorofil dan Jumlah Buku Tanaman Kentang

Perlakuan Kadar Klorofil (cci) Jumlah buku

A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 38.39 ab 15.67 a B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 43.14 ab 13.33 a C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 43.09 ab 15.00 a D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 43.22 ab 15.00 a E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 43.91 ab 16.33 a F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 40.69 ab 17.33 a G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 45.53 a 13.33 a H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 38.45 ab 16.67 a I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 40.73 ab 15.33 a J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 39.02 ab 13.00 a K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 36.50 b 14.00 a L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 42.76 ab 13.67 a M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 41.79 ab 14.00 a N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 46.33 a 12.67 a O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 41.97 ab 14.33 a P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 41.47 ab 14.00 a

(6)

Penyusun klorofil terdiri dari unsur nitrogen dan unsur hara mikro yang dapat meningkatan aktivitas fotosintesis sehingga menghasilkan fotosintat yang berguna bagi perkembangan jaringan meristem daun (Parman, 2007).

Berdasarkan analisis ragam

kombinasi perlakuan chitosan dan coumarin memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap jumlah buku tanaman kentang. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada 75 HST, pemberian kombinasi berbagai

konsentrasi chitosan dan coumarin

memperlihatkan hasil yang sama pada tiap perlakuan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi perlakuan chitosan dan coumarin belum mampu mempengaruhi

keseimbangan zat pengatur tumbuh yang ada pada tanaman tersebut. Pertambahan jumlah buku pada tanaman dipengaruhi oleh hormon. Sebagaimana menurut Satria (2004), jumlah buku akan bertambah apabila terjadi keseimbangan antara auksin dan sitokinin.

Bobot Kering Tanaman

Hasil penumpukan asimilat melalui kegiatan fotosintesis, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian cadangan makanan dapat diketahui melalui pengukuran bobot kering tanaman. Tabel 5 memperlihatkan bahwa pengaruh chitosan dan coumarin untuk tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena fotosintat digunakan untuk inisiasi ubi. Tabel 5. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Bobot Kering Tanaman Kentang 75 HST

Perlakuan Bobot Kering Tanaman (g)

A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 42.00 a B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 41.08 a C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 27.71 a D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 28.98 a E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 81.97 a F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 47.98 a G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 34.05 a H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 83.30 a I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 29.97 a J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 42.23 a K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 52.41 a L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 50.30 a M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 47.89 a N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 33.11 a O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 30.30 a P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 53.08 a

Cadangan makanan lebih banyak disimpan untuk mendukung pembesaran

stolon daripada yang dipakai untuk

fotosintesis. Semakin banyak energi cahaya matahari yang dikonversi pada proses fotosintesis menjadi fotosintat, maka bobot kering total tanaman akan semakin banyak (Samadi, 2007). Komponen jumlah daun dan kandungan klorofil memiliki hubungan dengan produksi bobot kering

atau biomassa tanaman terjalin dalam proses fotosintesis.

Presentase Stolon yang Membentuk Ubi, Jumlah Ubi, dan Bobot Ubi

Stolon terletak pada batang di

bawah permukaan tanah. Menurut

Rubatzky dan Yamaguchi (1998), fase pembentukan ubi terdiri dari tiga fase, antara lain; inisiasi, yaitu terjadinya diferensiasi tunas pada stolon menjadi primordia ubi, pembesaran ubi ditandai

(7)

dengan pembelahan sel yang cepat bersamaan dengan penumpukan pati, dan pematangan ubi yang terjadi ketika ubi memasuki fase dormansi.

Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan kombinasi chitosan dan coumarin

tidak berpengaruh nyata terhadap

presentase stolon yang membentuk ubi. Hal ini diduga kandungan asimilat yang tersebar ke ubi kentang. Pemberian chitosan dengan konsentrasi tinggi memicu pembelahan sel

sehingga menghasilkan stolon yang

membentuk ubi yang banyak.

Tabel 6. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Presentase Stolon Membentuk Ubi, Jumlah Ubi, dan Bobot Ubi

Perlakuan Presentase Stolon

Membentuk Ubi Jumlah Ubi (knol) Bobot Ubi (g) A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 32.91 a 13.00 a 202.80 ab B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 34.24 a 9.33 a 291.67 a

C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 34.65 a 12.00 a 165.12 abc

D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 44.51 a 11.67 a 188.62 ab

E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 28.05 a 7.33 a 202.84 ab

F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 19.03 a 11.00 a 202.44 abc

G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 41.11 a 11.33 a 211.30 ab

H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 31.81 a 9.83 a 112.35 c

I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 34,27 a 10.83 a 222.75 ab

J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 32.98 a 10.50 a 141.72 bc

K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 37.61 a 10.50 a 168.43 abc

L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 33.59 a 10.50 a 252.60 ab

M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 53.69 a 7.50 a 159.44 bc

N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 21.51 a 7.83 a 198.43 ab

O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 34.24 a 10.50 a 198.42 ab

P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 21.42 a 11.50 a 153.54 bc

Banyaknya jumlah ubi yang

terbentuk dapat dilihat juga dari banyaknya jumlah batang tanaman. Jumlah batang yang banyak menghasilkan ubi yang banyak, sebaliknya jumlah batang yang sedikit menghasilkan jumlah ubi yang sedikit dengan ukuran yang lebih besar dikarenakan tidak terjadi kompetisi dalam pengisian ubi kentang (Wulandari, dkk., 2014). Tabel 6 menunjukkan rata- rata

jumlah ubi yang dihasilkan semua

perlakuan adalah sama, kemungkinan

disebabkan hormon endogen dalam

tanaman telah mencukupi, sehingga tidak diperlukan penambahan dari luar. Perlakuan chitosan yang dikombinasikan dengan coumarin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada bobot ubi per tanaman kentang. Hasil analisis dengan uji Duncan

pada taraf 5% disajikan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6. bobot ubi per

tanaman lebih tinggi diperoleh dari

perlakuan tunggal yaitu pemberian 100 ppm

coumarin (B) dibandingkan dengan

perlakuan 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm

coumarin (H), hal ini diduga karena peranan dari zat penghambat tumbuh yang mengalirkan fotosintat ke ubi sebagai

tempat cadangan makanan sehingga

pengisian cadangan makanan ke ubi lebih banyak dihasilkan oleh perlakuan tunggal coumarin dibandingkan dengan kombinasi perlakuan chitosan dan coumarin.

Jumlah Ubi per Kelas SS, S, M, dan L

Pengkelasan ubi kentang dilakukan berdasarkan bobot ubi per knol, data pengkelasan ubi menurut Ummah dan Purwito (2009). Berdasarkan hasil analisis

(8)

statistic menunjukkan perlakuan kombinasi chitosan dan coumarin berbeda nyata terhadap rata-rata jumlah ubi per kelas SS ( < 20 g) dan jumlah ubi per kelas S (20-30

g), sedangkan kombinasi perlakuan

chitosan dan coumarin tidak berbeda nyata terhadap jumlah ubi kelas M (30-60 g), dan jumlah ubi kelas L (60- 120 g). Hasil analisis lanjut tercantum pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Jumlah Ubi per Kelas SS, S, M, dan L

Perlakuan Grading Ubi

SS S M L A = 0 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 5.50 a 5.50 ab 2.00 a 0.00 a B = 0 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 3.33 ab 5.50 ab 2.83 a 0.50 a C = 0 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 5.67 a 3.67 ab 2.50 a 0.33 a D = 0 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 1.67 ab 5.33 ab 3.17 a 0.00 a E = 3 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 2.50 ab 3.17 b 2.00 a 0.50 a F = 3 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 2.83 ab 7.33 a 1.83 a 0.33 a G = 3 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 2.50 ab 7.00 ab 2.33 a 0.17 a H = 3 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 4.00 ab 5.50 ab 1.50 a 0.17 a I = 6 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 4.00 ab 6.83 ab 1.50 a 0.00 a J = 6 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 3.50 ab 6.17 ab 1.17 a 0.67 a K = 6 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 3.83 ab 5.67 ab 1.33 a 0.17 a L = 6 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 3.33 ab 4.67 ab 2.83 a 0.00 a M = 9 mL L-1 chitosan + 0 ppm coumarin 1.33 b 3.67 ab 2.83 a 0.67 a N = 9 mL L-1 chitosan + 100 ppm coumarin 1.00 b 5.17 ab 3.00 a 0.33 a O = 9 mL L-1 chitosan + 125 ppm coumarin 2.83 ab 6.17 ab 1.67 a 0.00 a P = 9 mL L-1 chitosan + 150 ppm coumarin 2.67 ab 4.83 ab 3.17 a 0.00 a

Perlakuan tanpa chitosan dan

coumarin (A) dan perlakuan coumarin

sebanyak 125 ppm coumarin (C)

menghasilkan jumlah ubi kelas SS lebih banyak dibandingkan perlakuan kombinasi

chitosan 9 mL L-1 + 100 ppm coumarin (N).

Hal ini diduga karena mekanisme

penghambatan yang dilakukan

oleh coumarin pada pertumbuhan bagian atas tanaman yaitu menghambat biosintesis GA, sehingga terjadi pembentukan organ di bagian bawah tanaman yaitu ubi yang banyak, namun berukuran kecil. Pemberian

chitosan dengan konsentrasi 3 mL L-1 yang

dikombinasikan dengan coumarin sebesar 100 ppm (F) memberikan jumlah ubi kelas

S yang lebih banyak dibandingkan

perlakuan tunggal chitosan sebesar 3 mL L

-1

(E). Pemberian hara pada fase vegetatif

melalui aplikasi chitosan dan zat

penghambat tumbuh (coumarin) yang

mengalihkan fotosintat ke ubi membuat ubi memiliki cadangan makanan yang banyak, sehingga terjadi keseimbangan hormon pada tanaman. Ukuran benih ubi kentang yang tergolong dalam kelas S merupakan ukuran yang cocok untuk meningkatkan produksi disebabkan tunas yang muncul lambat, namun sistem perakarannya lebih cepat merambat (Setiadi, 2009). Jumlah ubi yang tergolong kedalam kelas M ( 30- 60 g) rata- rata tinggi diperoleh melalui aplikasi 150 ppm coumarin yang menghambat

pemanjangan batang, sehingga aliran

fotosintat lebih banyak diserap ke ubi kentang. Kelas ubi L di seluruh perlakuan memiliki rata- rata yang sama pada penelitian ini. Hal ini diduga karena kandungan coumarin yang merata di seluruh ubi yang terbentuk, sehingga tidak terdapat ubi yang memiliki cadangan makanan paling besar. Aplikasi chitosan

(9)

memberikan komponen pertumbuhan yang tinggi yang menjadikan aliran fotosintat terbagi kedalam banyak ubi. Suhu selama

percobaan juga dapat mempengaruhi

inisiasi ubi. Menurut Rubatzky dan

Yamaguchi, 1998), inisiasi dan pembesaran

ubi berlangsung pada suhu dibawah 200 C.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

1. Terdapat pengaruh kombinasi

chitosan dan coumarin terhadap jumlah daun pada pengamatan 63 HST, kadar klorofil tanaman, bobot segar ubi, dan jumlah ubi kelas SS.

2. Pemberian chitosan dan coumarin

belum mampu meningkatkan

pertumbuhan dan hasil benih ubi kentang, namun perlakuan 100 ppm

coumarin cenderung

memperlihatkan hasil yang lebih baik.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut mengenai interval waktu pemberian chitosan dan coumarin.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih

lanjut tentang pemberian chitosan

dan coumarin pada kondisi

lingkungan yang sesuai untuk

pertanaman kentang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan

kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Pertumbuhan dan

Hasil Benih Kentang (Solanum tuberosum

L.) G2 Kultivar Granola”. Penulisan skripsi

ini sebagai syarat untuk menempuh ujian Sarjana pada Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1) Dr. Hj. Anne Nuraini, Ir., MP. ketua

komisi pembimbing yang senantiasa

membimbing, memotivasi dan

memberikan banyak masukan kepada penulis.

2) Prof. Dr. Jajang Sauman Hamdani, Ir.,

MS. anggota komisi pembimbing yang membimbing dan memberikan banyak masukan kepada penulis.

3) Dr. Emma Trinurani Sofyan ST., MP.

sebagai dosen wali sekaligus komisi penelaah atas saran dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

4) Dr.Sumadi, Ir.,MS. sebagai komisi

penelaah yang memberikan saran dan masukan demi penyempurnaan skripsi ini.

5) Wawan Sutari, SP., MP. sebagai

komisi penelaah yang juga memberikan

masukan dalam penyempurnaan

skripsi.

6) Para dosen dan staf Fakultas Pertanian

Universitas Padjadjaran atas ilmu, motivasi, dan bantuan yang diberikan selama ini.

Khusus penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada keluarga tercinta, Bapak Marjoni, Ibu Sri Refiati S.Pd, adikku Nanda Maghfirah, Mak Anto, Ucu, Om Yepri, Tante Susi, serta sepupu Tika dan Fiya atas doa, motivasi, serta kasih sayang

yang akan selalu mendukung dan

menyayangi penulis.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis khususnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ani, Nurma. 2008. Pengaruh Konsentrasi Paclobutrazol dan Urea pada Stek Kentang terhadap Produksi Tuberlet Varietas Granola. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Vol.2, No.1, April 2004: 29-35.

Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Kentang Menurut Provinsi 2008- 2012. Melalui

http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/

(10)

horti/ATAP-Horti2012/LP-Kentang.pdf diakses pada 14 Januari 2014.

Baharuddin., Ach, S., Nur, R. 2007.

Membangun Kawasan Perbenihan

Kentang melalui Program Iptekda-LIPI di Sulawesi Selatan. Melalui http//: www.opi.lipi.go.id diakses pada 25 Februari 2014.

Dewi, Yulia. 2010. Pengaruh Pemberian

Beberapa Konsentrasi Coumarin

terhadap Ubi Kentang G1 (Solanum

tuberosum L.). Melalui

http://repository.unand.ac.id/id/eprint/1 7625 diakses pada 4 Maret 2014. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2012.

Nilai Ekspor dan Impor Sayuran Tahun

2012. Melalui

http://hortikultura.deptan.go.id/ diakses pada 17 Februari 2014.

Direktorat Teknologi Pengolahan Hasil Hortikultura. 2004. Manfaat Kentang bagi Kesehatan. Bul. TekPro. Hort Edisi 68.

Gaspersz, V. 2006. Teknik Analisis Dalam Penelitian Percobaan Jilid 1. Penerbit Tarsito Bandung.

Goldsworthy,P.R., and Fisher,N.M. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik.

Universitas Gadjah Mada Press:

Yogyakarta.

Harianingsih. 2010. Pemanfaatan Limbah Cangkang Kepiting menjadi Kitosan

sebagai Bahan Pelapis (coater) pada

Buah Strobery. Tesis. Universitas Diponegoro, Semarang.

Hilman,Y. 2010. Penelitian Kentang di Indonesia.Melalui

http://www.unece.org diakses pada 5 Oktober 2014

International Potato Center. 2013. Potato.

Melalui http://cipotato.org/potato

diakses pada 25 Februari 2014.

Kaban, J. 2006. Pemanfaatan Chitosan dari

Kulit Udang sebagai Membran

Hemodialisa. Info Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat USU (X)1: 32-37.

Karjadi, A. K. dan Buchory A. 2008.

Pengaruh Auksin dan Sitokinin

terhadap Pertumbuhan dan

Perkembangan Jaringan Meristem

Kentang Kultivar Granola. Jurnal Hortikultura. 18(4) : 380- 384, 2008. Krauss, A., and H. Marschner. 1984.

Growth Rate and Carbohydrate

Metabolism of Potato Tuber Exposed to High Temperature. Potato Res. 27:297-303

Lubis, Lahmuddin. 2004. Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman Kubis

(Brassica oleracca) dan Kentang

(Solanum tuberosum). Melalui

:http://www. repository.usu.ac.id

(diakses pada 25 September 2014). Mawgoud, A.M.R., Tantawy, A.S.,

El-Nemr, M.A., Sassine, Y.N. 2010. Growth and Yields Responses of

Strawberry Plants to Chitosan

Apllication. European J of Sci Res; Jan 2010, Vol. 39 Issue 1, p161.

Mirunalini dan M. Krishnaveni. 2011. Coumarin: A plant derived Polyphenol with wide Biomedical Applications. Int. J. of Pharmatech. Res.Cd. (USA). Vol.3 No.3,pp 1693-1696, July- Sept 2011.

Mondal, M. M. A., A. B. Puteh., N.C. Dafader., M. Y. Rafii., M. A. Malek. 2013. Foliar application of chitosan improves growth and yield in maize. J. Food, Agr, and Envr (11)2: 520- 523. Parman, S. 2007. Pengaruh Pemberian

Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan

dan Produksi Kentang (Solanum

tuberosum L.). Buletin Anatomi dan Fisiologi (XV)2: 11

Pitojo, S. 2008. Benih Kentang. Kanisius. Yogyakarta.

Proklamasiningsih, E., Irfan,D.P., Diah, R., Retno,P.S. 2012. Laju Fotoosintesis dan Kandungan Klorofil Kedelai pada

Media Tanam Masam dengan

Pemberian Garam Aluminium.

Agrotrop (2)1: 17- 24.

Rubatzky V., and Yamaguchi M. 1998. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB. Bandung.

Sakya, A.T., Ahmad, Y., Samanhudi., Ummul, B. 2002. Pengaruh Coumarin dan Aspirin dalam Menginduksi Umbi

(11)

Mikro Kentang (Solanum tuberosum

L.). Melalui

:http//www.pertanian.uns.ac.id diakses pada 4 Oktober 2014.

Salisbury, F.B. dan C.W Ross. 1995.

Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.

Terjemahan Lukman, V.R dan

Sumaryono. ITB. Bandung.

Samadi, B. 2007. Kentang dan Analisis Usaha Tani, Edisi Revisi.Penerbit

Kanisius ( Anggota IKAPI).

Yogyakarta.

Samanhudi., Ahmad Y., Amalia TS., dan Reny H. 2002. Pengaruh paklobutrazol dan aspirin dalam pembentukan umbi

kentang (Solanum tuberosum L.) secara

in vitro. Melalui

http://www.researchgate.net diakses

pada 21 September 2014.

Sanchez, L. E., F. Prieto and M. Becerra. 1988. Control of vegetatif growth of stone fruits with paclobutrazol. Hort Sci. 23 (3) : 467- 470.

Saputra. A. 2009. Pengaruh Pemberian

Beberapa Konsentrasi Coumarin

terhadap Pengumbian Kentang

(Solanum tuberosum L.) secara in

vitro.Melalui http://

repository.unand.ac.id/id/eprint/597dia kses pada 4 Maret 2014.

Satria, B. 2004. Perbanyakan Vegetatif

Klon Kentang Unggul (Solanum

tuberosum L.) dengan Pemberian

Berbagai Konsentrasi BAP pada Media MS Melalui Kultur Jaringan. Stigma Volume XII No.1, Januari – Maret 2004.

Suwarno, B.W. 2008. Sistem Perbenihan Kentang di Indonesia. Jurnal Institut Pertanian Bogor. 64 Hal.

Ummah, Khoirul, dan Agus Purwito. 2009. Budidaya Tanaman Kentang

(Solanum tuberosum L.) dengan Aspek

Khusus Pembibitan di Hikmah Farm, Pangalengan, Bandung, Jawa Barat.

Makalah Seminar. Departemen

Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 2009.

Uthairatanakij, A. Silva J.A.T, and

Obsuwan K. 2007. Chitosan for Improving Orchid Production and Quality. Orchid Sci and Biotech Global Science Books. Bangkok, Thailand. Wulandari A., Suwasono H., dan Agus S.

2014. Penggunaan Bobot Umbi Bibit pada Peningkatan Hasil Tanaman

Kentang (Solanum tuberosum L.) G3

dan G4 Varietas Granola. J. Prod. Tan (2)1: 65- 72.

Wulandhini, R. 2002. Pemanfaatan

Chitosan dan Trichoderma Harzianum untuk Peningkatan Mutu Benih Pinus merkusii.Melalui

http://repository.ipb.ac.id/diakses pada 26 Januari 2014.

Gambar

Tabel  3.  Pengaruh  Chitosan  dan  Coumarin  terhadap  Tinggi  Tanaman  dan  Jumlah  Daun  Tanaman  Kentang 63 HST
Tabel  4.  Pengaruh  Chitosan  dan  Coumarin  terhadap  Kandungan  Klorofil  dan  Jumlah  Buku  Tanaman Kentang
Tabel 5. Pengaruh Chitosan dan Coumarin terhadap Bobot Kering Tanaman Kentang 75 HST
Tabel  6.  Pengaruh  Chitosan  dan  Coumarin  terhadap  Presentase  Stolon  Membentuk  Ubi,  Jumlah Ubi, dan Bobot Ubi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kultivar hasil radiasi dan introduksi mempunyai morfologi daun yang.. hampir sarna tetapi berbeda dengan Granola, yaitu helai daun

Hasil penelitian menun- jukan penggunaan berbagai macam mulsa plastik mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot kering

Semakin baik pertumbuhan tanaman ada kecenderungan akan menghasilkan umbi dengan ukuran yang lebih besar karena produksi tanaman sangat ditentukan pada fase

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat interaksi antara jarak tanam dan kedalaman tanam pada tinggi tanaman, kanopi tanaman, jumlah umbi per tanaman,

Data hasil laju pertumbuhan tanaman akibat perlakuan penggunaan jarak tanam dan bobot bibit disajikan pada Tabel 9.Data pada Tabel9 menunjukkan pertumbuhan bobot segar

(S /kecil &lt; 5 g yang tertinggi pada kontrol (tanpa isolat rizobakteri dan tanpa coumarin), klasifikasi umbi Large (L)/ besar &gt; 20 g yang terbaik dihasilkan

Hasil penelitian menun- jukan penggunaan berbagai macam mulsa plastik mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman pada tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, bobot kering

Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai struktur.. cukup halus atau gembur, drainase baik, tanpa lapisan kedap air, debu