• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

RESPONS PEMBERIAN COUMARIN TERHADAP PRODUKSI MIKRO TUBER PLANLET KENTANG (Solanum tuberosumL.)

VARIETAS GRANOLA

SKRIPSI OLEH:

VIVI ULFIA HASNI / 090301191

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RESPONS PEMBERIAN COUMARIN TERHADAP PRODUKSI MIKRO TUBER PLANLET KENTANG (Solanum tuberosumL.)

VARIETAS GRANOLA

SKRIPSI OLEH :

VIVI ULFIA HASNI / 090301191

BUDIDAYA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul : Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Nama : Vivi Ulfia Hasni

NIM : 090301191

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Budidaya Pertanian dan Perkebunan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ir. Asil Barus, MS. Ferry Ezra T. Sitepu SP, MSi. Ketua Anggota

Diketahui Oleh :

(4)

ABSTRAK

VIVI ULFIA HASNI : Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola, dibimbing oleh ASIL BARUS dan FERRY EZRA T. SITEPU.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pemberian coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosum L.) varietas Granola. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun Percobaan Brastagi yang berada pada ketinggian ± 1340 m di atas permukaan laut, mulai dari bulan Oktober 2013 hingga Februari 2014, menggunakan rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi coumarin (kontrol; 0,025; 0,050; dan 0,075 gram/l) dan volume coumarin (30, 60, 90, dan 120 ml). Parameter yang diamati adalah persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro, persentase planlet yang mati, jumlah umbi mikro, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro, dan diameter umbi mikro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi coumarin bepengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (1-2 BSA) dan diameter umbi mikro per planlet. Volume coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (1-2 BSA), jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet.

(5)

ABSTRACT

VIVI ULFIA HASNI : Response in giving coumarin on production of Micro-Tuber

Plantlets Potato (Solanum tuberosum L.) Varieties Granola, supervised by ASIL BARUS and FERRY EZRA T. SITEPU.

The aim of this experiment is to determine the response to the administration of coumarin in micro-tuber production of potato plantlets (Solanum tuberosum L.) varieties of granola. The research was conducted at Tissue Culture Laboratory Experiment Berastagi at ± 1340 m above sea level, starting from October 2013 until February 2014 using a completely randomized

factorial design with two factors, that is concentrations of coumarin (control; 0,025;

0,050; and 0,075 gram/l) and the volume of coumarin (30, 60, 90, 120 ml).

Parameters observed were the percentage of plantlets which produces micro tubers, the percentage of plantlets were dead, the number of tubers on each micro planlet, the weight of tubers on each micro planlet, weight of each micro tuber, and diametres of tuber in each planlet.

The results showed that administration of coumarin concentration significantly affected the percentage of plantlets which produces micro tubers (1-2 BSA) and the diameter of micro tubers of each plantlet. Coumarin volume significantly affect the percentage of plantlets which produces micro tubers (1-2 BSA), the number of tubers on each micro planlet, the weight of tubers on each micro planlet, weight of each micro tuber, and diametres of tuber in each planlet.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 17 Februari 1991 dari

ibu Nuryani dan ayah Hasbuh Yahya. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga

bersaudara.

Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 di Lhokseumawe dan pada

tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Nasional

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis memilih minat Budidaya

Pertanian dan Perkebunan, Program Studi Agroekoteknologi.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan

Mahasiswa Agroekoteknologi (Himagrotek), sebagai asisten praktikum di

Laboratorium Budidaya Tanaman Obat dan Rempah dan Laboratorium Dasar

Agronomi.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan kasih karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Respons Pemberian Coumarin Terhadap Produksi Mikro Tuber

Planlet Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak

Ir. Asil Barus, MS. dan bapak Ferry Ezra T. Sitepu SP, MSi. selaku ketua dan

angota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan masukan dan

bimbingan kepada penulis selama proses penulisan dan penyelesaian skripsi ini,

serta Ibu Rina Christina Hutabarat, SP. selaku pembimbing lapangan. Penulis

mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan

dukungan finansial dan spiritual. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada

seluruh staf pengajar, pegawai serta sahabat dan teman di lingkungan Fakultas

Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran

studi dan penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga hasil

skripsi ini bermanfaat bagi budidaya kentang serta bermanfaat bagi pihak yang

membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, April 2014

(8)

DAFTAR ISI Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro (%) ... 19

Persentase Planlet Yang Mati (%) ... 20

(9)

Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram) ... 20 Bobot Per Umbi Mikro (gram) ... 20 Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm) ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil ... 21 Pembahasan ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 40 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (%) 1-2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin ... 22 2. Rataan persentase planlet yang mati (%) pada perlakuan konsentrasi

dan volume coumarin ... 27 3. Rataan jumlah umbi mikro per planlet (umbi) pada perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin ... 28 4. Rataan bobot umbi mikro per planlet (gram) pada perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin ... 30 5. Rataan bobot per umbi mikro (gram) pada perlakuan konsentrasi dan

volume coumarin ... 32 6. Rataan diameter umbi mikro per planlet (mm) pada perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin ... 34

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin ... 24 2. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

1 BSA dengan perlakuan volume coumarin ... 24 3. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

2 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin ... 25 4. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

2 BSA dengan perlakuan volume coumarin ... 26 5. Hubungan jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

coumarin ... 29 6. Hubungan bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

coumarin ... 31 7. Hubungan bobot per umbi mikro dengan perlakuan volume coumarin ... 33 8. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan

konsentrasi coumarin ... 35 9. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Deskripsi kentang varietas granola ... 43

2. Komposisi media murashige dan skoog (ms) ... 44

3. Bagan penelitian ... 45

4. Rencana kegiatan penelitian ... 46

5. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA (%) ... 47

6. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA ... 47

7. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA (%) setelah transformasi arcsin ... 48

8. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA setelah transformasi arcsin ... 48

9. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA (%) ... 49

10. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA ... 49

11. Data persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA (%) setelah transformasi arcsin ... 50

12. Sidik ragam persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA setelah transformasi arcsin ... 50

13. Data persentase planlet yang mati (%) ... 51

14. Sidik ragam persentase planlet yang mati ... 51

15. Data persentase planlet yang mati (%) setelah transformasi arcsin ... 52

16. Sidik ragam persentase planlet yang mati setelah transformasi arcsin ... 52

17. Data jumlah umbi mikro (umbi) ... 53

23. Data bobot umbi mikro per planlet (gram) setelah transformasi �X + 0,5 ... 56

(13)

31. Data diameter umbi mikro per planlet (mm) setelah transformasi

�X + 0,5 ... 60

32. Sidik ragam diameter umbi mikro per planlet setelah transformasi �X + 0,5 ... 60

33. Foto sprout yang telah di tanam di media MS ... 61

34. Foto planlet yang telah di sub-kultur ... 61

35. Foto umbi per perlakuan ... 62

36. Foto planlet kentang varietas granola ... 64

(14)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari negara beriklim dingin (Belanda, Jerman). Tanaman kentang sudah dikenal di Indonesia (Pengalengan,

Lembang, dan Karo) sejak sebelum perang dunia II yang disebut Eugenheimer.

Kentang merupakan hasil seleksi di Negara Belanda pada tahun 1890, berkulit

umbi kekuning – kuningan, berdaging kuning, dan rasanya enak. Kelemahan dari

kentang ini adalah peka terhadap penyakit busuk daun, virus Y dan A, dan peka

terhadap penyakit layu (Soelarso, 1997).

Kentang merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai prospek cerah

untuk terus dikembangkan. Hal ini dikarenakan kentang mempunyai kandungan

zat karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras, gandum atau jagung

sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan pangan pokok masyarakat. Selain

itu, kentang banyak digunakan oleh beberapa kalangan tertentu seperti penderita

diabetes dan yang sedang menjalani diet karena kadar gula yang terkandung

dalam kentang rendah.

Menurut Badan Pusat Statistik (2012), produksi kentang pada tahun 2011

adalah 123,078 ton. Hasil tersebut mengalami penurunan sebesar 2,48%

dibandingkan produksi kentang tahun 2010 yaitu 126,203 ton. Penurunan

produksi kentang ini diperkirakan terjadi akibat penurunan luas panen sebesar 769

hektar (9,65%).

Rendahnya produktivitas kentang di Indonesia disebabkan oleh :

1. Rendahnya mutu benih yang digunakan oleh petani;

(15)

3. Menanam kentang secara terus – menerus;

4. Kehilangan hasil akibat serangan hama dan penyakit;

5. Umur panen yang kurang tepat;

6. Penyimpanan yang kurang baik;

7. Permodalan petani yang terbatas

(Soelarso, 1997).

Kendala yang dihadapi petani kentang Indonesia adalah sulitnya

memperoleh umbi yang berkualitas tinggi, karena umumnya benih lokal yang

digunakan saat ini sudah mengalami kemunduran (degenerasi) dan tertular dengan

berbagai macam penyakit, terutama disebabkan oleh virus. Hal ini menyebabkan

rendahnya produktifitas kentang, sehingga hasil yang diperoleh petani sedikit.

Mengatasi masalah ini, perlu dilakukan pembenihan kentang yang menghasilkan

benih bebas virus dan penyakit serta berkualitas tinggi (Mariani, 2011).

Usaha untuk memperbaiki kualitas kentang di Indonesia telah

dilaksanakan dengan beberapa program kegiatan. Salah satunya adalah melalui

perbanyakan mikro, diantaranya penanaman stek secara in vitro yang merupakan aspek yang menarik dari penerapan kultur jaringan. Metode kultur jaringan

merupakan cara untuk menghasilkan kentang bebas virus disamping itu tanaman

dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim karena dilakukan di ruang

tertutup, daya multiplikasinya tinggi dari bahan tanaman yang kecil, tanaman

yang dihasilkan seragam, dan bebas penyakit terutama bakteri dan cendawan

(Sakya, dkk., 2002).

Zat penghambat tumbuh merupakan faktor yang menentukan tipe

(16)

dan penghambat biosintesis GA. Pada pengumbian kentang secara in vitro, retardan berperan penting dalam mendorong pembentukan umbi mikro,

terhambatnya pertumbuhan dapat meningkatkan akumulasi asimilat pada batang

dan daun sehingga mampu menginduksi terbentuknya umbi (Dewi, 2011).

Untuk mendapatkan umbi mikro kentang yang bermutu dalam waktu yang

relatif pendek perlu pemberian zat pengatur tumbuh pada media, karena pembentukan

umbi mikro secara in vitro tergantung dari nisbah zat tumbuh pendorong dan

penghambat pengumbian. Nisbah ini dapat dilakukan dengan pemberian pendorong,

mengurangi penghambat, atau kombinasi keduanya. Zat penghambat tumbuh yang

berperan dalam pengumbian diantaranya adalah coumarin dan aspirin, sedangkan zat

pendorongnya adalah sitokinin (Sakya, dkk., 2002).

Varietas kentang yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas

granola. Menurut Hani (2012), varietas granola tahan terhadap penyakit kentang

umumnya, misalnya bila daya serang suatu penyakit terhadap varietas kentang

lain bisa 30%, tetapi granola hanya 10%. Umur panen normal 90 hari, meskipun

umur 80 hari sudah bisa dipanen.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian untuk mengetahui lebih jauh respon pemberian coumarin terhadap

produksi mikro tuber planlet kentang varietas Granola.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui respons pemberian coumarin terhadap produksi mikro

(17)

Hipotesis Penelitian

Ada repsons pemberian konsentrasi dan volume coumarin terhadap

produksi mikro tuber planlet kentang varietas Granola serta interaksi kedua faktor

tersebut.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Hartus (2001), kentang (Solanum tuberosum L.) masih satu famili dengan cabai, tomat, terung, paprika, dan tembakau. Kentang termasuk

dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

ordo (bangsa) Tubiflorae, suku (famili) Solanaceae, genus (marga) Solanum, dan

spesies (jenis) Solanum tuberosum L.

Tanaman kentang yang berasal dari umbi tidak terdapat akar utama tetapi

hanya akar halus atau akar serabut saja yang panjangnya dapat mencapai 60 cm.

Dalam tanah, akar – akar banyak terdapat pada kedalaman 20 cm

(Soelarso, 1997).

Batang di bawah permukaan tanah (rizoma), umumnya disebut stolon,

menimbun dan menyimpan produk fotosintesis dalam umbi yang membengkak

dekat bagian ujung. Karbohidrat ditranslokasikan sebagai sukrosa ke dalam

stolon, yang pembelahan dan pembesaran selnya menyebabkan pertumbuhan

umbi; sukrosa yang ditransportasikan dikonversi dan disimpan dalam bentuk

butiran pati (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Daun tanaman kentang merupakan daun majemuk yang terdiri atas tangkai

daun utama (rachis), anak daun primer (pinnae), dan anak daun sekunder (folioles)

yang tumbuh pada tangkai daun utama diantara anak daun primer. Bagian rachis

di bawah pasangan daun primer yang terbawah disebut petiola (Soelarso, 1997).

Bunga yang bergerombol membentuk tandan simosa, memiliki lima

lembar mahkota yang menyatu, dengan warna berkisar antara putih hingga merah

(19)

dengan perantaraan angin, tetapi serangga dapat juga melakukan penyerbukan

(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Satu minggu setelah penyerbukan, bakal buah membesar dan berkembang

menjadi buah. Buah kentang berwarna hijau tua sampai keunguan, berbentuk

bulat, bergaris tengah ± 2 ½ cm dan berongga dua. Buah kentang mengandung

500 bakal biji dan yang dapat berkembang menjadi biji hanyalah berkisar antara

10 – 300 biji. Buah kentang dapat dipanen kira – kira 6 – 8 minggu setelah

penyerbukan (Soelarso, 1997).

Secara morfologi, umbi adalah batang pendek, tebal dan berdaging dengan

daun berubah menjadi kerak atau belang, berdampingan dengan tunas samping

(aksilar), yang dikenal sebagai mata. Tunas tersebut membentuk susunan spiral

yang tertekan pada permukaan umbi, dengan jumlah yang makin banyak

mendekati titik apikal. Mata berada pada belang ketiak daun yang tetap dorman

selama pembesaran umbi. Permukaan umbi dapat halus atau kasar akibat jala-jala

dengan warna epidermis coklat hingga coklat cerah, merah atau ungu tua. Warna

daging umbi biasanya kuning muda atau putih; ada kultivar yang berwarna kuning

cerah, jingga, merah atau ungu. Bentuk umbi beragam; memanjang, kotak, bulat

atau pipih (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Syarat Tumbuh Iklim

Di Indonesia, tanaman kentang diusahakan di daerah yang memiliki

ketinggian 500 m – 3000 m di atas permukaan laut, dan pada ketinggian optimum

antara 1000 – 2000 m di atas permukaan laut. Suhu yang paling tepat bagi

(20)

malam hari. Suhu yang cocok selama periode pertumbuhan dari bertunas sampai

stadium primordia bunga adalah 12o C – 16o C. Jika suhu rata-rata melebihi 23o C,

daun biasanya akan menjadi kecil dan jarak antar ruas menjadi panjang

(Soelarso, 1997).

Tanaman kentang menghendaki penyinaran penuh. Naungan berpengaruh

negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangannya. Kerapatan fluks intensitas

radiasi surya rendah akan mengakibatkan laju fotosintesis menurun. Beberapa

kultivar kentang menghendaki hari pendek (short day). Maksudnya lama penyinaran kurang dari 12 jam. Namun ada pula kultivar yang menghendaki hari

panjang (long day), yakni 16 – 18 jam (Hartus, 2011).

Berdasarkan tipe fotosintesis, tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok

besar, yaitu C3, C4 dan CAM (crassulacean acid metabolism). Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tumbuhan

C3. Sebagian besar tanaman pertanian seperti gandum, kentang, kedelai, kacang –

kacangan, dan kapas merupakan tanaman dari kelompok C3 (Deptan, 2010).

Curah hujan yang diketahui tanaman kentang adalah antara

200 mm – 300 mm tiap bulan atau rata – rata 1000 mm selama masa

pertumbuhan. Pertumbuhan kentang pada periode awal sampai pertengahan, saat

daun sedang aktif tumbuh, memerlukan air adalah jumlah yang cukup. Sedangkan

pada periode pertengahan sampai akhir membutuhkan keadaan yang sedikit

kering. Kelembapan tanah yang paling baik adalah 40% - 60%. Kelembapan udara

(21)

Tanah

Tanah dengan pH antara 5 – 5,5 paling optimal untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman kentang. Pada pH kurang dari 5, tanaman mudah

terserang penyakit bintil – bintil pada umbi yang disebabkan oleh serangan

nematoda. Di samping itu, tanaman akan mengalami defisiensi fosfor (P) dan

magnesium (Mg) serta keracunan mangan (Mn). Pada pH tinggi, tanaman

mengalami defisiensi kalium (K) (Hartus, 2001).

Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang mempunyai struktur

cukup halus atau gembur, drainase baik, tanpa lapisan kedap air, debu atau debu

berpasir, dan sedikit kering, dengan pH 5,0 – 6,5 (Soelarso, 1997).

Permeabilitas tanah menggambarkan kemampuan tanah untuk dapat

ditembus oleh air. Porositas tanah melukiskan kemampuan tanah dalam menyerap

dan merembeskan air. Kedua sifat tanah ini penting bagi kentang karena drainase

tanah yang baik dibentuk oleh kedua sifat di atas. Selesai hujan, tidak boleh ada

genangan air. Hal ini dapat berlangsung apabila drainasenya baik. Tanah dengan

tekstur lempung berpasir sudah pasti mempunyai sistem drainase yang baik

(Hartus, 2001).

Umbi Mikro

Target mutu pada benih kentang adalah kesehatan benih (seed health) dan kebenaran varietasnya. Oleh karena itu persoalan pokok pada benih kentang

adalah bagaimana agar benih kentang yang diproduksi itu sehat, bebas dari infeksi

dan infestasi penyakit. Benih kentang yang dipakai sekarang berupa organ

vegetatif (umbi), sehingga sekalipun diperbanyak berkali-kali tidak akan terjadi

(22)

pada setiap generasi benih kentang yang diperbanyak/ditanam secara terus

menerus disebabkan oleh infestasi penyakit yang terakumulasi pada setiap

generasi dan terus terbawa pada regenerasi benih (Kuntjoro, 2000).

Propagula in vitro yang banyak digunakan dalam usaha menghasilkan benih kentang bermutu adalah tunas mikro dan umbi mikro (Wattimena 1991).

Selanjutnya propagula ini dapat digunakan untuk produksi umbi mini, yaitu umbi

dengan bobot 1 – 10 gram yang diinduksi dalam rumah kaca atau ketat serangga

(screen house). Umbi mini diinduksi secara in vitro sehingga biayanya lebih murah (Rainiyati, dkk., 2011).

Menurut Donelly, dkk., (2003) beberapa penelitian menunjukkan bahwa umbi

mikro dapat dimanfaatkan dalam produksi benih berupa generasi awal (G0) maupun

generasi lanjut bergantung pada kondisi lingkungan untuk memenuhi standar mutu

benih yang diharapkan.

Dalam penelitian ini persentase kontaminasi antara 20 - 30 % dari total

jumlah kultur. Kontaminasi ini merupakan faktor pembatas dalam keberhasilan

kultur jaringan yang dapat disebabkan atau berasal dari (a) bahan tanaman/eksplan

baik external maupun internal, (b) organisme yang masuk ke media/ kultur,

(c) peralatan yang kurang baik, (d) lingkungan kerja, ruang kultur yang tidak

mendukung, (e) kecerobohan dalam pelaksanaan. Jenis kontaminasi yang

ditemukan adalah jamur dengan hifa yang berwarna putih dan sedikit merah

muda, jamur yang berwarna hijau kehitaman, dan bakteri berwarna putih susu.

Jenis kontaminasi ini dapat dikenali dari penampakan fisiknya. Dari keempat

jenis kontaminasi jamur berwarna hijau kehitaman adalah kontaminasi

(23)

terbentuknya spora-spora berwarna hijau gelap dan mampu menutupi seluruh

permukaan media. Akibatnya tanaman tidak mampu bersaing dan akhirnya mati

(Karjadi dan Buchory, 2007).

Perbanyakan tanaman kentang dengan kultur jaringan dapat menghasilkan

benih berupa umbi mini dan umbi mikro. Penggunaan umbi mikro memiliki

beberapa keuntungan, yaitu bebas dari patogen terutama virus, menghasilkan

tanaman yang seragam, dan umur panen sama dengan propagul umbi biasa,

kebutuhan umbi mikro sebagai benih hanya 4-5 kg per hektar dibandingkan

dengan umbi biasa yang memerlukan 1-2 ton per hektar, mudah dalam

penyimpanan dan transportasi serta mudah memenuhi persyaratan karantina untuk

lalu lintas propagul baik dalam maupun luar negeri. Keuntungan lainnya adalah

tidak dibutuhkan lahan untuk memproduksi benih G0 dan tidak tergantung pada

iklim dan musim, sehingga benih G0 dapat diproduksi sepanjang tahun

(Halimah, dkk., 2008).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi mikro yaitu

temperatur, waktu penyinaran/photoperiode, konsentrasi sumber karbohidrat, zat

pengatur tumbuh yang dipergunakan dan kandungan nitrogen pada media tumbuh

(Karjadi dan Buchory, 2007).

Kriteria umbi mikro berkualitas baik adalah umbi dengan bobot basah

lebih dari 100 mg per umbi dan berdiameter 5-10 mm serta mempunyai bahan

kering lebih dari 14%. Umbi mikro dapat tumbuh secara langsung dari ketiak

tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru

(24)

Varietas Granola

Varietas adalah suatu kelompok tumbuhan tertentu asli di alam dalam

suatu spesies yang mempunyai ciri atau sifat tertentu. Yang dimaksud varietas

disini berbeda dengan pengertian orang awam. Istilah varietas yang sering

digunakan oleh orang awam sebenarnya lebih tepat disebut kultivar. Apabila

orang menyebut varietas Granola sebenarnya lebih tepat dikatakan kultivar

Granola. Varietas dalam pengertian botanis adalah subspesies (Hartus, 2001).

Di Indonesia, Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang telah

mengoleksi plasma nutdah kentang lebih dari 300 nomor klon atau varietas.

Namun, varietas unggul yang telah dilepas (dirilis) baru sedikit, antara lain

varietas Cosima, Desiree, Eigenheimer, Patrones, Rapan 106, Cipanas, Thung

151 C, Segunung, Katela dan Granola. Dalam beberapa tahun terakhir dikenalkan

pula beberapa varietas unggul kentang indtroduksi, misalnya Hertha, LBC, dan

Atlantic. Diantara varietas – varietas unggul kentang, ternyata varietas Granola

dan Atlantic paling disukai konsumen (pasar) di dalam negeri. Varietas Granola

mempunyai sifat multiguna, baik untuk konsumen rumah tangga dan konsumen

lembaga, maupun sebagai bahan baku industri (Rukmana, 2002).

Saat ini yang ditanam secara luas oleh para petani adalah varietas Granola

dan sudah tersedia bibit bebas penyakit dari keturunan program kultur jaringan

(tissue cultur). Varietas – varietas lainnya yang ditanam oleh sebagian petani adalah varietas Diaman, Atlantik (benih impor) dan Herta (Soelarso, 1997).

Untuk pasar umum, dikehendaki kentang dengan warna umbi kuning dan

kadar gula tinggi. Itulah sebabnya masyarakat konsumen lebih memilih Granola

(25)

genjah (80 – 90 hari), dan tahan terhadap beberapa penyakit berbahaya. Potensi

hasil tinggi, yakni dapat mencapai 30 – 35 ton per hektar (Hartus, 2001).

Terjadi perbedaan respons antara varietas atlantik dengan granola, dimana

rata-rata waktu pembentukan umbi varietas granola lebih cepat dibandingkan

dengan atlantik, baik pada pemberian ekstrak daun gamal maupun pada pemberian

filtrat diplodia. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maupun

produksi tanaman kentang adalah jenis tanaman yang berkaitan dengan genotipe.

Perbedaan waktu pembentukan umbi pada kedua varietas dikarenakan perbedaan

genotipe yang mempengaruhi proses metabolisme dalam jaringan tanaman. Cepat

lambatnya pembentukan umbi dipengaruhi oleh varietas, fotoperiode dan zat

pengatur tumbuh (Halimah, dkk., 2008).

Coumarin

Coumarin ialah suatu zat kimia yang menyebabkan pengembangan sel. Zat

ini lazim kedapatan di dalam tanaman. Penyelidikan membuktikan, bahwa

coumarin mempergiat pengembangan sel – sel pada koleoptil dan lembaran –

lembaran daun. Oleh karena itu, layaklah jika coumarin itu dimasukkan di dalam

golongan fitohormon (Dwidjoseputro, 1980).

Coumarin dan turunannya adalah antikoagulan utama. Coumarin tidak

larut air, namun 4-hydroxy mensubstitusi sifat asam lemah dengan molekul yang

membuatnya larut dalam air di bawah sedikit kondisi basa,

(26)

Pembentukan umbi mikro perlu diinduksi dengan pemberian sitokinin dan

retardan. Menurut Wattimena (2000) jenis sitokinin yang dapat digunakan terdiri dari

air kelapa 10 %, BA 5 mg/l, adenin sulfat 100 mg/l dan Benomyl 150 mg/l.

Jenis retardan yang biasa digunakan adalah Cycocel 600 mg/l, Alar (B9) 10 mg/l,

Coumarin 25 mg/l, Ancymidol 10 mg/l, Paclobutrazol 10 mg/l dan Uniconazol 3 mg/l

(Warnita, 2008).

Coumarin adalah fitokimia dengan seperti rasa vanili. Coumarin adalah

heterosiklik oksigen. Coumarin dapat terjadi baik secara bebas atau

dikombinasikan dengan glukosa (glikosida kumarin). Coumarin ditemukan dalam

beberapa tanaman, termasuk kacang tonka, lavender, licorice, stroberi, aprikot,

ceri, kayu manis, dan semanggi manis

Menurut Warnita (2008), jumlah umbi dipengaruhi oleh komposisi media

yang digunakan. Tampak bahwa jumlah umbi tertinggi didapat pada media yang

diberi alar.Pembentukan umbi mikro membutuhkan zat pengatur tumbuh sebagai

inisiator atau pendorong dalam pertumbuhan tanaman. Retardan (alar) mampu

merangsang pengumbian dengan jalan menghambat biosintesis giberelin yang

berperan dalam pertumbuhan tanaman. Terhambatnya pertumbuhan

mengakibatkan akumulasi asimilat pada batang dan daun sehingga mampu

menginduksi terbentuknya umbi.

Berdasarkan hasil pengamatan Sakya, dkk., (2002) rata-rata persentase

plantlet yang menghasilkan umbi terbanyak terdapat pada plantlet dengan

pemberian coumarin konsentrasi 45 mg/l, sedangkan plantlet tanpa pemberian

coumarin menunjukkan persentase paling kecil. Adanya penghambatan

(27)

45 mg/l akan mempercepat masuknya tanaman ke fase generatif karena energi

untuk melakukan pertumbuhan tersebut diakumulasikan untuk pembentukan

umbi. Dengan demikian, plantlet yang diperlakukan dengan coumarin konsentrasi

45 mg/l ini akan lebih banyak yang dapat menghasilkan umbi.

Pemberian coumarin berpengaruh nyata terhadap tinggi planlet, jumlah

planlet yang berumbi, jumlah buku, jumlah akar, waktu pembentukan umbi, dan

berat kering umbi. Jumlah planlet yang berumbi dari sepuluh ulangan mulai

1 MST sampai 8 MST mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan pertumbuhan

umbi mikro sangat baik dalam menyerap unsur hara pada media kultur dan adanya

penghambatan pertumbuhan vegetatif yang terjadi dengan pemberian coumarin

25 mg/l (Yudistira, 2010).

Semakin lama masa kultur semakin banyak fotosintat yang diperoleh,

selanjutnya fotosintat tersebut digunakan untuk menambah jumlah sel di seluruh

tubuh planlet, hasilnya planlet bertambah tinggi dan diameter batangnya semakin

besar. diameter planlet kentang setelah masa inkubasi selama 21 hari dalam

perlakuan intensitas cahaya 3000 lux lebih kecil ukurannya, tetapi setelah masa

inkubasi selama 28 hari ukuran diameter batang planlet kentang relatif tidak

berbeda satu dengan lainnya. Dalam percobaan terlihat pada planlet yang

dikulturkan dalam perlakuan dengan intensitas cahaya yang lebih rendah (3000

lux), tumbuh relatif lebih tinggi dengan diameter batang yang relatif lebih kecil

ukurannya (Pertamawati, 2010).

Pengumbian in vitro dapat terjadi karena kondisi lingkungan tumbuh dan

komposisi media yang digunakan mampu mendorong inisiasi umbi, terutama bila

(28)

salah satu faktor yang menentukan arah perkembangan kultur selain komposisi

medium, eksplan dan lingkungan kultur seperti suhu lingkungan yang rendah

(18-20 oC), keadaan gelap pada saat pengumbian dan konsentrasi sukrosa yang

tinggi. Hal ini juga dikarenakan fungsi dari inhibitor (coumarin) untuk

menginduksi pengumbian dengan cara menghambat sintesis giberelin dan proses

pertumbuhan secara umum, karena inisiasi umbi mikro membutuhkan gibberelin

(29)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Kebun

Percobaan Berastagi yang berada pada ketinggian ± 1340 m di atas permukaan

laut pada bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah planlet kentang

granola, media MS, coumarin, aquadest, alkohol, spiritus, agar-agar, gula pasir,

air kelapa muda, khlorox, pembersih dengan bahan aktif Natrium Alkil Benzena

Sulfonat, tisu, masker, sarung tangan, antispetik dengan bahan aktif Povidone

Iodine 10%, kain hitam dan label nama.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow, lampu

UV, botol kultur, petridish, gunting, pinset, bunsen, water distilator, kamera,

timbangan analitik, jangka sorong dan baki penanaman.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan

2 faktor perlakuan, yaitu:

Faktor I = Konsentrasi Coumarin dengan 4 taraf

K0 = 0,000 gram/l

K1 = 0,025 gram/l

K2 = 0,050 gram/l

K3 = 0,075 gram/

Faktor II = Volume Coumarin per 200 cc botol kultur dengan 4 taraf:

(30)

V2 = 60 ml

V3 = 90 ml

V4 = 120 ml

Sehingga diperoleh 16 kombinasi perlakuan, yaitu:

K0V1 K1V1 K2V1 K3V1

K0V2 K1V2 K2V2 K3V2

K0V3 K1V3 K2V3 K3V3

K0V4 K1V4 K2V4 K3V4

Jumlah ulangan : 2 ulangan

Jumlah eksplan/botol kultur : 5 eksplan

Jumlah botol kultur seluruhnya : 32 botol

Jumlah eksplan seluruhnya : 160 eksplan

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan

model linear sebagai berikut :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

i = 1,2,3,4 j = 1,2,3,4 k = 1,2

dimana :

Yijk : Hasil pengamatan pada blok ke-i akibat pengaruh konsentrasi coumarin

(K) taraf ke-j dan pengaruh volume coumarin (V) pada taraf ke-k

µ : Nilai tengah

αi : Efek perlakuan konsentrasi coumarin pada taraf ke-i

βj : Efek perlakuan volume coumarin pada taraf ke-j

(αβ)ij : Interaksi antara perlakuan konsentrasi coumarin taraf ke-i dan perlakuan

(31)

εijk : Galat dari blok ke-i, konsentrasi coumarin ke-j dan volume coumarin

ke-k

Jika dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh yang nyata, maka

dilanjutkan dengan uji beda rataan berdasarkan Duncan Multiple Range Test

(DMRT) pada taraf 5 %.

Pelaksanaan Penelitian Pensterilan Alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti botol kultur,

petridish, gunting, dan pinset disterilkan di dalam autoklaf selama 60 menit

dengan suhu 121o C.

Persiapan Media Tanam

Dalam penelitian ini, media tanam yang digunakan adalah media

Murashige dan Skoog (MS). Larutan stok media MS yang telah dipersiapkan

terlebih dahulu ditakar sesuai takaran yang ada (Lampiran 2). Setelah itu,

dimasukkan ke dalam botol kultur berukuran 200 cc yang telah di sterilisasi

terlebih dahulu sebanyak 25 ml.

Persiapan Bahan Tanam

Bahan tanam yang digunakan berasal dari kentang hasil stek sprout (stek

tunas) varietas Granola yang berjumlah 160 stek.

Penanaman Eksplan

Sebelum dilakukan penanaman di Laminar Air Flow, terlebih dahulu

Laminar Air Flow dihidupkan selama 1 jam untuk mensterilkan Laminar Air

Flow. Sambil menunggu Laminar Air Flow di sterilkan, sprout (tunas) yang

(32)

dalam Povidone Iodine 10% selama 5 menit. Setelah sprout di sterilkan dan

Laminar Air Flow siap digunakan, sprout di tanam ke dalam botol kultur yang

telah berisi media MS sebanyak 5 tunas dan botol kultur diletakkan di dalam

ruang kultur yang bersuhu 23 oC. Setelah tunas tumbuh setinggi mulut botol

kultur (2-3 Minggu Setelah Tanam (MST)), tunas tersebut di sub-kultur menjadi 3

bagian. Diusahakan bagian tunas dan pertumbuhannya bagus. Tunas yang sudah

di sub-kulturkan tersebut ditanam kembali ke media MS yang baru sebanyak 5

tunas (tunas berdaun 2). Setelah tumbuh sampai mulut botol kultur, di sub-kultur

kembali dan di tanam ke media MS baru (dalam penelitian ini sub-kultur

dilakukan sebanyak 2 kali) dan diletakkan di rak kultur yang ditutupi dengan kain

hitam yang bersuhu 18 oC. Jumlah eksplan dalam botol berjumlah 5 eksplan.

Aplikasi Coumarin

Hal pertama yang dilakukan adalah menghitung coumarin sebanyak 0,025

gram, 0,050 gram dan 0,075 gram. Kemudian masing-masing konsentrasi

coumarin dilarutkan ke dalam 1 liter aquadest. Setelah itu, di aplikasikan pada

planlet yang telah berumur 3 MST dengan konsentrasi coumarin (0,000 gram/l,

0,025 gram/l, 0,050 gram/l dan 0,075 gram/l) dan volume coumarin (30 ml, 60 ml,

90 ml, 120 ml) sesuai dengan perlakuan yang di uji.

Pengamatan Parameter

Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro (%)

Persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro diamati pada umur

1 bulan dan 2 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan rumus :

% Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro = planletmenghasilkanumbimikro

(33)

Persentase Planlet Yang Mati (%)

Persentase planlet yang mati diamati pada umur 2 bulan setelah aplikasi

(BSA) dengan rumus :

% Planlet Yang Mati = planletyangmati

planletseluruhnya x 100 %

Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (umbi)

Jumlah umbi mikro per planlet di setiap perlakuan diamati pada umur

3 bulan setelah aplikasi (BSA).

Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram)

Bobot umbi mikro per planlet di setiap perlakuan dihitung pada umur

3 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan menggunakan timbangan analitik.

Bobot Per Umbi Mikro (gram)

Bobot per umbi mikro di setiap perlakuan dihitung pada umur

3 bulan setelah aplikasi (BSA) dengan menggunakan timbangan analitik.

Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm)

Diameter umbi mikro per planlet di setiap perlakuan dihitung pada umur

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan hasil penelitian dan sidik ragam (Lampiran 5-32) diketahui

bahwa perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter

persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dan 2 BSA serta

diameter umbi mikro per planlet. Perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata

terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dan

2 BSA, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per

umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet. Interaksi antara pemberian

konsentrasi dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap semua

parameter.

Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro (%)

Berdasarkan data peneltian dan hasil sidik ragam (Lampiran 5 – 12),

diketahui bahwa perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap

persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dan 2 BSA,

perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang

menghasilkan umbi mikro pada umur 1 BSA dan 2 BSA. Interaksi perlakuan

konsentrasi dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap persentase

planlet yang menghasilkan umbi mikro.

Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur

1 BSA dan 2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin dapat dilihat

(35)

Tabel 1. Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (%) 1-2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase planlet yang menghasilkan umbi

mikro 1 BSA pada taraf pemberian konsentrasi coumarin 0,075 gram/l (K3)

menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi

(80,000) yang berbeda nyata dengan K0 dan K1 namun berbeda tidak nyata

dengan K2. Pada taraf pemberian konsentrasi coumarin 0,025 gram/l (K1) dan

konsentrasi coumarin 0,050 gram/l (K2) menunjukkan persentase planlet yang

menghasilkan umbi mikro tertinggi (95,000) pada umur 2 BSA yang berbeda

nyata dengan K0 namun tidak berbeda nyata dengan K3.

Persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA pada taraf

pemberian volume coumarin 90 ml (V3) menunjukkan persentase planlet yang

menghasilkan umbi mikro tertinggi (75,000) yang berbeda nyata dengan V1 dan

V2 namun tidak berbeda nyata dengan V4. Pada taraf pemberian volume

(36)

mikro tertinggi (97,500) pada umur 2 BSA yang berbeda nyata dengan V1, V2

dan V3.

Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin

0,075 gram/l menunjukkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

tertinggi (80,000) pada umur 1 BSA dimana semakin tinggi konsentrasi coumarin

yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro semakin

meningkat. Pada persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA

menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l (95,000)

adalah persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro tertinggi dimana

semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan maka persentase planlet yang

menghasilkan umbi mikro semakin meningkat namun mengalami penurunan pada

konsentrasi 0,075 gram/l.

Pada pemberian volume coumarin 90 ml menunjukkan persentase planlet

yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA tertinggi (75,00) namun pada umur

2 BSA kembali mengalami peningkatan persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro 2 BSA tertinggi pada pemberian volume coumarin 120 ml (97,500)

dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka persentase planlet

yang meghasilkan umbi mikro semakin meningkat.

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada

(37)

Gambar 1. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin

Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro pada umur 1 BSA dengan perlakuan beberapa konsentrasi coumarin

tertinggi yaitu 80,000 % diperoleh pada pemberian 0,075 gram/l dimana semakin

tinggi konsentrasi yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro semakin meningkat.

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada

umur 1 BSA dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dengan perlakuan volume coumarin

(38)

Dari gambar 2 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro pada umur 1 BSA dengan perlakuan beberapa volume coumarin

tertinggi yaitu 75,000 % diperoleh pada pemberian volume coumarin 90 ml

namun mengalami penurunan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

pada volume coumarin 120 ml seiring dengan peningkatan volume coumarin.

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada

umur 2 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin dilihat pada gambar 3.

Gambar 3. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin

Dari gambar 3 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro pada umur 2 BSA dengan perlakuan beberapa konsentrasi coumarin

tertinggi yaitu 95,000 % diperoleh pada pemberian konsentrasi coumarin

0,050 gram/l sedangkan semakin meningkatnya pemberian konsentrasi coumarin

yaitu 0,075 gram/l menurunkan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

(39)

Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada

umur 2 BSA dengan perlakuan volume coumarin dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 2 BSA dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro pada umur 2 BSA dengan perlakuan beberapa volume coumarin

tertinggi pada pemberian volume 120 ml yaitu 97,500 %. Semakin tinggi

konsentrasi yang diberikan maka persentase planlet yang menghasilkan umbi

mikro 2 BSA semakin meningkat.

Persentase Planlet Yang Mati (%)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 13 – 16),

diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin dan perlakuan

volume coumarin serta interaksi pemberian coumarin dan volume coumarin

berpengaruh tidak nyata terhadap persentase planlet yang mati.

Rataan persentase planlet yang mati pada perlakuan konsentrasi dan

volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 2.

(40)

Tabel 2. Rataan persentase planlet yang mati (%) pada perlakuan konsentrasi

Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin

0,000 gram/l menunjukkan persentase planlet yang mati tertinggi (12,500) dimana

semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka persentase planlet yang mati

cenderung menurun namun cenderung mengalami peningkatan pada pemberian

konsentrasi coumarin 0,075 gram/l.

Pada pemberian coumarin 90 ml menunjukkan persentase planlet yang

mati tertinggi (12,500) dimana semakin banyak volume coumarin yang diberikan

maka semakin tinggi persentase planlet yang mati namun mengalami penurunan

persentase planlet yang mati pada pemberian volume coumarin 120 ml.

Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (Umbi)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 17 - 20),

diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh tidak

nyata terhadap jumlah umbi mikro, perlakuan volume coumarin berpengaruh

nyata terhadap jumlah umbi mikro. Interaksi pemberian konsentrasi coumarin dan

volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap parameter jumlah umbi

(41)

Rataan jumlah umbi mikro pada perlakuan konsentrasi dan volume

coumarin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan jumlah umbi mikro per planlet (umbi) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin 0,025

gram/l menunjukkan jumlah umbi mikro per planlet tertinggi (1,675) dimana

semakin tinggi konsentrasi coumarin yang diberikan maka jumlah umbi mikro per

planlet cenderung menurun.

Pada perlakuan volume coumarin 120 ml menunjukkan jumlah umbi

mikro per planlet tertinggi (1,975) dimana semakin tinggi volume coumarin yang

diberikan maka jumlah umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah umbi mikro per planlet pada taraf

pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan jumlah umbi mikro per

planlet yang tertinggi (1,975) yang berbeda nyata dengan V1, V2 dan V3.

Grafik hubungan jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

(42)

Gambar 5. Hubungan jumlah umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 5 dapat dilihat bahwa jumlah umbi mikro per planlet dengan

perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi yaitu 1,975 umbi pada pemberian

volume 120 ml dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan maka

jumlah umbi mikro yang dihasilkan semakin meningkat.

Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 21 – 24),

diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot umbi mikro per planlet, perlakuan volume coumarin

berpengaruh nyata terhadap bobot umbi mikro per planlet. Interaksi pemberian

konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap

parameter bobot umbi mikro per planlet.

Rataan bobot umbi mikro per planlet pada perlakuan konsentrasi dan

volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 4.

(43)

Tabel 4. Rataan bobot umbi mikro per planlet (gram) pada perlakuan konsentrasi berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 4, terlihat bahwa pemberian konsentrasi coumarin

0,025 gram/l menunjukkan bobot umbi mikro per planlet tertinggi (0,222) dimana

semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka bobot umbi mikro per planlet

cenderung menurun.

Pada pemberian volume coumarin 120 ml menunjukkan bobot umbi mikro

per planlet tertinggi (0,263) dimana semakin tinggi volume coumarin yang

diberikan maka bobot umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot umbi mikro per planlet pada taraf

pemberian volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan bobot umbi mikro per

planlet yang tertinggi (0,263) yang berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun tidak

berbeda nyata dengan V3.

Grafik hubungan bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume

(44)

Gambar 6. Hubungan bobot umbi mikro per planlet dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa bobot umbi mikro per planlet dengan

perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi pada pemberian volume 120 ml

yaitu 0,263 gram. Semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka bobot umbi

mikro per planlet semakin meningkat.

Bobot Per Umbi Mikro (gram)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 25 - 28),

diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh tidak

nyata terhadap bobot per umbi mikro, perlakuan volume coumarin berpengaruh

nyata terhadap bobot per umbi mikro. Interaksi pemberian konsentrasi coumarin

dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot per umbi

mikro.

Rataan bobot per umbi mikro pada perlakuan konsentrasi dan volume

coumarin dapat dilihat pada Tabel 5.

(45)

Tabel 5. Rataan bobot per umbi mikro (gram) pada perlakuan konsentrasi dan

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa konsentrasi coumarin 0,050 gram/l

menunjukkan bobot per umbi mikro tertinggi (0,140) dimana cenderung

mengalami peningkatan dengan semakin tinggi konsentrasi coumarin yang

diberikan namun cenderung menurun pada konsentrasi coumarin 0,075 gram/l.

Pada pemberian volume coumarin 120 ml menunjukkan bobot per umbi

mikro tertinggi (0,160) dimana semakin tinggi volume coumarin yang diberikan

maka bobot per umbi mikro semakin meningkat.

Tabel 5 menunjukkan bahwa bobot per umbi mikro pada taraf pemberian

volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan bobot per umbi mikro yang tertinggi

(0,160) yang berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun berbeda tidak nyata dengan

V3.

Grafik hubungan bobot per umbi mikro dengan perlakuan volume

(46)

Gambar 7. Hubungan bobot per umbi mikro dengan perlakuan volume coumarin

Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa bobot per umbi mikro dengan

perlakuan beberapa volume coumarin tertinggi terdapat pada pemberian volume

coumarin 120 ml yaitu sebesar 0,263 gram. Semakin tinggi volume coumarin

yang diberikan maka bobot per umbi mikro semakin meningkat.

Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm)

Berdasarkan data penelitian dan hasil sidik ragam (Lampiran 29 – 32),

diketahui bahwa pemberian perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata

terhadap diameter umbi mikro per planlet, perlakuan volume coumarin

berpengaruh nyata terhadap diameter umbi mikro per planlet. Interaksi pemberian

konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap

parameter diameter umbi mikro per planlet.

Rataan diameter umbi mikro per planlet pada perlakuan konsentrasi dan

volume coumarin dapat dilihat pada Tabel 6.

(47)

Tabel 6. Rataan diameter umbi mikro per planlet (mm) pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin

Konsentrasi

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang sama adalah berbeda tidak nyata berdasarkan Uji Duncan taraf 5%

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa konsentrasi coumarin 0,050 gram/l

menunjukkan diameter umbi mikro per planlet tertinggi (0,519) dimana

mengalami peningkatan dengan semakin tinggi konsentrasi coumarin yang

diberikan namun menurun pada konsentrasi coumarin 0,075 gram/l.

Pada pemberian volume coumarin 120 ml menunjukkan diameter umbi

mikro per planlet tertinggi (0,525) dimana semakin tinggi volume coumarin yang

diberikan maka semakin diameter umbi mikro per planlet semakin meningkat.

Tabel 6 menunjukkan bahwa diameter umbi mikro per planlet pada taraf

pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l (K2) menunjukkan diameter umbi

mikro per planlet yang tertinggi (0,519) yang berbeda nyata dengan K0 dan K3

namun berbeda tidak nyata dengan K1 sedangkan pada pemberian volume

coumarin 120 ml (V4) menunjukkan diameter umbi tertinggi (0,525) yang

berbeda nyata dengan V1 dan V2 namun berbeda tidak nyata dengan V3.

Grafik hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan

(48)

Gambar 8. Hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan konsentrasi coumarin

Dari gambar 8 dapat dilihat bahwa diameter umbi mikro per planlet

dengan perlakuan beberapa konsentrasi coumarin tertinggi pada pemberian

konsentrasi coumarin 0,050 gram/l yaitu 0,519 mm sedangkan pada pemberian

konsentrasi coumarin 0,075 gram/l mengalami penurunan diameter umbi mikro

yaitu 0,4222 mm.

Grafik hubungan diameter umbi mikro per planlet dengan perlakuan

volume coumarin dilihat pada gambar 9.

(49)

Dari gambar 9 dapat dilihat bahwa diameter umbi mikro per planlet

dengan perlakuan volume coumarin tertinggi terdapat pada pemberian volume

coumarin 120 ml yaitu 0,525 mm. Semakin tinggi volume coumarin yang

diberikan maka diameter umbi mikro semakin meningkat.

Pembahasan

Pengaruh konsentrasi coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlakuan konsentrasi coumarin

berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi

mikro 1 – 2 BSA dan diameter umbi mikro per planlet.

Pada parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro

(Tabel 1) berpengaruh nyata pada umur 1 – 2 BSA. Rataan persentase planlet

yang menghasilkan umbi mikro tertinggi pada umur 1 BSA terdapat pada taraf

0,075 gram/l (K3) yakni 80,000 %. Rataan persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro tertinggi 2 BSA pada taraf 0,025 gram/l (K1) dan 0,050 gram/l (K2)

yakni 95,000 %. Dalam hal ini, menurut saya konsentrasi terbaik adalah 0,025

gram/l karena di tinjau dari segi ekonomis yaitu penggunaan coumarin yang lebih

sedikit sehingga dapat menekan biaya (seperti kita ketahui bahwa bahan kimia

tersebut harganya mahal). Terjadi perbedaan pengaruh pemberian konsentrasi

coumarin yaitu 1 BSA pada taraf 0,075 gram/l sedangkan 2 BSA pada taraf

0,025 gram/l. Hal ini disebabkan bahwa pada umur planlet 1 BSA, coumarin

belum bersifat sebagai penghambat pertumbuhan vegetatif dari planlet tersebut

melainkan bersifat sebagai nutrisi untuk pertumbuhan planlet tersebut. Setelah

planlet berumur 2 BSA, baru terlihat dari sifat coumarin tersebut yaitu

(50)

tanaman yang berpengaruh pada kemampuan metabolisme tanaman dalam

mengabsorbsi zat pengatur tumbuh. Halimah, dkk., (2008) menyatakan bahwa

salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan maupun produksi tanaman

kentang adalah jenis tanaman yang berkaitan dengan genotipe. Perbedaan waktu

pembentukan umbi pada kedua varietas dikarenakan perbedaan genotipe yang

mempengaruhi proses metabolisme dalam jaringan tanaman. Cepat lambatnya

pembentukan umbi dipengaruhi oleh varietas, fotoperiode dan zat pengatur

tumbuh.

Berdasarkan Tabel 6, perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata

terhadap parameter diameter umbi mikro per planlet pada taraf 0,050 gram/l (K2)

sebesar 0,519 mm. Hal tersebut dikarenakan coumarin sebagai retardan berfungsi

untuk menghambat pertumbuhan vegetatif. Dengan terhambatnya pertumbuhan

vegetatif, maka dapat meningkatkan akumulasi asimilat pada daun sehingga dapat

menginduksi terbentuknya umbi. Hal ini didukung oleh Wattimena (2005) yaitu

kriteria umbi mikro berkualitas baik adalah umbi dengan bobot basah lebih dari

100 mg per umbi dan berdiameter 5-10 mm serta mempunyai bahan kering lebih

dari 14%. Umbi mikro dapat tumbuh secara langsung dari ketiak tunas eksplan

dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru.

Pengaruh volume coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil penelitian bahwa perlakuan volume coumarin

berpengaruh nyata terhadap parameter persentase planlet yang menghasilkan umbi

mikro 1 BSA – 2 BSA, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per

(51)

Berdasarkan Tabel 1, parameter persentase planlet yang menghasilkan

umbi mikro menunjukkan bahwa perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata

pada umur 1 BSA. Persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada umur

1 BSA dengan pemberian volume coumarin 90 ml (V3) menunjukkan persentase

planlet yaang menghasilkan umbi mikro tertinggi yaitu 75,000 %. Pada parameter

persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro umur 2 BSA, pemberian

volume coumarin 120 ml (V4) menunjukkan persentase planlet yang

menghasilkan umbi mikro tertinggi yaitu 97,5000 %. Pada Tabel 3, pemberian

volume coumarin berpengaruh nyata terhadap perlakuan jumlah umbi mikro per

planlet dengan jumlah umbi tertinggi terdapat pada taraf 120 ml (V4) yaitu

sebanyak 1,975 umbi. Pada Tabel 4, perlakuan bobot umbi mikro per planlet

dengan bobot umbi mikro tertinggi pada taraf 120 ml (V4) yaitu sebesar 0,263

gram. Pada Tabel 5, perlakuan bobot per umbi mikro dengan bobot umbi mikro

tertinggi pada taraf 120 ml (V4) yaitu sebesar 0,160 gram. Pada Tabel 6,

perlakuan diameter umbi mikro per planlet dengan diameter tertinggi pada taraf

120 ml (V4) yaitu sebesar 0,525 mm. Hal ini sesuai dengan cara kerja coumarin

sebagai penghambat pertumbuhan ke atas seperti batang dan daun. Semakin

banyak volume coumarin yang diberikan maka efek dari penghambatan tersebut

semakin besar sehingga pertumbuhan dan produksi umbi mikro semakin

meningkat. Hal ini sesuai dengan Warnita (2008) yang menyatakan bahwa jumlah

umbi dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan. Tampak bahwa jumlah

umbi tertinggi didapat pada media yang diberi alar. Pembentukan umbi mikro

membutuhkan zat pengatur tumbuh sebagai inisiator atau pendorong dalam

(52)

jalan menghambat biosintesis giberelin yang berperan dalam pertumbuhan

tanaman. Terhambatnya pertumbuhan mengakibatkan akumulasi asimilat pada

batang dan daun sehingga mampu menginduksi terbentuknya umbi.

Pengaruh interaksi konsentrasi dan volume coumarin terhadap produksi mikro tuber planlet kentang (Solanum tuberosumL.)

Berdasarkan hasil penelitian bahwa interaksi konsentrasi coumarin dan

volume coumarin berpengaruh tidak nyata terhadap perlakuan persentase planlet

yang menghasilkan umbi mikro 1 – 2 BSA, persentase planlet yang mati, jumlah

umbi mikro per planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan

(53)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Perlakuan konsentrasi coumarin berpengaruh nyata terhadap parameter

persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 2 BSA dan

diameter umbi mikro per planlet dengan pemberian konsentrasi coumarin

terbaik yaitu 0,050 gram/l.

2. Perlakuan volume coumarin berpengaruh nyata terhadap persentase planlet

yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 1 BSA, jumlah umbi mikro per

planlet, bobot umbi mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter

umbi mikro per planlet dengan pemberian volume coumarin terbaik yaitu

120 ml.

3. Interaksi konsentrasi coumarin dan volume coumarin berpengaruh tidak nyata

terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA – 2 BSA,

persentase planlet yang mati, jumlah umbi mikro per planlet, bobot umbi

mikro per planlet, bobot per umbi mikro dan diameter umbi mikro per planlet.

Saran

Berdasarkan penelitian ini, volume coumarin terbaik terdapat pada

pemberian volume coumarin 120 ml. Pada pemberian konsentrasi coumarin 0,025

gram/l menunjukkan hasil terbaik namun diperlukan penelitian lanjutan untuk

(54)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial – Ekonomi Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Deptan. 2010. Tanaman C3, C4 dan CAM. Diunduh 18 Maret 2014.

Dewi, Y. P. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi Coumarin Terhadap Umbi G1 Kentang (Solanum tuberosum L.). Skripsi. Universitas

Andalas, Padang.

Donelly, D. J., W. K. Coleman., dan E. Shirlyn. 2003. Potato Microtuber Production And Performance : A Review. Am. J. Pot. Res. 80(2):03-115. Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta.

Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Lab. Kultur Jaringan PAU. Bioteknologi IPB. Di Jen Pend. Tinggi P&K.

Halimah, S., M. Ansyar., T. Kuswinanti., R. Sjahril., Baharuddin., A. Ala., dan E. Sam’un. 2008. Kajian Pemanfaatan Filtrat Cendawan Lasiodiplodia

theobromae Dan Ekstrak Daun Gamal Sebagai Penginduksi Umbi Mikro Kentang Secara In-Vitro Dalam Seminar Nasional Pekan Kentang Lembang, 20-21 Agustus 2008. 13 hlm.

Hani, A. M. 2012. Pengeringan Lapisan Tipis Kentang (Solanum tuberosum. L) Varietas Granola. Skripsi. Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hartus, T. 2001. Usaha Pembibitan Kentang Bebas Virus. Penebar Swadaya, Jakarta.

Jain, P. K. dan H. Joshi. 2012. Coumarin: Chemical and Pharmacological Profile.

J. App. Pharma. Sci. 02(06): 236-240.

Karjadi, A. K. dan Buchory, A. 2007. Pengaruh Konsentrasi BAP dan Sumber Karbohidrat Gula Terhadap Induksi Umbi Mikro Kentang. J. Agrivigor

6(3):197-205.

Kuntjoro, A. S. 2000. Produksi Umbi Mini Kentang G0 Bebas Virus melalui Perbanyakan Planlet secara Kultur Jaringan di PT. Intidaya Agrolestari (Inagro) Bogor – Jawa Barat. Skripsi. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. 62p.

(55)

Kecamatan Sungai Puar Kabupaten Agam. Skripsi. Universitas Andalas, Padang.

Rainiyati., Jasminarni., Neliyati., dan H. Henny. 2011. Proses Penyediaan Bahan Setek Kentang Asal Kultur Jaringan Untuk Produksi Bibit Kentang Mini Pada Kelompok Tani Kentang Di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat 52:1-7.

Rubatzky, V. E. dan Yamaguchi, M. 1998. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB, Bandung.

Rukmana, R. 2002. Usaha Tani Kentang Sistem Mulsa Plastik. Kanisius, Yogyakarta.

Sakya, A. T., A. Yunus., Samanhudi., dan U. Baroroh. 2002. Pengaruh Coumarin Dan Aspirin Dalam Menginduksi Umbi Mikro Kentang (Solanum Tuberosum L.). Agros 5(1):20-24.

Soelarso, B. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Kanisius, Yogyakarta.

Ummah, K. dan P. Agus. 2009. Budidaya Tanaman Kentang (Solanum tuberosum

L.) Dengan Aspek Khusus Pembibitan di Hikmah Farm, Pengalengan, Bandung, Jawa Barat. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Warnita. 2008. Modifikasi Media Pengumbian Kentang Dengan Beberapa Zat Penghambat Tumbuh. Jerami 1(1):50-52.

Wattimena, G. A. 2000. Pengembangan Propagul Kentang Bermutu dari Kultivar Unggul dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

______________. 2005. Aspirin sebagai Subtitusi Coumarin dalam Pengumbian In Vitro Kentang. Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) IPB dan Jurusan Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian. IPB.

(56)

Lampiran 1. Deskripsi Kentang Varietas Granola

Ketahanan Terhadap Penyakit : 1. Tahan terhadap PVA dan PVY

2. Agak tahan terhadap PLRV

3. Agak peka terhadap penyakit layu bakteri dan busuk daun.

Rekomendasi : Baik ditanam pada musim kemarau dan dapat

juga ditanam di musim hujan.

Keterangan : Baik digunakan sebagai kentang meja dan kentang sayur

(57)

Lampiran 2. Komposisi Media Murashige and Skoog (MS)

(58)
(59)

Lampiran 4. Rencana Kegiatan Penelitian

No. Kegiatan Minggu

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

1. Pensterilan Alat X

2. Persiapan Media

Mikro Per Planlet X

Bobot Umbi

Mikro Per Planlet X

Bobot Per Umbi

Mikro X

Diameter Umbi

(60)

Lampiran 5. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

(61)

Lampiran 7. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST (%) setelah Transformasi Arcsin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 8. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 1 BST setelah Transformasi Arcsin

(62)

Lampiran 9. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

(63)

Lampiran 11. Data Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST (%) setelah Transformasi Arcsin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 12. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Menghasilkan Umbi Mikro 2 BST setelah Transformasi Arcsin

(64)

Lampiran 13. Data Persentase Planlet Yang Mati (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 14. Sidik Ragam Persentase Planlet Yang Mati

(65)

Lampiran 15. Data Persentase Planlet Yang Mati (%) setelah Transformasi Arcsin

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

(66)

Lampiran 17. Data Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (Umbi)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 18. Sidik Ragam Jumlah Umbi Mikro Per Planlet

(67)

Lampiran 19. Data Jumlah Umbi Mikro Per Planlet (Umbi) setelah Transformasi ��+�,�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

(68)

Lampiran 21. Data Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 22. Sidik Ragam Bobot Umbi Mikro Per Planlet

(69)

Lampiran 23. Data Bobot Umbi Mikro Per Planlet (gram) setelah Transformasi ��+�,�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

(70)

Lampiran 25. Data Bobot Per Umbi Mikro (gram)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 26. Sidik Ragam Bobot Per Umbi Mikro

(71)

Lampiran 27. Data Bobot Per Umbi Mikro (gram) setelah Transformasi ��+�,�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

(72)

Lampiran 29. Data Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Lampiran 30. Sidik Ragam Diameter Umbi Mikro Per Planlet

(73)

Lampiran 31. Data Diameter Umbi Mikro Per Planlet (mm) setelah Transformasi ��+�,�

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2

Gambar

Tabel 1.  Rataan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (%) 1-2 BSA pada perlakuan konsentrasi dan volume coumarin
Gambar 1.  Hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro 1 BSA dengan perlakuan konsentrasi coumarin
Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada
Grafik hubungan persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap gambar peringatan kesehatan pada bungkus rokok dengan intensi

Harapan hasil dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi pihak sekolah, utamanya guru BK sebagai landasan pengambilan keputusan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kinerja keuangan serta tingkat kesehatan koperasi Simpan Pinjam Karya Bersama Lestari di Kota

1) Membuat lembar observasi yang digunakan untuk mengamati anak saat melakukan pembelajaran mengenal bentuk geometri dengan pembelajaran permainan puzzle.. 2)

Kesimpulan penelitian ini adalah terjadi kembali keutuhan dan sifat biomekanik tendon yang fungsional pada jaringan rekonstruksi defek tendon fleksor kelinci yang disambung

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerahNya, sehingga Tugas Akhir yang berjudul PERANCANGAN BUKU ESAI FOTO RITUAL SESAJI

Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-undang No.21 tahun 2008 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak

Penelitian ini membandingkan kondisi strategi perusahaan yang digunakan saat ini yaitu dengan menggunakan jumlah karyawan yang tetap, dibandingkan dengan usulan