• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI UMBI MIKRO PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PENAMBAHAN AIR KELAPA MUDA SKRIPSI MASYITA ULFA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PRODUKSI UMBI MIKRO PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN PENAMBAHAN AIR KELAPA MUDA SKRIPSI MASYITA ULFA"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI UMBI MIKRO PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN

PENAMBAHAN AIR KELAPA MUDA

SKRIPSI

MASYITA ULFA 130805020

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(2)

PRODUKSI UMBI MIKRO PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN

PENAMBAHAN AIR KELAPA MUDA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MASYITA ULFA 130805020

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

(3)

PRODUKSI UMBI MIKRO PADA TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) VARIETAS GRANOLA DENGAN

PENAMBAHAN AIR KELAPA MUDA

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2017

MASYITA ULFA 130805020

(4)

Judul : Produksi Umbi Mikro Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum. L) Varietas Granola Dengan Pebambahan Air Kelapa Muda

Kategori : Skripsi

Nama : Masyita Ulfa

Nomor Induk Mahasiswa : 130805020

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, November 2017

Komisi Pembimbing

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Drs. M. Zaidun Sofyan, M.Si NIP. 196805151993031001

Dr. Elimasni, M.Si

NIP.196505241991032001

Ketua Program Studi

Dr. Saleha Hannum, M.Si.

NIP. 197108312000122001

(5)

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan Juli 2017 di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Kebun Percobaan Berastagi, Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan perlakuan air kelapa muda terbaik untuk pembentukan dan produksi umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) varietas Granola. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) faktor tunggal. Perlakuan yang diberikan 5 tingkat yaitu air kelapa muda 50, 100, 150, 200 dan 250 mL/L. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap waktu mulai terbentuknya umbi, jumlah tunas, jumlah umbi, diameter umbi, berat basah umbi, berat basah tanaman, dan berat kering tanaman.

Pemberian air kelapa muda dengan konsentrasi 200 mL/L menghasilkan jumlah umbi terbanyak yaitu 8,4 buah dan waktu mulai terbentuknya umbi tercepat yaitu 2,8 minggu.

Pemberian air kelapa muda dengan kosentrasi 150 mL/L menghasilkan jumlah tunas terbanyak yaitu 73,0 buah, diameter umbi terbesar yaitu 6,6720 mm, berat basah tanaman tertinggi yaitu 0,9960 g dan berat kering tanaman tertinggi yaitu 0,37760 g. Pemberian air kelapa muda dengan kosentrasi 50 mL/L menghasilkan berat basah umbi tertinggi yaitu 0,854 g.

Kata kunci : Air kelapa muda, Solanum tuberosum. L, umbi mikro

(6)

ABSTRACT

The study was conducted from February to July 2017 at the Tissue Culture Laboratory of Plant Research Institute, Berastagi Experimental Garden, North Sumatra. The purpose of this study to obtain the optimum concentration of coconut water on the formation and production of potato micro tube (Solanum tuberosum .L) of Granola variant. The design used was the complete randomized design (RAL) single factor. With the treatment of coconut water as much 50, 100, 150, 200 and 250. The statistic analysis result showed that the role of growth substance from coconut water on potato tuber production had significant effect on the starting time of tuber formation, number of buds, number of tubers, tuber diameter, tuber weight, wet and dry weight of plant. Additional of coconut water with the 200 mL/L concentration gave a significant effect on the highest number of tubers are 8,4 tubers and the starting time of tubers formation are 2,8 weeks. Additional of coconut water with the 150 mL/L concentration gave a significant effect on the number of buds are 73,0 buds, the highest tuber diameter are 6,6720 mm, the highest wet weight of plant are 0,9960 g, and dry weight of the highest plant are 0,37760 g. Additional of coconut water with the 50 mL/L concentration gave a significant effect of the highest wet weight tuber are 0,854 g.

Keywords: coconut water, micro tuber, Solanum tuberosum. L

(7)

Alhamdulillahirabbil’alamin, penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam sekaligus pemilik dan pengatur seluruh kehidupan. Sholawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW, karena berkat rahmat, kesehatan, dan karunianya penulis dapat menyelesaikan penelitian hingga penyusunan skripsi ini dengan judul Produksi Umbi Mikro Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Varietas Granola Dengan Penambahan Air Kelapa Muda. Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains pada Fakultas MIPA USU Medan.

Pada kesempatan ini penulis memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih terkhusus kepada Ayahanda tercinta, Bukhari dan Ibunda tercinta, Suparmi yang senantiasa memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan dukungan yang tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan studi ini. Serta adik tersayang Atifa Zahra Anum yang telah memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan yang besar dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ibu Dr. Elimasni, M.Si dan Bapak Drs. M. Zaidun Sofyan, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta membantu penulis dalam memberikan bimbingan, motivasi, dan pengetahuan untuk penyusunan skripsi ini.

Terima kasih kepada Ibu Dr. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc dan Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan kritik dan saran demi menyempurnakan skripsi ini. Bapak Edison Bangun selaku Kepala Balai Penelitian, Ibu Rina Christina Br. Hutabarat sebagai pembimbing dan Kepala Lab. Kultur Jaringan serta kak Tiur sebagai laboran di Balai Penelitian Kebun Percobaan Tanaman Sayuran Desa Tongkoh Berastagi. Terima kasih atas semangat dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.

Terima kasih kepada Ibu Dr. Saleha Hanum, M.Si. selaku Ketua Departemen Biologi dan Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan masukan serta bimbingan nasihat kepada penulis dalam menjalani perkuliahan. Abangda Endra Raswin, Ibu Roslina Ginting selaku pegawai administrasi, kak Siti Khadijah selaku laboran dan seluruh staf dan dosen di Departemen Biologi Fakultas MIPA USU dalam membantu dan memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

Terima kasih kepada Sahabat tercinta Kiki Anisa, Iradani Yupita, Siti Sahara, Chairani, Siti Sarah, Sri Hermaya, dan Shasa yang telah banyak memberikan kesan dan kisah

(8)

Zamakh, Sahreza, Ami, Fatiah, dan Esli. Teman penyemangat Irfanul Thahir, sahabat dari 13iosfer yang telah membuat masa perkuliahan selama ini terasa berkesan dilalui bersama.

Kakak dan adik asuh kak Violita dan Anggi, adik-adik TCSC Grup angkatan 2014 dan 2015, serta seluruh pihak yang berperan dalam membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Medan, November 2017

Masyita Ulfa

(9)

Halaman

PENGESAHAN SKRIPSI i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

PENGHARGAAN iv

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

DAFTAR SINGKATAN xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Hipotesis 2

1.4 Tujuan Penelitian 2

1.5 Manfaat Penelitian 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) 4

2.2 Kultur Jaringan Kentang 5

2.3 Umbi Mikro Kentang 5

2.4 Media Pertumbuhan Umbi Mikro Kentang 6

2.5 Zat Pengatur Tumbuh 7

2.5.1 Zat Pengatur Tumbuh Dari Air Kelapa 8

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat 9

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 9

3.3 Rancangan Penelitian 9

3.4 Prosedur Penelitian 10

3.4.1 Sterilisasi Alat dan Bahan 10

3.4.2 Pembuatan Media 10

3.4.3 Penanaman Eksplan 10

3.4.4 Inkubasi Eksplan 11

3.4.5 Pemeliharaan Kultur 11

3.5 Parameter Pengamatan 11

3.6 Analisis Data 12

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Waktu Mulai Terbentuknya Umbi 13

4.2 Jumlah Tunas 15

(10)

4.6 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman 24

4.6.1 Berat Basah Tanaman 24

4.6.2 Berat Kering Tanaman 25

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 34

(11)

Nomor Tabel

Judul Halaman

4.1 Rata-rata waktu mulai terbentuknya umbi mikro kentang (Solanum tuberosum.L)

14 4.2 Rata-rata jumlah tunas planlet kentang (Solanum

tuberosum.L)

16 4.3 Rata-rata jumlah umbi mikro kentang (Solanum

tuberosum.L)

18 4.4 Rata-rata diameter umbi mikro kentang (Solanum

tuberosum.L)

21 4.5 Rata-rata berat basah umbi mikro kentang (Solanum

tuberosum.L)

23 4.6.1 Rata-rata berat basah tanaman kentang (Solanum

tuberosum.L)

25 4.6.2 Rata-rata berat kering tanaman kentang (Solanum

tuberosum.L)

26

(12)

Nomor Gambar

Judul Halaman

2.1. Umbi Mikro Kentang 6

4.1.1 4.1.1. Proses pembentukan umbi mikro kentang (a) planlet kentang setelah ditanam dalam media perlakuan (b) pembentukan umbi mikro 2 MST (c) pembesaran umbi mikro kentang

13

4.1.2. Perbandingan Waktu Terbentuknya Umbi, A0: tanpa air kelapa muda, A1 :Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

15

4.2. Perbandingan Jumlah Tunas Planlet Kentang

(Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

17 4.3.1 Jumlah Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum.L)

dengan berbagai perlakuan. (a) perlakuan tanpa air kelapa muda, (b) perlakuan 50 mL/L air kelapa muda, (c) perlakuan 100 mL/L air kelapa muda, (d) perlakuan 150 mL/L air kelapa muda, (e) perlakuan 200 mL/L air kelapa muda, (f) perlakuan 250 mL/L air kelapa muda

19

4.3.2 Perbandingan Jumlah Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

20 4.4 Perbandingan Diameter Umbi Mikro Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

22 4.5 Perbandingan Berat Basah Umbi Mikro Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

24 4.6 Perbandingan Berat Basah dan Berat Kering Tanaman Kentang

(Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

27

(13)

Nomor Lampiran

Judul Halaman

1. Komposisi Media MS (Murashige & Skoog) 1962. 34 2. Data Waktu Terbentuk Umbi Mikro Kentang

(Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

35 3. Hasil ANOVA Waktu Terbentuk Umbi Mikro

Kentang (Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

36

4. Data Jumlah Tunas Kentang (Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

37 5. Hasil ANOVA Jumlah Tunas Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

38 6. Data Jumlah Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum.

L) Dengan Berbagai Perlakuan

39 7. Hasil ANOVA Melalui Hasil Boostrap Jumlah Umbi

Mikro Kentang (Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

40

8. Data Diameter Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

41 9. Hasil ANOVA Diameter Umbi Mikro Kentang

(Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

42 10. Data Berat Basah Umbi Mikro Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

43 11. Hasil ANOVA Berat Basah Umbi Mikro Kentang

(Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

44 12. Data Berat Basah Tanaman Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

45 13. Hasil ANOVA Berat Basah Tanaman Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

46 14. Data Berat Kering Tanaman Kentang (Solanum

tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

47 15. Hasil ANOVA Melalui Hasil Boostrap Berat Basah

Tanaman Kentang (Solanum tuberosum. L) Dengan Berbagai Perlakuan

48

(14)

MS = Murashige & Skoog MST = Minggu Setelah Tanam ZPT = Zat Pengatur Tumbuh IAA = Indole Acetic Acid

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kentang tergolong suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dikonsumsi. Kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan juga merupakan sumber vitamin C. Kentang adalah salah satu tanaman hortikultura yang ditanam oleh petani di dataran tinggi. Salah satu varietas kentang yang banyak dibudidayakan di Indonesia adalah varietas granola. Budidaya kentang kultivar Granola diperkirakan 85-90% dari total lahan kentang di Indonesia. Kentang varietas Granola memiliki keunggulan produktivitas tinggi, bentuk umbi bulat lonjong, warna daging umbi kuning, dan mata umbi dangkal. (Sagala et al., 2012).

Kentang merupakan tanaman yang biasanya diperbanyak dengan umbi atau secara vegetatif. Selain dengan cara vegetatif, perbanyakan umbi juga dilakukan dengan cara in vitro atau kultur jaringan. Perbanyakan secara vegetatif sering sekali menyebabkan penurunan kualitas bibit dari satu generasi ke generasi. Penurunan kualitas bibit kentang disebabkan oleh penyakit tanaman yang berasal dari jamur dan bakteri patogen. Patogen tanaman dapat mudah masuk ke dalam umbi dan berakumulasi sehingga semakin lama kualitasnya semakin menurun (Ni’mah et al., 2014).

Pada saat ini ketersediaan bibit kentang berkualitas belum mampu memenuhi kebutuhan petani. Kualitas bibit kentang yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian bagi petani. Melalui teknik kultur jaringan diperoleh umbi mikro kentang sebagai salah satu penyediaan bibit kentang yang berkualitas. Menurut Watimena (1995), ada beberapa keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan umbi mikro kentang sebagai sumber propagul yaitu umbi mikro berasal dari eksplan bebas penyakit, umbi mikro akan menghasilkan tanaman yang seragam dan umur panen yang sama dengan umbi biasa, serta kebutuhan lahan pada umbi mikro hanya 4-5 kg/Ha sedangkan pada umbi biasa memerlukan 1-2 ton bibit/Ha.

(16)

Untuk perbanyakan secara in vitro dibutuhkan media tumbuh yang mengandung bahan organik, hara makro dan mikro, kompleks alami dan bahan- bahan lain yang mendukung pertumbuhan tanaman. Air kelapa merupakan bahan organik yang kaya akan zat-zat aktif untuk perkembangan embrio, diantaranya adalah sitokinin endogen (Sagala et al., 2012).

Menurut Indriani et al. (2014), 1 liter air kelapa muda mengandung ZPT kinetin (sitokinin) sebesar 273,62 mg dan beberapa mineral lainnya. Berdasarkan hasil penelitian tersebut belum dapat disimpulkan bahwa kandungan sitokinin dalam air kelapa dapat menggantikan peran sitokinin sintetik. Berdasarkan Penelitian Sagala et al., (2012) umbi mikro kentang paling cepat terbentuk menggunakan BAP dengan konsentrasi 5 ppm yaitu menghasilkan jumlah umbi, diameter umbi, bobot basah umbi, dan bobot kering umbi tertinggi. Maka dari itu diperlukan penelitian mengenai konsentrasi air kelapa yang berpengaruh efektif terhadap peningkatan produksi umbi mikro kentang.

1.2 Permasalahan

Produksi umbi kentang memiliki permasalahan yang dihadapi yaitu, ketersedian bibit kentang yang bebas penyakit mengalami jumlah yang sedikit. Maka dari itu penggunaan air kelapa sebagai sumber ZPT diharapkan dapat meningkatkan produksi umbi mikro pada kentang (Solanum tuberosum. L) varietas Granola.

1.3 Hipotesis

Penambahan air kelapa muda dapat mempercepat dan meningkatkan produksi umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) varietas Granola.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh air kelapa muda yang terbaik terhadap pembentukan dan produksi umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) varietas Granola.

(17)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan, serta diharapkan dapat digunakan untuk penelitian lebih lanjut dalam mencari konsentrasi air kelapa muda yang cocok untuk meningkatkan produksi umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) varietas Granola.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat musiman dan berbentuk semak (herba). Tanaman ini pada umumnya ditanam dari umbi atau secara vegetatif sehingga sifat tanaman generasi berikutnya sama dengan induknya (Departemen Pertanian, 2004). Di Indonesia, kentang dikenal sejak tahun 1794 di sekitar Cimahi, Bandung. Perkembangannya dimulai sejak penjajahan Belanda, di antaranya di Cibodas, Wonosobo, Karo dan Flores. Penanaman kentang dilakukan oleh bangsa Belanda untuk penyediaan stok pangan karena kesulitan impor dari Eropa. Kini, tanaman kentang telah menyebar luas di Indonesia (Sunarjono, 2007).

Kebutuhan akan kentang terus meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang membutuhkan bahan baku kentang. kentang banyak mengandung karbohidrat, mineral dan vitamin.

Selain itu kentang merupakan tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi yang dapat mendatangkan keuntungan bagi pengusaha industri makanan olahan, pedagang, dan petani yang membudidayakannya (Gunarto, 2007).

Kentang merupakan komoditas yang mendapat prioritas tinggi di bidang penelitian dan pengembangan sayuran di Indonesia. Hal ini disebabkan kandungan kalori dan gizi kentangsangat berimbang, yaitu terdiri dari karbohidrat, protein, mineral dan vitamin C (Rukmana, 1999). Menurut Departemen Pertanian (2009) kentang memiliki berbagai macam varietas seperti Granola, Atlantik dan Balsa.

Sampai dengan saat ini varietas Granola merupakan satu satunya varietas yang mendominasi produksi kentang, mencapai areal tanam 80-90 %. Varietas ini menjadi pilihan petani karenaberdaya hasil tinggi, berumur pendek dan memiliki daya adaptasi luas.

Sebagai bahan makanan, kentang diketahui memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Kentang mengandung karbohidrat, protein, asam amino essential dan vitamin yang lengkap. Menurut Pitojo dan Setijo (2004) komposisi utama umbi kentang terdiri atas 80% air, 18% pati dan 2% protein, serta mineral yang terdiri atas

(19)

kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, kalium, natrium, klorin, sulfur, tembaga, mangan dan kobalt.

2.2 Kultur Jaringan Kentang

Kultur jaringan adalah suatu teknik isolasi bagian-bagian tanaman seperti jaringan, organ, embrio yang dipelihara dan ditumbuhkan pada medium buatan yang steril agar mampu beregenerasi dan diferensiasi menjadi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009). Kultur jaringan dianggap sebagai teknik yang tepat untuk digunakan sebagai solusi keterbatasan bibit. Teknik ini dirasa lebih efektif digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu bibit yang dihasilkan lebih banyak, seragam dan bebas dari patogen (Soedarjo et al., 2012).

Menurut Santoso dan Nursandi (2002) perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan sangat berbeda dibandingkan dengan perbanyakan secara konvensional. Hal ini disebabkan karena perbanyakan melalui kultur jaringan memungkinkan jumlah tanaman dalam skala besar dalam waktu yang relatif lebih cepat. Saat ini perbanyakan dan pelestarian tanaman banyak dilakukan secara in vitro. Metode ini selain dapat dilakukan dengan bahan tanam yang sedikit, juga dapat menghasilkan tanaman yang bebas penyakit. Pada kentang, penyimpanan plasma nutfah kentang dan penyediaan bibit kentang bebas virus dilakukan bukan dengan kultur tunas melainkan dengan umbi mikro (Widyastuti, 2000).

Menurut Departemen Pertanian (2009) masalah utama yang menyebabkan rendahnya produksi kentang adalah keterbatasan bibit kentang yang bermutu. Salah satu alternatif untuk menghasilkan bibit kentang bermutu adalah dengan menggunakan teknik kultur jaringan atau mikropropagasi. Melalui teknik kultur jaringan dapat diproduksi umbi mikro kentang sebagai salah satu propagul kentang untuk penyediaan bibit (Ni’mah et al., 2014).

2.3 Umbi Mikro Kentang

Umbi mikro kentang adalah umbi kecil dengan bobot basah 50-150 mg/umbi yang dihasilkan secara in vitro (aseptik). Kriteria umbi mikro berkualitas baik adalah umbi mikro dengan bobot basah lebih dari 100 mg per umbi dan atau berdiameter 5-10 mm (Watimena, 1992).

(20)

Produksi umbi mikro didahului dengan produksi tunas mikro selama 4 minggu kemudian dilanjutkan dengan induksi umbi mikro selama 8 minggu. Umbi mikro diinduksi dari tunas mikro kentang dengan menggunakan media yang mempunyai kadar gula yang tinggi (sukrosa 80 g l-1) dan zat pengatur tumbuh (Karjadi dan Bukhory, 2007). Umbi mikro kentang dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut,

Gambar 2.1 Umbi Mikro Kentang

Keberhasilan pembentukan umbi mikro secara in vitro pada awalnya adalah dimulai dari membengkaknya ujung stolon yang tumbuh dari ketiak daun (Nugroho, 2013). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan umbi mikro yaitu temperatur, waktu penyinaran atau fotoperiode, konsentrasi sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh yang dipergunakan dan kandungan nitrogen pada media tumbuh (Wang dan Hu 1982).

Usaha untuk meningkatkan produksi bibit kentang yang berkualitas dapat dilakukan melalui produksi umbi mikro (mikrotuber) yang dilakukan secara in vitro.

Hasil perbanyakan ini mempunyai kelebihan yaitu bibit kentang mudah diangkut saat pengiriman, tidak membutuhkan tempat yang luas dalam penyimpanan dan bebas virus (Soelarso, 1997)

2.4 Media Pertumbuhan Umbi Mikro Kentang

Media tumbuh juga merupakan salah satu faktor yang penting dalam kultur jaringan. Media tumbuh dalam kultur jaringan harus dapat memenuhi kebutuhan

(21)

eksplan karena merupakan salah satu faktor yang penting dalam kultur jaringan.

Media tumbuh pada sistem kultur jaringan harus dapat memenuhi kebutuhan eksplan.

Dari hasil penelitian Gopal et al. (2004) menyatakan bahwa kualitas umbi mikro baik jumlah maupun beratnya sangat dipengaruhi oleh komposisi media tumbuh serta kualitas dari pertumbuhan planlet yang akan diinduksi umbi mikro.

Umumnya, media dalam kultur jaringan merupakan campuran air dan hara yang mengandung garam-garam anorganik, dan zat pengatur tumbuh. Garam-garam anorganik menyediakan unsur-unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan Na) dan unsur-unsur hara mikro (B, Co, Mn, I, Fe, Zn, dan Cu) (Rizqiani et al.,2007).

2.5 Zat Pengatur Tumbuh

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) atau juga dikenal dengan sebutan hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis (Salisbury dan Ross, 1995). Zat pengatur tumbuh menentukan perkembangan tanaman, baik zat pengatur tumbuh alamiah maupun sintetik. Ada 6 golongan zat pengatur tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, etilen, asam absisat dan retardan (Widyastuti, 2000).

Zat pengatur tumbuh sintetik cenderung memiliki harga yang lebih mahal dan sulit didapat. Salah satu solusi untuk mengganti zat pengatur tumbuh sintetik yang relatif mahal adalah menggunakan zat pengatur tumbuh alamiah salah satunya adalah air kelapa. Menurut Kristina dan Syahid (2012) dalam 1 liter air kelapa muda mengandung ZPT kinetin (sitokinin) sebesar 273,62 mg dan beberapa mineral lainnya.

Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan in vitro adalah jenis dan konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan tergantung pada tujuan dan tahap pengulturan.

Untuk menumbuhkan dan mempertinggi perakaran stek umbi mikro, membantu terbentuknya tunas, ZPT yang digunakan adalah air kelapa. Selain itu penggunaan air kelapa yang mengandung ZPT sitokinin mampu menumbuhkan dan menggandakan tunas aksilar dan merangsang pembentukan umbi (Wahyurini, 2003). Pemanfaatan air kelapa sebagai ZPT alami terbukti efektif pada kultur jaringan temulawak

(22)

(Seswita 2010, Kristina dan Syahid 2012), nilam (Surrachman 2011), dan beberapa spesies tanaman lainnya.

2.5.1 ZPT Alami Dari Air Kelapa

Air kelapa adalah endosperm cair pada kelapa yang terbentuk sekitar 2 bulansetelah penyerbukan. Menurut penelitian, air kelapa menyumbang 25% dari beratbuah, dengan komposisi dasar terdiri atas 95,5% air, 4% karbohidrat, 0,1% lemak, 0,02%

kalsium, 0,01% fosfor, 0,5% besi. Selain terdapat komposisi mineral, air kelapa juga mengandung asam amino, vitamin C dan vitamin B kompleks serta garam mineral (Vigliar et al.,2006). Air kelapa yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kelapa muda yang dicirikan dengan volume air masih memenuhi buah dan keadaan endosperm padat (daging kelapa) yang belum menebal. Salah satu bagian dari hara makro dan mikro adalah ZPT (Indriani, 2014).

Hasil analisis Kristina dan Syahid (2012) menyatakan bahwa kandungan kimia air kelapa muda menunjukkan komposisi ZPT kinetin (sitokinin) sebesar 273,62 mg/l dan zeatin 290,47 mg/l, sedangkan kandungan IAA (auksin) adalah 198,55 mg/l. Selain kandungan ZPT, kandungan vitamin dalam air kelapa dapat dijadikan substitusi vitamin sintetik yang terkandung pada media MS.

Dalam penelitian ini air kelapa merupakan alternatif pengganti ZPT karena mengandung sitokinin. Sitokinin berperan penting dalam pembelahan sel dan diferensiasi sel serta bermanfaat juga untuk pertumbuhan pucuk tanaman (Nugroho, 2013). Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Zulkarnain, 2009). Pembentukan umbi mikro perlu diinduksi dengan pemberian sitokinin. Menurut Wattimena (2000), jenis sitokinin yang dapat digunakan terdiri dari air kelapa 10 %. Sitokinin merupakan ZPT yang berperan dalam merangsang pertumbuhan tanaman.

Faktor yang penting dalam induksi umbi mikro secara in vitro antara lain suhu optimum sekitar 15-20°C tanpa cahaya, konsentrasi sukrosa 9% merupakan konsentrasi optimum pada media umbi dan hormon pertumbuhan berupa sitokinin seperti Benzyl Adenine (BA) 5 mg/l, kinetin 10 mg/l, air kelapa 15% (Wattimena 1995).

(23)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian telah dilaksanakan mulai bulan Februari 2017 sampai dengan Juli 2017 di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Kebun Percobaan Berastagi, Sumatera Utara.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada saat penelitian ini yaitu botol kultur,autoclaf, oven, Laminar Air Flow Cabinet (LAFC), spatula, erlenmeyer, gelas ukur, beakerglass, timbangan, camera digital,cutter, cawan petri, kompor, tabung gas berisi gas, pinset, pisau bedah No. 11, bunsen, botol sprayer, korek api, pipet serologi dan pro pipet.

Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu planlet kentang kultivar granola berumur empat minggu, media MS, Calcium Pantotenat (CaP), Myolisitol, air kelapa sebanyak 700 ml, masker, sarung tangan, tisu halus, handsanitaizer, akuades, alkohol 70%, sunlight, bubuk agar, spritus, gula, alumunium foil, karet, kertas saring, plastik tahan panas, dan media MS.

3.3 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode percobaan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal dengan perlakuan konsentrasi air kelapa muda yang diaplikasikan dalam media Murashige & Skoog, yaitu:

A0 : Air kelapa 0 mL/L (tanpa air kelapa muda) A1 : Air kelapa muda 50 mL/L

A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L A4 : Air kelapa muda 200 mL/L A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Jumlah ulangan disetiap perlakuan adalah 5 ulangan, maka jumlah total botol kultur adalah 30 buah.

(24)

3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini seperti cawan petri, botol kultur, pipet serologi, dan pinset dicuci dengan deterjen dan dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Kertas saring, aluminium foil, dan alat- alat yang sudah dicuci selanjutnya disterilisasi menggunakan oven dengan suhu 180ºC selama 2 jam.

3.4.2 Pembuatan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media MS (yang dimodifikasi oleh Sagala et al., (2012). Media yang digunakan mengandung unsur hara makro, unsur hara mikro, iron, vitamin serta 2 mL/L CaP (Calcium Pantotenat ), 10 mg/L Myolisitol, 40 g/L sukrosa dan 1 L akuades. Media diberi zat pengatur tumbuh dari air kelapa sesuai dengan perlakuan. Keasaman media diukur dengan menggunakan pH meter sekitar 5,6-5,8. Untuk mendapatkan keasaman yang diharapkan, ditambah dengan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N. Ke dalam media dimasukkan agar 7 g/L, lalu dipanaskan hingga larutan mendidih. Larutan tersebut dituang ke dalam botol kultur yang telah diberi label, ditutup dengan aluminium foil dan plastik kemudian dikencangkan dengan karet. Media diautoklaf pada suhu 1210C dengan tekanan 15 psi selama 20 menit. Media disimpan di ruang kultur pada suhu 250C sebelum digunakan.

3.4.3 Penanaman Eksplan

Ekplan yang yang steril dipindahkan ke media perlakuan di dalam LAF (Laminar Air Flow), sebelumnya LAF (Laminar Air Flow) disterilisasi dengan sinar UV, setiap botol terdiri atas 3 eksplan planlet kentang. Setelah eksplan dipindahkan ke dalam botol kultur, botol kultur ditutup dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet. Setelah itu botol eksplan diinkubasi di dalam ruangan.

3.4.4 Inkubasi Eksplan

Inkubasi ekplan dilakukan di ruangan steril dengan suhu dan cahaya terkontrol. Dalam tahap ini eksplan yang sudah ditanam di media disimpan di rak

(25)

penyimpanan dengan suhu ruang inkubasi terjaga sehingga mendukung perkembangan eksplan. Suhu yang digunakan dalam pembentukan umbi kentang secara in vitro adalah 20-230C. Selanjutnya eksplan diinkubasi selama 2 bulan diruang gelap dan diinkubasi kembali selama 3 bulan di ruang terang untuk menginduksi umbi mikro.

3.4.5 Pemeliharaan Kultur

Eksplan yang telah ditanam di dalam botol kultur diletakkan pada rak pemeliharaan. Botol-botol yang berisi eksplan disusun dengan rapi sehingga memudahkan dalam pengamatan. Untuk mengurangi tingkat kontaminasi, dilakukan penyemprotan disekitar botol kultur dengan menggunakan alkohol 70% setiap hari hingga eksplan tumbuh.

3.5 Parameter Pengamatan

Pada penelitian ini parameter yang akan diamati adalah sebagai berikut:

a. Waktu mulai terbentuknya umbi

Diamati sejak hari setelah tanam (HST) b. Jumlah tunas

Diamati sejak hari setelah tanam (HST) c. Jumlah dan diameter umbi

Dihitung jumlah umbi yang terbentuk dan diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong di akhir penelitian

d. Berat basah umbi (g)

Berat basah umbi dapat diketahui dengan cara menimbang umbi pada akhir penelitian dengan menggunakan neraca analitik.

e. Berat basah dan berat kering tanaman (g)

Berat basah dan berat kering tanaman dengan cara menimbang tanaman pada akhir penelitian dengan menggunakan neraca analitik.

(26)

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis Of Variance). Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5% dengan bantuan software SPSS ver. 20

(27)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi umbi mikro pada tanaman kentang dengan perlakuan penambahan air kelapa muda menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuan. Parameter yang diamati antara lain waktu mulai terbentuknya umbi, jumlah tunas, jumlah umbi, diameter umbi, berat basah umbi, berat basah tanaman, dan berat kering tanaman.

Hasil yang diperoleh pada masing-masing perlakuan berdasarkan parameter pengamatan dijelaskan sebagai berikut.

4.1 Waktu Pembentukan Umbi

Waktu mulai terbentuknya umbi dihitung dengan cara mengamati planlet secara visual dari hari setelah tanam sampai mulai terbentuknya umbi. Planlet yang tercepat menghasilkan umbi adalah planlet yang diberikan perlakuan air kelapa muda 200 mL/L (A4) yaitu pada minggu kedua. Planlet yang terlama menghasilkan umbi adalah planlet yang diberikan air kelapa muda 250 mL/L (A5) yaitu pada minggu ke dua belas.

Pembentukan umbi pertama kali terlihat pada dua minggu setelah tanam (MST), umbi mulai muncul pada minggu kedua dengan tanda-tanda mulai munculnya pembengkakan pada bagian ketiak daun. Tahapan pembentukan umbi mikro kentang dapat dilihat pada (Gambar 4.1.1)

Gambar 4.1.1 Tahapan pembentukan umbi mikro kentang (a) planlet kentang setelah ditanam dalam media perlakuan, (b) pembentukan umbi mikro 2 MST, (c) pembesaran umbi mikro kentang

a b

c

(28)

Penentuan waktu mulai terbentuknya umbi diamati pada awal penanaman eksplan sampai akhir penelitian dengan cara menghitung umbi yang mulai terbentuk. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pembentukan umbi mikro kentang berpengaruh nyata. Data rata-rata waktu mulai terbentuknya umbi dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Rata- rata pembentukan umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L)

Konsentrasi Air Kelapa

(mL/L)

Ulangan

Rata-rata

1 2 3 4 5

A0 = 0 15 0 0 0 0 3,00a

A1= 50 10 11 12 13 15 12,20b

A2=100 3 14 15 15 15 12,40b

A3=150 6 12 14 14 14 12,00b

A4=200 2 2 3 3 4 2,80a

A5=250 12 11 13 13 14 12,60b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan air kelapa muda 200 ml/l (A4) menunjukkan rata-rata waktu terbentuknya umbi mikro kentang yang lebih cepat yaitu 2,8 minggu. Data analisis statistik menyatakan perlakuan air kelapa muda berbeda nyata terhadap pembentukan umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) yaitu (p<0,05), sedangkan waktu terbentu umbi mikro kentang yang lebih lama yaitu 12,6 minggu terdapat pada perlakuan air kelapa 250 ml/L (A5). Hal ini dikarenakan pemberian air kelapa muda yang mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin dapat berpengaruh dalam pembentukan organ pada planlet kentang. Salah satunya adalah pada proses pembentukan umbi.

Menurut Gunawan (1987) fungsi sitokinin dalam pengumbian dan pertumbuhan umbi ialah mengatur aktivitas pembelahan. Pada tahap awal pengumbian, terjadi pembengkakan dan pembesaran umbi. Hal ini terjadi karena pembesaran sel yang berfungsi sebagai penyimpan sel-sel baru.

Sumiati (1989) menyatakan bahwa dalam air kelapa muda mengandung auksin dan sitokinin, bila dalam jumlah yang cukup dapat merespon pertumbuhan dan perkembangan sel serta mempercepat pembentukan umbi.

Grafik hasil perbandingan waktu mulai terbentuknya umbi dapat dilihat pada Gambar 4.2

(29)

Gambar 4.1.2 Perbandingan Waktu Pembentukan Umbi, A0: tanpa air kelapa muda, A1 :Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa umbi mikro kentang yang lebih cepat terbentuk adalah umbi dengan perlakuan A4. Hal ini disebabkan karena penambahan air kelapa muda yang mengandung sitokinin dengan konsentrasi yang cukup dapat mempercepat pertumbuhan umbi, selain itu adanya komposisi senyawa organik yang kompleks di dalam air kelapa muda dapat meningkatkan pembentukan umbi.

Menurut Wattimena (1995) hormon sitokinin dapat mendorong terbentuknya umbi mikro pada tunas dan nodus dari eksplan tanaman kentang secara in-vitro. Sitokinin diduga berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, sehingga akan menyebabkan terjadinya induksi umbi mikro.

Menurut Purwanto (2017) dalam air kelapa muda terkandung dhipenil urea yang mempunyai aktivitas seperti sitokinin. Pertumbuhan umbi mikro sangat tergantung pada interaksi antara zat pengatur tumbuh (ZPT) eksogen yang ditambahkan ke dalam media dan zat pengatur tumbuh endogen. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa, sitokinin berperan dalam memacu pembelahan sel dan pembentukan organ. Salah satunya dalam pembentukan umbi mikro.

4.2 Jumlah Tunas

Perhitungan jumlah tunas dilakukan pada akhir penelitian dengan cara menghitung tunas secara manual. Data keseluruhan jumlah tunas ditunjukkan pada Lampiran 4.

(30)

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas (Lampiran 4). Data rata-rata jumlah tunas dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Rata-rata jumlah tunas aksilar kentang (Solanum tuberosum. L) Konsentrasi

Air Kelapa (mL/L)

Ulangan

Rata- rata

1 2 3 4 5

A0 = 0 26 25 24 18 15 21,60a

A1= 50 34 48 45 60 34 44,20b

A2=100 55 42 36 60 52 49,00b

A3=150 88 90 56 48 85 73,40c

A4=200 65 35 82 50 60 58,40bc

A5=250 40 55 40 35 75 49,00b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan air kelapa muda 150 ml/l (A3) menunjukkan jumlah tunas yang lebih banyak yaitu 73,40 buah. Sedangkan jumlah tunas yang paling sedikit terdapat pada perlakuan tanpa air kelapa muda (A0) yaitu 21,6 buah. Data analisis statistik menyatakan perlakuan air kelapa muda berbeda nyata terhadap jumlah tunas planlet kentang (Solanum tuberosum. L) yaitu (p<0,05). Jumlah tunas meningkat dikarenakan media tanam ditambahkan air kelapa muda yang mengandung sitokinin serta berperan dalam pembentukan tunas pada planlet kentang. Menurut Sriyanti (2000) tumbuhnya tunas merupakan hasil dari diferensiasi sel, dan sel dalam jaringan mengalami pembagian fungsi membentuk organ- organ tertentu serta banyaknya tunas yang tumbuh sangat dipengaruhi oleh hormon sitokinin.

Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) keseimbangan antara sitokinin dan auksin akan menghasilkan tunas dan akar, hal ini terlihat pada hasil kultur dalam setiap eksplan mampu membentuk tunas pada semua perlakuan. Menurut Yusnita (2003), proses penggandaan tunas yang dipelihara dalam kondisi tertentu memerlukan adanya kerja zat pengatur tumbuh (ZPT) sitokinin.

Grafik perbandingan jumlah tunas planlet kentang (Solanum tuberosum.L) dengan berbagai perlakuan penambahan air kelapa muda pada media MS dapat dilihat pada Gambar 4.2

(31)

Gambar 4.2 Perbandingan Jumlah Tunas Planlet Kentang Solanum tuberosum.

L Dengan Berbagai Perlakuan Air Kelapa Muda , A0: tanpa air kelapa muda, A1 : Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Pada Gambar 4.2 terdapat perbedaan terhadap jumlah tunas planlet kentang dari berbagai macam perlakuan yaitu terjadinya kenaikan dan penurunan jumlah tunas.

Hal ini disebabkan karena perbedaan pemberian konsentrasi air kelapa muda yang ditambahkan ke dalam media tanam mempengaruhi pertumbuhan tunas.

Pertumbuhan tunas paling banyak terdapat pada perlakuan A3 yaitu dengan penambahan air kelapa muda sebanyak 200 mL/L. Sedangkan pertumbuhan tunas paling sedikit terjadi pada planlet kentang yang tidak diberi air kelapa muda (A0).

Hal ini dikarenakan media MS tanpa penambahan air kelapa tidak memilki sitokinin yang berperan sebagai hormon yang dapat meningkatkan jumlah tunas. Kebutuhan sitokinin dari air kelapa muda yang tidak tercukupi mengakibatkan tunas yang terbentuk lebih lambat dan sedikit dibandingkan dengan perlakuan penambahan air kelapa muda.

Menurut Sari et al., (2013) kebutuhan sitokinin sangat diperlukan tanaman kentang untuk pertumbuhan tunas. Jumlah tunas yang dihasilkan dapat mencerminkan tingkat multiplikasi suatu kultur Hal ini juga didukung pendapat Kusumaningrum (2007) bahwa mikrotuber dapat tumbuh secara langsung dari ketiak tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru.

(32)

Mikrotuber dapat diinisiasi dari sub apikal stolon, tunas meristem, tunas apikal dan atau tunas aksilar.

4.3 Jumlah Umbi

Penentuan jumlah umbi mikro kentang dihitung pada akhir penelitian. Data keseluruhan jumlah umbi ditunjukkan pada Lampiran 6. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap jumlah umbi (Lampiran 7). Data rata-rata jumlah umbi mikro dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Rata-rata jumlah umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) Konsentrasi

Air Kelapa (mL/L)

Ulangan

Rata- rata

1 2 3 4 5

A0 = 0 1 0 0 0 0 0,20a

A1= 50 5 3 3 1 4 3,20ab

A2=100 5 1 1 6 2 3,00ab

A3=150 6 7 2 2 4 4,20b

A4=200 11 12 6 13 10 8,40c

A5=250 5 4 3 3 4 3,80b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa jumlah umbi mikro terbanyak dihasilkan oleh perlakuan air kelapa muda 200 ml/L (A4) dengan rata-rata jumlah 8,4 buah.

Sedangkan jumlah umbi paling sedikit dihasilkan pada perlakuan tanpa menggunakan air kelapa muda (A0) yaitu dengan rata-rata jumlah 0,2 buah.

Peningkatan jumlah umbi dipengaruhi oleh ketersedian nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang cukup di dalam media.

Menurut Sagala et al., (2012) hormon sitokinin memacu pembentukan umbi dengan cara menghambat hidrolisis pati dan sebaliknya merangsang aktivitas sintesis pati. Watimena (1989) menyatakan bahwa penggunaan air kelapa muda yang mengandung sitokinin berperan dalam pengaturan pembelahan sel, poliferasi tunas ketiak, penghambatan pertumbuhan akar, dan induksi umbi mikro kentang.

Berdasarkan data pada Tabel 4.3 diperoleh perbandingan jumlah umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) berdasarkan beberapa perlakuan air kelapa muda dapat dilihat pada Gambar 4.3.1

(33)

Gambar 4.3.1 Jumlah Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum.L) dengan

berbagai perlakuan. (a) perlakuan tanpa air kelapa muda, (b) perlakuan 50 mL/L air kelapa muda, (c) perlakuan 100 mL/L air kelapa muda, (d) perlakuan 150 mL/L air kelapa muda, (e) perlakuan 200 mL/L air kelapa muda, (f) perlakuan 250 mL/L air kelapa muda.

Jumlah umbi mikro kentang dengan perlakuan tanpa air kelapa muda lebih sedikit dari perlakuan lain. Seperti yang dilihat pada Gambar 4.3.1 yaitu pada perlakuan A0. Hal ini disebabkan karena tidak adanya sitokinin yang terdapat di dalam media tanpa penambahan air kelapa, sehingga planlet kentang sulit untuk menginduksi umbi.

Dimana sitokinin merupakan hormon yang berfungsi dalam pembelahan sel dan pembentukan organ. Dengan adanya sitokinin yang terdapat didalam air kelapa muda, maka media pertumbuhan planlet dapat mencukupi kebutuhan nutrisi untuk pembentukan dan penginduksian umbi mikro kentang.

Hal ini didukung oleh pendapat Gopal et al., (2004) yang menyatakan bahwa produksi umbi mikro baik secara kualitas dan kuantitas dipengaruhi oleh komposisi media tumbuh serta kualitas dari pertumbuhan planlet yang diinduksi umbi mikro.

Menurut Wattimena (1995) pada media pertumbuhan umbi mikro kentang, sitokinin mendorong terbentuknya umbi mikro pada tunas dan nodus dari eksplan tanaman kentang secara in-vitro. Sitokinin diduga berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, sehingga akan menyebabkan terjadinya induksi umbi mikro.

b . a

.

c .

e .

f . d

.

(34)

Grafik perbandingan jumlah umbi kentang (Solanum tuberosum. L) dengan berbagai perlakuan penambahan air kelapa muda pada media MS dapat dilihat pada Gambar 4.3.2

Gambar 4.3.2 Perbandingan Jumlah Umbi Kentang Solanum tuberosum. L Dengan Berbagai Perlakuan Air Kelapa Muda , A0: tanpa air kelapa muda, A1 : Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Pada Gambar 4.3.2 terdapat perbedaan terhadap jumlah umbi planlet kentang dari berbagai macam perlakuan yaitu terjadinya kenaikan dan penurunan jumlah umbi mikro kentang. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pemberian konsentrasi air kelapa muda yang ada didalam media tanam dimana jumlah umbi kentang yang paling banyak dihasilkan oleh perlakuan air kelapa muda 200 ml/L (A4). Peningkatan jumlah umbi mikro kentang dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh yang terkandung didalam media salah satunya adalah sitokinin yang berasal dari air kelapa. Dimana sitokinin berperan dalam proses pembelahan sel dan pembentukan organ. Menurut Salisburry dan Ross (1995) zat pengatur tumbuh tidak hanya mengimbas pembentukan daerah pertumbuhan, tapi zat tersebut berlaku sebagai zat penggerak yang kuat. Misalnya, sitokinin (kinetin) yang diberikan mengakibatkan perubahan organ. Selain itu Warnita (2008) berpendapat bahwa jumlah umbi dipengaruhi oleh komposisi media yang digunakan.

Menurut Ni’mah et al. (2014) adanya sitokinin akan merangsang pembelahan sel sehingga menghasilkan ruangan yang dapat digunakan sebagai tempat akumulasi

(35)

zat tepung. hal ini yang menyebabkan semakin banyaknya jumlah umbi yang dihasilkan.

4.4 Diameter Umbi

Penentuan diameter umbi mikro kentang dihitung pada akhir penelitian. Data keseluruhan diameter umbi ditunjukkan pada Lampiran 8. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perilaku air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap diameter umbi (Lampiran 8). Data rata-rata diameter umbi mikro kentang dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Rata-rata diameter umbi mikro kentang (Solanum tuberosum.L) Konsentrasi

Air Kelapa (mL/L)

Ulangan

Rata- rata (mm)

1 2 3 4 5

A0 = 0 3,1 0 0 0 0 0,6200a

A1= 50 6,22 3,7 5,7 8,1 0,72 6,1840c

A2=100 6,12 6,9 3,9 5,21 7,1 5,8460bc

A3=150 5,77 5,57 6,75 8,35 6,92 6,6720c

A4=200 5,89 4,35 3,45 4,44 4,27 4,4800b

A5=250 6,06 5,33 4,95 5,53 4,75 5,3240bc

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa rata-rata diameter umbi mikro terbanyak dihasilkan oleh perlakuan air kelapa muda 150 ml/L (A3) dengan rata-rata 6,6720 mm. Sedangkan diameter rata-rata umbi paling sedikit dihasilkan pada perlakuan tanpa menggunakan air kelapa muda (A0) yaitu dengan rata-rata 0,62 mm.

Pertambahan ukuran umbi mikro dipengaruhi oleh ketersedian nutrisi dan zat pengatur tumbuh yang cukup didalam media. Bersamaan dengan bertambahnya ukuran umbi, maka diameter yang dihasilkan juga akan semakin meningkat.

Penambahan zat pengatur tumbuh yang berlebihan justru dapat menghambat proses.

Hal ini didukung oleh pendapat Dwijoseputro (1980) yang menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun dalam jumlah sedikit itulah menentukan berlangsungnya suatu proses fisiologis. Winten (2009) menyatakan bahwa zat pengatur tumbuh dibawah optimum menjadi tidak efektif.

(36)

Grafik perbandingan diameter umbi kentang (Solanum tuberosum. L) dengan berbagai perlakuan penambahan air kelapa muda pada media MS dapat dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4.4 Perbandingan Diameter Umbi Mikro Kentang Solanum tuberosum.

L Dengan Berbagai Perlakuan Air Kelapa Muda , A0: tanpa air kelapa muda, A1 : Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Pada Gambar 4.4 terdapat perbedaan terhadap diameter umbi mikro kentang dari berbagai macam perlakuan yaitu terjadinya kenaikan dan penurunan diameter umbi.

Pada penelitian ini rata-rata diameter umbi terbesar dihasilkan oleh perlakuan air kelapa 150 ml/L (A3) yaitu dengan diameter 6,6720 mm. Sedangkan diameter umbi terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa penambahan air kelapa (A0) yaitu dengan diameter 0,6200 mm. Menurut Dewi et al., (2014) adanya peningkatan ukuran, jumlah dan berat suatu sel umbi mengakibatkan pula peningkatan diameter umbi.

Kefi et al., (2000) menyatakan bahwa sitokinin dapat mempengaruhi pertambahan ukuran umbi, diameter umbi dan berat umbi mikro kentang.

4.5 Berat Basah Umbi

Penentuan berat basah umbi mikro kentang dihitung pada akhir penelitian. Dengan cara menimbang berat basah umbi menggunakan neraca analitik. Data keseluruhan berat basah umbi ditunjukkan pada lampiran 10. Hasil analisis statistik menunjukkan

(37)

bahwa perilaku air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap berat basah umbi (Lampiran 10). Data rata-rata berat basah dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Rata-rata berat basah umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) Konsentrasi

Air Kelapa (mL/L)

Ulangan

Rata- rata (g)

1 2 3 4 5

A0 = 0 0,01 0 0 0 0 0,0020a

A1= 50 1,17 0,24 0,82 0,79 1,25 0,8540c

A2=100 0,84 0,16 0,01 0,52 0,49 0,4040ab

A3=150 0,98 0,88 0,3 0,7 0,77 0,7260bc

A4=200 1,26 0,12 0,12 0,58 0,53 0,5220bc

A5=250 0,8 0,36 0,3 0,25 0,25 0,3920ab

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa rata-rata berat basah umbi mikro terbanyak dihasilkan oleh perlakuan air kelapa muda 50 ml/L (A1) dengan berat basah rata-rata 0,854 g, sedangkan rata-rata berat basah umbi terendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa air kelapa muda (A0) dengan rata-rata berat basah yaitu 0,0020 g. Peningkatan berat basah umbi dipengaruhi oleh jumlah umbi yang lebih banyak dihasilkan. Hal ini dikarenakan penambahan zat pengatur tumbuh pada media yang dapat mencukupi kebutuhan nutrisi salah satunya adalah sitokinin. Sitokinin dalam konsentrasi yang cukup dapat mengoptimalkan pembentukan dan pembesaran umbi mikro kentang. Adanya peningkatan berat basah umbi disebabkan karena dalam media tumbuh terdapat nutrisi yang kompleks berasal dari air kelapa muda. Menurut Warisno (2003) air kelapa mengandung 4% mineral dan 2% gula (terdiri atas glukosa, fruktosa, dan sukrosa). Selain itu juga mengandung abu, air, dan zat pengatur tumbuh yang disebut sitokinin. Kandungan gula tertinggi dicapai pada waktu kelapa masih muda (degan).

Menurut Warnita (2008) berat basah umbi berkaitan dengan jumlah dan ukuran umbi. Jumlah umbi yang banyak dan diameter umbi yang besar akan memberikan berat basah yang tinggi.

Grafik perbandingan berat basah umbi mikro kentang (Solanum tuberosum.

L) dengan berbagai perlakuan penambahan air kelapa muda pada media MS dapat dilihat pada Gambar 4.5

(38)

Gambar 4.5 Perbandingan Berat Basah Umbi Mikro Kentang Solanum tuberosum. L Dengan Berbagai Perlakuan Air Kelapa Muda , A0: tanpa air kelapa muda, A1 : Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Berdasarkan Gambar 4.5 terdapat perbandingan berat basah umbi mikro kentang dari berbagai macam perlakuan yaitu terjadinya kenaikan dan penurunan berat basah umbi. Berat basah umbi tertinggi dihasilkan oleh perlakuan penambahan air kelapa 50 ml/L (A1). Bertambahnya berat basah umbi dipengaruhi oleh adanya nutrisi yang kompleks dalam media tanam. Air kelapa muda merupakan zat pengatur tumbuh yang kompleks, salah satu bahan organik yang berpotensi dan mengandung ZPT alami atau fitohormon adalah air kelapa muda salah satunya hormon sitokinin.

Menurut Wattimena (1995) berat basah umbi dipengaruhi ukuran sel-sel umbi, semakin besar ukuran umbi dan semakin banyak jumlah umbi maka semakin besar juga bobot basah umbi tersebut. Selain itu bobot basah umbi berkaitan dengan jumlah dan ukuran umbi.

4.6 Berat Basah dan Berat Kering Tanaman

Pengamatan berat basah dan berat kering tanaman ditentukan pada akhir penelitian dengan cara menimbang massa tanaman yang masih segar kemudian dilanjutkan dengan mengeringkan tanaman menggunakan oven pada suhu 60oC sampai mencapai berat konstan, selanjutnya tanaman ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.

(39)

4.6.1 Berat Basah Tanaman

Penentuan berat basah tanaman kentang (Solanum tuberosum. L) dihitung pada akhir penelitian. Data keseluruhan berat basah tanaman ditunjukkan pada Lampiran 12.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perilaku air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap berat basah tanaman (Lampiran 12). Data rata-rata berat basah tanaman kentang dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.6.1

Tabel 4.6.1 Rata-rata berat basah tanaman kentang (Solanum tuberosum. L) Konsentrasi

Air Kelapa (mL/L)

Ulangan

Rata- rata (g)

1 2 3 4 5

A0 = 0 0,74 1,33 1,18 1,03 0,7 0,9960a

A1= 50 1,04 2,6 2,46 3,07 1,74 2,1820b

A2=100 2,18 0,65 1,64 3,18 3,31 2,1920b

A3=150 3,87 4,7 3,04 3,38 5,04 4,0060c

A4=200 3,31 2,47 2,64 2,48 4,06 2,9920bc

A5=250 2,44 2,55 2,46 1,04 4,12 2,5220b

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.6.1 dapat disimpulkan bahwa rata-rata berat basah tanaman kentang tertinggi dihasilkan oleh perlakuan air kelapa muda 150 ml/L (A3) dengan berat basah rata-rata 4,0060 g, sedangkan rata-rata berat basah tanaman terrendah dihasilkan oleh perlakuan tanpa air kelapa muda dengan rata-rata berat basah yaitu 0,9960g. Hal ini dikarenakan air kelapa muda yang terkandung didalam media terdapat zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mempercepat pembelahan sel-sel pada tumbuhan.

Selain sebagai zat pengatur tumbuh, air kelapa juga mengandung energi seperti protein, lemak, mineral, vitamin, dan karbohidrat. Zat tersebut terlibat dalam aktifitas metabolisme sel dalam pertumbuhan jaringan tanaman (Lakitan, 1996).

Menurut Salisburry dan Ross (1995) peningkatan berat basah tanaman merupakan akumulasi dari peningkatan jumlah dan ukuran sel serta bobot sel yang berupa air dan zat-zat terlarut didalamnya. Berdasarkan penelitian Mustakim et al.,(2015) menyatakan bahwa penambahan air kelapa berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan berat basah planlet tanaman krisan (Chrysanthemum indicum), sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian air kelapa pada tanaman krisan sangat berpengaruh terhadap penambahan air kelapa dengan konsentrasi 150 mL.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsentrasi coumarin bepengaruh nyata terhadap persentase planlet yang menghasilkan umbi mikro (1-2 BSA) dan diameter umbi

Introduksi Gen Hordothionin Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Kultivar Atlantik.. Nurhasanah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “ Bagaimana pengaruh pemberian paclobutrazol terhadap pertumbuhan dan produksi umbi kentang (Solanum tuberosum) dari Bibit

Introduksi Gen Hordothionin Pada Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) Kultivar Atlantik.. Nurhasanah

judul “ Respon Pertumbuhan Tanaman Kentang ( Solanum Tuberosum L.) Varietas Granola Secara Kultur Tunas Dengan Kombinasi Nutrisi AB Mix Dan Pupuk Organik Cair ”. Atas

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Benih Setek dan Umbi G0 Kentang (Solanum tuberosum L.) dengan Jumlah Buku, Kepadatan Tanaman dan Konsentrasi Paclobutrazol

Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa diameter umbi mikro per planlet pada taraf pemberian konsentrasi coumarin 0,050 gram/l menunjukkan diameter umbi mikro per planlet

Pengaruh Penambahan Kentang (Solanum tuberosum L.) dan Suhu Pembekuan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Donat Kentang Beku (Dibimbing oleh EKA LIDIASARI)..