• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Waktu Pembentukan Umbi

Waktu mulai terbentuknya umbi dihitung dengan cara mengamati planlet secara visual dari hari setelah tanam sampai mulai terbentuknya umbi. Planlet yang tercepat menghasilkan umbi adalah planlet yang diberikan perlakuan air kelapa muda 200 mL/L (A4) yaitu pada minggu kedua. Planlet yang terlama menghasilkan umbi adalah planlet yang diberikan air kelapa muda 250 mL/L (A5) yaitu pada minggu ke dua belas.

Pembentukan umbi pertama kali terlihat pada dua minggu setelah tanam (MST), umbi mulai muncul pada minggu kedua dengan tanda-tanda mulai munculnya pembengkakan pada bagian ketiak daun. Tahapan pembentukan umbi mikro kentang dapat dilihat pada (Gambar 4.1.1)

Gambar 4.1.1 Tahapan pembentukan umbi mikro kentang (a) planlet kentang setelah ditanam dalam media perlakuan, (b) pembentukan umbi mikro 2 MST, (c) pembesaran umbi mikro kentang

a b

c

Penentuan waktu mulai terbentuknya umbi diamati pada awal penanaman eksplan sampai akhir penelitian dengan cara menghitung umbi yang mulai terbentuk. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pembentukan umbi mikro kentang berpengaruh nyata. Data rata-rata waktu mulai terbentuknya umbi dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Rata- rata pembentukan umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L)

Konsentrasi

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa pada perlakuan air kelapa muda 200 ml/l (A4) menunjukkan rata-rata waktu terbentuknya umbi mikro kentang yang lebih cepat yaitu 2,8 minggu. Data analisis statistik menyatakan perlakuan air kelapa muda berbeda nyata terhadap pembentukan umbi mikro kentang (Solanum tuberosum. L) yaitu (p<0,05), sedangkan waktu terbentu umbi mikro kentang yang lebih lama yaitu 12,6 minggu terdapat pada perlakuan air kelapa 250 ml/L (A5). Hal ini dikarenakan pemberian air kelapa muda yang mengandung zat pengatur tumbuh sitokinin dapat berpengaruh dalam pembentukan organ pada planlet kentang. Salah satunya adalah pada proses pembentukan umbi.

Menurut Gunawan (1987) fungsi sitokinin dalam pengumbian dan pertumbuhan umbi ialah mengatur aktivitas pembelahan. Pada tahap awal pengumbian, terjadi pembengkakan dan pembesaran umbi. Hal ini terjadi karena pembesaran sel yang berfungsi sebagai penyimpan sel-sel baru.

Sumiati (1989) menyatakan bahwa dalam air kelapa muda mengandung auksin dan sitokinin, bila dalam jumlah yang cukup dapat merespon pertumbuhan dan perkembangan sel serta mempercepat pembentukan umbi.

Grafik hasil perbandingan waktu mulai terbentuknya umbi dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.1.2 Perbandingan Waktu Pembentukan Umbi, A0: tanpa air kelapa muda, A1 :Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa umbi mikro kentang yang lebih cepat terbentuk adalah umbi dengan perlakuan A4. Hal ini disebabkan karena penambahan air kelapa muda yang mengandung sitokinin dengan konsentrasi yang cukup dapat mempercepat pertumbuhan umbi, selain itu adanya komposisi senyawa organik yang kompleks di dalam air kelapa muda dapat meningkatkan pembentukan umbi.

Menurut Wattimena (1995) hormon sitokinin dapat mendorong terbentuknya umbi mikro pada tunas dan nodus dari eksplan tanaman kentang secara in-vitro. Sitokinin diduga berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, sehingga akan menyebabkan terjadinya induksi umbi mikro.

Menurut Purwanto (2017) dalam air kelapa muda terkandung dhipenil urea yang mempunyai aktivitas seperti sitokinin. Pertumbuhan umbi mikro sangat tergantung pada interaksi antara zat pengatur tumbuh (ZPT) eksogen yang ditambahkan ke dalam media dan zat pengatur tumbuh endogen. Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa, sitokinin berperan dalam memacu pembelahan sel dan pembentukan organ. Salah satunya dalam pembentukan umbi mikro.

4.2 Jumlah Tunas

Perhitungan jumlah tunas dilakukan pada akhir penelitian dengan cara menghitung tunas secara manual. Data keseluruhan jumlah tunas ditunjukkan pada Lampiran 4.

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan air kelapa muda berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas (Lampiran 4). Data rata-rata jumlah tunas dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Rata-rata jumlah tunas aksilar kentang (Solanum tuberosum. L) Konsentrasi

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji DNMRT

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pada perlakuan air kelapa muda 150 ml/l (A3) menunjukkan jumlah tunas yang lebih banyak yaitu 73,40 buah. Sedangkan jumlah tunas yang paling sedikit terdapat pada perlakuan tanpa air kelapa muda (A0) yaitu 21,6 buah. Data analisis statistik menyatakan perlakuan air kelapa muda berbeda nyata terhadap jumlah tunas planlet kentang (Solanum tuberosum. L) yaitu (p<0,05). Jumlah tunas meningkat dikarenakan media tanam ditambahkan air kelapa muda yang mengandung sitokinin serta berperan dalam pembentukan tunas pada planlet kentang. Menurut Sriyanti (2000) tumbuhnya tunas merupakan hasil dari diferensiasi sel, dan sel dalam jaringan mengalami pembagian fungsi membentuk organ- organ tertentu serta banyaknya tunas yang tumbuh sangat dipengaruhi oleh hormon sitokinin.

Menurut Hendaryono dan Wijayani (1994) keseimbangan antara sitokinin dan auksin akan menghasilkan tunas dan akar, hal ini terlihat pada hasil kultur dalam setiap eksplan mampu membentuk tunas pada semua perlakuan. Menurut Yusnita (2003), proses penggandaan tunas yang dipelihara dalam kondisi tertentu memerlukan adanya kerja zat pengatur tumbuh (ZPT) sitokinin.

Grafik perbandingan jumlah tunas planlet kentang (Solanum tuberosum.L) dengan berbagai perlakuan penambahan air kelapa muda pada media MS dapat dilihat pada Gambar 4.2

Gambar 4.2 Perbandingan Jumlah Tunas Planlet Kentang Solanum tuberosum.

L Dengan Berbagai Perlakuan Air Kelapa Muda , A0: tanpa air kelapa muda, A1 : Air kelapa muda 50 mL/L, A2 : Air kelapa muda 100 mL/L A3 : Air kelapa muda 150 mL/L, A4 : Air kelapa muda 200 mL/L, A5 : Air kelapa muda 250 mL/L

Pada Gambar 4.2 terdapat perbedaan terhadap jumlah tunas planlet kentang dari berbagai macam perlakuan yaitu terjadinya kenaikan dan penurunan jumlah tunas.

Hal ini disebabkan karena perbedaan pemberian konsentrasi air kelapa muda yang ditambahkan ke dalam media tanam mempengaruhi pertumbuhan tunas.

Pertumbuhan tunas paling banyak terdapat pada perlakuan A3 yaitu dengan penambahan air kelapa muda sebanyak 200 mL/L. Sedangkan pertumbuhan tunas paling sedikit terjadi pada planlet kentang yang tidak diberi air kelapa muda (A0).

Hal ini dikarenakan media MS tanpa penambahan air kelapa tidak memilki sitokinin yang berperan sebagai hormon yang dapat meningkatkan jumlah tunas. Kebutuhan sitokinin dari air kelapa muda yang tidak tercukupi mengakibatkan tunas yang terbentuk lebih lambat dan sedikit dibandingkan dengan perlakuan penambahan air kelapa muda.

Menurut Sari et al., (2013) kebutuhan sitokinin sangat diperlukan tanaman kentang untuk pertumbuhan tunas. Jumlah tunas yang dihasilkan dapat mencerminkan tingkat multiplikasi suatu kultur Hal ini juga didukung pendapat Kusumaningrum (2007) bahwa mikrotuber dapat tumbuh secara langsung dari ketiak tunas eksplan dan secara tidak langsung pada ketiak atau terminal tunas baru.

Mikrotuber dapat diinisiasi dari sub apikal stolon, tunas meristem, tunas apikal dan atau tunas aksilar.

Dokumen terkait