• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Agronomi dan Produksi Tanaman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Agronomi dan Produksi Tanaman"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai

Kedelai (Glycine max (L) Merrill) merupakan anggota keluarga Papilonaceae. Kedelai adalah tanaman semusim berbentuk semak-semak rendah, tumbuh tegak dengan panjang batang antara 100 – 200 cm. Akar kedelai bisa membentuk bintil akar yang berbentuk bulat atau tidak beraturan yang merupakan koloni bakteri Rhizobium japonicum.

Hubungan saling menguntungkan (mutualisme) antara bakteri dengan kedelai ini terjadi karena bakteri memperoleh karbohidrat dari hasil fotosintesis kedelai, sedangkan kedelai memperoleh suplai nitrogen yang ditambat dari udara (Hidayat, 1985).

Jumlah buku dan panjang ruas kedelai tergantung genotipe, panjang hari, dan tipe tumbuh. Pembentukan buku pada tanaman selesai pada umur 35 hari. Jumlah buku, cabang dan diameter batang bisa turun bila lingkungan tumbuhnya kekurangan cahaya (Lersten dan Carlson, 1987).

Agronomi dan Produksi Tanaman

Kemampuan kedelai untuk berproduksi tergantung kepada potensi genetik yang tersimpan dalam benihnya serta lingkungan tumbuhnya yang mensuplai cahaya, air, dan hara mineral (Iowa State University, 1994). Bahan kering total kedelai merupakan hasil tajuk tanaman dalam memanfaatkan radiasi matahari yang tersedia selama masa pertumbuhan. Proses yang menentukan produksi tanaman adalah akumulasi dan partisipasi bahan kering. Akumulasi bahan kering merupakan pertumbuhan tanaman dan hasil langsung dari keseimbangan fotosintesis dan respirasi serta kehilangan karena senesens dan absisi. Partisipasi adalah keseimbangan antara pertumbuhan vegetatif dan generatif (Gardner et al, 1990).

Pertumbuhan tanaman pada dasarnya disebabkan pertambahan atau pembesaran sel. Proses pembesaran sel dimulai dari air yang berdifusi ke dalam sel sehingga menimbulkan tekanan hidrostatis. Tekanan hidrostatis ini menekan dinding sel ke arah luar sehingga sel mengembang dan membesar (Taiz dan Zeiger, 1991; Salisburry dan Ross, 1992).

Akumulasi bahan kering tanaman sangat ditentukan oleh kapasitas fotosintesis tajuk dan respirasi tajuk. Produksi tanaman akan lebih tinggi pada tanaman yang mempunyai respirasi tajuk lebih rendah. Respirasi tajuk terdiri atas respirasi gelap dan fotorespirasi (Gardner et

(2)

al, 1990). Respirasi gelap ini bisa untuk pertumbuhan atau pemeliharaan (Smith, 1997). Akhirnya, produksi biji kedelai tergantung kepada kekuatan biji sebagai sink untuk menarik biomasa menjadi biomasa biji ( Shibels et al, 1987).

Produksi tanaman ditentukan oleh pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan ialah penambahan pada ukuran tanaman, berupa jumlah daun, jumlah buku, tinggi dan bobot kering tanaman. Perkembangan menyangkut perubahan fase siklus hidup, yaitu perkecambahan, inisiasi cabang bunga, pembungaan, dan pengisian biji (White dan Izquierdo, 1993).

Kapasitas dan laju fotosintesis daun kedelai sangat dipengaruhi oleh usia daun dan kondisi lingkungan (Shibels et al, 1987). Laju fotosintesis daun meningkat sejalan dengan pertambahan luasnya, lalu mencapai maksimum untuk beberapa lama yang tergantung pada genotipe dan posisi daun, kemudian menurun. Penurunan ini disebabkan terutama oleh kehilangan kapasitas fotosintesis, disamping penurunan konduktansi stomata terhadap air dan udara. Penurunan kapasitas fotosintesis ini berkorelasi positif dengan pengurangan N dan aktifitas mobilisasi.

Saat intensitas cahaya rendah kecepatan fotosintesis berbanding lurus (linear) dengan PPFD (photosynthetic photon flux density). Semakin bertambah intensitas cahaya, perbandingan tersebut semakin mengecil sampai mencapai laju fotosintesis maksimum. Laju fotosintesis daun kedelai maksimum dicapai pada saat radiasi 300 W m-2 atau 0.430 kal cm-2 mnt-1 (White dan Izquierdo, 1993).

Penelitian Khumaida (2002) menunjukkan bahwa genotipe Ceneng (toleran), Pangrango (toleran), Orba (moderat), dan Godek (peka) mencapai fotosintesis maksimum pada intensitas cahaya yang sama yaitu sekitar 1500 µmol cm-2 dtk-1. Baik pada kedelai yang beradaptasi terhadap cahaya penuh maupun yang ternaungi fotosintesis maksimum dicapai pada intensitas cahaya yang sama. Namun, laju fotosintesis dan fotosintesis maksimum lebih rendah pada kedelai yang ternaungi.

Fotosintesis bisa turun bila permintaan (kebutuhan) di jaringan yang sedang tumbuh kecil. Ini terjadi karena permintaan (demand) yang rendah menyebabkan laju transpor hasil fotosintes keluar dari jaringan daun juga kurang. Akibatnya, akumulasi pati di daun meningkat. Akumulasi pati di daun menghambat fotosintesis (White dan Izquierdo, 1993; Shibels et al, 1987)

(3)

Fotosintesis

Cahaya berperan sangat penting dalam kehidupan tanaman. Cahaya mempengaruhi pertumbuhan produksi biomasa tanaman melalui fotomorfogenesis dan fotosintesis. Total energi yang masuk dan tersimpan dalam sistem tanaman tergantung kepada laju fotosintesis per unit area dan luas bagian tanaman yang menerima cahaya. Kecepatan fotosintesis tergantung kepada cahaya, umur daun, tahap perkembangan tanaman, kandungan N daun, status air, temperatur, konsentrasi CO2, dan distribusi (penyebaran) daun (Raper dan

Kramer, 1987). Di bawah kondisi suhu 20 - 30o C dan kelembaban optimum, serta jenuh cahaya bisa diketahui AP (apparent photosynthesis) potensial kedelai yang juga mencerminkan aparatus fotosintesis (Shibels et al, 1987).

Hasil fotosintesis tajuk ditentukan oleh efisiensi fotosintesis daun dan penerimaan cahaya. Kapasistas penerimaan cahaya tergantung antara lain oleh banyaknya radiasi dan efisiensi penerimaannya (Gardner et al, 1990). Dengan kata lain, akumulasi bahan kering tergantung kepada banyaknya radiasi cahaya tersedia dan kemampuan tanaman menangkap, menyerap, dan memanfaatkan cahaya. Jadi naungan akan menyebabkan produksi biji kedelai turun karena radiasi tersedia yang sampai ke badan tanaman berkurang. Dalam hal kapasitas, naungan tidak menyebabkan penurunan yang signifikan.

Proses Fotosintesis

Peranan fotosintesis sangat penting dalam manajemen produksi tanaman karena hampir semua produksi tanaman didominasi oleh komponen karbohidrat yang merupakan hasil akhir fotosintesis. Sementara itu, metabolisme lipid dan protein yang juga merupakan komponen hasil utama memerlukan unsur karbon hasil fotosintesis.

Dalam fotosintesis energi cahaya diserap oleh klorofil dan berbagai pigmen. Pada fotosintesis energi matahari digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi gula. Klorofil adalah

pigmen hijau penyerap cahaya: Chl + hν → Chl*. Energi cahaya yang ditangkap digunakan untuk penggerak tranfer elektron dalam rangkaian energi sehingga terbentuk senyawa berenergi tinggi yaitu NADPH dan ATP. Terbentuknya senyawa ATP dan NADPH ini menandai berakhirnya reaksi cahaya dalam fotosintesis, untuk berlanjut kepada reaksi gelap. Dalam reaksi gelap energi yang tersimpan dalam ATP dan NADPH digunakan untuk menambat dan mengubah CO2 menjadi karbohidrat (Taiz dan Zeiger, 1991).

(4)

Pada dasarnya fotosintesis adalah suatu reaksi redoks yang digerakkan oleh cahaya. Reaksi fotosintesis terdiri atas 3 tahapan yaitu: (1) tahap antena menangkap cahaya dan mentransfernya ke pusat reaksi, (b) tahap rangkaian reaksi transfer elektron dan fotofosforilasi, serta (c) metabolisme karbon. Metabolisme karbon adalah suatu rangkaian proses reaksi yang disebut siklus PCR (photosinthetic carbon reduction). Siklus PCR terdiri atas karboksilasi, reduksi, dan regenerasi. Dalam karboksilasi CO2 masuk siklus

PCR melalui reaksinya dengan ribulose 1, 5 bisphosphate (RuBP) yang menghasilkan 3-phosphoglycerate (3-PGA). Reaksi ini dikatalisis oleh enzim ribulose bisphosphate carboxylase/ oxygenase (rubisco). Kelompok tanaman yang menangkap CO2 atmosfir

dengan RuBP disebut tanaman C3. Salah satunya ialah kedelai. Tanaman C3 dan Fiksasi Karbon

Produksi tanaman sangat ditentukan oleh produksi bahan kering yang dalam fisiologi ditentukan oleh selisih CO2 udara yang diserap melalui fotosintesis dan CO2 yang dilepas

tanaman melalui respirasi. Selama pertumbuhan umumnya respirasi tanaman menggunakan 25 - 30 % total fotosintesis sehingga ada selisih positif yang digunakan untuk pertumbuhan (akumulasi) bobot kering. Bila respirasi lebih tinggi daripada fotosintesis (tanaman diletakkan dalam gelap sehingga tidak ada fotosintesis) maka bobot tanaman akan berkurang (Gardner

et al., 1990).

Berdasarkan perbedaan proses fiksasi karbondioksida tanaman bisa digolongkan menjadi tanaman C3, C4, dan CAM. Kedelai dimasukkan ke dalam tanaman C3 yang efisien memanfaatkan cahaya (Gardner et al, 1990 dan Specht, 1999). Pada tanaman C3 karbondioksida atmosfer diikat oleh RuBP menjadi 3-PGA yaitu suatu molekul 3-karbon. Tanaman C4 menangkap CO2 udara dengan fosfoenol piruvat (PEP) untuk menghasilkan

molekul 4-karbon. Fiksasi CO2 pada tanaman CAM juga menghasilkan molekul 4-karbon.

Perbedaannya, pada CAM karbondioksida diikat pada malam hari (yaitu saat stomata terbuka maksimum) dengan menggunakan energi glikolisis. Pada siang terik dan stomata tertutup tanaman CAM hanya menjalankan reaksi terang. Jika kondisi air mencukupi beberapa tanaman CAM juga bisa bertindak seperti tanaman C3 (Gardner et al., 1990; Taiz dan Zeiger, 1991)

Fiksasi CO2 menjadi 3-PGA dikatalisis oleh enzim ribulose bis-phosphate (RuBP) carboxylase/oxygenase atau rubisco. ATP dari hasil fotofosforilasi digunakan untuk

(5)

mengubah riboluse-5-phosphat menjadi RuBP. ATP dan NADPH hasil reaksi terang juga digunakan untuk mengubah 3-PGA menjadi 3-PGAld. Keseluruhan proses ini disebut siklus Calvin. Pada tanaman C3 siklus Calvin berlangsung di sel mesofil.

Pada tanaman C4 fiksasi CO2 udara oleh PEP dikatalisis oleh enzim phosphoenol

pyruvate (PEP) carboxylase. ATP hasil fotofosforilasi digunakan untuk mengubah piruvat menjadi PEP. Penangkapan CO2 udara oleh PEP berlangsung di sel mesofil, tetapi siklus

Calvinnya berlangsung di sel seludang pembuluh (Gardner et al., 1990; Taiz dan Zeiger, 1991)

Selain perbedaan dalam proses penangkapan CO2 tanaman C3 dan C4 juga berbeda

dalam hal berikut, yaitu: (a) anatomi, (b) efisiensi penangkapan CO2 dan kecepatan

fotosintesis, dan (c) kandungan rubisco dan adaptasi. Tanaman C4 memiliki kloroplas di sel seludang pembuluh, sedangkan tanaman C3 tidak punya. Untuk tanaman C3, kloroplas di mesofil menjadi tempat bagi pengikatan CO2, proses siklus Calvin, dan akumulasi pati.

Untuk tanaman C4, pati tidak terbentuk di sel mesofil karena siklus Calvin berlangsung di sel seludang (Gardner et al., 1990).

Tanaman C4 mempunyai tingkat efisiensi pengikatan CO2 dan kecepatan fotosintesis

lebih tinggi, tetapi efisiensi pemakaian energi lebih rendah. Enzim PEP karboksilase mempunyai afinitas terhadap CO2 lebih tinggi dibanding rubisco sehingga pada level CO2

rendah fotosintesis tanaman C4 lebih efisien. Karena itu, pada intensitas cahaya tinggi tanaman C4 mempunyai efisiensi fotosintesis lebih tinggi. Namun, efisiensi energi pada tanaman C4 lebih rendah karena sebagian ATP digunakan untuk membentuk PEP. Jadi pada kondisi intensitas cahaya rendah, hasil fotosintesis berupa karbohidrat bisa lebih rendah (Gardner et al., 1990)

Tanaman C3 mempunyai kandungan rubisco per bobot kering daun lebih tinggi dibanding tanaman C4. Tetapi, tanaman C3 tidak memiliki enzim PEP karboksilase. Karena stomata menutup pada kondisi kering dan panas, maka tanaman C4 yang efisien dalam menangkap CO2 akan lebih adaptif untuk ditanam pada daerah kering dan panas dibanding

tanaman C3 (Gardner et al, 1990). Dengan demikian tanaman C4 lebih responsif terhadap perubahan radiasi cahaya daripada tanaman C3.

Rubisco juga mengikat O2 selain CO2. Pengikatan O2 menyebabkan terjadinya proses

(6)

dibanding tanaman C4. Pada tanaman C4 fotorespirasi sangat rendah karena CO2

dikonsentrasikan terlebih dulu di sel-sel seludang pembuluh. Pengkonsentrasian CO2 ini

menyebabkan rasio CO2 terhadap O2 meningkat sehingga lebih cocok untuk RuBP

karboksilase daripada RuBP oksigenase. Fotorespirasi memungkinkan aminasi untuk sintesa asam amino dan mempertahankan fosfat inorganik bersiklus sehingga lebih cocok dan menguntungkan pada kondisi intensitas cahaya rendah dan temperatur sejuk (Gardner et al., 1990; Taiz dan Zeiger, 1991). Hampir semua tanaman lantai hutan tergolong tanaman C3 (Smith, 1997). Tanaman C3 teraklimisasi pada cahaya rendah karena memiliki laju respirasi gelap rendah dan titik jenuh cahaya yang rendah (Salisburry dan Ross, 1992).

Daun dan Produksi Tanaman

Daun tanaman budidaya kebanyakan mempunyai (a) permukaan luar rata dan luas, (b) lapisan pelindung atas dan bawah, (c) beberapa stomata per satuan luas, (d) ruang udara yang saling berhubungan di dalamnya, (e) sejumlah banyak kloroplas, dan (f) saluran pembuluh. Yang ideal untuk fotosintesis ialah daun yang bertebal satu sel untuk memaksimumkan intersepsi cahaya per unit volume dan meminimumkan jarak yang harus dilalui untuk pertukaran gas (Gardner et al., 1990).

Daun juga perlu perlindungan terhadap lingkungan, maka daun juga perlu beberapa lapis sel dan lapisan permukaan pelindung. Lapisan kutikula dan lilin bersifat transparan dan dapat dilalui cahaya, tetapi tidak dapat dilalui CO2. Karena itu daun mempunyai jendela

pada permukaannya berupa stomata (Gardner et al., 1990). Anatomi Daun dan Stomata

Sel-sel palisade biasanya dijumpai pada bagian adaxial (atas) daun, berbentuk tiang, dan mengandung klorofil. Sel parenkima palisade bisa berbentuk barisan dengan satu lapisan atau dua lapisan. Panjang selnya bisa sama atau semakin mengecil bila menuju ke bagian tengah mesofilnya (Lersten dan Carlson, 1987).

Stomata terletak di bagian epidermis. Stomata merupakan pintu untuk pertukaran gas antara jaringan dalam tumbuhan dan lingkungannya. Pada tumbuhan darat, umumnya stomata tersebar pada epidermis bawah. Beberapa tanaman mempunyai stomata pada kedua permukaan daunnya.

Kerapatan stomata daun berbeda-beda. Pada kedelai yang pernah diteliti kerapatan stomata antara 130 – 316 per mm2. Banyaknya stomata bisa berkurang bila kedelai ditanam

(7)

di tempat yang cahayanya kurang (Lersten dan Carlson, 1987). Penurunan stomata karena naungan juga terjadi pada manggis (Garcinia mangostana) (Wiebel et al, 1999) dan

Amborella trichopoda (Field et al, 2001). Penelitian Sopandie et al (2002) menunjukkan bahwa naungan 50% menyebabkan penurunan kerapatan stomata. Dalam hal ini kelompok genotipe toleran mengalami persentase penurunan lebih sedikit dibanding genotipe peka, yaitu masing-masing 12% dan 32%.

Ketersediaan cahaya dan konsentrasi CO2 menjadi faktor pembatas bagi kecepatan

fotosintesis tumbuhan. Untuk mengefektifkan penerimaan dan penangkapan cahaya susunan sel-sel palisade dan bunga karang dibuat sedemikian sehingga cahaya bisa terdistribusi dalam sel mesofil dan penangkapan cahaya secara total optimum. Tumbuhan juga bisa mengatur letak kloroplas dan mengorientasikan daun sesuai dengan arah dan intensitas cahaya. Dalam situasi ternaungi kloroplas mengumpul ke dekat lapisan epidermis sehingga daun tampak lebih hijau (Taiz dan Zeiger, 1991).

Daun bisa beradaptasi dengan lingkungan untuk meningkatkan fotosintesis melalui pengaturan laju pertukaran gas. Kecepatan pertukaran gas pada daun tergantung kepada banyaknya stomata per luas daun dan lebar pembukaan stomata. Di sini stomata adalah jendela yang bisa dilalui gas dan air. Konduktansi stomata mencerminkan kondisi kemudahan stomata untuk pertukaran gas CO2 dan air. Semakin banyak dan lebar

pembukaan stomata maka semakin tinggi konduktansi stamota dan semakin tinggi pertukaran CO2 per satuan luas daun. Karena itu konduktansi stomata juga mencerminkan

level fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991). Kloroplas

Kloroplas adalah tempat konversi energi yang bisa ditemukan hanya pada sel fotosintesis. Ukurannya sekitar 5 x 2 x (1-2) µm. Organel ini dipisahkan oleh sitosol dengan membran ganda (membran luar dan dalam). Kloroplas tergolong plastid yang memiliki pigmen klorofil dan protein yang berhubungan dengan fotosintesis. Karena mengandung klorofil maka kloroplas berwarna hijau. Kloroplas punya membran ketiga, yaitu tilakoid. Di tilakoid inilah terdapat klorofil dan protein yang berfungsi dalam fotokimia di fotosintesis. Stroma ialah bagian cairan yang mengelilingi tilakoid, sedangkan lamella ialah tilakoid yang tidak bertumpuk (Taiz dan Zeiger, 1991; Gardner et al, 1990).

(8)

Stroma mengandung banyak ribosom, bahan protein, dan protein. Rubisco menempati lebih 50 persen bagian dari protein stroma. Proses reduksi karbondioksida (reaksi gelap) terjadi di stroma, sedangkan transformasi energi cahaya menjadi energi kimiawi (reaksi terang) terjadi di lamela. Pembentukan potensi kimia terjadi karena transformasi energi cahaya membentuk gradien proton antara sisi membran. Dengan bantuan enzim ATP sintase perbedaan gradien digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP dan NADP menjadi NADPH. Selanjutnya, ATP dan NADPH dipergunakan dalam proses perubahan karbondioksida (CO2 ) menjadi karbohidrat, molekul -molekul organik serta proses biologi

lain (Gardner et al, 1990; Newcomb, 1990; Mullet, 1990).

Pigmen dalam kloroplas sebagian besar berupa klorofil (a dan b) serta karotenoid (karotin dan xantofil). Klorofil merupakan pigmen fotosintesis yang terdapat pada membran tilakoid dalam kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, termasuk kedelai selalu terdapat dua jenis klorofil a (C55H72O5N4Mg) dan klorofil b (C55H70O6N4Mg). Klorofil bergabung dalam

suatu kompleks yang disebut fotosistem.

Klorofil adalah pigmen penyerap cahaya utama. Karotenoid bisa tidak aktif, bisa menyerap cahaya dan mentranfer elektron ke klorofil, atau mentrafer elektron antar fotosistem. Cahaya yang diserap daun berbeda dengan yang diserap oleh kloroplas. Yang paling banyak diserap oleh klorofil adalah cahaya merah, kemudian biru dan yang paling sedikit adalah cahaya hijau (Gardner et al, 1990; Hall dan Rao, 1999). Cahaya yang diserap daun tetapi tidak diserap klorofil, tidak dapat dimanfaatkan untuk fotosintesis.

Sel meristematik akar, tajuk, embrio, endosperma, dan daun muda yang sedang berkembang berisi proplastid. Proplastid tidak berwarna. Proplastid tidak atau sedikit memiliki membran dalam, tidak punya klorofil, serta perangkat fotosintesisnya tidak lengkap untuk kerja fotosintesis. Perkembangan kloroplas dari proplastid di batang dan daun dipicu oleh cahaya. Setelah terkena penyinaran proplastid membesar dan terjadi perubahan: (a) enzym terbentuk dalam proplastid atau diimpor dari sitosol, (b) pigmen penyerap cahaya terbentuk, (c) membran dalam berkembang cepat membentuk lamela stroma dan grana (lamela yang bertumpuk) yang jelas (Taiz dan Zeiger, 1991; Newcomb, 1990)

Pada kecambah, kloroplas terbentuk hanya jika tajuk terkena cahaya. Jika tidak ada cahaya proplastid berubah jadi etioplas. Proplastid berisi protoklorofil (perkusor pigmen berwarna hijau kuning pucat). Beberapa menit setelah terkena cahaya proplastid

(9)

berdiferensiasi: (a) prolamela menjadi tilakoid dan lamela stroma (b) protoklorofil menjadi klorofil. Kloroplas juga bisa kembali jadi etioplas bila dikenai gelap panjang (Gardner et al, 1990; Taiz dan Zeiger, 1991). Kloroplas yang usang dan tidak berfungsi berubah menjadi kromoplas. Di sini lamela stroma dan grana teracak dan klorofilnya hancur. Namun, kromoplas juga bisa balik menjadi kloroplas (Newcomb, 1990).

Pada tanaman yang mengalami etiolasi, yaitu tanaman yang ditumbuhkan pada tempat gelap secara terus menerus kloroplas tidak berkembang normal, tetapi menjadi etioplas. Etioplas berwarna kuning karena adanya protoklorofil, dan bukan klorofil. Membran dalamnya disebut badan prolamelar. Bila menerima cahaya etioplas menjadi kloroplas ditandai dengan: protoklorofil menjadi klorofil dan badan prolamelar menjadi grana dan lamela stroma (Newcomb, 1990; Taiz dan Zeiger, 1991).

Peranan cahaya dalam pembentukan klorofil terdapat pada dua proses (Gambar 4), yaitu pada regulasi ekspresi gen untuk komplek pemanen cahaya (gen cab) dan pada perubahan protoklorofilida (Pchl) menjadi klorofil ( Mohr dan Schopfer, 1995). Selanjutnya, seperti diperlihatkan pada Gambar 5 klorofil b bisa terbentuk dari bahan klorofil a (Schoefs dan Bertrand, 1997). Hambatan pembentukan gen cab bisa disebabkan oleh tingkat kandungan karbohidrat yang tinggi pada daun (Madore, 1997).

Klorofil dan Adaptasi terhadap naungan

Tanaman merespon kondisi lingkungan berintensitas cahaya rendah dengan meningkatkan kandungan klorofil, mengurangi ketebalan daun, dan mengurangi rasio klorofil a terhadap klorofil b (Taiz dan Zeiger, 1991; Zhao dan Oosterhuis, 1998; Johnston dan Onwueme, 1998).

Tumbuhan Atriplex triangularis memiliki adaptasi plastik terhadap ketersediaan cahaya. Atriplex yang beradaptasi dan toleran naungan memiliki klorofil total per pusat reaksi fotosintesis lebih tinggi. Selain itu, Atriplex yang toleran memiliki daun lebih tipis dan rasio klorofil a/b lebih kecil dibanding yang kurang toleran. Daun yang beradaptasi terhadap cahaya berlebih mempunyai protein terlarut tinggi, aktivitas rubisco tinggi, tingkat respirasi tinggi dibanding yang yang beradaptasi terhadap lingkungan berintensitas cahaya rendah (Taiz dan Zeiger, 1991). Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh cahaya, sehingga tanaman toleran mungkin memerlukan intensitas cahaya minimal lebih rendah bagi pemicuan pembentukan klorofil.

(10)

gen cab

hv

Pr Pfr

hv

apoprotein Light Harvesting Complex II

ALA PChl Chl (klorofil dalam LHC II) Gambar 4. Peranan cahaya dalam pembentukan klorofil daun ( Mohr dan Schopfer, 1995)

cahaya PChl a Chlide a Chl a Pchl b Chlide b Chl b

Gambar 5. Peranan cahaya pada proses pembentukan klorofil a dan b (Schoefs dan Bertrand, 1997).

Johnston dan Onwueme (1998) menunjukkan daun talas yang dinaungi memiki kandungan klorofil lebih tinggi dan rasio klorofil a/b lebih rendah. Fenomena yang sama diungkapkan oleh Zhao dan Oosterhuis (1998) terjadi pada kapas (Gossypium hirsutum). Selanjutnya, Sopandie et al (2003) menunjukkan bahwa genotipe padi yang toleran naungan meningkatkan jumlah klorofil lebih banyak, baik secara kuantitas maupun persentase bila diberi perlakuan naungan. Rasio klorofil a/b (klorofil a terhadap klorofil b) pada kedua jenis padi yang dinaungi menurun, tetapi penurunan pada genotipe yang toleran naungan lebih besar.

(11)

Cahaya dan Tanaman

Matahari adalah sumber energi bagi kehidupan. Besarnya radiasi surya yang diterima oleh suatu area di bumi pada satu hari dipengaruhi oleh: (a) sudut sinar terhadap titik tersebut, (b) panjang hari, (c) besarnya atmosfir yang dilalui sinar, dan (4) partikel di atmosfir. Pada daerah tropik sudut sinar dan panjang hari hampir tetap. Besarnya atmosfir yang dilalui tergantung kepada waktu harian. Pada sekitar jam 12 siang matahari tepat tegak lurus di atas, sehingga jarak atmosfer yang dilalui paling pendek. Pada pagi hari atau sore hari matahari membentuk sudut lancip dengan permukaan bumi dan jarak atmosfir yang dilalui sinar matahri lebih panjang. Pada daerah tropis basah partikel air (awan) dan asap bisa menyebabkan cahaya yang sampai ke permukaan bumi berkurang (Gardner et al., 1990).

Karakteristik Cahaya

Cahaya yang bisa dimanfaatkan untuk fotosintesis adalah cahaya tampak, yaitu cahaya dengan panjang gelombang 400 - 700 nm. Spektrum cahaya pada gelombang tersebut meliputi cahaya ungu, biru, hijau, kuning, oranye, merah. Cahaya infra merah (tidak termasuk cahaya tampak) mempunyai panjang gelombang 700 - 1000 nm. Energi matahari berada dalam foton yang bisa bergerak secara bergelombang. Reaksi cahaya pada proses fotosintesis diawali saat absorpsi foton oleh pigmen klorofil.

PFD (photon flux density) adalah banyaknya foton yang mengenai suatu luasan permukaan per satuan waktu. PPFD (photosyntetic photon flux density) atau PAR (photosynthetically active radiation) adalah PFD yang terbatas pada panjang gelombang paling efisien bagi fotosintesis yaitu 400 - 700 nm.

Intensitas cahaya rendah berarti cahaya ber-PFD rendah sehingga PPFD-nya juga rendah. Pada situasi ternaungi oleh tanaman perkebunan atau paranet PPFD yang diterima permukaan daun tidak konstan. Maka, besarnya foton yang diterima daun bukanlah hasil perkalian PPFD (X) kali waktu (T) atau X.T, tetapi merupakan kumpulan hasil Xi.Ti setiap saat atau ∑(Xi.Ti).

Sinar matahari yang berpengaruh terhadap tanaman meliputi tiga komponen, yaitu: (a) energi radiasi atau intensitas cahaya, (b) lama penyinaran, (c) kualitas cahaya (panjang gelombang). Sedikit perbedaan pada panjang gelombang bisa punya pengaruh banyak terhadap tanaman, seperti pengaruh cahaya merah (red) dan merah panjang (far red).

(12)

Berdasarkan perbedaan responnya terhadap panjang hari tanaman digolongkan pada tanaman hari netral, hari pendek dan hari panjang. Kedelai termasuk tanaman hari pendek (Dennis, 1988; Tomkins dan Shipe, 1996). Pada panjang hari melebihi 15 jam kedelai tidak atau terlambat berbunga. Dari berbagai percobaan diketahui bahwa yang menginduksi pembungaan adalah panjang masa gelapnya. Perlakuan fotoperiodisme pada tahap R5 (awal pembentukan biji) menunjukkan kandungan total karbohidrat nonstruktural (TNC) di daun lebih besar pada perlakuan hari panjang daripada perlakuan hari pendek (Cure et al, 1985). Efek paling nyata dari fotoperiodisme adalah: (a) jumlah buku dari batang utama, (b) tinggi tanaman, (c) permulaan berbunga. (d) umur kematangan biji.

Energi cahaya rendah hanya untuk menginduksi inisiasi pembungaan, sementara untuk perkembangan bunga selanjutnya diperlukan energi cahaya yang lebih tinggi. Buktinya, produksi bunga turun drastis karena naungan. Pada apel penurunan menjadi 37%, 25% dan 11% cahaya penuh menurunkan pembungaan berturut-turut sebesar 40%, 56%, dan 76% (Masaya dan White, 1993).

Cahaya dan Fitokrom

Durasi periode malam (gelap) diterjemahkan dalam sel tanaman oleh fitokrom ( Masaya dan White, 1993). Penghitungan malam dimulai dari suatu tingkat Pr dalam tanaman. Semakin tinggi Pr berarti semakin banyak Pfr menyerap gelombang infra merah, yaitu situasi gelap. Respon fotoperiodisme hanya perlu flux cahaya 15 lux. Ini sangat rendah mengingat cahaya matahari normal sekitar 50 - 100 klux. Jadi pengaruh fotoperiodisme tidak berhubungan dengan fotosintesis (Dennis, 1988).

Fitokrom seringkali dihubungkan dengan kondisi aktif suatu enzim karena perlakuan cahaya. Fitokrom juga menyebabkan rangsangan terhadap pembentukan rubisco subunit kecil, klorofil a dan b. Gen-gen yang mengatur pembentukan rubisco subunit kecil dan protein klorofil a/b pada komplek penangkapan cahaya diaktifkan oleh cahaya melalui mekanisme perubahan fitokrom (Taiz dan Zeiger, 1991).

Faktor Pembatas pada Fotosintesis

Kecepatan fotosintesis dibatasi dan ditentukan oleh langkah yang paling lambat. Langkah yang paling lambat tersebut bisa disebabkan oleh faktor lingkungan seperti ketersediaan cahaya, konsentrasi CO2 atau air. Kedua faktor tersebut bersama dengan

(13)

rubisco, regenerasi RuBP, dan metabolisme triosfosfat. Kenyataan di alam menunjukkan bahwa dua langkah pertama yaitu aktivitas rubisco dan regenarasi RuBP yang sering menjadi faktor pembatas utama. Fakta bahwa daun yang dinaungi daun lain memiliki kecepatan fotosintesis yang lebih rendah bisa disebabkan oleh faktor pembatas di atas (Taiz dan Zeiger, 1991).

Naungan pada padi menurunkan produktivitas karena perkembangan biji terganggu dan indeks panen rendah. Naungan juga menyebabkan karbohidrat rendah dan nitrogen terlarut meningkat sehingga banyak bakal biji menjadi seteril. Selanjutnya, naungan menyebabkan gula dan pati turun (Chaturvedi, 1994).

Hang et al (1984) menunjukkan bahwa naungan pada kedelai menurunkan bobot spesifik daun dan kecepatan fotosintesis. Sebaliknya, penambahan cahaya pada akhir pembungaan menambah biji, buku, cabang berpolong, polong per buku, biji per polong, dan kandungan minyak kedelai. Naungan pada beberapa periode menurunkan bagian tanaman sepert akar, tajuk, dan polong. Reed et al (1988) menyampaikan bahwa naungan selama masa vegetatif maupun generatif menurunkan bobot kering tanaman kedelai. Sedikit berbeda, pengurangan penyinaran ternyata meningkatkan panjang tajuk pada rumput lapang (Poa pratensis L). Penambahan tajuk ini dikompensasi dengan pertumbuhan akar yang menurun (Stier et al, 1999).

Naungan dan Produksi Tanaman

Pengaruh naungan terhadap produksi tanaman bisa diketahui dari hubungan cahaya dan ATP untuk menghasilkan produk fotosintesis. Cahaya berperan sebagai sumber penggerak dalam mesin-mesin fotosistem yang dapat menghasilkan ATP. Intensitas cahaya rendah yang disebabkan oleh naungan akan mengurangi ATP yang dihasilkan dalam reaksi terang fotosintesis. Selanjutnya, ATP yang terbentuk merupakan sumber energi dalam reaksi gelap fotosintesis (Lawlor, 1987). Percobaan yang dilakukan Khumaida (2002) menunjukkan bahwa naungan menyebabkan penurunan laju fotosintesis pada semua genotipe kedelai yang diuji.

Pertumbuhan dan hasil tanaman tergantung fotosintesis yang sedang berlangsung dan asimilat yang tersimpan. Jika fotosintesis kini dibatasi oleh cekaman lingkungan, tanaman tergantung kepada asimilat yang tersimpan. Karbohidrat simpanan berperan penting dalam metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan toleransi cekaman. Pati adalah karbohidrat

(14)

simpanan terpenting, sedangkan sukrosa adalah karbohidrat dapat ditranspor yang terpenting (Chaturvedi et al, 1994).

Naungan dapat menyebabkan penurunan produksi kedelai dan komponen produksinya. Komponen produksi yang menurun antara lain: jumlah polong, biji/polong, dan bobot biji. Sementara itu, kandungan N daun tidak dipengaruhi oleh naungan (Sakamoto dan Shaw, 1967). Terakhir, Khumaida (2002) melaporkan bahwa naungan sebesar 50 % menurunkan produksi biji per tanaman, mengurangi jumlah cabang, dan meningkatkan tinggi tanaman pada semua genotipe kedelai yang diuji. Namun pengaruh naungan terhadap bobot 100 biji bervariasi antar genotipe yang diuji.

Penurunan produksi akibat naungan 50% pada genotipe kedelai antara 0 – 3%, sedangkan pada genotipe tahan antara 33 – 45%. Ceneng adalah genotipe paling toleran dengan penurunan produksi 0%, sedangkan Godek adalah genotipe paling peka dengan penurunan 45% (Sopandie et al, 2002). Khumaida (2002) menunjukkan penurunan yang berbeda pada Ceneng (toleran), yaitu sebesar 65% sehingga produksinya menjadi 35% kontrol. Namun, penurunan produksi tersebut tergolong paling kecil. Penurunan produksi Godek (peka) mencapai 80% sehingga produksinya menjadi 20% terhadap kontrol.

Naungan menyebabkan penurunan produktivitas (yield) padi IR 46, IR 64 dan Mashuri dengan persentase berbeda-beda. (Chaturvedi et al, 1994). Zhao dan Oosterhuis (1998) melaporkan bahwa naungan menyebabkan laju pertukaran CO2 (laju fotosintesis

netto daun) kapas turun. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa naungan dapat menurunkan bobot kering dan penyerapan N yam (Dioscorea sp ) (Pushpakumari dan Sasidhar, 1996).

Naungan dan Karbohidrat

Level karbohidrat dalam tubuh tanaman merupakan salah satu cara atau mekanisme untuk bertahan hidup. Pengaruh cekaman lingkungan terhadap level karbohidrat tanaman berbeda-beda tergantung penyebab cekamannya. Hasil penelitian Zhao dan Oosterhuis (1998) menunjukkan bahwa naungan menyebabkan tingkat karbohidrat non struktural (total non structural carbohydrate TNC) kapas turun. Pada gandum (Triticum aestivum L.) perlakuan naungan pada periode pengisian biji menurunkan pati, fruktosa dan sukrosa daun

(15)

(Judel dan Mengel, 1982). Penurunan kandungan pati, sukrosa, glukosa, dan fruktosa juga terjadi pada padi yang diberi perlakuan gelap selama 3 hari (Sopandie et al, 2003b).

Lautt et al. (2000) melaporkan bahwa naungan menyebabkan kandungan sukrosa naik pada padi toleran naungan dan turun pada padi peka. Rasio sukrosa yang tinggi pada genotipe toleran saat dinaungi menguntungkan tanaman karena transpor fotosintat lebih lancar. Transpor fotosintat yang lancar akan dapat mengurangi hambatan fotosintesis yang disebabkan oleh penumpukan karbohidrat (pati) di daun (Shibels et al,1987).

Hasil sukrosa yang tinggi tentunya didukung oleh aktifitas enzim SPS yang tinggi saat dinaungi. Enzim ini berperan dalam mengkatalisis reaksi UDP-glukosa + Fruktosa-6-fosfat menjadi UDP + sukrosa-6 Fosfat. Sukrosa-6 Fosfat selanjutnya menjadi sukrosa dan Pi (Taiz dan Zeiger, 1991).

Gardner et al (1990) menyatakan bahwa pati bisa terbentuk bila laju penangkapan CO2 sangat tinggi atau adanya hambatan transfer triosfosfat dari kloroplas ke sitosol.

Menurut Taiz dan Zeiger (1991) tranpor triosfosfat bisa tinggi bila proses pertukaran (dalam mekanisme antiport) antara Pi dan triosfosfat berjalan baik. Secara ringkas proses pembentukan pati dan sukrosa yang saling bersaing dipaparkan pada Gambar 6.

Hasil penelitian yang berbeda (Bell dan Danneberger, 1999) terjadi pada naungan yang diperlakukan pada creeping bentgrass turf (Agrostis palustris Huds). Hasilnya menunjukkan bahwa semakin lama naungan TNC tajuk cenderung naik. Fenomena ganjil ini dijelaskan bahwa respon tersebut berkebalikan dengan massa akar yaitu naungan mengurangi bobot akar. Jadi rumput ini mempertahankan level TNC tinggi dengan mengurangi perpanjangan akar. Levitt (1980) menjelaskan bahwa naungan bisa menurunkan kadar karbohidrat, aktivitas enzim, dan kandungan protein.

Kekurangan cahaya dapat menurunkan laju fotosintesis dan akumulasi karbohidrat yang berakibat pada terganggunya proses metabolisme dan produksi tanaman. Perlakuan gelap menyebabkan gangguan perkembangan membran tilakoid kedelai toleran maupun peka naungan. Perlakuan naungan 50% tidak menghambat perkembangan membran tilakoid pada genotipe toleran naungan seperti Pangrango dan B613, tetapi menghambat pada genotipe peka Godek. Pada kondisi naungan 50 % kloroplas genotipe toleran mempunyai butir pati lebih banyak dibanding genotipe peka (Khumaida, 2002).

(16)

Siklus Calvin Trios-P Trios-P Pi Trios-P Kloroplas Sitosol Pi Trios-P

Gambar 6. Skema pembentukan sukrosa dan pati pada fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991)

Cahaya dan Asimilasi Nitrogen

Tingginya kadar protein pada biji menunjukkan pentingnya metabolisme N dalam fisiologi kedelai. Protein tersusun dari atom-atom C, H, O, N dan unsur lain. Atom-atom C, H, O, dan N merupkan bagian terpenting dari asam amino. Perbedaan jumlah dan susunan atom C, H, O, N dan unsur lain serta ikatan molekulnya merupakan ciri asam amino yang satu berbeda dengan yang lainnya.

Cahaya berperan dalam pembentukan protein melalui dua faktor yaitu unsur pembentuk dan energi untuk pembentukan protein. Unsur pembentuk protein C, H, dan O berasal dari karbohidrat hasil fotosintesis. Karbohidrat hasil fotosintesis ini melalui proses

PATI

(17)

respirasi menghasilkan energi yang dipakai untuk proses pembentukan protein (Gardner et al, 1990).

Murty dan Sahu (1987) melaporkan bahwa naungan menyebabkan kandungan N terlarut daun meningkat. N terlarut yang tinggi menunjukkan kegagalan pembentukan protein. N terlarut yang tinggi diduga menyebabkan kehampaan pada padi. Padi peka naungan mengalami peningkatan N terlarut lebih tinggi dibanding padi toleran saat keduanya dinaungi.

Metabolisme Nitrogen

Bangun tanaman yang terdiri atas kumpulan materi sudah membuktikan bahwa tanaman memerlukan unsur hara dalam pertumbuhannya. Suatu unsur hara disebut esensial hanya bila unsur tersebut menjadi kebutuhan yang tak bisa digantikan unsur lain dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tanpa unsur tersebut tanaman tidak mampu menyelesaikan siklus hidupnya secara sempurna. Unsur tersebut bisa juga merupakan bagian dari metabolit esensial.

Proses absorpsi hara bisa aktif maupun pasif. Absorpsi aktif memerlukan energi berupa ATP yang diproduksi oleh proses respirasi. Radiasi dan kecepatan fotosintesis berpengaruh terhadap absorbsi hara. Perjalanan hara tidak memerlukan energi selama berada dalam wilayah apoplastik, seperti ruang antar sel. Lapisan Caspary yang tidak tembus air pada endodermis mengharuskan hara memasuki wilayah simplastik, yaitu wilayah yang terdiri atas sel-sel hidup yang isinya saling berhubungan karena plasmodesmata. Perjalanan hara dalam wilayah simplastik memerlukan ATP (Gardner et al, 1990; Marchner,1994).

.Salah satu unsur hara esensial tanaman yang terpenting adalah nitrogen. Nitrogen adalah unsur hara yang paling menjadi faktor pembatas. Selain karbon, hidrogen, dan oksigen, nitrogen adalah komponen utama bahan kering tanaman. Nitrogen adalah unsur pembentuk asam amino, basa N seperti purin, protein dan nukleoprotein seperti DNA dan RNA (Gardner et al, 1990;Taiz dan Zeiger, 1991).

Di alam bentuk nitrogen tersedia yang bisa diserap bagi tanaman adalah NO3-dan

NH4 +

. Asimilasi nitogen tergantung kepada proses reduksi N. Reduksi N membutuhkan elektron dari NADH atau NADPH dari hasil fotosintesis (Gardner et al 1990; Harper, 1987; Taiz dan Zeiger, 1991).

(18)

Peranan cahaya dalam proses reduksi nitrat menjadi nitrit bisa dilihat pada Gambar 7. Pembentukan gen NR dipicu oleh glukosa yang merupakan hasil fotosintesis. Enzim NR yang tidak aktif diaktifkan oleh NADH yang merupakan hasil fotosintesis (Vivekanandan, 1997). Cahaya (hv) klorofil siklus Calvin Glukosa Cahaya (hv) klorofil siklus Calvin NADH

gen NR NR mRNA enzim NR (tidak aktif)

enzim NR (aktif)

Gambar 7. Cahaya menstimulasi enzim nitrat reduktase (Vivekanandan, 1997)

Nitrogen dari udara bebas (atmosfir) bisa menjadi sumber N bagi kedelai apabila kedelai bersimbiosis dengan rhizobium yang membentuk bintil di akar kedelai. Simbiosis ini menguntungkan kedua belah pihak. Pada akar yang ternodulasi terjadi pertukaran zat-zat antara tanaman dan bakteri dalam bintil akar. Kedelai memberi karbohidrat (gula) dari fotosintesis, tetapi memperoleh NH4+. dari bintil akar. Karbohidrat yang diberikan kedelai

kepada bintil akar tersebut berupa malat yang berasal dari sukrosa. Sementara itu NH4+

segera diubah menjadi glutamin dan asparagin (Gardner et al, 1990; Hall dan Rao, 1999, Purcell et al, 2000).

Kekurangan unsur N menyebabkan penurunan pada: (a) pembelahan dan ekspansi sel, (b) perkembangan kloroplas, (c) konsentrasi klorofil dan aktifitas enzim. Tanaman yang kekurangan N biasanya kerdil (Gardner et al, 1990; Taiz dan Zeiger, 1991). Pada kedelai

NO3

(19)

-non-nodulasi pemupukan N meningkatkan fotosintesis daun. Ini berkorelasi positif dengan persentase N daun (Shibels et al, 1987).

Meskipun N bisa masuk tanaman melalui daun berupa pupuk daun, namun secara alami N diserap tanaman sebagai nitrat atau N2 yang segera diubah menjadi amonium. Ion

amonium dari fiksasi N2 segera diubah menjadi asam amino. Nitrat yang diambil tanaman

diubah menjadi nitrit oleh nitrat reduktase dan nitrit diubah menjadi amonium oleh nitrit reduktase (Gardner et al, 1990; Harper, 1987).

Adaptasi terhadap Naungan Adaptasi Tanaman

Kondisi lingkungan yang sesuai dan optimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat jarang terdapat di alam. Ketidaksesuaian lingkungan tumbuh menyebabkan cekaman pada tanaman. Cekaman ialah faktor biotik dan abiotik yang menyebabkan gangguan fungsional sehingga pertumbuhan dan produksi turun. Level cekaman tergantung kepada faktor penyebab cekaman dan tanamannya sendiri (Biswal dan Biswal, 1999).

Menurut Levitt (1980) cekaman (stres) adalah faktor lingkungan apapun di luar organisme yang secara potensial tidak cocok (mengganggu) organisme tersebut. Cekaman bisa menyebabkan perubahan (strain) pada organisme. Perubahan tersebut bisa dapat balik (reversible strain) atau tidak dapat balik (irreversible strain). Strain elastis bisa hilang bila cekaman dihilangkan atau tanaman dikembalikan pada lingkungan yang sesuai. Penambahan level cekaman pada strain elastis bisa menyebabkan strain plastis. Strain plastik yang besar dan melebihi atau melewati ambang tertentu bisa menyebabkan kerusakan, bahkan kematian bagi organisme.

Pada benda mati strain plastis benar-benar tidak dapat kembali. Pada organisme hidup strain plastis (kerusakan) bisa diperbaiki untuk waktu yang cukup lama. Kemampuan tanaman untuk menyembuhkan dari kerusakan akibat strain yang besar juga mengarah kepada adaptasi (Levitt, 1980).

Kemampuan untuk mempertahankan sehingga tidak terjadi perubahan (strain) disebut resistensi. Resistensi ini berlanjut kepada kemampuan adaptasi. Resistensi plastis (adaptasi resistensi) adalah kemampuan tanaman untuk bertahan sehingga tidak terjadi strain plastis yang bersifat merusak. Dalam resistensi plastis ini mungkin tidak terjadi pertumbuhan tetapi hanya bertahan dari strain plastis (Levitt, 1980).

(20)

Resistensi elastis adalah kemampuan tanaman bertahan dalam kondisi strain elastis. Dalam waktu lama strain elastis dapat menyebabkan akumulasi racun yang juga dapat menyebabkan kerusakan dan kematian. Tanaman yang mampu tumbuh dan beregenerasi dalam strain elastis yang lama disebut mempunyai resistensi elastis (adaptasi kapasitas).

Adaptasi ialah sifat yang dikontrol secara genetik yang memungkinkan tanaman berproduksi relatif baik pada suatu lingkungan tertentu. Suatu genotipe disebut beradaptasi luas bila genotipe tersebut bisa menampilan pertumbuhan dan produksi baik untuk selang yang besar dari nilai fator lingkungan tertentu, misalnya pH, kadar air, dan radiasi cahaya. Adaptasi sempit mengacu kepada persyaratan faktor lingkungan yang khusus untuk tumbuh dan berkembang baik. Genotipe yang beradaptasi sempit berarti tidak toleran terhadap situasi lingkungan yang berbeda dengan persyaratan tumbuhnya (White dan Izquierdo, 1993). Kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh gen-gen dalam tanaman.

Adaptasi terhadap cekaman bisa bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Adaptasi jangka pendek merupakan respon cepat. Di sini tidak terdapat pembentukan protein baru. Sinyal transduksi hanya ditandai perubahan konsentrasi metabolit. Pada cekaman cahaya adaptasi jangka pendek tanaman menciptakan interaksi yang terkoordinasi antara antena pemanen cahaya dan konversi energi dengan aktivitas transpor elektron pada komplek tilakoid dan operasi siklus Calvin untuk mengoptimalkan kecepatan fotosintesis. Dalam adaptasi jangka panjang sinyal cekaman mengarah kepada sintesis protein, lipid, dan pigmen. Produksi berlebihan atau kurang dari protein chl a/b (LHC II), protein DI pada PS II menyebabkan perubahan stoikiometri dari fotosistem tilakoid dan kuantitas rubisco dan protein (Biswal dan Biswal, 1999)

Tanaman Strokesia laevis (Hill) E. Greene) adalah tanaman C3 yang mempunyai

kemampuan adaptasi luas terhadap intensitas cahaya dengan fleksibilitas titik kompensasi cahayanya (lcp). Tanaman ini merespon defisit cahaya dengan meningkatkan nisbah tajuk dan akar. Perlakuan intensitas cahaya berbeda yaitu 120, 320, dan 1010 mol m-2 dtk-1 selama 50 hari menyebabkan tanaman yang diberi perlakuan berbeda mempunyai kemampuan adaptasi terhadap intensitas cahaya berbeda pula. Perlakuan 120 mol m-2 dtk-1 memiliki lcp (titik kompensasi cahaya) paling rendah, kandungan klorofil per bobot daun

(21)

paling tinggi, dan luas spesifik (luas permukan daun per bobot daun) paling tinggi (Callan dan Kennedy, 1995).

Tanaman yang toleran cahaya rendah mampu memanfaatkan cahaya secara efisien melalui kemampuannya beradaptasi baik secara anatomi, morfologi, fisiologi dan biokimia yang berkaitan dengan kegiatan fotosintesis.

Daya adaptasi tanaman terhadap naungan tergantung kepada kemampuan tanaman dalam melanjutkan proses fotosintesis dan mempertahankan lajunya dalam kondisi kekurangan cahaya. Menurut Bruick dan Mayfield ( 1999) pohon yang toleran kekurangan cahaya mempunyai ciri yaitu di bawah kondisi cahaya optimum bagi kebanyakan tanaman, pohon-pohon tersebut dibanding yang lain mempunyai (a) kecepatan pertumbuhan relatif (RGR) lebih rendah, (b) rasio luas daun/bahan kering lebih rendah (daun lebih tebal dan padat), (c) kandungan nitogen daun lebih rendah, dan (d) rasio tajuk dan akar lebih rendah. Mekanisme Penghindaran

Menurut Levitt (1980) tanaman mampu beradaptasi terhadap naungan melalui mekanisme penghindaran dan toleransi. Penghindaran kekurangan cahaya dilakukan dengan meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya. Peningkatan efisiensi penangkapan diperoleh melalui perluasan daun sebagai bagian tanaman yang bisa menangkap cahaya dan kemampuan menangkap cahaya per satuan luas daun. Penangkapan cahaya diperoleh melalui peningkatan kandungan kloroplas dan kandungan kloropil per kloroplas daun Gambar 8).

Penelitian pada padi gogo menunjukkan naungan menyebabkan daun lebih luas dan tipis karena pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil. Padi gogo yang diberi cekaman cahaya rendah meningkatkan klorofil a maupun klorofil b (Lautt, 2000). Givnish et al (1988) menyimpulkan bahwa intensitas cahaya rendah menyebabkan penurunan ketebalan bobot spesifik daun (BSD) dan peningkatan klorofil a dan b. Penelitian naungan pada manggis (Wiebel et al, 1994), Amborella trichopoda ( Feild, 2001) dan Baringtonia (Feng et al, 2004) menunjukkan bahwa perubahan karakter pada daun antara lain pada penipisan daun, pengurangan ketebalan lapisan palisade, peningkatan kandungan klorofil a dan b, peningkatan luas helai daun, dan penurunan BSD.

Penelitian Weston et al (2000) pada tipe liar dan mutan Arabidopsis thaliana

(22)

dan b, bisa terjadi pada perlakuan naungan selama 6 hari setelah pada umur 0 - 20 HST tumbuh pada cahaya normal.

Mekanisme penghindaran defisit cahaya melalui peningkatan kandungan klorofil terjadi pada semua genotipe kedelai yang diberi perlakuan naungan (Khumaida, 2002). Peningkatan efisiensi peningkatan cahaya ini bisa dilihat pada ekspresi gen untuk pembentukan komplek pemanen cahaya (lhc) dimana klorofil berada. Ekspresi gen ini mulai ada bahkan bila kedelai diberi perlakuan naungan 50 % selama sehari. Tetapi pemberian perlakuan gelap tidak memunculkan gen untuk protein pemanen cahaya.

Tanaman yang toleran naungan bila diberi perlakuan naungan mampu mempertahankan laju fotosintesis tinggi dengan dua cara yaitu (a) meningkatkan luas daun untuk meningkatkan luas areal penangkapan cahaya dan (b) pengurangan jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direfleksikan. Tanaman tersebut mengurangi kutikula dan menghilangkan lapisan lilin dan bulu. Daun tanaman toleran lebih tipis dan kandungan bahan keringnya rendah. Ini untuk meningkatkan tingkat fotosintesis per bobot kering (Hale dan Orcutt, 1987; Levitt, 1980).

Sopandie et al (2005) menunjukkan bahwa bulu daun menurun pada kedelai yang dinaungi 50%. Penurunan itu terjadi pada pengamatan 8 - 10 MST, sedangkan pada pengamatan saat 4 – 6 MST kerapatan bulu lebih besar pada kondisi kontrol dibanding naungan 50%. Kerapatan bulu terendah terdapat pada Ceneng (toleran), tetapi persen penurunan tertinggi terdapat pada genotipe Godek (peka) dan Slamet. Informasi penurunan kerapatan bulu pada Klungkung Hijau, B613, Wilis, Tampomas, MLG2999 belum ada.

Dalam rangka meningkatkan luas area penangkapan dan pemanfaatan cahaya, tanaman meningkatkan rasio tajuk dan akar, menipiskan daun, memperpendek palisade, dan memperluas daun. Dalam rangka meningkatkan efisiensi cahaya yang diterima tanaman tersebut memiliki rasio klorofil terhadap komponen karboksilasi dan proses transpor elektron tinggi. Selain kandungan klorofil daun meningkat, rasio klorofil a terhadap klorofil b juga menurun karena proporsi peningkatan klorofil b lebih tinggi dibandingkan klorofil a (Callan dan Kennedy, 1995; Taiz dan Zeiger, 1991). Penelitian pada padi gogo dan kedelai menunujukkan bahwa penipisan daun pada padi gogo dan kedelai disebabkan oleh pengurangan jumlah sel palisade (Lautt et al, 2000; Khumaida, 2002).

(23)

Kedelai yang diberi naungan 50% mengalami penurunan ketebalan daun dan lapisan palisade. Persen penurunan lebih besar pada kelompok genotipe toleran daripada peka (Sopandie et al, 2002). Luas helai daun trifoliat juga meningkat akibat naungan 50%. Persentase peningkatan luas helai daun lebih besar pada Pangrango (T) dan Ceneng (T) daripada Godek (Sopandie et al, 2004). Namun belum ada keterangan tegas apakah perbedaan tersebut nyata. Penelitian di atas juga mengungkapkan bahwa rasio luas per bobot daun meningkat atau berarti bobot spesifik daun (BSD) menurun dengan persentase penurunan hampir sama. Belum ada uji beda nyata tentang persentase penurunan BSD akibat naungan 50%.

Pembentukan kloropas dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya. Tanaman yang toleran cahaya mampu mempertahankan jumlah kloroplas yang tinggi per luas daun (Hale dan Orchut, 1987) dan jumlah klorofil per kloroplas (Okada et al, 1992). Dalam kondisi ternaungi jumlah klorofil a dan klorofil b genotipe padi yang toleran lebih tinggi dibanding yang peka (Lautt et al, 2000). Peningkatan klorofil b yang lebih tinggi daripada klorofil a menyebabkan rasio klorofil a/b menurun. Fenomena ini juga terjadi pada kedelai (Khumaida, 2002). Ini berkaitan dengan peningkatan klorofil b yang lebih tinggi pada LHC-II. Pembesaran antena pada fotosistem II ini akan mempertinggi efisiensi pemanenan cahaya (Hidema et al, 1992; Kennedy dan Allan, 1995). Sopandie et al (2002) mengungkapkan bahwa peningkatan kandungan klorofil a maupun klorofil b lebih tinggi pada kelompok genotipe toleran dibanding genotipe peka. Namun penurunan rasio klorofil a/b tidak berbeda nyata antar dua kelompok genotipe tersebut.

Mekanisme Toleransi

Toleransi terhadap defisit cahaya diperoleh melalui kemampuan tanaman menurunkan titik kompensasi cahaya dan mengurangi respirasi (Gambar 9). Penurunan titik kompensasi cahaya bisa diperoleh dengan cara mengurangi derajat penurunan aktivitas enzim dan kerusakan pigmen (Levitt, 1980). Penelitian pada padi gogo menunjukkan bahwa padi toleran mampu mempertahankan kandungan rubisco dan aktivitasnya tetap tinggi. Selain itu, genotipe padi gogo yang toleran memiliki tingkat respirasi lebih rendah pada kondisi gelap serta rasio sukrosa/pati dan aktivitas enzim SPS (sukrosa fosfat sintetase) tinggi (Lautt, 2000; Sopandie et al, 2003b). Semua peubah tersebut menunjukkan mekanisme adaptasi melalui toleransi.

(24)

Peranan rubisco sangat vital karena dalam siklus Calvin enzim ini bisa mengikat CO2

dan RuBP menghasilkan 3-PGA. Cahaya menginduksi aktifitas rubisco saat ternaungi (Hall dan Rao, 1999). Intensitas cahaya mempengaruhi aktifitas rubisco (Portis, 1992). Enzim rubisco memainkan peran kunci pada asimilasi karbon dalam fotosintesis. Karena peran pentingnya tersebut rubisco menjadi salah satu faktor pembatas fotosintesis (Vu et al, 1983) dan aktivitas rubisco bisa menjadi faktor penduga besarnya level fotosintesis.

Tanaman yang toleran naungan mampu mempertahankan aktivitas rubisco tetap tinggi bila diberi perlakuan naungan, seperti pada padi. Pada padi naungan menyebabkan kandungan protein dan aktivitas total rubisco menurun. Namun, padi varietas jatiluhur (toleran naungan) mampu mempertahankan kandungan protein dan aktivitas rubisco tetap tinggi (Sopandie et al, 2003a).

Naungan menyebabkan penurunan produksi padi gogo. Naungan juga menurunkan kandungan pati di daun. Meskipun kandungan patinya turun, besarnya penurunan tersebut lebih kecil pada padi yang toleran dibanding yang peka. Hal menarik terjadi pada parameter kandungan sukrosa daun. Pada masa pertumbuhan vegetatif aktif kandungan sukrosa (mg/g) daun justru mengalami peningkatan pada genotipe padi gogo toleran yang diberi perlakuan 50 %. Sebaliknya pada genotipe peka naungan 50 % menurunkan sukrosa daun (Lautt et al, 2000). Dalam kondisi ternaungi aktivitas enzim SPS dan rubisco juga tetap lebih tinggi pada genotipe toleran daripada genotipe peka naungan (Lautt et al, 2000; Sopandie et al, 2003a).

Lautt (2003) menggunakan kandungan gula dan pati sebagai indikator besarnya rerspirasi gelap pada padi gogo. Setelah diletakkan di ruang gelap kandungan gula dan pati daun padi menurun. Namun, padi toleran naungan tetap bisa mempertahankan kandungan gula dan pati tinggi, yang menunjukkan respirasi gelap lebih rendah pada genotipe toleran naungan.

Penghindaran Kekurangan Cahaya (Peningkatan efisiensi penangkapan cahaya)

(25)

Gambar 8. Mekanisme penghindaran terhadap defisit cahaya (Levitt, 1980) Peningkatan penangkapan cahaya

per satuan area fotosintesis Peningkatan luas area

penangkapan cahaya

Peningkatan proporsi area fotosintesis (daun) Penghindaran refleksi cahaya Penghindaran transmisi cahaya Penghindaran absorbsi cahaya yang tak berguna

Ketiadaan kutikula, lilin, dan bulu pada permukaan

daun

Ketiadaan pigmen non kloroplas

Peningkatan kandungan kloroplas

Peningkatan kandungan pigmen per kloroplas

Peningkatan kandungan kloroplas per sel mesofil

Kloroplas dalam sel epidermis

Toleran Defisit Cahaya

Penurunan titik kompensasi cahaya

(LCP)

Penurunan laju respirasi ketika di bawah

LCP

Penghindaran kerusakan terhadap sistem

Penurunan laju respirasi

(26)

Gambar 9. Mekanisme toleransi terhadap defisit cahaya (Levitt, 1980) Penghindaran penurunan aktifitas enzim Penghindaran kerusakan pigmen-pigmen Penurunan zat yang dapat direspirasikan Penurunan dalam sistem respirasi (mitokondria)

Gambar

Gambar 5. Peranan cahaya pada proses pembentukan klorofil a dan b (Schoefs dan  Bertrand, 1997)
Gambar  6. Skema pembentukan sukrosa dan pati pada fotosintesis (Taiz dan Zeiger, 1991)
Gambar 7. Cahaya menstimulasi enzim nitrat reduktase (Vivekanandan, 1997)
Gambar 8.  Mekanisme penghindaran  terhadap defisit cahaya (Levitt,  1980)    Peningkatan penangkapan cahaya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Model fixed effect pada data pooling adalah model regresi data pooling dengan menggunakan variabel dummy yang digunakan untuk menjelaskan adanya perbedaan intersep antar

Tarekat Qodiriyah Naqsyabandiyah (TQN) Suryalaya mempunyai rumusan etika politik yang tersurat dalam Tanbih, yaitu wasiat dari Mursyid pertama TQN Suryalaya Abdullah Mubarok bin

Jika peraturan dacrah telah diubah lebih dari satu kali, Pasal 1 memuat, selain mengikuti ketentuan pada nomor 154 huruf a, juga tahun dan nomor dari peraturan daerah perubahan

Sumber data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dilapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan yang memerlukannya.

Tono dan Lili dalam proses komunikasi tidak mendominasi karena, Tono yang merupakan anak autis memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang lain, terutama untuk

Hal ini sering membingungkan pembelajar yang kurang memahami perbedaannya. Salah satunya adalah dooshi noru, noboru, dan agaru yang mempunyai arti hampir sama

Strategi dengan cara mengirim rombongan dakwah ke berbagai daerah yang ada di Kabupaten Tabalong selama 3 hari, 40 hari, bahkan 4 bulan. Dalam pelaksanaan strategi dakwah

konvensional memerlukan waktu yang cukup lama (>48 jam) sehingga biasanya terapi diberikan berdasarkan gambaran klinis penderita dan riwayat penyakit tanpa menunggu