• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN KARAKTER ISOTOP 2H DAN 18O AIR TANAH PADA AKUIFER DANGKAL DI CAT BANDUNG-SOREANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERUBAHAN KARAKTER ISOTOP 2H DAN 18O AIR TANAH PADA AKUIFER DANGKAL DI CAT BANDUNG-SOREANG"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN KARAKTER ISOTOP

2

H DAN

18

O AIR TANAH

PADA AKUIFER DANGKAL DI CAT BANDUNG-SOREANG

Bambang Sunarwan

1

, Dasapta Erwin Irawan

2

, Deny Juanda Puradimaja

2

, Sudarto

Notosiswoyo

3

1Program S3 Teknik Geologi, Fak. Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB 2Kelompok Keahlian Geologi Terapan, Fak. Ilmu dan Teknologi Kebumian, ITB

3Kelompok Keahlian Eksplorasi Sumber Daya Bumi, Fak. Teknik Pertambangan dan Perminyakan, ITB

(Kosong 2 spasi tunggal, Times New Roman, 12 pt)

ABSTRAK.

PERUBAHAN KARAKTER ISOTOP 2H DAN 18O AIR TANAH PADA AKUIFER DANGKAL DI CAT BANDUNG-SOREANG. Kondisi air tanah di wilayah CAT Bandung-Soreang telah mengalami degradasi pesat. Penurunan muka air tanah secara ekstrim telah terjadi diikuti dengan perubahan tata aliran air tanah secara keseluruhan. Dampaknya terjadi perubahan respon akuifer terhadap imbuhan dari hujan yang melimpah. Penelitian ini merupakan bagian dari riset disertasi yang menganalisis kondisi hidrokimia dan isotop stabil dalam air tanah di Cekungan Air Tanah Bandung Soreang (CAT-BS). Makalah ini bertujuan untuk mempelajari perilaku air tanah dalam akuifer dangkal berdasarkan perubahan komposisi isotop stabil (δ2H dan δ18O). Data-data diambil pada periode musim kemarau

bulan Juni - Agustus tahun 1997, 2007, 2008, 2009, dan 2011. Korelasi antara kedua isotop tersebut pada dasarnya mengikuti Global Meteoric Water Line (GMWL) namun mengalami perubahan gradien garis meteorik lokalnya. Gradien pada tahun 1997 yang lebih terjal berubah melandai pada tahun 2007 dan 2008. Pergeseran berbalik arah di tahun 2009 menjadi lebih terjal dan kemudian kembali melandai pada tahun 2011. Pergeseran gradien garis ini mengindikasikan perubahan karakter air tanah. Air akan menjadi berat sejalan dengan perubahan gradien ke arah landai, dan menjadi ringan pada gradien terjal. Air menjadi lebih berat karena adanya proses evaporasi yang berlebihan, akibat pengaruh musim dan penurunan muka air tanah secara besar-besaran. Sebaliknya air menjadi lebih ringan sebagai dampak penambahan volume air tanah dari imbuhan buatan. Imbuhan ini berasal dari pembangunan sumur imbuhan secara masal mulai tahun 2003.

Kata kunci: δ2H, δ18O, akuifer dangkal, CAT Bandung-Soreang

ABSTRACT.

THE SHIFTING OF δ2H DAN δ18O ISOTOPES OF SHALLOW GROUNDWATER IN

BANDUNG-SOREANG GWB. The groundwater condition in Bandung-Soreang Groundwater Basin (BS-GwB) has vastly degraded. The extreme lowering of groundwater level has occured and has been followed by change of overall groundwater setting. One of the impact is the aquifer’s response to infiltration from abundant rainfall lately. This research is part of a dissertation discussing hydrochemistry and stable isotope of groundwater in BS-GwB. The objective of this paper is to study groundwater’s behaviour in shallow aquifer (up to 30 m depth) based on the change of stable isotopes 2H dan δ18O) composition. The data were taken in dry season of June to August 1997, 2007, 2008,

2009, and 2011. Both isotopes follow the basic Global Meteoric Water Line (GMWL) but with shifting of local meteoric water line. Gradient in 1997 was steep then turned to easy slope in 2007 dan 2008. The shift change direction toward steeper slope in 2009 then went back to easier slope in 2011. This shifts indicate change of groundwater’s character. The water gets heavier towards small gradient slope, and gets lighter towards steep slope. The heavy water occured due to excessive evaporation due to long

(2)

dry season and also intensive decrising of water level. On the other hand, the light water was due to leaching process from additional water from artificial recharge water. The recharge water came from many recharge wells that have been built since 2003.

Key words: δ2H, δ18O, shallow aquifer, Bandung-Soreang GwB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi air tanah di wilayah CAT Bandung-Soreang telah mengalami degradasi pesat. Penurunan muka air tanah secara ekstrim telah terjadi diikuti dengan perubahan tata aliran air tanah secara keseluruhan. Dampaknya terjadi perubahan respon akuifer terhadap imbuhan dari hujan yang melimpah. Penelitian ini merupakan bagian dari riset disertasi yang menganalisis kondisi hidrokimia dan isotop stabil dalam air tanah di Cekungan Air Tanah Bandung Soreang (CAT-BS). Makalah ini bertujuan untuk mencoba mempelajari perilaku korelasi antara komposisi isotop stabil (δ2H

dan δ18O) dari tahun ke tahun, dengan

dikaitkan dengan beberapa analisis lainnya. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 hingga Gambar 6 pada halaman berikut.

Beberapa peneliti terdahulu yang melakukan studi di daerah sekitar lokasi penelitian antara lain adalah sebagai berikut:

1. Sudjatmiko (1972) menyusun peta geologi Lembar Bandung, skala 1: 100.000.

2. Silitonga (1973) menyusun peta geologi Lembar Bandung, skala 1 : 100.000. 3. Sutrisno (1983) menyusun peta

hidrogeologi Lembar Bandung, skala 1 : 250.000.

4. Koesoemadinata dan Hartono (1981) meneliti tentang Stratigrafi dan Sedimentasi Daerah Bandung.

5. Priowirjanto (1985) meneliti mengenai pemodelan matematik aliran airtanah cekungan Bandung Bagian Barat. 6. Geyh (1991) meneliti isotop 180,

1. Sistim akifer ruang antar butir, berupa akifer yang secara dominan dibentuk oleh litologi dari Formasi Kosambi (Q1) dan Formasi Cibeureum (Qyd).

2. Sistim akifer ruang antar butir dan rekahan/celah, terdiri atas akifer yang secara dominan dibentuk oleh litologi dari Formasi Cikapundung (Qvt) dan Formasi Cikidang (Qvu).

3. Sistim akifer rekahan/celah dijumpai pada akifer yang terdiri atas Batugamping berumur Tersier, yang termasuk ke dalam Formasi Rajamandala.

Dalam penelitian ini tipologi akifer daerah penelitian dibagi atas dasar kerangka geologi dan parameter hidrogeologi yang diukur pada saat penelitian.

Berdasarkan atas hasil sebaran batuan, proses dan kejadian serta sifat hidrogeologi yang dimiliki, ternyata akifer daerah penelitian dapat dibagi menjadi 5 (lima) unit hidrogeologi, yaitu:

• Unit Hidrogeologi I • Unit Hidrogeologi II • Unit Hidrogeologi III • Unit Hidrogeologi IV • Unit Hidrogeologi V

Penjelasan singkat masing-masing unit hidrogeologi dapat diikuti pada uraian berikut, dan secara sederhana digambarkan pada Tabel 1. Sedangkan sebaran unit hidrogeologi ini dapat dilihat pada Peta Sebaran Unit Hidrogeologi Daerah Padalarang, Cimahi, Lembang - Bandung.

(3)

Gambar 1. Peta batasan CAT-BS

Gambar 2. Peta geologi wilayah CAT-BS

(a)

(b)

Gambar 3. Garis penampang dan penampang geologi A-B wilayah CAT-BS

(a)

(b)

Gambar 4. Garis penampang dan penampang geologi C-D wilayah CAT-BS

(4)

(a)

(b)

Gambar 5. Garis penampang dan penampang geologi E-F wilayah CAT-BS

(a)

Tabel 1. Resume karakter setiap unit hidrogeologi di CAT-BS

2. TEORI

Kedua jenis isotop ini sangat dipengaruhi oleh parameter temperatur udara, tekanan, kelembaban, geografis dan posisi ketinggiannya, sebagai kesatuan sistem hidrologi. Dengan demikian ketiga jenis air: air hujan, air permukaan, dan air tanah akan saling berinteraksi, yang dicerminkan dengan komposisi isotop stabilnya. Analisis komposisi isotop stabil untuk melacak asalmula air tanah telah banyak dilakukan, antara lain oleh Andrew et al. (1983), Clark dan Fritz (1997), Sugiharto (2002), serta Sudaryanto dan Lubis (2011). Secara lebih spesifik, isotop stabil juga

(5)

mil (‰), diberi

notasi δ sebagaimana dalam persamaan berikut ini:

 

   

3. TATAKERJA

Analisis komposisi δ2H dan δ18O diawali

dengan pengambilan sampel dari sumur gali yang mengambil air tanah dari akuifer dangkal pada kedalaman dari 0 hingga 30 m. Sampel diklasifikasikan berdasarkan kedalaman dan akuifernya masing-masing (lihat tabel di bawah ini). Sampel air diambil dengan menggunakan vertical water sampler yang terbuat dari fiber glass volume 600 ml. Lokasi sumur tersebar di wilayah CAT-BS seperti diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Pengukuran komposisi kedua isotop ini dilakukan di Kantor Pusat BATAN di Jakarta. Kandungan isotop dianalisis dengan memakai alat spektrometer dengan massa triple kolektor, model Sira-9, VG-isogas. Analisis 18O menggunakan metode EPSTEIN dan MAYEDA atas dasar reaksi pertukaran isotop tersebut pada kesetimbangan gas CO2-H2O

dengan mereaksikan 2 ml contoh air dengan gas CO2 menggunakan alat Isoprep-18. Analisis 2H dilakukan dengan mereaksikan 10 contoh

air dengan 0,3 gram Zn (BDH) pada kondisi vakum dan dipanaskan pada suhu 450oC dalam waktu 45 menit. Gas CO2 dan H2 yang

dihasilkan masing-masing dialirkan ke spektrometer massa. Metode ini juga digunakan oleh Syafalni dkk (1996).

Data dari tahun 2011 kemudian dibandingkan dengan data yang sejenis dari tahun 1990, 1997, 2007, 2008, dan 2009.  

Tabel 2. Ringkasan data isotop yang dianalisis Tahun Akuifer

Dangkal Akuifer Dalam Jumlah (buah) Sumber Data

1990 x 19 Geyh 1997 31 Sunarwan 2007 x 22 PLHG 2007 x 17 PLHG 2008 x 19 PLHG 2008 x 4 PLHG 2009 x 28 PLHG 2009 x 11 PLHG 2011 x 44 Sunarwan        

Gambar 7. Peta titik observasi dan sampling  

Sebagaimana telah disampaikan, bahwa makalah ini menggabungkan data dari tahun 1997 hingga 2011 dari berbagai sumber. Sumber utamanya adalah dari Laporan Tahunan Pusat Lingkungan Hidup dan Geologi tahun 2009, dan hasil pengambilan contoh penulis pada tahun 1997 dan 2011, seperti digambarkan dalam tabel berikut ini.

   

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Korelasi antara kedua isotop tersebut pada dasarnya mengikuti GMWL namun mengalami perubahan gradien garis meteorik lokalnya, dikenal dengan nama Local Meteoric Water Line (LMWL) (lihat gambar berikut). Garis putus-putus adalah GMWL sedangkan garis penuh adalah LMWL. Gradien pada tahun 1997 yang lebih terjal berubah melandai pada tahun 2007 dan 2008. Pergeseran berbalik arah di tahun 2009 menjadi lebih terjal dan kemudian kembali melandai pada tahun 2011. Pergeseran gradien garis ini mengindikasikan perubahan karakter air tanah. Air akan menjadi berat sejalan dengan perubahan gradien ke arah landai, dan menjadi ringan pada gradien terjal. Air menjadi lebih berat karena adanya proses evaporasi yang berlebihan, akibat pengaruh musim dan penurunan muka air tanah secara besar-besaran. Sebaliknya air menjadi lebih ringan sebagai dampak penambahan volume air tanah dari imbuhan buatan. Imbuhan ini berasal dari pembangunan sumur imbuhan secara masal mulai tahun 2003. Secara lebih detail, grafik antara komposisi 2H dan 18O pada berbagai tahun digambarkan dalam beberapa gambar berikut ini.

(6)

  Gambar 8. Grafik korelasi 2H vs 18O tahun 1997 (Sunarwan, 1997). LMWL (garis biru) dibandingkan dengan GMWL (garis merah)  

  Gambar 9. Grafik korelasi 2H vs 18O tahun 2007 (PLHG, 2009). LMWL (garis biru) dibandingkan dengan GMWL (garis merah)

   

  Gambar 10. Grafik korelasi 2H vs 18O tahun 2008 (PLHG, 2009). LMWL (garis biru) dibandingkan dengan GMWL (garis merah)  

 

  Gambar 12. Grafik korelasi 2H vs 18O tahun 2011. LMWL (garis biru) dibandingkan dengan GMWL (garis merah)

 

Gambar 13. Resume perubahan garis korelasi LMWL (garis biru) dibandingkan dengan GMWL (garis merah)

5. KESIMPULAN

Dari gambar di atas (tahun 1997) terlihat bahwa kemiringan garis LMWL masih mirip dengan GWML. Namun sejalan dengan waktu di tahun 2007 dan 2008, kemiringan garis LMWL berubah menjadi lebih landai dibanding GMWL. Kemudian di tahun 2009 kemiringan garis LMWL berubah mendekati GMWL kembali, untuk selanjutnya melandai lagi pada tahun 2011.

Pergeseran gradien garis ini mengindikasikan perubahan karakter air tanah. Perubahan ini diduga karena faktor iklim dan faktor pengambilan air tanah. Faktor iklim mempengaruhi intensitas penguapan, sedangkan faktor pengambilan air tanah mempengaruhi kelembaban tanah atau akuifer. Kedua faktor ini berubah-ubah sehingga pada

(7)

isotop di Cekungan Air Tanah Bandung Soreang; Saudara Riadi Juhana dan Rifki dari Universitas Padjadjaran untuk olah grafik dalam makalah ini serta pengambilan data di lapangan.

7. DAFTAR PUSTAKA

1. ANDREW, J.N., BALDERER, W.,

BATH, A., CLAUSEN, H.B. EVANS,

FLORKOWSKI, T., Environmental

Isotope Studies in Two Aquifer System. In: Isotope Hydrology, IAEA, (1983).

2. CLARK, I.D. AND FRITZ, P.,

Environmental Isotop in Hydrogeology. Lewis Publisher, Boca Raton, New York (1997).

3. GEYH, M.A., Isotopic Hydrological Study in Bandung Basin, Indonesia, CTA-PU Project, (1990).

4. KOESOEMADINATA DAN

HARTONO, Sedimentasi dan Stratigrafi

Daerah Bandung, Prosiding PIT IAGI, (1981).

5. MATAHELUMASI, B. DAN

WAHYUDIN, Penelitian Hidrogeologi

Daerah Imbuhan Air Tanah dengan Metode Isotop dan Hidrokimia, di Cekungan Air Tanah Bandung Soreang, Provinsi Jawa Barat (Tahap II), Pusat Lingkungan Hidup dan Geologi, Badan Geologi (2009). 6. PRIOWIRJANTO, G. DAN MARSUDI,

1995, Fluktuasi Muka Air Tanah di Cekungan Bandung, Prosiding Seminar Sehari Air Tanah Cekungan Bandung, (1995).

7. SILITONGA, Peta Geologi Lembar Bandung, (1973).

8. SUDARYANTO DAN LUBIS, R.F., Penentuan Lokasi Imbuhan Airtanah dengan Pelacak Isotop Stabil 18O dan 2H di Cekungan Airtanah Dataran Rendah Semarang, Jawa Tengah, Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol. 21 No. 2, pp. 121–129, (2011).

9. SUDJATMIKO, Peta Geologi Lembar Cianjur, Direktorat Geologi Bandung, (1972).

10. SUGIHARTO, Studi distribusi waktu tinggal pada proses pencampuran kontinu dengan model bejana berderet (Risalah Pertemuan Ilmiah Penelitian dan Pengembangan Aplikasi Isotop dan Radiasi, Jakarta 6-7 November 2001), Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta, (2002). 11. SUNARWAN, B., Penerapan Metode

Hidrokimia-Isotop Oksigen (18O), Deuterium (2H) dan Tritium (eH), dalam Karakterisasi Akuifer Air Tanah pada Sistem Akuifer Bahan Volkanik. Studi Kasus: Kawasan Padalarang-Cimahi, Bandung, Tesis Magister Program Studi Teknik Geologi ITB, (1997).

12. SUTRISNO, Peta Hidrogeologi Lembar Bandung, (1983).

13. SYAFALNI, MANURUNG, S.,

MURSANTO, DJIONO, DAN

HUTABARAT, T., Studi Potensi Mata Air

di Cimelati dengan Metode Hidrologi Isotop, Jurnal Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Atom Nasional, pp. 171-175, (1996).

Gambar

Gambar 1. Peta batasan CAT-BS
Gambar 5. Garis penampang dan penampang  geologi E-F wilayah CAT-BS
Tabel  2. Ringkasan data isotop yang dianalisis  Tahun  Akuifer  Dangkal  Akuifer Dalam  Jumlah (buah)  Sumber Data   1990  x  19  Geyh  1997  31  Sunarwan  2007  x  22  PLHG  2007  x  17  PLHG  2008  x  19  PLHG  2008  x  4  PLHG 2009 x 28 PLHG 2009 x 11
Gambar  10.  Grafik  korelasi  2H  vs  18O  tahun  	
   2008  (PLHG,  2009).  LMWL  (garis  biru)  dibandingkan dengan GMWL (garis merah)  	
  

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum gaya kepemimpinan dan motivasi kerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai Kantor Dinas Pendidikan di Kabupaten Bintan,

Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila penyebabnya dimengerti dengan baik oleh pihak-pihak pada supply chain.teknik atau pendekatan tenetunya harus

Dari hasil penelitian ini didapatkan didapatkan bahwa pemberian Aspirin secara oral pada tikus wistar mengakibatkan timbulnya perubahan struktur histopatologis

Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa apabila kami meraih juara dalam pelaksanaan Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Regional Jawa Timur tahun 2014 tangkai lomba lagu Dangdut,

Metode analisis kuantitatif merupakan metode perhitungan pada masing-masing variabel yang terkait dengan aspek- aspek perencanaan konsep pengelolaan fasilitas

- 50,000,000 - - - 50,000,000 - Sosialisasi Perwali Pengendalian Menara Telekomunikasi Terlaksananya Sosialisasi Perwali Pengendalian

Melalui studi matahari, dapat diketahui juga lamanya paparan sinar matahari terhadap tapak dari arah utara, barat, timur dan selatan untuk selanjutnya dicari

Penentuan Total Padatan Terlarut (%Brix) saos tomat kental (sampel) dilakukan dengan menggunakan Refraktometera. Prosedur pengukuran adalah