Jenis-Jenis Gulma yang Berpotensi sebagai Tanaman Obat bagi
Masyarakat Desa Taba Teret, Taba Penanjung, Bengkulu
Nanik Setyowati1)¶, Kasrina2), Ariefa P. Yani2) dan Rini Piskasari2) 1)
Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu 2)FKIP, Universitas Bengkulu
Jl. WR. Sopratman, Kandang Limun, Bengkulu 38371 email: nanik_srg@yahoo.com
ABSTRAK
Tingginya biaya pengobatan dan harga obat menjadikan masyarakat terdorong untuk beralih ke pengobatan alternatif. Salah satu pengobatan alternatif yang digunakan yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan liar atau gulma sebagai tanaman obat. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisir jenis-jenis tanaman liar (gulma) yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat bagi masyarakat Suku Rejang, Bengkulu dan jenis-jenis penyakit yang dapat diobati. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2007 terhadap masyarakat suku Rejang di Desa Taba Teret, Kec. Taba Penanjung, Kab. Bengkulu Utara, Bengkulu dengan menggunakan metode observasi dan wawancara. Sampel responden dan sampel tanaman obat diambil secara purposive. Sampel tanaman yang diperoleh selanjutnya dibuat herbarium dan dilakukan determinasi. Terdapat 20 jenis gulma yang dimanfaatkan masyarakat setempat untuk pengobatan alternatif. Sebagian besar adalah jenis gulma berdaun lebar seperti Amaranthus spinosus, Centella asiatica, Ageratum conyzoides, Ageratum haustonianum, Lantana camara, Euphorbia tirucalli, Phyllanthus niruri, Mimosa pudica, maupun Elephanropus scaber dan gulma berdaun sempit seperti Imperata cylindrica. Sebanyak 21 jenis penyakit dapat diobati secara tradisional dengan menggunakan gulma-gulma tersebut antara lain demam, campak, sakit perut, kencing batu dan malaria.
Kata kunci : gulma, tanaman obat, pengobatan alternatif, suku Rejang, Bengkulu
PENDAHULUAN
Kondisi perekonomian Indonesia yang merosot dewasa ini secara langsung berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obatan kimiawi yang harganya relatif mahal. Untuk menyembuhkan penyakitnya, sebagian masyarakat beralih ke pengobatan alternatif/tradisional, yang salah satunya adalah pengobatan dengan menggunakan tanaman obat.
Pengobatan tradisional adalah semua upaya pengobatan dengan cara lain di luar ilmu kedokteran modern, berdasarkan pengetahuan yang berakar pada tradisi tertentu. Dalam pengobatan tradisional seringkali digunakan tumbuh-tumbuhan (Rahayu dan Rachman, 1998). LIPI (1978) menyatakan bahwa tumbuhan obat adalah seluruh jenis tumbuhan yang diketahui dan dipercaya mempunyai khasiat obat karena kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada tumbuhan obat tersebut.
Diperkirakan terdapat sekitar 30.000 spesies tumbuhan terdapat pada hutan hujan tropis, dan 1.260 spesies diantaranya berkhasiat obat dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia termasuk didalamnya berebapa jenis gulma (Supriadi, 2001). Meski demikian, antar daerah memiliki sumberdaya yang berbeda-beda karena adanya perbedaan kondisi alam dan perbedaan ketrampilan masyarakat setempat dalam memanfaatkan tumbuhan tersebut. Pada umumnya kekhasan lokal pada cara pembuatan obat, bahan-bahan yang digunakan serta cara pengolahan obat sampai dengan khasiat
obatnya berkaitan dengan kekayaan pengetahuan lokal dari masing-masing suku pada masyarakat setempat (Handayani, 2003).
Desa Taba Teret sebagian besar masyarakatnya adalah dari Suku Rejang. Dari observasi pendahuluan diperoleh informasi bahwa Suku Rejang masih banyak yang menggunakan obat tradisional. Masyarakat setempat juga masih mempercayakan pada dukun dalam menangani pengobatan anggota keluarganya yang sakit sebelum dibawa ke Puskesmas atau ke rumah sakit. Sebanyak 88% penduduk Desa Taba Teret adalah dari kelas golongan ekonomi menengah ke bawah. Salah satu alasan menggunakan obat tradisional adalah karena harganya yang murah atau bahkan tidak membutuhkan biaya.
Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisir jenis-jenis gulma yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat bagi masyarakat Suku Rejang, Desa Taba Teret, Taba Penanjung, Bengkulu dan jenis-jenis penyakit yang dapat diobati.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di Desa Taba Teret, Kecamatan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu pada bulan Januari – Maret 2007. Penelitian dilakukan dengan metode observasi dan wawancara dengan dukun dan masyarakat yang terpilih menjadi sampel. Penetapan masyarakat yang terpilih menjadi sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu terhadap masyarakat yang mempunyai pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan obat.
Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi tentang nama daerah jenis-jenis gulma yang dimanfaatkan sebagai obat dan kegunaan dari tumbuhan obat tersebut dalam menyembuhkan penyakit. Setelah wawancara dilaksanakan, selanjutnya dilakukan koleksi tumbuhan obat untuk kemudian dibuat herbarium (Revolusihadi, 1984).
Determinasi tumbuhan dilakukan dengan cara mencocokkan spesimen dengan herbarium yang ada di Lab. Biologi, Universitas Bengkulu dan dengan gambar-gambar yang terdapat pada buku-buku acuan determinasi (Wijayakusuma dan Dalimartha, 1992; Wijayakusuma dan Dalimartha, 2000; Tjitrosoepomo, 1994; Van Stein, 1988; Dalimartha, 2003, 2004, 2005 dan 2006).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang telah melibatkan 10 informan, ditemukan duapuluh jenis tumbuhan pengganggu atau gulma yang tumbuh liar atau tidak dibudidayakan kecuali sembung (Blumea balsamifera DC.), patah tulang (Euphorbia tirucalli L.), kumis kucing (Orthosiphon spicatus) dan daun sendok (Plantago mayor L.) yang digunakan dalam pengobatan tradisional (Tabel 1.)
Tabel 1. Jenis-jenis gulma yang dimanfaatkan sebagai obat oleh Suku Rejang, Desa Taba Teret, Kec. Taba Penanjung, Kab. Bengkulu Utara, Bengkulu
No Nama ilmiah, Nama
Indonesia (^), Nama lokal (*)
Jenis Penyakit yang disembuhkan
Persentase informan
Ket.
Amaranthus spinosus, L.
Bayam duri (^) Demam ◙ ◙
1
Kdapak betbok (*)
100
Amaranthus tricolor, L. ◙ ◙
Bayam merah (^) Bisul 30
No Nama ilmiah, Nama
Indonesia (^), Nama lokal (*)
Jenis Penyakit yang disembuhkan
Persentase informan
Ket.
Cetella asiatica, Urb. Campak 20 ◙ ◙
Pegagan (^) Sesak nafas 30
3
Segago (*) Borok 20
Ageratum conyzoides, L. Sakit perut karena
masuk angin 100 ◙ ◙ Bandotan (^) Menghentikan pendarahan 100 4 Duku angit (*)
Ageratum haustonianum, Mill Dada sakit 100 ◙ ◙
Wedusan (^) Susah melahirkan 10
5
Tang jaok (*)
Blumea balsamifera, DC. Sakit perut 60 ◙
Sembung (^) 6
Kcapei (*)
Elephantopus scaber L. Tidak nafsu makan 60 ◙ ◙
Tapak liman (^) 7
Tutup bumei (*)
Eclipta prostrata L. Menyuburkan rambut 20 ◙ ◙
8
Urang aring (^ *)
Acalypha indica L. Sesak nafas 20 ◙
Kucing-kucingan (^) Batuk 20
9
Kloi (*)
Euphorbia tirucalli L. Sakit gigi 40 ◙ ◙
10
Patah tulang (^ *)
Euphorbia hirta L. Kutilan 50 ◙ ◙
11
Patikan kebo (^ *)
Phyllanthus niruri L. Kencing batu 30 ◙ ◙
12
Meniran (^ *)
Orthosiphon spicatus Ginjal 30 ◙
13
Kumis kucing (^ *)
Urena lobata L. Sakit dada 50 ◙ ◙
Pulutan (^) Sakit perut karena
masuk angin
20 14
Spulut (*)
Melastoma candidum D.Don Muntah-muntah 60 ◙ ◙
Senggani (^) Sakit perut 20
15
Kduuk (*)
Mimosa pudica Kejang pada anak-anak 30 ◙ ◙
Putri malu (^) 16
Sikejut (*)
Plantago mayor L. Kencing berdarah 30 ◙
17
Daun sendok (^ *)
Imperata cylindrica Beauv. Ginjal 50 ◙ ◙
Alang-alang (^) 18
No Nama ilmiah, Nama
Indonesia (^), Nama lokal (*)
Jenis Penyakit yang disembuhkan
Persentase informan
Ket.
Phisalis minima L. Ginjal 70 ◙ ◙
Ciplukan (^) Malaria 10
19
Seltup (*)
Lantana camara L. Muntah-muntah 100 ◙ ◙
Tembelekan (^) 20
Kduuk (*)
Keterangan : ◙ = dibudidayakan; ◙ ◙ = tidak dibudidayakan
Meski tidak banyak informan yang menggunakan keempat jenis gulma tersebut sebagai bahan obat, namum karena maanfaatnya yang dapat menyembuhkan sakit perut, sesak nafas, batuk maupun kencing berdarah serta jarangnya gulma ini tumbuh liar, maka penduduk setempat membudidayakan gulma-gulma tersebut.
Pada umumnya, masyarakat desa Taba Teret sebelum malakukan pengobatan secara medis dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, terlebih dahulu menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakitnya. Pengobatan secara tradisional ini dapat ditemukan hampir di seluruh negara. Di Indonesia, nenek moyang menggunakan tanaman yang termasuk didalamnya gulma untuk meracik obat tradisional. Berbagai jenis gulma telah terbukti berpotensi sebagai tanaman obat (Stepp dan Moerman, 2001). Di Kenya terdapat 75 spesies gulma yang berasal dari 34 famili yang digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati 54 jenis penyakit (Grace el al., 2004). Gulma teki (Cyperus) juga telah digunakan sebagai obat tradisional baik di China, Jepang maupun Philiphina (Naples, 2005). Di Nigeria ditemukan 4 jenis tanaman yang sering digunakan dalam pengobatan tradisional yaitu Diodia sarmentosa, Cassia nigricans, Ficus exasperata dan
Synclisia scabrida (Akah et al., 1998)
Seluruh informan di desa Taba Teret menggunakan bayam duri untuk mengobati demam, bandotan untuk masuk angin dan menghentikan pendarahan, wedusan untuk menyembuhkan dada yang sakit serta tembelekan untuk menghentikan muntah-muntah (Tabel 1). Gulma –gulma ini juga digunakan sebagai bahan obat alami di tempat lain. Di distrik Attock, Pakistan, Achyranthes aspera L. dari famili Amaranthaceae digunakan masyarakat setempat untuk mengobati asma sedangkan Amaranthus viridus L. daunnya digunakan untuk mengobati bekas gigitan binatang beracun (Ahmad et al., 2006). Hasil penelitian Knorr dn Tautonico (1986) menunjukkan Amaranthus tricolor mengandung oxalate. Disamping itu Amaranthus dubius dan Amaranthus hybridus terbukti mengandung metabolit yang diduga berfungsi untuk menurunkan tekanan darah (Medical News, 2009). Di desa Taba Teret, masyarakat menggunakan bayam duri (Amaranthus
spinosus L.) untuk menyembuhkan demam. Bayam duri dapat ditemukan di lahan-lahan
pertanian, tepian jalan, tempat pembuangan sampah dan dapat tumbuh baik pada tanah yang kaya akan bahan organik serta kandungan N nya cukup.
Berbeda dengan masyarakat desa Taba Teret yang menggunakan bandotan untuk mengobati sakit perut, menghentikan perdarahan dan wedusan untuk mengobati sakit dada, gulma ini digunakan di Pakistan untuk menyembuhkan luka luar (Ahmad et al., 2006) sedangkan di Suriname daun Ageratum digunakan untuk mengobati flu/pilek, malaria dan diare (Tropilab, 2009). Ageratum mengandung senyawa alkaloids, saponine, tannin, koumarin, minyak atsiri dan flavonoids yang mungkin berperan dalam menyembuhkan penyakit-penyakit tersebut. Gulma ini dapat tumbuh pada ketinggian 1
sampai 2.100 m dari permukaan laut (dpl), dan banyak tumbuh di sawah-sawah, ladang, semak belukar, halaman kebun, tepi jalan, tanggul, dan tepi air (Togakita, 2008).
Tembelekan yang digunakan untuk mengobati muntah-muntah merupakan tanaman liar. Gulma ini dapat tumbuh pada tempat-tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau agak ternaungi dan dapat tumbuh pada ketinggian sampai 1.700 m dpl. Tembelekan mengandung lantalonic acid, lantic acid dan lain-lain (Windadri dan Valkenburg).
Jenis gulma lain yang digunakan untuk pengobatan tradisional di desa Taba Teret adalah tapak liman. Lebih dari 50% informan menggunakan tapak liman untuk merangsang nafsu makan. Di Pulau Wawonii tanaman ini digunakan untuk perawatan paska melahirkan (Rahayu et al, 2006). Tapak liman tumbuh liar dan dapat ditemukan di lapangan rumput, pematang sawah pada ketinggian tempat sampai 1.200 m dpl. Daun tapak liman mengandung epifriedelinol, lupeol, stiqmasterol, triacontan-1-ol, dotria-contan-1-ol, lupeol acetate, deoxyelephantopin, isodeoxyelephantopin sedangkan bunganya mengandung luteolin-7-glucoside (Iptek.net.id dalam Anekaplantasia, 2008).
Rahayu el al, 2006 juga malaporkan bahwa masyarakat Pulau Wawonii menggunakan getah Euphorbia sebagai obat tetes mata, sedangkan Phyllanthus urinaria daunnya digunakan untuk pengobatan darah tinggi dan pegal-pegal. Senggani yang oleh masyarakat desat Taba Teret digunakan untuk mengobati muntah-muntah dan sakit perut, di Wawonii digunakan untuk obat sakit gigi.
Alang-alang yang merupakan gulma rerumputan digunakan oleh 50% responden untuk mengobati penyakit ginjal. Alang-alang sering ditemukan pada tempat-tempat yang menerima curah hujan lebih dari 1.000 mm, atau pada kisaran sebesar 500-5000 mm. Di Indonesia, alang-alang dapat tumbuh sampai pada ketinggian tempat 2700 m dpl (Aguilar, tanpa tahun). Daun dan akar alang-alang mengandung senyawa alkaloid, minitol, gkukosa dan asam malat (Sudirga, tanpa tahun).
Dengan terindentifikasinya jenis-jenis gulma yang mempunyai potensi sebagai tanaman obat tradisional di desa Taba Teret ini tentu saja menambah wawasan kita bahwa tanaman penggangu tidak sepenuhnya harus dikendalikan atau diberantas. Bukan tidak mungkin, untuk masa mendatang, gulma yang semula tumbuh liar akan menjadi tanaman budidaya. Untuk itu, diperlukan usaha pelestariannya. Jika hal ini tidak dilakukan, maka tidak menutup kemungkinan jenis-jenis gulma ini akan punah dan pengetahuan tentang pengobatan tradisional dengan menggunakan gulma akan ditinggalkan. Hal ini telah terjadi pada suku Aborigin (Aborigin alartonline, 2009).
KESIMPULAN
Terdapat 20 jenis gulma yang digunakan oleh masyarakat Desa Taba Teret, Taba Penanjung, Bengkulu sebagai bahan obat tradisional untuk mengobati berbagai jenis penyakit serta untuk memperlancar proses kelahiran. Empat jenis diantaranya telah dibudidayakan. Seluruh informan menggunakan bayam duri (Amaranthus spinosus L.) untuk mengobati demam, bandotan (Ageratum conyzoides, L.) untuk sakit perut dan menghentikan pendarahan, wedusan (Ageratum haustonianum, Mill) untuk dada sakit serta tembelekan (Lantana camara L.) untuk penderita muntah-muntah. Analisis komponen kimia tumbuhan obat tersebut perlu diintensifkan untuk mengetahui peranannya dalam proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Aborigin alartonline. 2009. Traditional Aborigin bush medicine. http://www.aborigin alartonline.com/culture/medicine.php. diakses 7 April 2009
Aguilar, N.O. Prosea 4: Forages hlmn : 140-142.
http://www.proseanet.org/prohati2/browser.php?docsid=360 diakses 27 April 2009.
Ahmad, M., M.A. Khan, M. Zafar dan S. Sultana. 2006. Ethnomedicinal demography and ecological diversification of some important weeds from district Attock, Pakistan. Pakistan Journal of Weed Science Research 12 (1-2):37-46.
Akah, P.A., O.E. Orisakwe, K.S. Gamaniel dan A. Shittu. 1998. Evaluation of Nigerian traditional medicines : II. Effects of some Nigerian folk remedies on peptic-ulcer. Journal of Ethnopharmacology 62(2):123-127.
Dalimartha, S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid I. Trubus. Agriwidya, Jakarta. Dalimartha, S. 2004. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid II. Trubus. Agriwidya,
Jakarta.
Dalimartha, S. 2005. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid III. Trubus. Puspa Swara, Jakarta.
Dalimartha, S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid IV. Trubus. Agriwidya, Jakarta.
Grace, N.N., B.W. Rainer, G. Barbara, N.L. Eric dan N. Victoria. 2004. Utilization of weed species as sources of traditional medicines in central Kenya. Iyonia : A Journal of Ecology and Application 7(2):71-87.
Handayani, M.L. 2003. Sehat dengan Ramuan Tradisional : Membedah Rahasia Ramuan Madura. Agromedia Pustaka, Surabaya.
Iptek.net.id dalam Anekaplantasia.cybermediaclips plants clipping informations from all over media in Indonesia http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/04/ tapak-liman-elephantopus-scaber-l/ diakses 14 April 2009
Knorr, D. And R.A. Teutonico. 1986. Chitosan immobilitation and permeabilization of Amaranthus tricolor cells. J. Agric. Food. Chem. (34(1):96-97.
LIPI. 1978.Tumbuhan Obat. LBN-LIPI, Bogor.
Medical News. 2009. Traditional African medicines may hold potential for treating high blood pressure. http://www.news-medical.net diunduh 7 April 2009
Naples, M.L. 2005. Weeds of rain lowland rice fields of Laos and Cambodia. Unpublished Thesis, University of Leiden. http://www.nationaalherbarium.nl/ riceweedsweb/www/cyper.htm diakses 27 April 2009
Rahayu, M dan Rachman. 1998. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional oleh masyarakat Dayak Iban di Pangkalan Tapang, Kalimantan Barat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi, LIPI, Bogor.
Rahayu, M., S. Sunarti, D. Sulistiarini dan S. Prawiroatmodjo. 2006. Pemanfaatan tumbuhan obat secara tradisional oleh masyarakat lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Biodiversitas 7(3):245-250
Revolusihadi, S. 1984. Petunjuk Praktis Membuat Herbarium dan Pengawetan Hewan. Effard Publishing, Semarang.
Stepp, J.R. dan D.E. Moerman. 2001. The Importance of weeds in ethnophar- macology. Journal of Ethnopharmacology 75(1):19-23
Sudirga, S.K. Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional di Desa Trunyam, Kec. Kintamani, Kab. Bangli. Jurusan Biologi, Fak. MIPA, Universitas Udayana. E-journal:bumi-lestari/rtf:sangket.doc/12
Supriadi. 2001. Tumbuhan Obat ndonesia : Penggunaan dan Khasiatnya. Pustaka Popular. Obor, Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Togakita. 2008. Bandotan (Ageratum conyzoides). http://togakita.cm/khasiat/bandotan-ageratum-conyzoides.html diakses 14 April 2009
Tropilab. 2009. Ageratum conyzoides L. : Billy Goat Weed. http://tropilab.com/billy.goat.html. diakses 7 April 2009
Van Stenis, van C G G J. 1988. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita, Jakarta.
Wijayakusuma, H.dan A.S. Dalimartha. 1992. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid I. Pustaka Kartini, Jakarta.
Wijayakusuma, H.dan A.S. Dalimartha. 2000. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia Jilid II. Pustaka Kartini, Jakarta.
Windadri, F.I. dan J.L.C.H.van Valkenburg. Medicinal and Poisonous Plants 1 12(1):341-342. http://www.kehati.org.id/florakita diakses 14 April 2009