• Tidak ada hasil yang ditemukan

M.13 Isi pokok UU no.31

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "M.13 Isi pokok UU no.31"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

Beberapa Isi Pokok

(2)

Terdiri atas:

(3)

Menimbang

• Bahwa UU No.9 Th.1985 tentang Perikanan

yang berlaku hingga sekarang belum

menampung semua aspek pengelolaan

sumber daya ikan dan kurang mampu

mengantisipasi perkembangan kebutuhan

hukum serta perkembangan teknologi

(4)

Bab I. Ketentuan Umum

• Bagian ke satu: pengertian

Memuat beberapa istilah yang berkaitan dengan perikanan

Contoh: perikanan, SDI, Ikan, penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, nelayan, laut teritorial, ZEEI • Bagian ke dua: Azas dan Tujuan

Pasal 2: pengelolaan perikanan dilakukan

(5)

Pasal 3: Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan:

a. Meningkatkan taraf hidup nelayan kecil dan pembudidaya-ikan kecil

b. Meningkatkan penerimaan dan devisa negara c. Mendorong perluasan dan kesempatan kerja

d. Meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumber protein ikan e. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya ikan

f. Meningkatkan produktivitas, mutu, nilai tambah, dan daya saing g. Meningkatkan ketersediaan bahan baku untuk industri

pengolahan ikan

h. Mencapai pemanfaatan sumber daya ikan, lahan pembudidayaan ikan, dan lingkungan sumber daya ikan secara optimal; dan

(6)

Bab II. Ruang Lingkup

• Isinya tentang yang wajib mentaati UU ini

• Salah satu isinya: setiap orang, baik warga

negara Indonesia maupun warga negara

asing dan badan hukum Indonesia maupun

badan hukum asing , yang melakukan

(7)

Bab III. Wilayah Pengelolaan Perikanan

Pasal 5.

(1) Wilayah pengelolaan perikanan RI untuk penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan meliputi:

a. Perairan Indonesia b. ZEEI; dan

c. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan

ikan yang potensial di wilayah RI

(8)

Bab IV. Pengelolaan Perikanan

Pasal 6.

(1) Pengelolaan perikanan dalam wilayah

pengelolaan perikanan RI dilakukan untuk tercapainya manfaat yang optimal dan

berkelanjutan, serta terjaminnya kelestarian sumber daya ikan

(2) Pengelolaan perikanan untuk kepentingan penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan

(9)

Pasal 7

Untuk mendukung kebijakan pengelolaan SDI, menteri menetapkan: (contohnya)

- JTB

- Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkap ikan - Daerah, jalur, waktu/musim penangkapan ikan - Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan

- Pembudidayaan ikan dan perlindungannya

- Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap

(10)

Ayat (6): Dalam rangka mempercepat

pembangunan perikanan, pemerintah

membentuk dewan pertimbangan

pembangunan perikanan nasional yang

diketuai oleh presiden, yang anggotanya

terdiri atas Menteri terkait, asosiasi

(11)

Pasal 8:

Setiap orang dilarang melakukan

penangkapan ikan dan/atau

pembudidayaan ikan dengan menggunakan

bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat dan/atau cara, dan/atau

(12)

Bab V. Usaha Perikanan

Pasal 26

(1) Setiap orang yang melakukan usaha perikanan di bidang penangkapan, pembudidayaan,

penganngkutan, pengolahan, dan pemasaran ikan di wilayah pengelolaan perikanan RI wajib memiliki Surat Ijin Usaha Prikanan (SIUP)

(2) Kewajiban memiliki SIUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi nelayan kecil

(13)

Pasal 27

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan

berbendera Indonesia yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah

pengelolaan perikanan RI dan/atau laut lepas

wajib memiliki Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI) (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau

mengorasikan kapal penangkap ikan berbendera asing yang dipergunakan untuk melakukan

(14)

(3) SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diterbitkan oleh Menteri

(4) Kapal penangkap ikan berbendera Indonesia

yang melakukan penangkapan ikan di wilayah

yurisdiksi negara lain harus terlebih dahulu

(15)

Pasal 28

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau

mengoperasikan kapal pengangkut ikan di

wilayah pengelolaan perikanan RI wajib memiliki

Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI)

(16)

Pasal 29

(1) Usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan RI hanya boleh dilakukan oleh warga negara RI atau

badan hukum Indonesia

(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha

penangkapan ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban Negara RI berdasarkan

(17)

Pasal 30

(1) Pemberian surat izin usaha perikanan kepada

orang dan/atau badan hukum asing yang

beroperasi di ZEEI harus didahului dengan

perjanjian perikanan, pengaturan akses, atau

pengaturan lainnya antara pemerintah RI dan

pemerintah negara bendera kapal

(18)

Pasal 38:

(1) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang tidak memiliki izin penangkapan ikan selama berada di wilayah pengelolaan perikanan RI wajib menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka

(2) Setiap kapal penangkap ikan berbendera asing yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan 1 jenis alat penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI dilarang membawa alat penangkapan ikan

lainnya

(19)

Bab VI. Sistem Informasi dan data Statistik

Perikanan

Pasal 47

(2) Sistem informasi dan data statistik

(20)

Bab VII. Pungutan Perikanan

Pasal 48

• Setiap orang yang memperoleh manfaat langsung dari sumber daya ikan dan

lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan RI dikenakan pungutan perikanan

Pungutan perikanan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) tidak dikenakan bagi nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil

(21)

Bab VIII. Penelitian dan Pengembangan

Perikanan

Pasal 53

(1) Penelitian dan pengembangan perikanan dapat dilaksanakan oleh perorangan, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau lembaga penelitian dan pengembangan milik pemerintah dan/atau swasta.

Pasal 54

Hasil penelitian bersifat terbuka untuk semua pihak, kecuali hasil penelitian tertentu yang oleh pemerintah

dinyatakan tidak untuk dipublikasikan

(22)

Bab IX.

(23)

Bab X. Pemberdayaan Nelayan Kecil dan

Pembudidaya Ikan Kecil

Pasal 60

(1) Pemerintah memberdayakan nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil melalui:

a. Penyediaan sistem kredit bagi nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil, baik untuk modal usaha maupun biaya operasional dengan cara yang mudah, bunga pinjaman yang rendah, dan

sesuai dengan kemampuan nelayan kecil dan pembudi daya ikan kecil

b. Penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi nelayan kecil serta pembudi daya ikan kecil untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang penangkapan,

pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran ikan

(24)

Pasal 61

(1) Nelayan kecil bebas menangkap ikan di seluruh wilayah pengelolaan perikanan RI

(2) Pembudi daya ikan kecil dapat membudidayakan komoditas ikan pilihan di seluruh wilayah

pengelolaan perikanan RI

(5) Nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan kegiatannya

kepada instansi perikanan setempat, tanpa

(25)

Bab XI. Penyerahan Urusan dan Tugas

Pembantuan

Pasal 65

(1) Penyerahan sebagian urusan perikanan

dari pemerintah kepada pemerintah

Daerah dan penarikannya kembali

ditetapkan dengan PP

(2) Pemerintah dapat menugaskan kepada

Pemerintah Daerah untuk melaksanakan

urusan tugas pembantuan di bidang

(26)

Bab XII. Pengawasan Perikanan

Pasal 66

(1) Pengawasan perikanan dilakukan oleh

pengawas perikanan

(3) Pengawas perikanan terdiri atas penyidik

pegawai negeri sipil perikanan dan

nonpenyidik pegawai negeri sipil

perikanan

Pasal 67

(27)

Pasal 69

(1) Pengawas perikanan dalam

melaksanakan tugas dapat dilengkapi

dengan senjata api dan/atau alat

pengaman diri lainnya serta didukung

dengan kapal pengawas perikanan

(28)

Bab XIII. Pengadilan Perikanan

Pasal 71

(1) Dengan UU ini dibentuk pengadilan

perikanan yang berwenang memeriksa,

mengadili, dan memutus tindak pidana di

bidang perikanan

(3) Untuk pertama kali pengadilan perikanan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(29)

Bab XIV. Penyidikan, Penuntutan, dan

Pemeriksaan di Sidang Pengadilan Perikanan

Pasal 72

(6) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik

dapat menahan tersangka paling lama 20

hari

Pasal 80

(1) Dalam jangka waktu paling lama 30 hari

terhitung sejak tanggal penerimaan

(30)

Bab XV. Ketentuan Pidana

Pasal 84

(1) Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah

pengelolaan perikanan RI melakukan penangkapan ikan dan/atau pembudidayaan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau

(31)

Bab XVI. Ketentuan Peralihan

Pasal 106

Selama belum dibentuk pengadilan perikanan,

maka perkara tindak pidana dibidang

(32)

Bab XVII. Ketentuan Penutup

Pasal 110

Pada saat UU ini mulai berlaku:

a. UU no. 9 thn 1985 tentang Perikanan; dan

b. Ketentuan tentang pidana denda dalam

pasal 16 ayat (1) UU no.5 thn 1983

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian, komitmen politik akan mengalami konkretisasi di dalam praktik demokratisasi politik, di mana sosok perempuan tidak lagi hanya sebagai “objek” pemenuhan suara

Isi buku siswa terdiri dari: tujuan pembelajaran, pengetahuan dasar yang memuat contoh-contoh hal sederhana dalam kehidupan sehai-hari yang ada kaitannya dengan

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor dari dalam yang berhubungan dengan kepuasan, antara lain keberhasilan mencapai sesuatu dalam karir, pengakuan yang diperoleh dari

Dalam penelitian ini akan dianalisa kestabilan dari model matematika pada permasalahan pengendalian hama terpadu yang secara kimia dilakukan dengan penyemprotan

04 Desa Maspul (DAK Perbatasan & Pendamping), dimana perusahaan saudara termasuk telah dinyatakan lulus evaluasi administrasi, teknis dan harga, maka dengan

PROGRAM KERJA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAMO. INSTITUT ILMU KEISLAMAN ZAINUL

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurhidayati dan Bahar (2018) tentang dukungan keluarga meningkatkan kesiapsiagaan lansia dalam menghadapi bencana

Compared to the genre of modern Arab historiography discussed earlier, it appears that the Tārīkh al-Tashrī‘ genre in the early colonial period also carried out the same