BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan pada
khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan telah menghasilkan berbagai
variasi barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsi. Disamping itu globalisasi
dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan tekhnologi telah
memperluas ruang gerak arus transaksi barang dan/atau jasa untuk melintasi
batas-batas wilayah suatu negara, sehingga barang dan/atau jasa yang ditawarkan
menjadi bervariasi, baik produk dalam negeri maupun produk luar negeri.
Setiap orang, pada suatu waktu baik dalam posisi tunggal/sendiri maupun
berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menjadi konsumen
untuk suatu produk atau jasa tertentu. Kondisi dan fenomena tersebut dapat
mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang.
Konsumen dapat menjadi obyek aktivitas bisnis dari pelaku usaha melalui kiat
iklan , promosi cara penjualan serta penerapan perjanjian-perjanjian standart yang
merugikan konsumen. Hal ini disebabkan karena kurangnya pendidikan
konsumen, dan rendahnya kesadaran akan hak-hak dan kewajibannya.1 Keadaan yang universal ini pada beberapa sisi menunjukkan adanya berbagai kelemahan
pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudukan yang “aman”.
Selain itu, dalam era globalisasi, pembangunan perekonomian nasional harus
dapat mendukung tumbuhnya dunia usaha sehingga mampu menghasilkan
1
beraneka barang dan/atau jasa yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat banyak. Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga
membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga.
Undang-Undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut UUPK) pada hakikatnya memberikan kesetaraan kedudukan
antara konsumen dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kesetaraan yang
berkeadilan guna mengimbangi kegiatan pelaku usaha yang menjalankan prinsip
ekonomi dengan orientasi untuk mendapatkan keuntungan yang semaksimal
mungkin dengan modal yang seminimal mungkin. Kondisi tersebut pada satu sisi
mempunyai manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang dan/atau jasa
yang diinginkan dapat terpenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk
memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan keinginan
dan kemampuan konsumen. Namun di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut
dapat mengakibatkan kedudukan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak
seimbang dan konsumen berada pada posisi yang lemah. Konsumen menjadi
obyek aktivitas bisnis untuk meraih keuntungan yang sebesar-besarnya bagi
pelaku usaha melalui kiat promosi, cara penjualan, serta penerapan perjanjian
standar yang merugikan konsumen.
Adanya Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) dan adanya
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) diharapkan
dapat membantu Konsumen dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha yang tidak dapat memenuhi hak-hak konsumen, dalam hal
ini secara khusus adalah peran Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat di kota Salatiga yaitu Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Selama ini jika masyarakat kota Salatiga merasa dirugikan, mereka
mengadukan permasalahannya kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Salatiga (YLKIS). YLKIS selama ini belum pernah membawa permasalahan
terkait sengketa konsumen ke pengadilan. Sebab mereka merupakan lembaga
yang tugas dan fungsinya membantu konsumen dalam memperjuangkan haknya
termasuk menerima keluhan atau pengaduan konsumen.
Hal inilah yang menjadi alasan dari penulis untuk meneliti perihal di atas.
Selain itu alasan praktis penelitian ini adalah karena YLKIS berada di Kota
Salatiga merupakan kota dimana penulis tinggal sehingga lebih mudah untuk
mencari data- data yang diperlukan dalam penulisan penelitian ini. Oleh karena
penulis memilih judul
“PENANGANAN YLKI SALATIGA TERHADAP KELUHAN DAN
SENGKETA KONSUMEN di KOTA SALATIGA
Sebelumnya telah ada yang menulis skripsi mengenai perlindungan
konsumen yang judulnya mempunyai kemiripan dengan penulis, dan
perbandingannya sebagai berikut :
Tabel 1
FAKTOR PEMBEDA AGUNG BUDI ARIYANTO PENULIS
JUDUL Tugas dan Wewenang Lembaga
Pembelaan dan Perlindungan
Konsumen (LPPK) Jawa
Tengan Dalam Mengupayakan
Perlindungan Konsumen
Pelayanan Publik Kota
Penanganan YLKI
Salatiga Terhadap
Keluhan atau Sengketa
Konsumen di kota
Semarang
Rumusan Masalah a.Bagaimana bentuk
penyelesaian yang ditempuh
oleh Lembaga Pembelaan dan
Perlindungan Konsumen
(LPPK) Jawa Tengah dalam
menyelesaikan aduan dari
konsumen pelayanan publik
b.Apa hambatan yang dialami
Lembaga Pembelaan dan
Perlindungan Konsumen
(LPPK)
a.Bagaimanakah bentuk
penyelesaian keluhan
dan sengketa konsumen
oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia
Salatiga (YLKIS) kota
Salatiga, bilamana
terjadi pelanggaran
perlindungan konsumen
yang berakibat pada
kerugian yang dialami
oleh konsumen
b. Apa hambatan yang
dialami oleh YLKIS
dalam menyalesaikan
sengketa dan keluhan
konsumen
Tujuan Penalitian a.Mengetahui karakteristik
kasus pelanggaran perlindungan
konsumen pelayanan publik
yang ditangani oleh Lembaga
Pembelaan dan Perlindungan
Konsumen (LP2K) Jateng dan
penyelesaiannya melalui non
litigasi
b.Untuk mengetahui peran
LPPK jateng dalam
mengupayakan perlindungan
a. Mengetahui
bagaimana cara
penyelesaian
keluhan/sengketa
konsumen oleh Yayasan
Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKIS) di
kota Salatiga, dan
bagaimana bentuk
penjembatan
konsumen khususnya konsumen
pelayanan publik
c.Untuk mengetahui
penyelesaian dan hambatan
yang timbul dalam upaya
perlindunaggan konsumen oleh
LPPK jateng dan cara
mengatasinya
konsumen dengan
pelaku usaha di kota
Salatiga.
b.Mengetahui hambatan
yang dialami oleh
YLKIS dalam
menyelesaikan sengketa
atau keluhan Konsumen.
Metode Penelitian a.Metode penelitian yang
digunakan yaitu explorative
dengan jenis pendekatan yuridis
sosiologis
b.Tehnik pengumpulan data di
dapat dengan cara wawancara
dengan konsumen yang
berperkara di BPSK
c.Yang menjadi unit amatan
dalam penelitian ini adalah
LPPK Jateng , PDAM, PLN,
Dinas Kependudukan
Yang menjadi unit analisa
adalah peran LPPK Jateng
dalam melakukan perlindungan
Konsumen pelayanan publik.
a.Metode Penelitian
yang dipergunakan
dalam penulisan ini
adalah penelitian yang
bersifat eksploratif yaitu
penulisan yang
dilakukan untuk
memperoleh keterangan
penjelasan dan data
mengenai hal-hal yang
belum diketahui. Jenis
pendekatan yang
digunakan adalah
metode penelitian
yuridis sosiologis, yaitu
yang diteliti pada
awalnya data sekunder
kemudian dilanjutkan
dengan penelitian
terhadap data primer di
b. Jenis Data
Data sekunder yaitu data
yang mampu
memberikan informasi
yang mendukung
penulisan ilmiah. Data
ini diperoleh dengan
teknik studi pustaka
yaitu teknik mencari
data dari sumber-sumber
pustaka diantaranya dari
buku, peraturan
perundang-undangan
dan literatur lainnya
yang dianggap
mendukung dalam
penelitian ini.
Data Primer
Penulis menggunakan
data primer untuk
melengkapi data
sekunder. data primer
yaitu data yang
diperoleh secara
langsung dengan
melakukan wawancara
secara langsung dengan
YLKI Unit amatan
dalam penelitian hukum
Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI),
Undang Undang No 8
Tahun 1999 Tentang
Perlindungan
Konsumen,
Dinas Perindustrian
Perdagangan Koperasi
dan Usaha Mikro Kecil
Menengah
(DISPERINDAGKOP
dan UMKM), Serta
peraturan perlindungan
konsumen lainnya
Konsumen, Pelaku
usaha Salatiga.
B. Latar Belakang Masalah
Kota Salatiga merupakan suatu kota yang memiliki nilai tawar dalam
pembangunan ekonomi, dalam hal perdagangan produk barang dan jasa,
letaknya yang strategis menjadikan kota Salatiga sebagai jalur perdagangan di
Pulau Jawa, khususnya provinsi Jawa Tengah. Banyaknya permasalahan yang
dialami oleh konsumen, pengusaha dan pemerintah yang sering kali
mengabaikan hak-hak konsumen, baik dari pemberian layanan maupun dalam
penjualan produk. Permasalahan dalam hal kualitas produk yang rendah,
pelayanan jasa yang tidak sesuai, penetapan harga/tarif yang tidak jelas, klausula
berat, penggantian tanggal kadaluarsa, pemalsuan dan peniruan, serta beredarnya
produk-produk luar negeri yang illegal di pasaran. Perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan
perlindungan konsumen.2 Kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas
barang dan/atau jasa kebutuhan serta mempertahankan atau membela
hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan
konsumen.3
Di Indonesia wujud nyata dari kepastian hukum perlindungan konsumen
dapat dirasakan dengan di undangkannya undang-undang nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen. Dukungan iklim politik yang lebih
demokratis, ditambah dengan aspek kepentingan sosial ikut berpengaruh dalam
pembentukan UUPK. Dengan adanya payung hukum perlindungan konsumen
tidak dimaksudkan untuk membatasi dan mematikan usaha dari pelaku usaha,
tetapi dengan adanya UUPK diharapkan dapat mendorong iklim usaha yang
sehat dan lahirnya para pelaku usaha yang tangguh dalam menghadapi
persaingan dalam hal pelayanan dan penyediaan produk barang dan/atau jasa
yang berkualitas. UUPK sebagai pembatas dan pengukur atas pelanggaran
hak-hak dari konsumen, diharapkan mampu memberi solusi bagi penyelesaian
permasalahan yang terjadi.
2
W.Friesman, “Law in Achanging Society” , Steven&Sons Limited London, tahun 1959, hlm.7. Dalam buku Susanti Adi Nugroho,. “Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya” Prenada Media Goup, Jakarta 2008 hlm.4.
3
Secara umum dikenal ada 4 hak dasar Konsumen4 : 1. Hak mendapat keamanan
2. Hak mendapat Informasi
3. Hak memilih
4. Hak untuk didengar
Dari keempat hak tersebut didalam UUPK dijabarkan dijabarkan
sebagaiamna tertuang dalam pasal 4 UUPK yang mengatur mengenai hak
konsumen. disamping hak dalam pasal 4 UUPK juga terdapat hak-hak
konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7 UUPK yang mengatur tentang
kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum,
sehingga kewajiban pelaku usaha dapat dilihat sebagai hak konsumen.5
Dalam hal ini terjadinya permasalahan perlindungan konsumen,UUPK
membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi 2 bagian :
1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan
a. Penyelesaian sengketa secara damai, oleh para pihak sendiri, konsumen,
dan pelaku usaha/produsen.
b. Penyelesaian sengketa melalui Badan penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) dengan menggunakan mekanisme alternative dispute resolution
atau penyelesaiaan sengketa alternatif yaitu konsiliasi, mediasi, dan
arbitrasi.
2. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan.
Dari dasar tersebut, maka konsumen yang dirugikan merasa terlindungi,
dan mempunyai pilihan untuk mengadukan permasalahan dengan mengajukan
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen, Grasindo, Jakarta, 2000,halaman 16-27
gugatan ke pengadilan negeri atau dapat mengadukan kepada BPSK.6 Sebelas tahun setelah diundangkan UUPK, pemerintah Salatiga belum memiliki suatu
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Mengingat begitu pesat dan besarnya
perdagangan di kota Salatiga, maka dirasakan perlunya Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), hal ini dimaksudkan untuk menjembatani masalah
yang terjadi antara konsumen dan produsen. Lembaga ini juga memiliki
kewenangan menyelesaikan sengketa dan memberikan denda kepada penjual
atau produsen yang merugikan masyarakat akan tetapi karena tidak adnya
lembaga ini maka konsumen lebih sering mengadukan permasalahannya kepada
YLKIS.
YLKI Salatiga sebagai satu-satunya Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM) berdiri atas dasar Akta Notaris No. 24
tertanggal 12 Agustus 2003. Berdasarkan dari pra penelitian yang telah penulis
lakukan dengan wawancara terhadap pengurus YLKI Kota Salatiga diperoleh
dan data bahwa YLKI kota salatiga menerima berbagai pengaduan dari
masyarakat kota Salatiga yang merasa dirugikan antara lain7 :
• Mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh Balai Pengawasan Komite
Nasional Keselamatan Untuk Instalasi Listrik (BP Konsuil) baru yang
mengharuskan instalasi minimal 6 titik lampu
• Seringnya dilakukan pemadaman listrik oleh PLN
• Kenaikan tarif air oleh PDAM
• Banyaknya peredaran makanan dan minuman kadaluarsa di pasaran
• Beredarnya daging gelonggongan di Pasar Salatiga
6
Susanti Adi Nugroho, “Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya” hlm.18.
Melihat dari permasalahan tersebut, konsumen yang merasa dirugikan di
kota Salatiga mengalami banyak kendala dalam meminta kepastian hukum.
Selama ini apabila terjadi permasalahan yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen, masyarakat lebih sering mengadu ke Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia Salatiga (YLKIS). Salah satu hambatan dari penyelesaiakan sengketa
atau keluhan konsumen di kota Salatiga dengan adalah belum terbentuknya
BPSK, sehingga permasalahan yang dialami konsumen tidak dapat terselesaikan
secara tuntas oleh YLKIS. Namun YLKIS tidak dapat berbuat banyak dalam hal
terjadinya sengketa/ permasalahan perlindungan konsumen, karena YLKIS
hanya sebagai lembaga yang membantu konsumen dalam meperjuangkan
haknya, serta memberikan nasihat kepada konsumen yang memerlukannya.
Dalam upaya penyelesaian permasalahan konsumen tersebut diatas, sering kali
YLKIS harus berhadapan dengan tidak adanya peraturan atau tidak diawasinya
pelaksanaan suatu peraturan sehingga pelaku usaha dapat bersikap masa bodoh8. Sikap masa bodoh pelaku usaha sehingga menyebabkan pelanggaran
terhadap hak- hak konsumen didukung juga oleh faktor utama yang merupakan
kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen akan haknya yang
masih rendah. Hal ini terutama disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan
konsumen, oleh karena itu pengaturan terhadap perlindungan konsumen
dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga
perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya
pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Upaya
pemberdayaan ini penting karena tidak mudah mengharapkan kesadaran dari
pelaku usaha yang pada dasarnya mereka berprinsip untuk mendapatkan
keuntungan yang semaksimal mungkin dengan modal yang seminimal mungkin.
Prinsip ini sangat potensial untuk merugikan kepentingan konsumen baik secara
langsung maupun tidak langsung.
C. Rumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian latar belakang masalah, maka
dalam bagian ini penulis menguraikan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah bentuk penyelesaian keluhan dan sengketa konsumen oleh
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Salatiga (YLKIS) kota Salatiga,
bilamana terjadi pelanggaran perlindungan konsumen yang berakibat pada
kerugian yang dialami oleh konsumen?
2. Apa hambatan yang dialami oleh YLKIS dalam menyelesaikan sengketa dan
keluhan konsumen?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bagaimana cara penyelesaian keluhan dan sengketa konsumen
oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKIS) di kota Salatiga, dan
bagaimana bentuk penjembatan permasalahan sengketa konsumen dengan
pelaku usaha di kota Salatiga .
2. Mengetahui hambatan yang dialami oleh YLKIS dalam menyelesaikan
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Metode Penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian yang bersifat eksploratif yaitu penulisan yang dilakukan untuk
memperoleh keterangan penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum
diketahui. Jenis pendekatan yang digunakan adalah metode penelitian yuridis
sosiologis, yaitu yang diteliti pada awalnya data sekunder kemudian dilanjutkan
dengan penelitian terhadap data primer di lapangan.9 2. Jenis Data
a. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang mampu memberikan informasi yang
mendukung penulisan ilmiah. Data ini diperoleh dengan teknik studi pustaka
yaitu teknik mencari data dari sumber-sumber pustaka diantaranya dari buku,
peraturan perundang-undangan dan literature lainnya yang dianggap
mendukung dalam penelitian ini.
b. Data Primer
Penulis menggunakan data primer untuk melengkapi data sekunder. data
primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan melakukan
wawancara secara langsung dengan YLKI Salatiga
3. Unit Amatan Analisa
a. Unit amatan dalam penelitian hukum ini adalah :
• Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
• Undang Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
• Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil
Menengah (DISPERINDAGKOP dan UMKM) Serta peraturan
perlindungan konsumen lainnya
• Konsumen
• Pelaku usaha
b. Unit analisa yang digunakan dalam penulisan ini adalah pelaksanaan
penyelesaian sengketa/keluhan konsumen di kota salatiga oleh YLKIS.