MENINGKATKAN KETERAMPILAN IDENTIFIKASI ANAK
BERKEBUTUHAN KHUSUS BAGI MAHASISWA
PROGRAM STUDI PG-PAUD FKIP UNIVERSITAS TADULAKO
Muraeni Musanib
Dosen Program Studi PG-PAUD Jurusan Ilmu Pendidikan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako
Abstrak
Tujuan kegiatan Pelatihan Identifikasi Anak berkebutuhan Khusus di Program Studi PG/PAUD adalah: 1) meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus; 2) meningkatkan kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus; 3) meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus. Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 orang mahasiswa semester VII. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah ceramah, diskusi, dan tanya jawab, Kuesioner. Kegiatan ini dilaksanakan selama 1 hari dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB, bertempat di Ruang Lab. PG/PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. Hasil kegiatan adalah pengetahuannya dan keterampilan mahasiswa meningkat dari pengetahuan awalanya yang tidak tahu sama sekali menjadi; 1) 76% mahasiswa mampu mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 2) 57% mahasiswa mampu mengelompokkan anak berkebutuhan khusus, 3) 32% mahasiswa mampu dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus.Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus.
Kata Kunci: Pelatihan, Keterampilan Identifikasi, Anak Berkebutuhan Khusus
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Fenomena anak berkebutuhan khusus tiap tahun menunjukkan peningkatan
jumlah. Data penelitian di bawah ini menunjukkan jumlah peningkatan anak
berkebutuhan khusus dari tahun ke tahun. Ekowarni (2003) menyebutkan data dari
(sebesar 3.33%) jumlah pasien anak ADHD dengan berbagai karakteristik dari
tahun 2000 ke tahun 2001. Secara rinci, terdapat 30 jumlah anak dengan ADHD
yang tanpa disertai gangguan lain (32,96%), 15 anak dengan ADHD dan gangguan
tingkah laku (16.48%), 8 anak dengan spektrum autis (8.79%), 12 anak dengan
ADHD dan epilepsi (13.19%), 13 anak dengan ADHD dan gangguan berbahasa
(14.28%), 6 anak dengan ADHD dan kecerdasan batas ambang (6.59%) dan 2 anak
dengan ADHD dan antisosial (2.20%). Data Balitbang Direktorat Pendidikan Luar
Biasa pada tahuin 2006 yang menyoroti gangguan emosi dan perilaku anak, secara
umum menemukan bahwa dari 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang
rata-rata nilai rapornya kurang dari 6, dinyatakan 33% mengalami gangguan emosi
dan perilaku (dalam Mahabbati, 2010). Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh
dr.Dwijo,Sp.KJ pada tahun 2000-2004, dari 4.015 siswa usia 6-13 tahun di 10 SD
wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat menunjukkan prevalensi 26,2% anak
ADHD berdasarkan kriteria DSM IV (dalam Mahabbati, 2010).
Peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus tersebut tidak seiring dengan
pelayanan pendidikan inklusi. Merujuk data dari Direktorat PSLB tahun 2007
menyebutkan bahwa jumlah Anak Berkebutuhan Khusus yang sudah mengikuti
pendidikan formal baru mencapai 24,7% atau 78.689 anak dari populasi anak cacat
di Indonesia, yaitu 318.600 anak. Ini artinya masih terdapat sebanyak 65,3% Anak
Berkebutuhan Khusus yang masih terseklusi, termarjinalisasikan dan terabaikan hak
pendidikan. Bahkan angka tersebut diperkirakan dapat jauh lebih besar mengingat
kecilnya angka prevalensi yang digunakan, yaitu 0,7% dari populasi penduduk serta
masih buruknya sistem pendataan (dalam Sunaryo, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian (Sunardi 2009, dalam Suyanto, 2009) terhadap
12 sekolah penyelenggara inklusi di Kabupaten dan Kota Bandung, secara umum
saat terdapat lima kelompok issue dan permasalahan pendidikan inklusi di tingkat
sekolah, yaitu : pemahaman dan implementasinya, kebijakan sekolah, proses
pembelajaran, kondisi guru, dan support system. Lebih spesifik, dari lima
kelompok isu permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah khususnya di
tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), menurut Adnan, dkk (2012) adalah
tua di rumah, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengenali anak
berkebutuhan khusus dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mengakibatkan
sulitnya anak-anak bekebutuham khusus ini diterima di lembaga PAUD untuk
belajar bersama dengan anak lain. Tentu ini sangat bertentangan dengan konsep
pendidikan untuk semua dan konsep pendidikan sedini mungkin.
II. Landasan Teori
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan
anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan
berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus
sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak.
Untuk mengetahui anak berkebutuhan khsusus melalui proses identifikasi.
Identifikasi dini Anak Berkebutuhan Khusus dimaksudkan sebagai suatu
upaya untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami
kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) seawal
mungkin dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari
identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu
mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inkulusi. Pengelompokan
anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi:
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
2. Tunanrungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan anggota tubuh/gerakan
4. Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
5. Tunagrahita
6. Anak lamban belajar
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau
diskalkulia)
8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi
III. Metode Penelitian
A. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah mahasiswa program studi PG/PAUD Semester VII
dan mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir, sebanyak 30 orang.
B. Rancangan Penelitian
1. Pendataan
Data digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus sebagai
bahan yang digunakan Training (pelatihan)
2. Training (pelatihan)
Langkah selanjutnya adalah dengan memberikan training pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.
Tujuannya adalah agar mahasiswa memperoleh peningkatan pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.
3. Care and Support
Setelah melakukan training yang harus menjadi perhatian khusus adalah
memantau dan memberikan dorongan kepada mahasiswa agar pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh betul diterapkan di masyarakat.
IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan
A. Hasil Penelitian
1. Pendataan (Pretest)
Hasil pengumpulan data (pretst)mengenai pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus
sangat minim. Menarik untuk di simak, dari 30 orang mahasiswa yang
menjadi peserta pelatihan ini, teranyata tidak satupun yang memiliki
keterampilan mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan
mereka hanya sebatas pernah mendengar tentang anak berkebutuhan khusus,
tidak mengetahui secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan anak
2. Pelatihan
Kegiatan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus terlaksana
pada hari Kamis, tanggal 28 Oktober 2013. Kegiatan ini berlangsung selama
satu hari dari mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. Tempat
kegiatan pelatihan di Ruang Lab. PGPAUD, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Tadulako.
Adapun pelaksanaan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus
[image:5.612.124.519.301.722.2]dapat dilihat secara terinci dalam jadwal kegiatan tersebut, sebagai berikut:
Tabel 3.Jadwal Kegiatan
Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
No Waktu Uraian Materi Pelaksana Kegiatan
1. 08:00-08.30 Registrasi Peserta Panitia Seksi Kesekretariatan
2. 08:30-09.00 Pembukaan:
• Laporan Ketua Panitia
• Sambutan membuka
Koordinator Program Studi
Panitia Seksi Acara
Drs. I Putu Suwika, M.Si
3. 09:00-10.00 Pelatihan Identifikasi ABK
Sesi 1.
Pendidikan Inklusi
Dra. Shofyatun AR, M.Pd
4. 10:00-11.00 Sesi 2.
Mengenal ABK
Dra. Shofyatun AR, M.Pd
5. 11:00-12.00 Sesi 3. Lanjutan:
Identifikasi ABK
Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi
6. 12:00-13.00 Istirahat Panitian dan Peserta
7. 13:00-14.00 Sesi 4.
Assessmen ABK
Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi
Penanganan ABK Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi
9. 14:00-17.00 Penutupan: Koordinator Program Studi
Panitia Seksi Acara
Drs. I Putu Suwika, M.Si
Kegiatan pelatihan kuesioner ini dibuka oleh Drs. I Putu Suwika,
M.Si sebagai Koordinator Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas
Tadulako. Dalam sambutannya, ia mengharapkan Kegiatan sejenis
dibudayakan di program studi PG/PAUD untuk mendorong budaya
pengabdian di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako
khususnya di Program Studi PG/PAUD. Salah satu caranya adalah dengan
memberikan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus ini dilaksanakan
rutin setiap tahunnya.
Sementara itu, Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini
sangat besar. Besarnya animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa
menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang
bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan. Keadaan kelas menjadi lebih
hidup dan bergairah sehingga waktu satu hari pelaksanaan kegiatan pelatihan
ini tidak terasa berakhir.
3. Posttest
Pada akhir kegiatan dilakuakan post tes untuk mengetahuai apakah
terjadi perubahan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sebelum dan
setelah mengikuti pelatihan. Hasil dari posttest yang dijadikan Tolak ukur
ukur dan kriteria keberhasilan kegiatan ini. Dimana repson peserta mengikuti
kegiatan selama sehari penuh dengan persentase kehadiran peserta 100 %,
pengetahuannya meningkat dari pengetahuan awalanya menjadi; 1)
kemampuan mahasiswa mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 76%, 2)
kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 57%,
3) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak
4. Care and Support
Setelah melakukan pelatihan yang harus menjadi perhatian khusus
adalah memantau dan memberikan dorongan kepada mahasiswa agar
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh betul diterapkan di masyarakat.
Salah satu cara memantau pengetahuan dan keterampilan mahasiswa
diterapkan dimasyarakat melalui kerja sama dengan TK, TPA, RA, yang
melaksanakan pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus. Sehingga
mahasiswa yang telah mengikuti pelatihan ini dapat terlibat langsung melalui
kerja sama tersebut untuk menerapkannya di masyarakat.
B. Pembahasan
Menarik untuk di simak, dari 30 orang mahasiswa yang menjadi
peserta pelatihan ini, teranyata tidak satupun yang memiliki keterampilan
mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan mereka belum
mengetahui secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan anak
berkebutuhan khusus. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa pengetahuan
dan keterampilan mahsiswa sangat minim terhadap anak berkebutuhan
khusus? Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab dari ketidaktahuan
tersebut. Faktor tersebut antara lain bisa karena
1) Mahasiswa tersebut kurang termotivasi untuk belajar selain yang
diberikan oleh dosen yang mengajari mereka di Program Studi PG/PAUD
2) Ketersediaan literatur mengenai anak berkebutuhan khusus yang memang
masih kurang
3) Dukungan dari Program Studi, karena program studi belum memasukkan
topik atau kajian tentang anak berkebutuhan khsusus dalam kurikulum
pendidikannya sehingga mahasiswa enggan untuk mempelajari anak
berkebutuhan khusus.
Sementara itu, Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini
sangat besar. Besarnya animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa
menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang
ini tidak terasa berakhir. Nampaknya jika dilihat dari hasil pretes yang
dilakukan sebelum pelatihan dari pengetahuan mereka yang minim pada
dasarnya karena mereka belum memperoleh stimulasi yang baik tentang anak
berkebutuhan khsusus. Dengan kata lain, rasa keingintahuan mereka telah
tumbuh dengan adanya stimuli tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil
pretes mereka yang meningkat, dimana repson peserta mengikuti kegiatan
selama sehari penuh dengan persentase kehadiran peserta 100 %,
pengetahuannya meningkat dari pengetahuan awalanya menjadi; 1)
kemampuan mahasiswa mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 76%, 2)
kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 57%,
3) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak
berkebutuhan khusus 32%. Dengan demikan, pelatihan ini efektif
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka tentang identifikasi
anak berkebutuhan khusus. Selain hal tersebut diatas, kegiatan pelatihan ini
memiliki kelebihan dan kekurang. Kelebihan dan kekurangan itu adalah :
1). Kelebihan Kegiatan Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus
a. Dukungan lembaga atau institusi dalam hal ini mulai universitas,
fakultas, jurusan dan program studi sudah mulai memberikan ruang
pengembangan pengetahuan dan keterampilan gagasan ide dalam
menulis karya ilmiah khusus penulisan artikel jurnal elektronik untuk
dipublikasikan.
b. Kegiatan pelatihan penulisan artikel jurnal atau kegiatan PPM ini akan
menjadi program rutin setiap program studi untuk pengembangan
mahasiswa secara intelektual dan membantu sebagai syarat
menyelesaikan tugas akhir mahasiswa.
c. Partisipasi peserta dalam hal ini mahasiswa dalam kegiatan PPM ini
sangat memberikan semangat yang luar biasa dalam proses
pelaksanaan kegiatan tersebut.
d. Anggaran atau pendanaan kegiatan tentu memberikan kemudahan bagi
e. Sarana prasarana kegiatan sebagai penunjang keberhasilan kegiatan
cukup memadai untuk level program studi mulai ruangan kursi, meja
dan LCD sebagai media dalam pelatihan tersebut.
2). Kelemahan Mahasiswa Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus
1. Partisipasi peserta kegiatan PPM ini masih terbatas, belum mampu
mengakomodir sebagian mahasiswa Program Studi PG/PAUD FKIP
Universitas Tadulako.
2. Belum maksimalnya anggaran untuk kegiatan tersebut, karena
berkaitan dengan jumlah peserta, materi dan hasil produk.
3. Waktu pelaksanaan hanya 1 hari, sehingga tidak maksimalnya materi
secara utuh.
V. Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya
animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar,
memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi
kegiatan pelatihan.
2. Pengetahuan dan keterampilan mahasiswa meningkat dari pengetahuan
awalanya tidak tahu sama sekali menjadi; 1) 76% mahasiswa mampu
mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus 2) 57% mahasiswa mampu
mengelompokkan anak berkebutuhan khusus, 3) 32% mahasiswa mampu
dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus.
3. Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan mahasiswa tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus.
B. Saran
1. Waktu pelaksanaan pelatihan hanya 1 hari, sehingga penyampaian materi
kurang maksimal diberikan secara meyeluruh.
Daftar Pustaka
Adnan, Evita, dkk. 2012. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Bahan Ajar Diklat Berjenjang: Diklat Dasar. Direktorat Pembinaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan PAUD NI Direktorat Jenderal PAUD NI Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan
American Psychiatric Association.1994. Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4thed. WashsingtonD C:APA
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat P L B . (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas.
Elliot, S. 2008. The Effect of Teachers' Attitude Toward Inclusion on the Practice and Success Levels of Children with and without Disabilities in Physical Education. International Journal of Special Education
Ekowarni, Endang. 2003. Teori Modifikasi Perilaku, Diet, dan Obat untuk Penangan Perilaku Hiperaktivitas pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal ANIMA, Vol. 18. Nomor 2
Elisa, S & Wrastari, AT. 2013. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya : Jurnal Psikologi Perkembangan Dan PendidikanVol. 2, No. 01, Februari 2013
Fanu, J.L. 2006. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta : Think
Florian, Leni 2008. Special or Inclusive Education: Future Trends. Dalam British Journal of Special Education.
Hildayani, dkk. 2009. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka.
Hwang, Yoon-Suk. 2010. Attitudes towards inclusion : gaps between belief and practice. International Journal of Special Education.