ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Studi Deskriptif mengenai Moral Judgement pada Mahasiswa yang melakukan Seks Pranikah di Universitas ‘X’ Bandung”. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui tahapan moral judgement pada mahasiswa Universitas ‘X’ yang melakukan seks pranikah. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 50 orang. Teknik penarikan sampel yang digunakan snowball, yaitu menarik sampel bertahap yang semakin lama respondennya semakin membesar. Mahasiswa yang dijadikan sampel berusia 18-22 tahun, belum menikah, sudah melakukan seks pranikah, dan tinggal di tempat kost pada kawasan Universitas ‘X’ Bandung. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.
Alat ukur yang digunakan DIT (Defining Issues Test) yang dikembangkan oleh James Rest dengan content validity berkisar antara 0.40-0.65 dan memiliki reliabilitas yang tinggi yaitu 0.75. Alat ukur ini merupakan hasil adaptasi dari penelitian mengenai Moral Judgement yang telah dilakukan sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh hasil bahwa tahapan moral judgment mahasiswa Universitas ‘X’ yang melakukan seks pranikah menyebar dari tahap pertama hingga tahap keenam dengan persentase yang bervariasi.
Simpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah bahwa tahap perkembangan moral judgement yang paling banyak digunakan responden dalam membuat pertimbangan adalah orientasi hukuman dan ketertiban (tahap 4).
ABSTRACT
This research is titled “ A Descriptive Study of Moral Judgement Regarding Premarital Sex Behavior found in Students Who Lives at Boarding House Within ‘X’ University’s Vicinity in Bandung. This research was conducted the stage of moral judgement students who had premarital sex. The sample in this study amounted to 50 people.The sampling technique used snowball , which was to draw samples that the longer respondents gradually getting bigger . The sampled students aged 18-22 years,
unmarried, premarital sex and living in a boarding house at the University ‘X’ Bandung. The study design used in this study is a descriptive study design.
Measuring devices used in the form is DIT (Defining Issues Test), developed by James Rest with the validity of content ranges 0.40-0.65 and has high reliability is 0.75. This measure is the result of research on the adaptation of Moral Judgement has been done before .
Based on the results of data processing , the result that the stages of moral judgment university students ' X ' who in premarital sex spread from the first stage to the sixth stage with varying percentages .
The conclusions that can be drawn from these results is that the moral judgment stage of development the most widely used of respondents in making consideration is the orientation of the penalty and order ( step 4 ) .
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan ...i
Abstrak ...ii
Kata Pengantar ...iii
Daftar Isi ...iv
Daftar Tabel ...v
BAB I PENDAHULUAN ...1
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Identifikasi Masalah ...9
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ...9
1.3.1 Maksud Penelitian ...9
1.3.2 Tujuan Penelitian ...9
1.4 Kegunaan Penelitian ...9
1.4.1 Kegunaan Teoritis ...9
1.4.2 Kegunaan Praktis ...10
1.5 Kerangka Pikir ...11
1.6 Asumsi Penelitian ...23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...24
2.1 Definisi Tentang Moral ...24
2.2 Teori Perkembangan Moral ...24
2.2.1 Kondisi Perkembangan Moral ...25
2.2.2 Teori Kognitif-Developmental tentang Moralisasi ...26
2.3.1 Tahap-tahap Moral Judgement ...31
2.3.2 Sifat Perkembangan Tahap ...34
2.3.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perkembangan Moral Judgement ...36
2.3.4 Kesenjangan Pengetahuan Moral dengan Tingkah Laku Moral ...39
2.4 Moralitas Pada Remaja ...40
2.5 Penalaran Moral ...41
2.6 Internalisasi Moral ...41
2.7 Remaja ...43
2.7.1 Tahun-tahun Masa Remaja ...44
2.7.2 Ciri-ciri Masa Remaja ...45
2.7.3 Tugas Perkembangan Remaja ...50
2.7.4 Minat Seks dan Perilaku Seks Pada Remaja ...53
2.7.5 Relasi Remaja ...54
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...57
3.1 Rancangan Penelitian ...57
3.2 Variabel Penelitian ...58
3.2.1 Tahap Moral Judgement ...58
3.2.1.1 Definisi Konseptual Moral Judgement ...58
3.2.1.2 Definisi Operasional Moral Judgement ...58
3.3 Populasi Sasaran, Karakteristik Populasi, dan teknik Penarikan Sampel ...60
3.3.1 Populasi Sasaran ...60
3.3.2 Teknik Penarikan Sampel ...60
3.3.3 Karakteristik Sampel ...61
3.4.1 Alat Ukur Moral Judgement ...61
3.4.2 Data Pribadi ...64
3.4.4 Data Penunjang ...64
3.5 Uji Coba Alat Ukur ...65
3.5.1 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Moral Judgement ...64
3.6 Teknik Analisis Data...65
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...67
4.1 Gambaran Responden ...67
4.1.1 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Kelamin ...67
4.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Usia ...68
4.1.3 Gambaran Responden berdasarkan Jenis Tempat Kost ...68
4.1.4 Gambaran Responden berdasarkan Frekuensi Seks Pranikah ...69
4.2 Pengolahan Data ...69
4.3 Pembahasan...70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...76
5.1 Kesimpulan ...76
5.2 Saran ...77
5.2.1 Saran Teoritis ...77
5.2.2 Saran Praktis ...77
DAFTAR PUSTAKA ...78
DAFTAR RUJUKAN ...79
DAFTAR TABEL
3.4 Tabel Tahap Moral Judgement ...62
4.1.1 Tabel Populasi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ...67
4.1.2 Tabel Populasi Responden berdasarkan Kategori Usia ...68
4.1.3 Tabel Populasi Responden berdasarkan Jenis Tempat Kost ...68
4.1.4 Tabel Populasi Responden berdasarkan Frekuensi Seks Pranikah ...69
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Kerangka Pikir ...22
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Lampiran 1 Data Pribadi dan Data Penunjang
Lampiran 2 Petunjuk Pengisian
Lampiran 3 Kuesioner Moral Judgement
Lampiran 4 Tabel Crosstab Identitas Pribadi dan Data Penunjang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kota Bandung merupakan salah satu kota yang menjadi daya tarik
para pelajar untuk menempuh pendidikan perguruan tinggi, hal ini di dukung
juga oleh banyaknya perguruan tinggi negeri maupun swasta yang terdapat di
kota Bandung. Sebagian besar para pelajar yang menempuh pendidikan
perguruan tinggi di kota Bandung datang dari berbagai kota di Indonesia, akan
tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang berasal dari daerah Jawa Barat.
Kehidupan yang jauh dari orang tua menjadikan mereka mandiri dan cepat
dewasa dalam berbagai hal, termasuk dalam urusan seks. Bandung sebagai
kota pendidikan menunjukkan angka yang cukup tinggi soal perilaku seks
bebas terutama di kalangan remaja akhir, separuh dari mahasiswa di kota
Bandung tercatat pernah melakukan hubungan intim (www.merdeka.com,
diakses 18 September 2014).
Pada tahun 2014, wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan
kepada merdeka.com bahwa dirinya cukup prihatin terhadap perilaku seks
bebas yang dilakukan oleh para mahasiswa tersebut, namun ia juga
preventif dan akuratif untuk menanggulanginya. Kasus remaja yang hamil
diluar nikah meningkat signifikan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS), Departemen Sosial Republik
Indonesia (Depsos RI) melakukan penelitian pada tahun 2007, dilakukan di
sebuah kota di Pulau Jawa. Hal Yang Menarik adalah melihat fakta populasi
berdasarkan pendidikan. Tahun 2002-2005, remaja (10-24 tahun) yang
mengalami kehamilan diluar nikah terbanyak adalah yang memiliki
pendidikan perguruan tinggi alias mahasiswi (59,22%), remaja yang
berpendidikan SMU (17,70%) dan yang paling kecil SMP
(1,63%).(www.prianganonline.com, diakses 23 September, 2014).
Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Sahabat Remaja (SAHARA)
melakukan polling di kota Bandung dan hasilnya 44,8% mahasiswi dan juga
remaja kota Bandung sudah pernah melakukan hubungan intim. Mahasiswi
yang berjumlah 1000 orang dan polling yang dilakukan LSM Sahara
Indonesia dari tahun 2006 sampai dengan 2010, diketahui hasil survey
menunjukkan bahwa tempat yang sering digunakan untuk berhubungan seks
adalah di rumah tempat kost sebanyak 51,5%, di rumah pribadi 30%, dan di
rumah sang wanita 27,3%. Beberapa pasangan ada yang menyewa hotel untuk
berhubungan seks yakni sebanyak 11,2%, sebagian kecil dari peserta survey
ada yang mengaku pernah berhubungan seks di tempat publik yakni di taman
dalam mobil 0,4%, dan lain-lain yang tidak diketahui sebanyak 0,7%
(www.seksualitas.net, diakses 23 September 2014).
Dari hasil survey yang telah dilakukan tersebut dapat terlihat bahwa
tempat yang paling banyak digunakan untuk berhubungan seks bagi para
mahasiswa adalah rumah tempat kost. Rumah tempat kost adalah sebuah
rumah yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan
sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya
pembayaran per bulan). Di area sekitar kampus Universitas ‘X’, terdapat
banyak rumah tempat kost yang disediakan bagi para mahasiswa yang berasal
dari berbagai kota. Setiap tahun banyak rumah tempat kost yang dibangun, hal
ini menunjukkan bahwa semakin banyak pelajar yang menempuh pendidikan
di perguruan tinggi ‘X’. Perkembangan lainnya yang dapat terlihat yaitu
semakin banyaknya toko swalayan yang terdapat di sekitar area kampus
Universitas ‘X’.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 5
orang karyawan pada 3 toko swalayan yang terdapat di sekitar area kampus
Universitas ‘X’, item atau barang yang paling banyak di konsumsi adalah
yang pertama yaitu kondom (alat kontrasepsi) dan yang kedua adalah mie
instant. Oleh karena itu peneliti melakukan survey terhadap beberapa
responden, dan yang menjadi responden adalah mahasiswa Universitas ‘X’.
Dalam hal ini mahasiswa merupakan remaja akhir, dan masa remaja
kenyataan seksual, untuk menjadikan seksualitas sebagai bagian dari identitas
seseorang. Pergaulan mahasiswa itu sendiri dari masa ke masa selalu
mengalami perkembangan, baik kearah yang positif maupun negatif. Ke arah
positifnya, dari masa ke masa kegiatan para mahasiswa semakin beragam, hal
ini didukung oleh kecanggihan teknologi dan internet yang semakin akrab
dengan mahasiswa. Hal tersebut menunjang bagi para mahasiswa untuk
memiliki kegiatan-kegiatan yang kreatif dan lebih maju. Di samping itu,
banyak juga kegiatan-kegiatan negatif yang berkembang pada mahasiswa saat
ini, salah satunya gaya berpacaran yang bebas. Perilaku berpacaran pada
remaja adalah hal yang wajar karena pada usia tersebut organ-organ seksual
mulai matang dan sebagai akibatnya dorongan seksual mulai muncul
(Santrock 2003).
Remaja memiliki keingintahuan yang tidak pernah terpuaskan
mengenai misteri seksualitas, mereka akan berpikir apakah mereka menarik
secara seksual, apakah mereka akan bertumbuh lagi, apakah orang lain akan
mencintai mereka, dan apakah berhubungan seks adalah hal yang normal.
Perilaku seksual remaja masa kini jauh lebih lunak dibanding remaja generasi
sebelumnya, maka ancaman pola hidup seks bebas di kalangan mahasiswa
kini berkembang semakin serius. Seks adalah terjadinya kontak genital yang
diantara pria dan wanita atau biasa disebut dengan berhubungan intim
Dalam menyikapi perilaku seks yang terjadi, maka moral memegang
peranan penting terhadap kehidupan individu yang berhubungan dengan baik
atau buruk terhadap tingkah laku individu itu sendiri, tingkah laku yang
mendasarkan pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Nilai moral
merupakan nilai-nilai yang dapat menuntun dan mengarahkan manusia pada
sikap dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang
ada di dalam diri seseorang merupakan suatu sistem kontrol pada diri setiap
individu.
Dalam kasus ini, seseorang dikatakan bermoral apabila orang tersebut
bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat. Menurut
Kohlberg, moralitas merupakan apa yang diketahui dan dipikirkan seseorang
mengenai baik dan buruk atau benar dan salah. Moralitas berkenaan dengan
jawaban atas pernyataan mengapa dan bagaimana orang sampai pada
keputusan bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk, dan istilah yang
digunakan oleh Kohlberg tersebut adalah moral judgement.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap 10
orang mahasiswa Universitas ‘X’ yang terdiri dari 4 orang mahasiswi dan 6
orang mahasiswa, didapatkan hasil sebagai berikut : Sebanyak 60% dari
mereka mengatakan bahwa seks bebas bukan merupakan suatu hal yang wajar
dilakukan oleh pasangan yang sedang berpacaran, dan 40% mengatakan
Sebanyak 70% dari jumlah responden yang pernah melakukan
hubungan seks dengan pasangan kekasihnya, mengatakan bahwa mereka
mengetahui akan dampak baik dan buruk atau benar dan salah dari tindakan
seks bebas yang mereka lakukan. Mereka tidak dapat menolak untuk tidak
melakukan hubungan seks karena merasa bahwa terjadinya hubungan seks
tersebut memberikan efek kenikmatan. Mereka merasa dengan melakukan
hubungan seks tersebut, maka kebutuhan biologisnya dapat terpenuhi pada
saat itu. Hal ini berkaitan dengan tahap perkembangan prakonvensional,
karena efek kenikmatan yang dirasakan merupakan salah satu bentuk reward
yang ingin mereka dapatkan.
Sebanyak 30% lainnya yang pernah melakukan hubungan seks
mengatakan bahwa mereka mengetahui akan tata tertib, norma-norma dan
aturan yang berlaku di masyarakat, akan tetapi situasi dan kondisi yang ada
sangat mendukung mereka untuk melakukan hubungan seks bersama
pasangan kekasihnya tersebut. Mereka menyadari bahwa tindakan mereka
telah melanggar aturan ataupun norma-norma yang ada di masyarakat, dan
mereka juga menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan tersebut akan
memberikan rasa kecewa yang begitu besar terhadap keluarga terlebih
khususnya kepada kedua orang tua mereka, sehingga terkadang muncul
perasaan bersalah dalam diri mereka. Hal yang terjadi tersebut berkaitan
ini individu hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan
dipandang sebagai hal yang bernilai dalam dirinya sendiri.
Fenomena-fenomena yang terjadi tersebut menunjukkan bahwa moral
judgement (perkembangan moral) setiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, sehingga memunculkan alasan-alasan yang bervariasi.
Perilaku seks bebas yang terjadi pada kasus di atas menunjukkan pada
kenyataan yang terjadi saat ini bahwa terdapat beberapa mahasiswa yang
melakukan penyimpangan-penyimpangan yang sudah tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku di Indonesia dan mereka cenderung tidak
menghiraukan lagi norma-norma yang ada. Salah satunya adalah norma
kesusilaan, yaitu peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang
menghasilkan akhlak yang baik sehingga individu dapat membedakan
sesuatu yang dianggap baik dan sesuatu yang dianggap buruk. Sanksi norma
kesusilaan bersifat relatif sesuai situasi dan kondisi masyarakatnya termasuk
agama yang dianut oleh masyarakatnya, umumnya pelanggaran terhadap
norma kesusilaan ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (diusir) ataupun
batin (dijauhi dari pergaulan). Norma yang ada seharusnya menjadi dasar bagi
seseorang untuk bertindak, akan tetapi kasus diatas menujukkan bahwa telah
terjadi pergeseran budaya yang membuat mereka melakukan tindakan
penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan norma yang ada di
antara lain yaitu tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan pasca
konvensional ( Lawrence Kohlberg, 1995).
Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi diatas, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Studi Deskriptif mengenai Moral
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimana tahapan Moral
Judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah di Universitas ‘X’ Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran mengenai
tahap moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah di Universitas ‘X’ Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memeroleh gambaran yang lebih
rinci dan mendalam mengenai tahap moral judgement pada mahasiswa yang
melakukan seks pranikah di Universitas ‘X’ Bandung.
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1. Kegunaan Teoritis
1. Memberikan informasi tambahan pada bidang Psikologi Pendidikan
2. Sebagai masukan bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian atau
membahas lebih lanjut mengenai moral judgement pada mahasiswa
yang melakukan seks pranikah dan tinggal di tempat kost.
3. Sebagai sumber referensi bagi mahasiswa yang ingin mengetahui
tentang moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah dan tinggal di tempat kost.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
institusi pendidikan khususnya kepada pembantu rektor bidang
kemahasiswaan di Universitas ‘X’ Bandung sehingga dapat
memeroleh gambaran mengenai moral judgement pada mahasiswa
yang melakukan seks pranikah serta dapat menjadi bahan
pertimbangan bagi intitusi pendidikan tersebut untuk memberikan
edukasi kepada para mahasiswa mengenai perilaku seks bebas.
2. Memberikan masukan kepada para mahasiswa Universitas ‘X’
mengenai moral judgement pada mahasiswa yang melakukan seks pranikah, sehingga para mahasiswa dapat membatasi diri dan
memberikan intervensi terhadap dirinya untuk menghindari perilaku
1.5 Kerangka Pikir
Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa
anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan
sosio-emosional. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut berkisar dari
perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai pada
kemandirian. Seorang mahasiswa yang berada pada masa ini mengalami
perubahan secara hormonal yang terjadi didalam tubuh mereka, dan
perubahan ini menyebabkan mahasiswa memiliki ketertarikan terhadap lawan
jenis dan adanya kebutuhan seksual, seperti sentuhan fisik terhadap lawan
jenisnya. Kebutuhan ini seringkali menjadi penyebab adanya perilaku seks
bebas di lingkungan mahasiswa (Santrock, 2003).
Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia remaja berada pada
rentang 12 tahun sampai 22 tahun. Mengacu pada teori tersebut, maka
mahasiswa yang tinggal di tempat kost pada kawasan Universitas “X”
Bandung yang berusia delapan belas tahun sampai dua puluh dua tahun berada
pada tahap perkembangan remaja. Remaja memiliki tugas perkembangan
yang harus dilalui yaitu mampu mengembangkan intelektual dalam kehidupan
bermasyarakat, mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, serta
memiliki nilai-nilai yang digunakan sebagai pedoman hidup. Dalam hal ini
mahasiswa mampu mengganti konsep-konsep moral yang berlaku di
individual dan menginternalisasikan prinsip moral tersebut sebagai pedoman
perilakunya.
Dalam perkembangan kognitif, mahasiswa berada pada tahap
operasional formal, yang berarti mahasiswa mampu berpikir secara abstrak
dan melakukan penalaran sebab-akibat dalam mengatasi masalah. Mahasiswa
sudah dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip moral yang telah ditanamkan
dalam diri individu dan konsekuensi yang akan diterimanya. Dengan
perkembangan kognisi tersebut, mahasiswa dapat mengevaluasi
kemungkinan-kemungkinan logis yang akan menyertai suatu tindakan tanpa
mengalami situasi konkrit terlebih dahulu (Santrock, 2004). Kemampuan
berpikir tersebut yang dapat digunakan oleh mahasiswa dalam menghadapi
tuntutan-tuntutan untuk berperilaku berdasarkan pertimbangan moral.
Mahasiswa juga mengalami perkembangan dalam segi relasi dan
minat, dari segi relasi perkembangan yang paling menonjol terjadi di bidang
relasi heteroseksual. Dalam waktu yang singkat, remaja mengadakan
perubahan radikal yaitu lebih menyukai lawan jenis. Mahasiswa juga
mengalami perubahan dalam segi minat, salah satunya adalah minat terhadap
seks. Pada saat meningkatnya minat seks, remaja mencari berbagai sumber
informasi yang mungkin dapat diperoleh, misalnya membaca majalah atau
buku-buku tentang seks, melalui media elektronik, membahasnya dengan
Menurut Santrock dalam adolescence perilaku seksual adalah segala
tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis
maupun sesama jenis, akibat dari adanya dorongan seksual. Bentuk-bentuk
tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga
tingkah laku berkencan, bercumbu dan senggama. Mahasiswa yang tinggal di
tempat kost pada kawasan Universitas “X” Bandung harus memiliki tanggung
jawab dalam berperilaku dan mengambil keputusan, salah satunya yaitu
dengan dimilikinya pertimbangan moral yang terdapat dalam diri mahasiswa
terhadap perilaku yang dimunculkan.
Pada saat akan mengambil keputusan, terutama saat mahasiswa berada
jauh dari pengawasan orang tua, mahasiswa harus dapat memilah dan
mempertimbangkan dengan benar setiap keputusan yang akan diambilnya
termasuk keputusan dirinya akan terlibat dalam perilaku plagiarisme atau
tidak. Dalam hal ini moral memegang peranan penting, nilai moral merupakan
nilai-nilai yang dapat menuntun dan mengarahkan individu pada sikap dan
perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Nilai moral yang ada di
dalam diri individumerupakan suatu proses bertahap, bagaimana nilai moral
dapat menyatu dengan kepribadian manusia dikenal dengan proses
internalisasi manusia. Secara teoritis, untuk memunculkan perilaku moral
secara konsisten maka harus terjadi proses integrasi nilai moral yang ada
dalam struktur kognitif ke dalam motivasi dan perasaan manusia. Nilai moral
moral. Menurut Blazi (1995) proses integrasi terbagi atas dua jenis yaitu
integrasi alamiah dan integrasi yang ditanamkan. Pada integrasi alamiah,
nilai-nilai moral akan menjadi bagian dari identitas secara otomatis karena
proses yang dilakukan seseorang dalam hidupnya. Integrasi yang ditanamkan
akan terjadi melalui keseriusan dan kesadaran terhadap nilai-nilai motral yang
diajarkan.
Pertimbangan ini akan berguna untuk menempatkan mahasiswa pada
posisi yang dapat diterima oleh masyarakat, pertimbangan ini disebut juga
dengan moral judgement. Moral Judgement adalah mengenai apa yang dipikirkan mahasiswa tentang baik-buruk atau benar-salah, dan bukan
merupakan suatu jawaban dari pertanyaan ‘apa yang baik dan apa yang buruk’
tetapi merupakan jawaban dari pertanyaan ‘mengapa atau bagaimana
seseorang sampai kepada keputusan bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk’
(Kohlberg, 1995 dalam Drs. John de Santo & Drs. Agus Cremers SVD).
Secara umum, terdapat tiga tahapan dalam moral judgement yang
disebutkan oleh Kohlberg, yaitu tahap pra-konventional, tahap conventional,
dan tahap pasca conventional. Setiap tahapan ini masing-masing terbagi lagi
ke dalam dua tahapan. Pada tahap pra-konventional, mahasiswa
mempertimbangkan untuk tidak terlibat dalam perilaku plagiarisme
berdasarkan akibat yang akan diterimanya. Tahap ini terbagi lagi menjadi dua
Mahasiswa yang berada pada tahap hukuman dan kepatuhan akan
mempertimbangkan keputusan untuk tidak melakukan plagiarisme
berdasarkan keinginannya untuk menghindari hukuman atau akibat yang akan
ditimbulkan. Mahasiswa yang tidak melakukan plagiarisme karena untuk
menghindari dikeluarkan dari kampus merupakan mahasiswa yang berada
pada tahap ini. Sedangkan mahasiswa yang berada pada tahap orientasi
relativis instrumental akan mempertimbangkan keputusannya untuk tidak
melakukan plagiarisme berdasarkan keinginannya untuk mendapatkan
keuntungan. Mahasiswa pada tahap ini tidak akan melakukan plagiarisme
dengan pertimbangan bahwa ia dapat terus melanjutkan studi sampai selesai
dengan hasil usahanya sendiri.
Pada tahap praconventional tersebut, mahasiswa yang menunjukkan
perilaku yang positif terhadap plagiarisme, secara kognitif dirinya mengetahui
bahwa perilaku plagiarisme akan membuat dirinya mendapatkan hukuman,
namun secara afektif dirinya memiliki keinginan atau ‘kesukaan’ terhadap
perilaku plagiarisme untuk mempermudah tugasnya. Mahasiswa yang
menunjukkan perilaku yang negatif terhadap plagiarisme memerlihatkan
perilaku menolak terhadap perilaku plagiarisme karena secara kognitif dirinya
memiliki keyakinan bahwa perilaku plagiarisme merupakan perbuatan yang
tercela dan akan mendapatkan hukuman apabila melakukannya, secara afektif
dirinya tidak menyukai hukuman tersebut sehingga dirinya berusaha untuk
Tahap selanjutnya adalah tahap conventional. Mahasiswa yang berada
pada tahap ini mempertimbangkan setiap tindakannya untuk menghindari
celaan dan rasa bersalah yang diakibatkan dari kegagalannya dalam mematuhi
peraturan yang berlaku di masyarakat. Mahasiswa memilih untuk tidak
melakukan plagiarisme dalam usaha untuk memenuhi harapan-harapan dari
keluarga, kelompok dan masyarakat sekitarnya. Tahap conventional terdiri atas dua tahap, yaitu tahap orientasi masuk ke kelompok “anak baik” dan
“anak manis”, dan tahap orientasi hukum dan ketertiban. Mahasiswa yang
berada pada tahap masuk ke kelompok “anak baik” dan “anak manis” akan
mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan plagiarisme karena
mahasiswa ini ingin dianggap sebagai anak yang baik oleh keluarga dan
lingkungannya. Mahasiswa yang berada pada tahap orientasi hukuman dan
ketertiban akan mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan
plagiarisme berdasarkan motivasinya untuk mengantisipasi celaan dari
masyarakat karena dirinya tidak mampu menahan dorongan untuk tidak
melakukan plagiarisme.
Pada tahap conventional ini, mahasiswa akan menunjukkan perilaku
yang positif terhadap perilaku plagiarisme, secara kognitif dirinya mengetahui
bahwa perilaku plagiarisme akan membuat orang-orang yang berada di
sekitarnya merasa kecewa, dan secara afektif dirinya puas apabila dirinya
mengetahui akan aturan-aturan dan norma yang berlaku di masyarakat, secara
afektif dirinya senang ketika ia dapat berperilaku sesuai dengan aturan-aturan
dan norma yang berlaku tersebut.
Tahap akhir dari moral judgement adalah tahap pasca conventional.
Pada tahap ini mahasiswa dapat mempertimbangkan segala tindakannya untuk
tidak melakukan plagiarisme berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya tanpa
pengaruh otoritas yang ada di lingkungannya serta mahasiswa juga sudah
memahami nilai dari setiap aturan yang berlaku di masyarakat. Dalam tahap
ini mahasiswa sudah mencapai puncak tertinggi dari tahapan moral
judgement, dirinya sama sekali tidak akan menunjukkan perilaku yang positif terhadap perilaku plagiarisme, secara kognitif dirinya berusaha untuk
mempertahankan nilai-nilai yang telah dianutnya tanpa pengaruh otoritas, dan
secara afektif dirinya akan merasa bangga apabila ia dapat mempertahankan
nilai-nilai yang ada di dalam dirinya tersebut.
Tahap pasca conventional terdiri dari dua tahap, yaitu tahap orientasi kontak sosial-legalistis dan tahap orientasi azas etika universal. Mahasiswa
yang berada pada tahap orientasi kontak sosial-legalistis akan
mempertimbangkan keputusannya untuk tidak melakukan plagiarisme
berdasarkan keinginannya untuk mempertahankan rasa hormat orang lain dan
masyarakat sekitarnya. Mahasiswa yang berada pada tahap ini tidak akan
menghormati orang-orang yang berada di sekitarnya dengan mematuhi
peraturan dan norma yang berlaku di lingkungannya.
Mahasiswa yang berada pada tahap orientasi azas etika universal tidak
akan melakukan plagiarisme berdasarkan motivasinya untuk mempertahankan
prinsip-prinsip moral yang tertanam didalam dirinya. Mahasiswa pada tahap
ini tidak akan melakukan plagiarisme berdasarkan dengan pertimbangan
bahwa dirinya akan terus memegang prinsip nilai yang telah di tanamkan oleh
orang tuanya.
Dalam membahas moral judgement, terdapat beberapa faktor yang
memengaruhinya, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
diantaranya yaitu keluarga, teman sebaya, dan lingkungan sekitar tempat
remaja tumbuh dan berkembang (sekolah). Kesempatan yang diberikan
keluarga pada remaja untuk membuat keputusan-keputusan moral merupakan
hal penting bagi perkembangan moral remaja. Pola asuh yang diterapkan
orang tua memegang peranan dalam hal ini, orang tua yang otoriter tidak akan
memberi kesempatan pada anak remajanya untuk berdiskusi dan segala
peraturan secara ketat diatur oleh orang tua, dimana hal tersebut membuat
remaja terpaku pada ketakutan akan hukuman, melakukan atau tidak
melakukan sesuatu guna menghindari hukuman. Dengan kata lain, remaja
tersebut berada pada tahap pertama dalam perkembangan moral, yaitu
Remaja yang dibesarkan oleh orang tua yang memberikan aturan
namun memberi kesempatan untuk berdiskusi akan merangsang remaja untuk
berpikir dan mengemukakan pendapat. Dari hasil diskusi dengan orang tuanya
ini, remaja dapat menalar dan mempertimbangkan mana yang benar dan mana
yang tidak benar, serta dapat menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Dengan
kata lain, orientasi mereka bukanlah pujian dan hukuman, melainkan ada
pengolahan dalam pikiran sampai akhirnya menginternalisasi nilai-nilai yang
berarti remaja ini berada pada tahapan moral yang lebih tinggi dibandingkan
dengan remaja yang orang tuanya otoriter.
Pada pola asuh orangtua dimana mereka mempunyai hubungan yang
hangat dengan anak-anaknya serta memberi kebebasan penuh untuk bertindak
sesuai keinginan keinginan mereka, mahasiswa diijinkan mengambil
keputusan sendiri dan berbuat sekehendak mereka sendiri. Orangtua jarang
memberikan hukuman apabila mereka melanggar peraturan dan cenderung
membiarkan tindakan tersebut. Dalam hal ini, penalaran mahasiswa bebas
berkembang tetapi tanpa diimbangi oleh aturan-aturan atau norma yang
berlaku, mahasiswa akan berpikir dan menalar bahwa mereka bebas dan akan
selalu membenarkan setiap keputusan yang diambilnya, sehingga mahasiswa
tidak mengetahui dan bingung mana yang benar dan salah.
Dalam lingkungan teman sebaya, konflik-konflik dapat terjadi pada
mahasiswa bilamana norma pribadi sangat berlainan dengan
memertahankan pola-pola tingkah laku yang telah diperoleh di rumah dari
keluarganya, sedangkan di pihak lain lingkungan menuntut mahasiswa untuk
memerlihatkan pola yang lain yang bertentangan dengan pola yang sudah ada
atau sebaliknya.
Dalam lingkungan sekolah, corak relasi antar mahasiswa, maupun
antar mahasiswa dengan dosen banyak memengaruhi aspek-aspek
kepribadian, termasuk nilai-nilai moral yang memang masih mengalami
perubahan-perubahan. Kepribadian yang dipancarkan oleh dosen dapat
menjadi tokoh-tokoh yang dikagumi, dan hal ini dapat menimbulkan peniruan
terhadap sebagian atau seluruh tingkah laku dosen tersebut.
Lingkungan mahasiswa dapat memengaruhi setiap pertimbangan
mahasiswa dalam mengambil suatu tindakan, misalnya dalam hal ini yaitu
lingkungan tempat kost. Lingkungan tempat kost juga memberikan pengaruh
terhadap mahasiswa yang tinggal di tempat kost, aturan-aturan yang
diberlakukan dalam tempat kost dapat memengaruhi pertimbangan moral bagi
mahasiswa yang tinggal di tempat kost tersebut, baik dari segi
peraturan-peraturan yang diterapkan, pengawasan dari pemilik kost dan konsekuensi
yang didapat jika melanggar peraturan harus jelas dan konsisten. Lingkungan
tempat kost yang dapat menjalankan peraturannya dengan konsisten, maka
mahasiswa akan cenderung tidak memiliki kesempatan untuk melakukan
lingkungan tempat kost yang tidak secara konsisten memberlakukan aturan
yang ada.
Faktor internal yang memengaruhi moral judgement yaitu perkembangan kognitif. Dalam hal ini Kohlberg membenarkan gagasan
Piaget, bahwa sekitar usia 16 tahun pada masa remaja, tahap tertinggi dalam
proses pertimbangan moral dicapai. Sebagaimana Piaget telah membuktikan
bahwa baru pada masa remaja pola pemikiran operasional-formal
berkembang, demikian pula Kohlberg secara sejajar pada bidang
perkembangan moral memerlihatkan bahwa pada masa remaja dapat dicapai
juga tahap tertinggi pertimbangan moral dimana remaja berhasil menerapkan
prinsip keadilan yang universal pada penilaian moralnya. Dalam hal ini,
mahasiswa diharapkan dapat mengaplikasikan prinsip-prinsip moral yang
ditanamkan oleh orangtua di dalam dirinya untuk tidak melanggar aturan yang
ada dalam masyarakat. Mahasiswa menggunakan logikanya ketika
mempertimbangkan keputusannya untuk melakukan seks pranikah
berdasarkan keuntungan dan kerugian yang akan diterimanya.
Untuk memahami gambaran penelitian yang akan dilakukan, dapat
Bagan 1.1 Kerangka Pikir Mahasiswa
Universitas ‘X’ Bandung berusia 18-22 tahun yang melakukan seks pranikah
MORAL JUDGEMENT
Faktor yang memengaruhi : a)faktor eksternal
1. Keluarga 2.Teman Sebaya 3.Lingkungan b)faktor internal : 1. Kognitif
orientasi hukuman dan kepatuhan
orientasi relativis instrumental
orientasi masuk ke kelompok “anak baik” dan “anak manis”
orientasi hukuman dan ketertiban
orientasi kontrak sosial-legalistis
orientasi azas etika universal Pra-conventional
Conventional
1.6 Asumsi Penelitian
1) Mahasiswa akan berhadapan dengan pertimbangan-pertimbangan
moral dalam menghadapi fenomena perilaku seks pranikah.
2) Pertimbangan-pertimbangan moral tersebut akan membantu
mahasiswa dalam membuat keputusan-keputusan moral mengenai seks
pranikah.
3) Mahasiswa yang tinggal di tempat kost sekitar area kampus
Universitas “X” Bandung memiliki salah satu dari tahapan moral
judgement yang terdiri dari enam tahap berikut : tahap orientasi
hukuman dan kepatuhan, tahap orientasi relativis instrumental, tahap
orientasi masuk ke kelompok “anak baik” dan “anak manis”, tahap
orientasi hukum dan ketertiban, tahap orientasi kontrak-sosial
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dan pembahasan, dapat disimpulkan
bahwa secara keseluruhan, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu :
1. Tahapan moral judgement terbanyak yang dicapai mahasiswa yang
melakukan seks pranikah tentang moral judgement sebanyak (28%) berada
pada tahap empat.
2. Mahasiswa Universitas ‘X’ Bandung yang melakukan seks pranikah memiliki
level penalaran moral yang tersebar pada tiga tingkat. Sejumlah 54% dari
keseluruhan responden berada di level conventional, 30% berada di level
pasca-conventional, dan 16% ada di level pre-conventional.
3. Faktor yang berasal dari eksternal yaitu faktor lingkungan (kampus)
memerlihatkan kecenderungan adanya hubungan terkait dengan tahap
perkembangan penalaran moral mahasiswa Universitas ‘X’ Bandung yang
5.2 Saran
5.2.1 Saran teoritis
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi tambahan pada bidang
Psikologi Pendidikan mengenai moral judgment pada mahasiswa yang
melakukan seks pranikah.
2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan jika
ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh faktor lingkungan
yang memengaruhi tahapan moral judgement.
5.2.2 Saran praktis
1. Bagi pihak Universitas khususnya pembantu rektor bagian kemahasiswaan di
Universitas ‘X’, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan untuk mengetahui dan meningkatkan tahapan moral judgement
mahasiswa yang masih berada di tahap yang rendah.
2. Bagi para mahasiswa, agar lebih banyak berdiskusi dengan dosen ataupun
DAFTAR PUSTAKA
Duska, Ronald. 1975. Moral Development. A Guide to Piaget and Kohlberg.
Terjemahan Perkembangan Moral, Perkenalan dengan Piaget & Kohlberg, IKIP Sanata Dharma. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Kohlberg, 1995. Tahap-Tahap Perkembangan Moral. Diterjemahkan oleh
Drs. John de Santo & Drs. Agus Cremers SVD. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Lickona, 1976. Moral Development and Behavior. Theory, Research, and
Social Issues. New York : Holt, Rinehart and Winston.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Ghalia Indonesia
Santrock. W . 2004. Life Span Developmental. New York : Mc Graw Hills
inc.
Sarwono, Sarlito. 2013. Psikologi Lintas Budaya. Jakarta : Penerbit
DAFTAR RUJUKAN
Cing, Tan Fey. 2008. Studi Deskriptif mengenai Moral Judgement terhadap
Perilaku Seksual pada Mahasiswa yang Tinggal di Tempat Kost Kota Bandung. Metodologi Penelitian Lanjutan. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.
Setiawati, Lidya. 2007. Studi Deskriptif mengenai Moral Judgement pada
Perilaku Seksual Siswa SMP Aliyah “X” Tasikmalaya. Skripsi. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.
Surani, Ermy. 2004. Studi Deskriptif mengenai Moral Judgement pada
Mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi (STT) “X” di Jakarta. Skripsi. Bandung : Universitas Kristen Maranatha.
www.seksualitas.net, diakses tanggal 21 Maret 2014
www.merdeka.com, diakses 18 September 2014