• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menulis Aksara Bali di Atas Lontar, Sebuah Keterampilan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Menulis Aksara Bali di Atas Lontar, Sebuah Keterampilan."

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Workshop Nasional Konservasi dan Penulisan Naskah Lontar , 24/11/2016

Sebagai sebuah keterampilan berbahasa, menulis merupakan kebutuhan sekunder dalam

sebuah bahasa, karena bahasa yang sesungguhnya (bahasa primer) adalah bahasa lisan.

Tanpa tulisan seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan berbicara dan

mendengarkan (menyimak). Dengan demikian hal tulis menulis merupakan kegiatan

skunder dalam berbahasa.

Hal yang paling mendasar yang harus ada dalam keterampilan membaca dan

menulis adalah tulisan atau huruf atau aksara sehingga orang yang tidak memahami

keterampilan baca-tulis sering disebut buta aksara. Sebelum dikenal adanya tulisan

sering disebut dengan masa prasejarah sedangkan setelah dikenal adanya tulisan disebut

dengan masa sejarah. Sejarah Bali menunjukkan bahwa zaman sejarah dimulai dengan

ditemukannya tulisan dalam prasasti-prasasti. Tulisan-tulisan dalam prasasti-prasasti

yang ada menunjukkan perkembangan tulisan itu sendiri dan media yang digunakan.

Secara umum dikatakan bahwa tradisi itu diawali dengan penggunaan aksara

Pallawa, Dewa Negari, Jawa Kuna (Kawi), Bali Kuna, Semi Pallawa, dan Kadiri

Kwadrat. Dari tahapan awal tradisi tulis ini kemudian dilanjutkan dengan penggunaan

(2)

perkembangan. Jika sebelumnya aksara Bali ditulis di atas lembaran/lempengan tembaga,

daun lontar, dan kain, setelah itu berkembang penulisan di atas kertas, plastik, kayu,

beton, dan marmer. Bahkan belakangan dengan kemajuan di bidang teknologi

informatika, tradisi tulis manual (dengan tangan) aksara Bali sudah tergantikan dengan

komputer (Bali Simbar).

Alat dan Bahan Menulis Lontar

Dalam proses penulisan lontar diperlukan alat dan bahan sesuai dengan tradisi

penulisan. Alat/bahan yang diperlukan dibedakan menjadi alat/bahan utama dan

tambahan. Alat/bahan utama itu antara lain:

(1) Pangrupak. Pangrupak di daerah tertentu disebut juga dengan pangutik. Alat ini

merupakan alat utama menulis, bentuknya seperti sebuah pisau, tajam, bermata

segitiga (ada yang bertangkai/mapati, ada juga yang tidak). Pangrupak ini

berfungsi sebagai alat tulis yang digunakan untuk menggores daun lontar.

Pangrupak ini dapat disejajarkan dengan pensil/pulpen jika menulis di atas kertas.

(2) Lontar. Lontar (daun lontar) yang digunakan biasanya lontar yang sudah diproses

secara tradisional. Proses pembuatan lontar lembar demi lembar sehingga siap

dipakai untuk ditulisi biasanya memakan waktu yang cukup lama (dari pemilihan

daun di pohonnya sampai siap tulis).

(3) Pelikan. Pelikan biasanya terbuat dari bambu kecil yang dilubangi tembus di

kedua sisinya. Pelikan ini berfungsi sebagai penjepit lembaran lontar yang akan

(3)

Biasanya ada dua pelikan yang digunakan sebagai penjepit, yaitu di

masing-masing ujung lembaran lontar.

(4) Penghitam. Penghitam yang dimaksud di sini adalah penghitam yang digunakan

untuk memperjelas hasil goresan/tulisan pangrupak di atas daun lontar. Penghitam

ini digunakan ketika proses penulisan sudah berakhir. Penghitam biasanya terbuat

dari serpihan arang buah kemiri bakar atau arang buah bunga nagasari.

Alat/bahan tambahan yang diperlukan antara lain, bantal kecil, kapas, tisu (lap),

dulang, dan penggaris. Alat/bahan tersebut dikatakan tambahan karena sifatnya yang

opsional (jika diperlukan). Bantal kecil biasanya digunakan untuk alas tangan ketika

menulis agar tangan tidak sakit; kapas/tisu/lap digunakan untuk membersihkan sisa

penghitam di atas lontar; dulang difungsikan seperti meja; serta penggaris digunakan

untuk menggaris pinggir lotar sehingga hasil tulisan terkesan rapi.

Teknik Dasar Menulis Lontar

Hal mendasar yang perlu dipahami dalam menulis lontar adalah posisi tangan kiri

dan kanan penulis sesuai dengan etika penulisan lontar. Posisi jari tangan ketika menulis

lontar berbeda dengan posisi jari tangan ketika menulis dengan pensil/pulpen.

(4)

berfungsi untuk menekan dan menggeser pangrupak ke kiri; sedangkan dua jari lainnya

(jari manis dan kelingking) berada di atas daun lontar yang berfungsi menjaga kestabilan

tangan dalam menulis.

Teknik Menulis

Menulis aksara Bali di atas lontar dengan pangrupak sedikit berbeda dengan

menulis di atas kertas. Jika ngrupak (menulis) di atas lontar goresan tulisan harus

terputus-putus, sedangkan di atas kertas tidak disarankan seperti itu. Posisi tangan kiri

Posisi tangan kanan

(5)

Dalam sebuah blanko lontar biasanya sudah terdiri atas empat garis horisontal,

dengan tiga buah lubang kecil di kiri, tengah, dan kanan. Lontar ditulis dengan aksara

Bali dari sebelah kiri ke sebelah kanan dalam satu baris melewati lubang yang ada di

tengah sampai baris terakhir. Tulisan/aksara Bali ditulis tergantung di garis (baris) yang

telah disediakan. Biasanya ada empat baris dalam sebuah blanko lontar. Ruang baris yang

paling kecil diletakkan di atas. Setelah lubang di kiri, di kiri dan kanan lubang tengah,

serta sebelum lubang di kanan biasanya digaris pinggir dengan pensil sebagai batas

tulisan agar tulisan kelihatan rapi. Untuk memperjelas pola dan sistem penulisan dalam

lontar dapat dilihat dalam gambar berikut.

Menulis Aksara Bali

Dalam menulis aksara Bali diperlukan tatanan ukuran dari aksara yang akan ditulis.

Tatanan ukuran aksara dikenal dengan istilah sukat/sukating aksara. Hendaknya aksara

Bali ditulis kebundar-bundaran yang sering disebut dengan ngatumbah atau ngwindu.

Dalam sukat aksara, ukuran aksara biasanya diukur dengan sebuah kotak segi empat

(6)

(1) Sukat aksara:

(a) aksara ra, pa, pa kapal: satu craken kurang

(b) aksara na, ca, da, da-madu, ta-tawa, ta-latik, sa, sa-sapa, ba-kembang,

nga, pa, pa-marepa, ja : satu craken

(c) aksara ha, ka, ta, sa-saga, la, ga, ba, ya : satu craken lebih

(d) aksara na-rambat, ga-gora, nya : satu setengah craken.

(2) Sukat gempelan/gantungan:

(a) gantungan na (na-kojong), ra (guwung), wa (suku kembung), ya (nania):

dua craken turun

(b) gantungan atau gempelan lainnya: satu craken kurang.

(3) Sukat akasara suara:

(a) a-kara, i-kara, e-kara : satu craken

(b) u-kara, o-kara, airsania/ai-kara : dua craken turun

(4) Sukat pangangge tengenan:

(a) bisah : dua craken turun

(b) cecek dan surang : satu craken kurang

(c) adeg-adeg : tiga creken turun

(5) Sukat pangangge suara:

(a) ulu, pepet, dan tedung/tedong : satu craken kurang

(b) suku : dua craken turun

(c) taling/taleng : dua craken kurang.

(6) Sukat ceciren pepaosan:

(7)

(b) matan titiran, idem, carik pamungkah: setengah craken kurang

(c) pamada : dua craken turun.

(7) Pangembang atau jarak antaraksara: setengah craken (lihat Gelgel, 1923: 5-7;

Tinggen, 1993: 15-16; Medera dkk., 2005: 59-60).

Penulisan aksara Bali di atas lontar sebaiknya dilakukan bertahap untuk penulis

pemula. Tahapan-tahapan penulisan itu dapat dirinci sebagai berikut. Tahap pertama

jenis aksara yang ditulis adalah aksara hanacaraka/wresastra beserta

gantungan/gempelan, pangangge aksara suaranya, dan tanda baca/ceciren pepaosan.

Tahap pertama ini pun bisa dibagi-bagi dalam beberapa tahapan lagi, yaitu tahap

hanacaraka, tahap datasawala, magabanga, dan pajayanya. Tahap kedua,

dikembangkan lagi dengan penambahan pangangge ardasuara dan pangangge tengenan.

Pada tahap ketiga dilanjutkan dengan penulisan aksara swalalita beserta

gantungan/gempelannya dan angka. Semua tahapan harus dilakukan dan dilatih secara

intensif sampai didapatkan bentuk / wangun aksara yang ngatumbah/ngwindu seperti

disebutkan di atas.

Selain itu tebal tipis tulisan harus serasi. Tebal tipis tulisan diupayakan dari

tekanan goresan pangrupak. Goresan naik dan turun tidak begitu keras sehingga

menghasilkan tulisan yang agak tipis, sedangkan goresan ke samping ditekan agak keras

sehingga tulisan yang dihasilkan lebih tebal. Jika terjadi kesalahan dalam penulisan

huruf/aksara atau kata agar tidak dicoret karena hal itu akan menimbulkan kesan kotor

dan tidak sesuai dengan etika budaya penulisan aksara Bali. Kesalahan dapat diperbaiki

dengan menambahkan pangangge suara ulu (...) dan suku (...) pada aksara yang salah,

(8)

demikian aksara yang ber-ulu dan ber-suku dianggap sebagai aksara yang mati dan tidak

dapat dibaca. Misalnya ketika hendak menulis kata sari

tapi tertulis saru

maka ru ditambah dengan ulu (...)

menjadi setelah itu kemudian ditulis huruf/aksara yang benar

menjadi

Hasil dari keterampilan menulis adalah bangun tulisan. Bentuk (wangun) tulisan

yang dihasilkan oleh tangan seorang penulis tentu berbeda dengan penulis yang lain.

Tulisan yang dihasilkan merupakan karakter dari penulisnya. Untuk itu seorang guru

tidak mudah untuk mengubah karakter tulisan/huruf/aksara yang dibuat/ditulis anak

didiknya. Seorang guru/instruktur hanya memungkinkan untuk mengarahkan teknik dan

bentuk aksara yang ditulis supaya agar aksaranya mendekati wangun ngatumbah dan

(9)

Ejaan Aksara Bali

Setelah teknik dasar penulisan lontar dikuasai ada satu hal penting yang perlu

diperhatikan oleh penulis lontar yaitu ejaan. Ejaan adalah sistem atau tata penulisan

dalam sebuah huruf/aksara. Ejaan dalam penulisan aksara Bali disebut dengan pasang

akasara. Secara umum pasang aksara Bali dapat dideskripsikan sebagai berikut.

Dalam menuliskan kata-kata bahasa Bali hal utama yang perlu diperhatikan adalah:

(1) Kata-kata bahasa Bali asli ditulis menggunakan aksara anacaraka (banyaknya 18

aksara lagna dan panganggé aksara suara ulu, suku, taléng, taléng-tedong,dan

pepet).

(2) Kata-kata bahasa Bali yang berasal dari bahasa Kawi/Jawa Kuna dan Sanskerta

ditulis dengan aksara swalalita, yaitu 18 aksara anacaraka, aksara mahaprana,

aksara murdania, aksara hresua/dirga, dan aksara usma.

(3) Kata-kata bahasa Bali yang berasal dari bahasa lainnya (bahasa daerah lain,

bahasa Indonesia, bahasa asing) selain bahasa Kawi/Jawa Kuna dan Sanskerta

ditulis sesuai dengan ucapan dalam bahasa Bali memakai aksara hanacaraka,

aksara suara yang digunakan adalah a kara, i kara, u kara, é kara, dan o kara.

Hal-hal lain yang berkaitan dengan penulisan kata dalam pasang aksara Bali adalah

tentang:

(1) Kata Dasar/Kruna Lingga Bersuku Dua

(2) Rangkepan Wianjana (nyja, nyca, sca, jnya, ssa, sta, sna, nta)

(3) Aksara Ardasuara (ya, ra, la, wa)

(10)

(5) Tengenan Majalan

(6) Kata Dasar Bersuku Tiga

(7) Dwita

(8) Pasang Pageh

(9) Kata Berimbuhan/Kruna Tiron

(10) Kata Ulang Suku Awal/Kruna Dwipurwa

(11) Singkatan dan Akronim

(12) Angka

(11)

Daftar Pustaka

Gelgel, I Ketoet. 1923. Tjontoh Menoelis Hoeroef Bali. Weltevreden: Landsdrukkerij.

Simpen AB, I Wayan. 1973. Pasang Aksara Bali. Denpasar: Dinas Pengajaran Propinsi

Daerah Tingkat I Bali.

Medera, I Nengah dkk. 2005. Pedoman Pasang Aksara Bali. Denpasar: Dinas

Kebudayaan Provinsi Bali.

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus III terjadi peningkatan yang signifikan dari siklus II yaitu dengan rata-rata keterampilan menulis aksara jawa 21,05 dan presentase keberhasilan mencapai diatas

Dengan demikian dari hasil penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa peningkatan keterampilan membaca dan menulis aksara Jawa menggunakan model pembelajaran

dan media kartu huruf dalam peningkatan keterampilan menulis kalimat aksara Jawa adalah: a) pembagian media kartu huruf, b) menunjukkan media kartu huruf, c)

Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan model pembelajaran tipe Jigsaw dalam meningkatkan keterampilan menulis kalimat dengan aksara Jawa pada siswa kelas IV

Dalam pengujian kebenaran algoritma dari aplikasi text to digital image converter untuk dokumen aksara Bali akan dilakukan pengujian pada masing- masing proses

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw meningkatkan keterampilan menulis kalimat dengan aksara jawa

Tulisan dalam aksara kwadrat dari masa Kaḍiri banyak sekali, sehingga dalam penelitian ini hanya membahas beberapa contoh prasasti saja dari berbagai daerah di Jawa Timur

ingkatkan bimbingan baik kepada kelompok atau individu siswa yang merasa kesulitan dalam mengikuti pembelajaran menulis Aks- ara Jawa; 6) Guru akan lebih memotivasi sis- wa